"Alissa bertahanlah," ucap Nicholas. Setelah memeriksa denyut nadi Alissa pria itu langsung menghidupkan kembali mesin mobil dan mengendarai menuju rumah sakit. Sampai di parkiran ia turun masih menggendong tubuh Alisa di depan dada."Niko! Siapa yang dia bawa?" Saat ingin pergi dari rumah sakit Tuan Barata melihat putranya menuju UGD rumah sakit. Segera pria tua itu menyusul Nicholas."Dok tolong wanita ini Dok!" panik Nicholas sambil menaruh Alissa di atas brankar."Apa yang terjadi?" tanya petugas di dalam sana. Nicholas menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu, saya menemukannya dalam keadaan yang sudah seperti ini. Tolong selamatkan dia!""Baik, Anda tunggu di luar dulu, kami akan segera menangani pasien!" Petugas tersebut menutup pintu dan Nicholas terlihat mondar-mandir di depan ruangan. Kedua tangannya saling meremas akibat rasa khawatir yang begitu mendalam."Siapa yang kau bawa ke sini?" Tepukan di bahu membuat Nicholas terkejut apalagi saat ingat itu adalah suara papanya."Pa
"Kau lucu juga," ujar Tuan Barata setelah tawanya reda."Tuan juga," ujar Alissa tak mau kalah. "Mana ada orang yang mau ambil suami yang digadaikan, kalau emas atau sepeda motor iya," lanjut Alissa dengan ekspresi yang serius."Maaf saya hanya bercanda, jangan terlalu dipikirkan," ucap Tuan Barata kala menyadari ekspresi wajah Alissa berubah sendu."Tidak apa-apa Tuan, saya tidak berpikir serius tentang itu hanya saja–""Tentang pekerjaan? Kamu tidak perlu khawatir biar saya akan menelepon Aska atau langsung pada putraku agar disampaikan pada ketua divisimu bahwa untuk sementara kamu tidak bisa masuk sampai kesehatanmu benar-benar pulih."Alissa menghela nafas berat. Di dalam hati ia bertanya-tanya apakah pria di hadapannya kini tidak tahu bahwa dirinya telah dipecat langsung oleh putranya sendiri. "Ah Tuan Barata mana tahu? Kabar karyawan sepertiku tidak penting sehingga tidak harus sampai ke telinga beliau." Alissa bicara dalam hati sambil menatap Tuan Barata yang kini tengah fokus
"Oh ya tadi papa melihat kau begitu dekat dengan Alissa, apa yang kamu lakukan?" Nicholas berdiri dengan kaku, tubuhnya menegang seketika sedangkan Alissa merasakan jantungnya seakan meledak. "Memangnya aku melakukan apa?" tanya Nicholas seperti orang bodoh. "Lah kenapa bertanya pada Papa? Kan Kamu sendiri yang dekat-dekat dengan Alissa, pastinya kamu yang tahu apa yang telah terjadi." "Oh itu tadi ... ada nyamuk di bibir Alissa jadi aku mengusirnya, eh." Nicholas salah tingkah dan Alissa membelalakkan mata sebab jawaban Nicholas bisa mengundang kecurigaan Tuan Barata. "Nyamuk? Di rumah sakit besar dan bersih seperti ini ada nyamuk?" Tuan Barata mengernyitkan dahi. "Ya biasalah, nyamuk kan kecil dan bisa terbang kemana saja, dia tidak seperti lalat yang menyukai tempat kotor, sudah pasti bisa memanfaatkan situasi. Nicholas terkekeh, dalam hati sangat meyakini sang papa tidak melihat apa yang dilakukan oleh dirinya pada Alissa tadi. Alissa memalingkan muka lalu mencebik kesal. Sung
"Memang dia siapa? Yang kutahu hanya salah satu karyawan di perusahaan kita." Jawaban Tuan Barata membuat Nicholas menghela nafas lega. Ia memberi kode pada sang mama agar tidak memberitahukan perihal keluarga Alissa pun dengan perasaannya terhadap wanita itu. "Oh mama pikir ada kekerabatan begitu dengan papa makanya Alissa mau menolong Papa," ujar Melati agar Barata tidak menanyakan tentang maksud dari pertanyaannya tadi. "Tidak." Tuan Barata menjawab singkat. "Oh ya bagaimana keadaan Mama saat ini, kapan kata dokter bisa pulang?" tanya Nicholas untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Kalau keadaan Mama terus sehat seperti ini, kata dokter besok sudah bisa pulang." "Oh syukurlah, mama sudah makan malam?" Melati mengangguk dan melihat itu Nicholas langsung pamit pulang sebab memang sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan terhadap kondisi sang mama ditambah pula sudah ada papanya yang akan menjaga. Esok hari, pagi-pagi sekali pria itu kembali ke rumah sakit untuk melihat kond
"Ah sudahlah papa tidak perlu tahu biar aku tangani sendiri." Nicholas melangkah kembali masuk ke dalam ruangan. Di dalam dia melihat Aska sudah berganti pakaian. Saat Nicholas masuk pria tegap itu hanya melirik sekilas lalu fokus kembali pada pekerjaannya. Sesekali tangan Aska mengetuk-ngetuk papan keyboard dengan lincah, sesekali menggerakkan mouse kesana kemari. Sebagai seorang asisten Aska cukup begitu cekatan dalam bekerja dan Nicholas merasa menyesal telah menyiram Aska dengan air.Namun, Nicholas adalah pria yang enggan meminta maaf jika menurutnya kesalahan terjadi dipicu oleh orang lain, seperti tadi, kalau Aska tidak bertingkah aneh maka Aska tidak akan basah olehnya. Oleh karena itu untuk apa minta maaf, yang ada seharusnya Aska yang meminta maaf terlebih dahulu."Aska! Kalau Alissa sudah sembuh minta dia kembali bekerja di sini!"Aska mendongak, menatap wajah Nicholas dengan raut wajah datar lalu mengangguk. Keduanya pun fokus pada pekerjaan masing-masing dan hanya membaha
"Maka tenang saja Niko tidak akan menganggu rumah tangga Alissa dan Virgo kok." Ucapan Nicholas direspon anggukan oleh sang mama."Kecuali kalau Virgo kembali melewati batasan sebagai seorang suami." Tentu saja kalimat ini hanya diucapkan dalam hati sebab kalau tidak pasti akan mendapatkan protes lagi dari mamanya."Kalau Mama sudah tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, bisakah Niko kembali ke kamar sebentar?""Pergilah, bersihkan dirimu!"Nicholas mengangguk lalu meninggalkan kamar Melati. Sampai di pintu ia teringat akan wajah Alissa. Ia tersenyum sendiri sambil menggelengkan kepala sampai tidak sadar berpapasan dengan Tuan Barata dan tingkahnya membuat sang papa bingung."Kamu sehat Nik?"Nicholas tersentak kaget. "Sehat Pa," jawabnya kemudian berlalu pergi begitu saja."Kenapa dengan Niko, Ma?" tanya pria tua itu sambil berjalan ke arah meja dan meletakkan kopi panas di atasnya."Tidak ada Pa, Mama cuma kasih nasehat panjang lebar.""Oh." Tuan Barata duduk di samping istrinya.Di
"Halo Kak!" Wati menjauh dari pintu dan menelpon Virgo."Ya aku Kak, aku Wati, ini nomor baruku," ujar Wati lagi kala Virgo menerima panggilan teleponnya."Ada apa? Apa kamu sudah mendapatkan apa yang kita incar?""Belum tapi ada yang lebih penting dari hal itu.""Tidak ada yang lebih penting dari dokumen perusahaan Wati, kau mau terus hidup kere seperti ini sedangkan mereka bersenang-senang dengan peninggalan nenek kita? Bekerjalah lebih keras sebelum Nicholas curiga dengan keberadaanmu di perusahaan.""Sabar Kak, butuh proses untuk menyelinap masuk ke ruangan Presdir apalagi penjagaan di sana ketat. Aku saja baru masuk tadi karena diminta untuk membuatkan kopi untuk Nicholas, kalau tidak, aku tidak ada akses untuk masuk ke ruangan itu karena kebetulan tugasku di lantai bagian bawah.""Hah sangat sulit kalau begitu, tapi berusahalah untuk mencari celah!" Virgo terdengar menghela nafas berat dari balik telepon."Awalnya aku juga berpikiran begitu Kak Virgo tapi setelah apa yang aku li
"Mbak minta uang dong!" Wati yang baru saja melihat Alissa tiba di pintu kantor segera meletakkan alat mengepelnya dan menadahkan tangan di depan wajah Alissa."Apa-apaan sih Wat? Minta uang di kantor enggak malu apa dilihat karyawan lain?" Alissa menatap tajam Wati. Sungguh dirinya menjadi pusat perhatian semua orang akibat ulah adik iparnya itu. Baru datang tiba-tiba dicegat seperti polisi yang ingin menangkapnya. "Aku nggak peduli Mbak Mereka nggak bakal ngurusin kebutuhan aku. Nggak bakal tahu kalau orang lain sedang menahan lapar." Wati sungguh tidak tahu malu. Beberapa karyawan malah menatap serius ke arah keduanya dan mengernyitkan kening."Oh kamu lapar toh." Alissa mengeluarkan dompet dan menarik uang lima puluh ribu dari dalamnya. "Saya pikir ini cukup kalau hanya untuk beli sarapan. Lain kali kalau tidak punya uang dan belum gajian minta saja sama Mas Virgo, biar uang hasil kerja dia ada gunanya." Alissa bergegas meninggalkan tempat dan berjalan tergesa-gesa menuju lift. Di