"Maka tenang saja Niko tidak akan menganggu rumah tangga Alissa dan Virgo kok." Ucapan Nicholas direspon anggukan oleh sang mama."Kecuali kalau Virgo kembali melewati batasan sebagai seorang suami." Tentu saja kalimat ini hanya diucapkan dalam hati sebab kalau tidak pasti akan mendapatkan protes lagi dari mamanya."Kalau Mama sudah tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, bisakah Niko kembali ke kamar sebentar?""Pergilah, bersihkan dirimu!"Nicholas mengangguk lalu meninggalkan kamar Melati. Sampai di pintu ia teringat akan wajah Alissa. Ia tersenyum sendiri sambil menggelengkan kepala sampai tidak sadar berpapasan dengan Tuan Barata dan tingkahnya membuat sang papa bingung."Kamu sehat Nik?"Nicholas tersentak kaget. "Sehat Pa," jawabnya kemudian berlalu pergi begitu saja."Kenapa dengan Niko, Ma?" tanya pria tua itu sambil berjalan ke arah meja dan meletakkan kopi panas di atasnya."Tidak ada Pa, Mama cuma kasih nasehat panjang lebar.""Oh." Tuan Barata duduk di samping istrinya.Di
"Halo Kak!" Wati menjauh dari pintu dan menelpon Virgo."Ya aku Kak, aku Wati, ini nomor baruku," ujar Wati lagi kala Virgo menerima panggilan teleponnya."Ada apa? Apa kamu sudah mendapatkan apa yang kita incar?""Belum tapi ada yang lebih penting dari hal itu.""Tidak ada yang lebih penting dari dokumen perusahaan Wati, kau mau terus hidup kere seperti ini sedangkan mereka bersenang-senang dengan peninggalan nenek kita? Bekerjalah lebih keras sebelum Nicholas curiga dengan keberadaanmu di perusahaan.""Sabar Kak, butuh proses untuk menyelinap masuk ke ruangan Presdir apalagi penjagaan di sana ketat. Aku saja baru masuk tadi karena diminta untuk membuatkan kopi untuk Nicholas, kalau tidak, aku tidak ada akses untuk masuk ke ruangan itu karena kebetulan tugasku di lantai bagian bawah.""Hah sangat sulit kalau begitu, tapi berusahalah untuk mencari celah!" Virgo terdengar menghela nafas berat dari balik telepon."Awalnya aku juga berpikiran begitu Kak Virgo tapi setelah apa yang aku li
"Mbak minta uang dong!" Wati yang baru saja melihat Alissa tiba di pintu kantor segera meletakkan alat mengepelnya dan menadahkan tangan di depan wajah Alissa."Apa-apaan sih Wat? Minta uang di kantor enggak malu apa dilihat karyawan lain?" Alissa menatap tajam Wati. Sungguh dirinya menjadi pusat perhatian semua orang akibat ulah adik iparnya itu. Baru datang tiba-tiba dicegat seperti polisi yang ingin menangkapnya. "Aku nggak peduli Mbak Mereka nggak bakal ngurusin kebutuhan aku. Nggak bakal tahu kalau orang lain sedang menahan lapar." Wati sungguh tidak tahu malu. Beberapa karyawan malah menatap serius ke arah keduanya dan mengernyitkan kening."Oh kamu lapar toh." Alissa mengeluarkan dompet dan menarik uang lima puluh ribu dari dalamnya. "Saya pikir ini cukup kalau hanya untuk beli sarapan. Lain kali kalau tidak punya uang dan belum gajian minta saja sama Mas Virgo, biar uang hasil kerja dia ada gunanya." Alissa bergegas meninggalkan tempat dan berjalan tergesa-gesa menuju lift. Di
"Kau bicara apa, kapan aku melakukan itu?" Alissa benar-benar tidak merasa dirinya berciuman dengan Nicholas. Sungguh Wati mengada-ada pikir Alissa dalam benaknya."Nggak usah sok polos deh Mbak, bantu aku agar nggak dipecat dan Mbak aman atau Mbak ingin nama baik Nicholas hancur karena menjadi pebinor dalam rumah tangga orang dan jangan lupakan dengan sikap yang akan Kak Virgo ambil nanti setelah mengetahui semuanya. Kecuali kalau Mbak Alissa siap babak belur."Alissa terdiam sesaat, otaknya berpikir keras lalu teringat pada kejadian di rumah sakit dimana Nicholas mencuri kesempatan dalam kesempitan. Pria tampan itu mencuri ciuman darinya. Alissa menghela nafas berat, entah darimana Wati mendapatkan informasi itu yang jelas Alissa tidak ingin memperkeruh hubungannya dengan sang suami. Apalagi dia tahu Nicholas dan Virgo adalah keluarga juga. Jika berita itu tersebar maka nama keluarga besar mereka akan buruk di mata orang-orang, dan Alissa tidak mau menjadi penghancur dalam hubungan
"Hah!" Alissa menghembuskan nafas kasar sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti pakaian. Setelah keluar ia masih melihat Nicholas belum bersiap-siap dan hanya duduk bersandar sambil memejamkan mata, sedangkan Aska sudah pamit pergi terlebih dahulu. Masih ada waktu Alissa merogoh tas dan mengambil alat make-up. Sebagai sekretaris dia harus menjaga penampilan agar tidak mempermalukan perusahaan tempat ia bernaung."Tidak perlu terlalu cantik, kamu bukan untuk dijual!" Seruan Nicholas hampir saja membuat bedak di tangan Alissa melompat. Wanita itu mengelus dada lalu memasukkan kembali bedak dan lipstik ke dalam tas. Untung saja Alissa tidak memiliki riwayat penyakit jantung sehingga tidak terjadi apapun saat dirinya dikejutkan."Berkasnya sudah siap, kan? Kita berangkat sekarang!" Tanpa menunggu jawaban Alissa, Nicholas berdiri dan menarik jas yang sebelumnya ada di kursi kebesarannya. Alissa mengangguk lalu menyusul langkah Nicholas keluar dari ruangan."Waw, Mbak Alis
Nicholas menurunkan Alissa lalu memijit kaki sekretarisnya sebelum menarik dengan sedikit keras."Aw!" Alissa mengaduh kesakitan."Sudah mendingan? Kala masih belum bisa jalan aku gendong ke mobil.""Nggak usah Tuan, saya bisa jalan sendiri," tolak Alissa akan tawaran Nicholas."Baiklah kita kembali sekarang," ujar Nicholas seraya mengulurkan tangan ke arah Alissa. Yakin dirinya akan susah bangun sendiri Alissa menerima uluran tangan Nicholas."Sempurna," ujar wanita di balik tembok dimana dari tadi tidak beranjak dan masih mengawasi keduanya. Setelah mengumpulkan gambar-gambar kedekatan Alissa perempuan tersebut langsung mengirim pada Wati.Alissa sendiri berjalan pelan ke menuju mobil dengan Nicholas yang berjalan di belakangnya memperhatikan wanita itu takut-takut jalannya tidak seimbang dan jatuh."Mau aku antar Pulang?" tanya Nicholas saat dirinya sudah menyetir."Ke kantor aja Tuan." Alissa tidak ingin mangkir dari tanggung jawab hanya karena kakinya sakit. Pekerjaannya di kantor
"Ini pemerasan namanya, gadis itu harus ditindak." Saat Nicholas hendak melangkahkan kaki Alissa langsung menahan lengan pria itu."Tolong jangan lakukan ini Tuan, saya tidak mau kabar dalam foto ini beredar.""Justru karena tidak ingin hal semacam itu terjadi makanya perlu dicegah.""Tapi file-nya saya yakin tidak hanya ada pada Wati tapi pada orang lain juga. Tuan tahu sendiri bukan bahwa anak itu dari tadi di kantor.""Kau benar sekali, gadis itu pasti mendapatkan kiriman dari orang lain. Ada yang memata-matai kita berdua.""Tuan benar oleh karena itu jangan labrak Wati, saya takut dia akan melapor pada Mas Virgo.""Jadi kamu akan membiarkan dia memerasmu? Dia akan semakin menjadi-jadi kalau dibiarkan.""Biar nanti saya tangani Tuan."Nicholas mengernyitkan dahi, dia tidak percaya Alissa bisa menangani masalahnya jika itu menyangkut dengan keluarga Virgo. Ia lalu bertanya," Berapa nomor rekeningmu?""Maksud Tuan?""Katakan saja!" Alissa tidak tahu Nicholas akan melakukan apa mengi
Wati memasukkannya uang yang diambil di mesin ATM ke dalam tas pinggangnya lalu berjalan santai ke arah motor. Saat hendak naik ke atas motor, ponselnya terdengar berdering. Wanita itu merogoh ponsel dalam tas lalu mengangkat panggilan telepon."Bagaimana cair?" tanya seseorang dibalik telepon."Cair dong masa beku, hahaha." Wati tertawa keras tidak tahu tempat. Seseorang yang tidak jauh darinya mengawasi gadis itu."Oh ya Bu Rahma memintamu untuk berbelanja sebelum pulang ke rumah. Kebahagiaan ini perlu dirayakan, bukan?""Oh ya jelas! Yasudah deh kalau begitu aku mampir ke mall dulu." Suara Wati terdengar antusias."Cie gaya belanja di mall kayak orang kaya aja, biasanya beli bahan makanan di pasar saja.""Ah iya dong, apa gunanya banyak uang? Lagipula malam seperti ini paling pasar sudah tutup. Oh ya ngomong-ngomong rekamannya masih tersimpan rapi, kan? Soalnya itu masih bisa digunakan di lain waktu untuk memeras si Alissa bodoh itu."Oh tentu saja, yang dihapus kan cuma duplikatny