"Eh tapi apa maksudmu tadi? Uang yang kamu dapatkan dari Alissa juga hilang?" Rahma menatap mata putrinya dengan tajam. Dia baru sadar dengan ucapan Wati. Aura kemarahan wanita itu terpancar jelas dan membuat Wati langsung menunduk dengan dua tangan saling meremas."Iya Bu.""Astaga misi kita benar-benar gagal." Ternyata apa yang diucapkan secara tidak sadar tadi adalah sebuah kenyataan."Iya Bu, tapi apa yang Ibu katakan tentang bukti itu benar?""Ya.""Hilang Bu? Apa maksudnya ini? Kenapa bisa barengan Bu?" "Mana Ibu tahu, tadi kami pikir kamu yang chat kami karena ada kecelakaan di jalan makanya kami ke tempat ini, kamu pikir ngapain kami di sini?""Aku tadi memang ada gangguan di jalan Bu yang sampai menyebabkan uangnya hilang. Aku dirampok Bu, tapi aku belum sempat hubungi Ibu ataupun Ernia, tapi tunggu dulu! Hapeku dipakai mereka untuk menjebak Ibu?""Ya begitulah Wat, mungkin mereka kenal sama kamu makanya juga ngincar kita juga.""Kalau begitu ini semua sudah direncanakan, ta
"Ada apa dengan dia, kenapa sikapnya berubah lebih dingin dari saat awal kami bertemu?" Alissa bertanya-tanya dalam hati. Seharusnya ia senang Nicholas berlaku demikian yang artinya pria itu tidak akan menganggu dirinya dengan hal tak penting seperti kemarin-kemarin. Nyatanya hati Alissa berdenyut sakit. "Ada apa denganku?"Alissa beranjak ke kantin, Silvi melambaikan tangan di sebuah meja. Alissa mendekat dan mengatakan dirinya akan memesan makanan terlebih dahulu sebelum keadaan kantin ramai."Bagaimana dengan adik iparmu itu?" tanya Silvi yang memang tahu bahwa gadis itu suka mengganggu Alissa."Sepertinya baik-baik saja.""Maksudku apa masih suka menganggu?""Saya harap tidak lagi setelah dia berhasil memerasku." Alissa keceplosan, tangannya langsung menutup mulut."Memerasmu?" Mata Silvi terbelalak lebar, sungguh ia tidak percaya Alissa dengan semudah itu dikerjai oleh anak ingusan seperti Wati."Lupakan, aku salah bicara," ujar Alissa tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Aku
Nicholas berjalan mendekat ke arah Alissa, bau muntahan terasa menyengat di indra penciumannya. Segera Nicholas menjepit hidungnya sebelum menyentuh leher Alissa. Air dari kran membuat muntahan itu hilang dari pandangan dan Nicholas bernafas lega."Lebih kencang Tuan! Anda punya tenaga tidak?" protes Alissa membuat Nicholas terperanjat. Berani sekali Alissa mengeluhkan tentang tenaga Nicholas. Ingin Nicholas marah pada Alissa, tetapi saat itu Alissa menatap ke belakang pada wajah Nicholas sehingga pria itu tidak jadi protes setelah melihat wajah Alissa yang pucat."Lebih ditekan lagi Tuan, muntahannya tercekat di tenggorokan!" Alissa menyentuh tangan Nicholas dan menekannya ke bawah."Aneh ini orang, bukannya selama ini dia tidak mau disentuh kecuali terpaksa, kenapa sekarang malah minta sendiri?" batin Nicholas masih tidak paham dengan perubahan sikap Alissa. Tak ingin mengulur waktu Nicholas langsung memijit lebih kuat dari sebelumnya."Hoek! Hoek!" Akhirnya Alissa merasa lega set
"Nyonya Alissa apakah Anda tidak apa-apa?" tanya dokter sambil mengetuk pintu kamar mandi, khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri pasien. Alissa menyeka air mata dan berkata, "Saya tidak apa-apa Dok." Wanita itu berpegangan pada dinding lalu berdiri. Tubuhnya seperti tidak ada tenaga saat ini. Beberapa saat kemudian wanita itu keluar dari kamar mandi masih dengan testpack di tangan. Dokter memperhatikan dan Alissa berkata bahwa dokter itu berkata benar. Setelahnya Alissa membuang benda di tangan ke tempat sampah. "Saya sudah biasa menangani pasien seperti Nyonya," ujar dokter dan mempersilahkan Alissa kembali duduk. Alissa mengelap tangannya dengan tisu basah kemudian duduk di depan dokter yang berjenis kelamin wanita itu. Dokter meresepkan obat dan vitamin untuk Alissa. "Ini obat penambah darah diminum satu kali sehari pagi untuk mengurangi sakit kepala. Vitaminnya juga sama. Untuk obat mualnya bisa dihentikan kalau tidak lagi mual-mual, begitu pun dengan sakit di
"Mas Virgo kau benar-benar sudah berubah," lirih Alissa . "Aku berubah karena kamu yang mengubahnya. Andai kau selalu menuruti permintaanku aku tidak akan pernah berlaku kadar padamu. Kalau membangkang seperti ini aku jadi malas tinggal di sini." Pria itu dengan begitu santainya langsung melenggang pergim "Aku tidak percaya lagi padamu," ucap Alissa dengan gelengan lemah. Matanya dipenuhi kabut air mata hingga tubuh Virgo tidak terlihat dengan begitu jelas. Alissa menyeka air matanya lalu dengan terseok-seok menyeret langkahnya ke kamar mandi. Setelah selesai membersihkan diri dia langsung berbaring di atas ranjang. Saat matanya hampir terpejam ponsel di sampingnya bergetar. Setelah diperiksa ternyata dari Nicholas. "Maaf Tuan, bisa tidak kau tidak menggangguku lagi?" lirih Alissa lalu meriject panggilan telepon dari Nicholas. Menyadari panggilan teleponnya ditolak Nicholas menjadi lebih khawatir ia segera mengirimkan chat dan menanyakan kabar Alissa. "Aku tidak baik-baik saj
"Alissa!" teriak Nicholas, ia sangat khawatir terhadap wanita pujaannya itu. Nicholas berlari mengejar Alissa lalu mencekal tangan Alissa. "Tolong jangan pergi kemana-mana, keadaanmu sangat tidak baik." Alissa menoleh dan meraih tangan Nicholas lalu melepaskan cekalan pria itu dengan gerakan tangannya yang lemah. "Tolonglah jauhi aku, paling tidak selamatkan nama baik Tuan sendiri." Alissa terlihat memelas. "Tapi kamu–" "Saya tidak apa-apa. Saya tidak akan kemana-mana. Saya hanya butuh merenung seorang diri. Pergilah jangan terlalu memedulikanku karena kita menjadi sorotan orang banyak. Jangan sampai orang-orang berasumsi apa yang dikatakan Mas Virgo benar adanya. Kasihan Tuan Barata yang sudah begitu percaya padamu untuk memegang perusahaan ini." Nicholas mengangguk. "Berhati-hatilah kalau butuh bantuan jangan segan-segan meneleponku." Alissa pun menggangguk lalu berkata 'permisi' sebelum undur diri dari hadapan Nicholas. Sebelum benar-benar pergi dari perusahaan wanita itu
Kabar perselingkuhan antara Nicholas dan Alissa pun langsung beredar luas seiiring kabar Wati yang dinyatakan mencuri di perusahaan Alexa. Antara Virgo dan Nicholas pun tidak ada negosiasi untuk saling menutup berita yang terjadi di masing-masing keluarga. Bagi Nicholas namanya sudah cemar dan banyak orang yang tahu tentang hubungannya dengan Alissa. Ya walaupun tudingan mereka tentang perselingkuhan itu tidaklah benar karena Alissa memang bukanlah wanita gampangan. "Apa tanggapan Tuan Nicholas terhadap kabar yang beredar?" Seorang wartawan mendekati Nicholas saat pria itu hendak masuk ke dalam mobil. Akhirnya Nicholas urung masuk dan balik badan. "Apa orang akan percaya kalau saya melakukan klarifikasi?" Tatapan Nicholas tampak datar dan matanya terlihat memerah. "Bisa iya bisa tidak, tetapi sebaiknya anda bantah tuduhan itu kalau memang beritanya tidak benar. Apa Anda ingin melakukannya?" Nicholas terdiam sejenak, ia tahu para wartawan tidak seutuhnya bersimpati pada diriny
"Tapi Ma-" "Sudah tidak perlu tapi-tapian Nik! Andai selama ini kamu nurut sama Mama ini semua tidak akan terjadi." "Baik Ma, Niko ke kamar dulu, mau istirahat, capek." Tanpa menunggu jawaban Melati Nicholas langsung masuk ke dalam kamarnya. Melati sama sekali tidak mencegah, wanita itu hanya menghela nafas berat lalu menghempaskan kembali tubuhnya pada sofa. "Kemana Papa, mengapa belum pulang juga?" Setelah sampai di kamar, Nicholas langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur tak peduli tubuhnya yang sudah sangat lengket dengan keringat. Yang ia rasakan kini hanya lelah, seolah tubuhnya baru selesai maraton kiloan meter. "Bagaimana keadaan Alissa? Dia pasti syok sekarang. Argh! Mengapa ini sampai terjadi?" Nicholas mengacak rambut lalu meraup wajahnya dengan kasar. Ia merasa dirinya sangat bersalah dengan Alissa. Di tempat lain, setelah pulang ke rumah, Alissa menangis sesenggukan dalam waktu yang cukup lama. Dia sangat menyayangkan dengan apa yang terjadi di kantornya oleh
"Terima kasih," ucap Nicholas seraya menepuk pundak Aska. "Sama-sama. " Aska tersenyum tulus meskipun hatinya menyimpan kepedihan. "Jaga dia baik-baik, jangan kecewakan lagi," ujar Aska pada Nicholas. "Dan kamu Alissa, kembalilah kepada kebahagiaanmu. Aku senang jika melihatmu bahagia," ucapnya kemudian. Alissa hanya mengangguk lemah tanpa berani melihat wajah Aska. "Sudah sana kasihan pak penghulunya sudah menunggu." Nicholas menyentuh tangan Alissa lalu menggenggamnya. Jantung Alissa berdegup kencang. Nicholas membawa Alissa duduk di depan penghulu. "Aska apa-apaan ini?" Melati tidak terima dan hendak melangkah ke arah Nicholas dengan wajah murka, namun Tuan Barata langsung menggenggam tangan istrinya dan menahan. "Sudah Ma, kasihan putra kita. Mama tidak mau kalau sampai dia depresi, kan? Cobalah terima pilihannya. Hanya Niko yang tahu mana yang baik untuk dirinya. Mama mau seumur hidup anak kita tidak menikah?" Akhirnya Melati mengurungkan diri. "Terlebih apa T
"Tugasmu menjaga Alissa sudah selesai, kembalikan dia padaku!' Nada tegas Nicholas membuat mata Alissa membelalak. Tangannya reflek menutup mulut.Aska memandang Nicholas dengan senyuman sinis. "Sudah sadar Tuan Niko? Kemana saja Anda selama ini? Bukankah aku telah menyerahkannya tapi Anda sendiri yang menolak?" Aska tertawa hambar. "Sekarang sudah terlambat!' Nada suara Aska tak kalah tegas.Nicholas memandang Aska dengan tatapan menusuk. Aska balas menatap tajam seolah tidak ada ketakutan dalam hatinya. Alissa melirik Aska lalu Nicholas kemudian dia menunduk. Kedua tangannya saling terpaut dan meremas satu sama lain."Jadi kau tidak mau patuh?""Aku bukan lagi bawahanmu!"Nicholas mendesah kasar. Dia berjalan cepat ke arah kedua mempelai lalu menarik cepat tangan Alissa. Alissa yang tidak fokus langsung terseret menjauh."Hentikan Niko, kamu jadi perhatian semua orang!" Melati menegur sembari menghampiri putranya. Namun Nicholas sama sekali tidak menghiraukan."Tuan lepasin saya!"
"Aku tidak sakit Pa, Ma." Nicholas selalu menolak tatkala kedua orang tuanya memintanya agar mau diperiksa oleh dokter. "Tapi akhir-akhir ini kamu-" "Ada yang salah denganku?" Nicholas menggeleng. "Tidak ada yang salah dengan diriku Ma, Pa, tapi apa yang ada di sekitarku tampaknya salah." "Apa maksudmu Nik?" Nicholas menggelengkan kepalanya sekali lagi. "Apa Papa dan Mama tidak merahasiakan sesuatu dariku?" Nicholas menatap wajah kedua orang tuanya secara bergantian. Melati terkejut. "Aku tidak mengerti Maksudmu." Entah memang tidak paham atau hanya pura-pura tidak mengerti Melati menatap ke arah lain. Dari dalam jendela suasana hari terlihat cerah. Namun, di hati ketiga orang di dalam rumah tampak suram. "Apa benar Laura itu istriku? Siapa sebenarnya Alissa?" Mata Nicholas memerah. Dia merasa ditipu oleh orang tuanya sendiri. "Ya," jawab Melati datar, ekspresinya pun hambar. "Cukup! Kepalsuan ini jangan diteruskan Ma!" sentak Nicholas. Melati meremas kedua tanganny
"Tuan Nicholas tadi ada yang memberimu surat undangan, saya sudah menaruhnya di atas meja Tuan." Pagi-pagi sekali sekretaris memberitahu Nicholas. Pria itu menatap sekretarisnya tanpa ekspresi lalu mengangguk cepat. "Permisi!" Sang sekretaris menutup pintu dan pergi. Nicholas melihat meja, namun mengabaikan surat undangan yang ditaruh sekretarisnya. Pertama kali yang dia lakukan adalah menyesap kopi panas lalu menghela napas panjang. Merentangkan kedua tangan kemudian larut dalam tumpukan kertas yang membungkus seluruh konsentrasinya. Ketika sampai jam makan siang pria itu masih enggan beranjak dari kursinya. Sekretarisnya mengingatkan untuk makan, tetapi pria itu hanya meminta sekretarisnya untuk membawakan roti. Kesibukannya berlangsung hingga sore. Pada waktu pulang tangannya tidak sengaja menyenggol meja dan kertas undangan jatuh ke lantai. Pada saat itu Nicholas baru menyadari dia telah mengabaikan kertas itu. Nicholas berjongkok dan meraihnya. Pertama kali melihat nama p
Aska termenung ketika menerima telepon dari Laura. Wanita itu menyatakan menyerah setelah satu bulan mencoba membantu agar Nicholas mengingat masa lalu bersama Alissa dengan panduan Aska. "Kak Aska! Kak Aska baik-baik saja, kan?" "Oh ya, maaf aku lagi tidak enak badan," ucap Aska berbohong. Laura meminta Aska untuk beristirahat dan jangan terlalu memforsir memikirkan kisah asmara orang lain. "Baiklah sekarang aku harus mengambil keputusan, aku akan menikahi Alissa." Setelah mengatakan kalimat ini Aska langsung mengakhiri panggilan telepon. Laura tercengang, sesaat kemudian bibirnya cemberut. Sungguh ia tidak setuju dengan keputusan Aska. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Solusinya hanya satu yaitu membuat Nicholas kembali pada Alissa, tetapi ia tidak bisa mewujudkan itu. "Apa pria itu tidak tahu aku masih naksir padanya?" lirih Laura seraya menghela napas kasar. "Tuhan! Kenapa Engkau pertemukan kami lagi jika Kak Aska bukan jodohku?" Laura mengacak rambut. Haruskah dia be
Setelah diusir Nicholas dari ruang kerja, Aska keluar dari perusahaan sambil memijit kencing. Dia berpikir seharusnya Nicholas berterima kasih padanya bukan malah marah dan mengusir. Kalau dia tidak memberitahu ini lalu menikahi Alissa, ketika suatu saat Nicholas mengingat semua, apa yang akan terjadi? Aska tidak dapat berpikir dengan jernih hingga ia memutuskan untuk berjalan-jalan di luar. Dia menunggu Nicholas menelepon untuk mengajak pergi ke pertemuan dengan salah satu kliennya hari ini. Sayangnya hingga hari menjelang siang tidak ada panggilan satupun yang masuk ke ponsel Aska. Pria itu hanya bisa menghela napas berat kemudian pulang ke rumah dengan menelan kecewa. "Kak malam ini jadi, kan?" Tepat jam 6 malam Laura menelponnya. "Jadi." Sebenarnya Aska sudah tidak ingin bertemu dengan Laura setelah Nicholas membentak dirinya. Namun, dia juga tidak ingin membuat Laura kecewa kalau tidak menepati janjinya. Dia melirik jam di tangan kemudian menyetir mobil menuju alamat yang La
Esok hari, ketika Aska berjalan menuju mobil hendak ke kantor, ponsel di saku jasnya berdering. Ia hanya melirik dan mengabaikan. Jam sudah hampir pukul 7 pagi dan dia tidak ingin datang terlambat ke kantor. Begitu dia masuk mobil dia menyetel headset dan menghidupkan mesin mobil. "Halo!" Aska menyapa penelpon seraya fokus menatap jalanan. Ketika dia mendengar suara wanita dia langsung melirik nomor penelpon yang tidak diketahui namanya di layal ponselnya. "'Maaf ini siapa?" tanya Aska sambil terus menyetir. Suara penelpon adalah seorang wanita dan itu bukan Alissa. Penelpon menyebutkan nama dan itu membuat Aska terkejut sesaat. "Ya, Laura, ada apa?" "Kak, aku ingin bicara bisa? Terserah Kak Aska mau kita ketemuan dimana. Yang jelas aku ingin meminta tolong. Nanti aku cari alasan pada mama Melati." "Pagi ini tidak bisa, aku harus ke kantor." Terdengar helaan napas berat dari seberang sana. Kemudian beberapa saat Laura berkata, "Ya aku tahu, lain kali saja, bye!" "Eh tungg
"Oh." Aska hanya mengatakan sepatah kata."Dulu aku naksir Kak Aska loh," ujar gadis itu lalu terkekeh pelan. Pipinya bersemu merah, malu dengan perkataannya yang tidak terkontrol itu."Terima kasih," ucap Aska dengan ekspresi datar. "Namamu Laura, kan? Kamu istrinya Tuan Niko, jadi aku tidak mau terlalu berbasa-basi. Takut beliau salah paham," ucap Aska kemudian."Baik saya panggilkan," ucap Laura seraya bangkit dari duduknya. Di dalam hati dia berpikir Aska tetap saja seperti dulu. Terlalu dingin dengan wanita. Laura jadi penasaran, kira-kira wanita seperti apa yang bisa membuat pria tersebut tertarik."Tunggu!" Laura menghentikan langkah dan menoleh. "Ada apa?" "Sejak kapan kamu menikah dengan Tuan Niko?"Laura mengerutkan kening, bingung kenapa Aska bertanya demikian, pun tidak tahu harus menjelaskan seperti apa."Sejak Niko sadar dari komanya. Dia yang selalu merawat Nicholas dengan telaten di luar negeri. Jadi kami sebagai orang tua berinisiatif menikahkan mereka." Melati ber
Alissa segera memasukkan sesuatu di tangan ke dalam laci meja tatkala melihat kedatangan Aska. Mereka kini sedang berada di sebuah universitas ternama di kota. Alissa kebetulan ditunjuk menjadi dosen pengganti dari sahabat Aska yang sedang berada di luar negeri. Dagangan gorengan Alissa sudah dipegang oleh orang lain termasuk di semua cabangnya. Semenjak ia melahirkan Nara, dia memutuskan untuk fokus pada bayinya. Aska melirik pada tangan Alissa lalu tersenyum tipis. "Makan yuk!" Alissa mengangguk lalu bangkit berdiri. Keduanya menuju kantin yang berada di perguruan tinggi tersebut. Setelah memesan makanan, mereka langsung menikmati santapan mereka. "Oh ya, Tuan Nicholas sepertinya hilang ingatan sampai sekarang," ujar Aska yang membuat tubuh Alissa terkesiap. Untuk beberapa saat tubuh wanita itu membeku. Buru-buru Alissa meneguk air putih dengan tangan sedikit gemetar. Aska meneliti raut wajah Alissa yang mendadak pucat. Mencoba mengamati ekspresi tersirat dari wajah calon istri