Mira merasa jika mungkin pertemuannya dengan seorang pedagang wanita itu adalah awal yang baik.“Permisi, maaf kalau boleh tahu ibu jual apa saja?” Mira kini sudah berdiri di hadapan wanita tersebut.“Eh, Neng mau beli. Kebetulan masih banyak nih dagangan saya.” Wanita tersebut mengeluarkan beberapa plastik makanan yang ternyata adalah keong bumbu kuning.“Itu, keong kan, Bu?” Mira merasa sedikit ragu karena baru pertama kali melihat seseorang yang berjualan masakan keong.“Iya, Neng. Ini keong bumbu kuning, ada juga sate keong. Ibu jualannya keong semua.”Mira semakin merasa penasaran dengan makanan buatan wanita tersebut. Ia pun segera membeli beberapa olahan keong tersebut.“Maaf, Bu saya mau tanya. Ibu sudah jualan olahan keong begini berapa lama?”“Wah, sudah lama sekali Neng. Dari tahun 2014, sudah sepuluh tahun berarti.”“Tapi … apa banyak peminatnya?” Mira sedikit tidak nyaman untuk menanyakan hal tersebut.“Dulu sih banyak, tapi sejak ibu sakit kaki dan jualannya cuma di pasa
Tentu saja Mira tidak nyaman berada di situasi tersebut. Namun, jika ia meladeni Siska yang gila maka masalah akan semakin rumit.“Bu, kita pergi saja dari sini,” ajak Mira dengan suara pelan, lalu menggandeng tangan wanita paruh baya penjual keong yang bernama Nani tersebut Tak terima diabaikan, Siska pun dengan cepat menarik tangan Mira.“Mau kabur gitu aja! Jangan pikir aku bakal biarin kamu pergi!”Mira menghentikan langkahnya dan segera berbalik setelah menitipkan Kiano pada Nani.“Lalu, apa yang kamu mau? Apa kurang memfitnahku di depan banyak orang?”Siska terdiam karena bingung tak tahu harus berbuat apalagi, yang diinginkannya hanyalah mempermalukan Mira dan memancing emosi. Hanya saja, Mira malah berniat untuk pergi.“A-aku mau kamu berjanji untuk tidak mengganggu hubunganku lagi! Dan berhenti menjadi janda kegatalan seperti itu.”Mira semakin malas meladeni Siska yang baginya sangatlah konyol dan aneh.“Ya, terserah kamu saja.” Mira segera melepas tangan.Siska sudah mati
“Siska itu sering bikin masalah. Dia nggak segan melakukan apa pun demi memuaskan egonya. Bahkan dia …” Nani lagi-lagi berat untuk mengatakannya.“Kenapa, Bu?” Mira malah dibuat semakin penasaran.Nani lantas mendekat dan langsung berbisik, “dia pernah nusuk orang pas lagi berantem.”“Astaghfirullahaladzim.”Mira sontak terkejut mendengar penjelasan Nani. Ternyata selain menyebalkan Siska pun sangat menakutkan. Ia pun kembali teringat akan paket yang berisi bangkai dan surat ancaman yang mana sudah pasti itu adalah kiriman Siska.“Makanya, Ibu harap Neng nggak usah berurusan sama dia lagi. Dia itu sudah sering bikin onar, tapi Ibu nggak paham kenapa bisa lolos terus.”Mira terdiam sejenak. Ia pun tentu enggan berurusan dengan orang menyebalkan, tetapi sejak awal pun Siska yang terus memulai dan seolah mencari masalah.“Iya, kedepannya saya bakal lebih milih buat menghindar saja, Bu.”“Baguslah. Memang Neng sudah berapa lama tinggal di sini? Ibu rasanya baru liat.”“Baru beberapa hari,
Dengan perasaan was-was Jojo melaju menuju pasar. Pikiranya dihinggapi dugaan yang tidak-tidak mengingat Mira tak pernah telat pulang dari pasar, terlebih perempuan itu tampaknya belum benar-benar hafal daerah sekitar sana.“Semoga aja nggak ketemu Mak lampir,” gumam Jojo sambil mengendarai motornya.Karena jarak pasar tak terlalu jauh, maka hanya dalam hitungan menit Jojo pun sampai di sana. Tempat yang paling pertama ia datangi adalah tukang bakso tempat Mira dan anak-anak terakhir datang.“Eh Bang Jojo, totalnya empat puluh ribu,” ujar tukang bakso tersebut.Jojo yang semula gelisah jauh menjadi lebih tenang.“Sekarang ke mana perempuan itu pergi?”“Saya nggak tau, Bang. Cuma tadi kayaknya pergi sama ibu-ibu penjual keong, nggak tau mau ke mana.”Mendengar penjelasan tukang bakso Jojo menjadi kembali gelisah. Ia khawatir jika Mira sampai diculik orang tak dikenal.“Penjual keong yang mana? Di mana tempat mangkalnya? Kenal orangnya?” cecar Jojo.“Itu loh Mak Nani yang jualan masakan
Susi segera keluar dari rumah dengan pikiran licik yang sudah menari-nari di kepala. Ia telah memiliki rencana yang bisa membuat Siska berpikir dua kali untuk menjadi menantunya.Melihat Susi keluar dari rumah, Siska langsung bersemangat dan berpikir jika calon mertua hanya akan mengajak berbincang saja.“Kemarilah! Duduk sebentar!” titah Susi yang lebih duduk duduk di kursi teras.Siska lagi-lagi dibuat bahagia, baginya hanya tinggal selangkah lagi bisa menjadi menantu sekaligus nyonya di rumah yang cukup besar tersebut. Ia dengan buru-buru duduk di kursi teras satunya lagi.Untuk sejenak suasana menjadi hening, Susi malah sibuk mendelik menatap kesal Siska yang tak hentinya tersenyum.‘Cih, dia pikir aku akan merestuinya. Duduk berdampingan begini saja aku jijik,’ batin Susi yang tak hentinya mencibir Siska.“Kata Joshua kamu ingin meminta restu dari ibu?” Susi memutar bola mata saking muak mengatakan hal tersebut.“Benar, Bu. Jadi apa yang harus saya lakukan supaya ibu bisa mempert
“Memang kenapa?” Susi berusaha menahan tawa.“Tapi … bagaimana caranya? Pohon pisang itu lebih besar dari badan saya.” Siska menahan emosi yang bergejolak di dada. Kalau bukan calon mertua rasanya sudah ingin memakinya.“Ya kamu selain harus cerdas juga harus kuat. Jojo itu begitu-begitu dia sarjana terus badannya juga berotot dan kuat. Memang kamu nggak mau memantaskan diri?”Siska terdiam sejenak. Ia baru tahu jika sang kekasih ternyata seorang sarjana, ternyata selain tampan dan bertubuh atletis, Jojo pun bisa dibanggakan dalam segi pendidikan.“Saya sangat ingin memantaskan diri dengan Bang Jojo. Tapi ….” Siska masih terlihat ragu.“Kalau begitu kamu harus berusaha,” timpal Susi yang berharap jika ucapannya bisa mempengaruhi Siska.Siska terdiam sejenak, mencabut pohon pisang bukanlah sesuatu yang mudah, terlebih untuk apa sampai melakukan hal seperti itu? Sama sekali tak ada gunanya. Hanya saja, jika memandang Susi tentu ia sedikit takut untuk menolak.“Kalau begitu saya akan men
Mira berusaha untuk menguatkan hati meninggalkan anak-anak hanya bertiga. Meski begitu, sebelumnya ia sudah menitipkan ketiga anaknya pada Nia.Mira perlahan berjalan sambil membawa keranjang berisi olahan keong. Meski sedikit tidak percaya diri, tetapi ia harus berusaha untuk berani karena semua demi anak-anak.“Ke mana aku harus pergi terlebih dahulu?” Mira sedikit bingung karena menurut Nani pelanggannya dulu berada di beberapa tempat dan berbeda arah sedangkan untuk saat ini wanita paruh baya itu bahkan tak tahu lagi kabar pelanggannya.Jojo yang sedang mengintai dari kejauhan pun sedikit kasihan melihat Mira kebingungan. Hingga saat salah seorang wanita melintas, ia pun segera menahannya.“Eh, Bu, sini sebentar!” ujar Jojo dengan suara pelan, sambil melambai ke arah perempuan itu.“Saya?” Perempuan itu menunjuk wajahnya sambil terlihat kebingungan.“Iya, sini!” Jojo kembali melambai.Perempuan itu pun langsung menghampiri Jojo meski ia sedikit cemas mengingat pria yang akan didat
Tanpa membuang waktu Mira pun buru-buru pulang, untuk menaruh peralatan jualannya di kontrakan.Anak-anak yang melihat ibunya sudah pulang hanya dalam waktu singkat pun sampai dibuat terkejut.“Bu, kok sudah pulang? Apa ada yang gangguin ibu lagi?” tanya Arka sambil menatap keheranan.Mira tersenyum saat melihat kecemasan sang anak.“Nggak, jualan ibu sudah habis semua. Ini ibu rencana mau beli bahan baru lagi, tadi ada yang minta dibuatin baru.”Arka dan Hana seketika saling pandang lalu mereka tersenyum dengan penuh semangat.“Yee, jualan ibu laris,” teriak Arka sambil melompat kegirangan.“Iya dong, masakan ibu kan yang paling enak.” Hana mengacungkan jempolnya dengan penuh semangat.Mira hanya bisa tersenyum menyaksikan kebahagiaan kedua anaknya. Hanya saja ia tak bisa merayakannya terlebih dahulu mengingat sedang di kejar waktu untuk membuat keong lagi.“Kalau begitu Hana dan Arka jaga Kiano dulu, ya! Ibu mau belanja lagi. Nanti ibu belikan kalian makanan”“Hati-hati di jalan, Bu
Agus secara tiba-tiba memberikan sebuah gunting dengan hiasan pita kepada Mira. Tentu saja hal tersebut membuat Mira dan Raka kebingungan.“Pak, apa maksudnya ini?” bisik Mira yang kala itu tampak kebingungan.“Ini milik kalian. Hadiah dariku atas kelahiran Syafa, juga ucapan selamat atas usaha kalian yang semakin sukses,” jelas Agus dengan santainya.“Tapi ini terlalu berlebihan, Pak.” Raka turut menjawab.“Hey, yang namanya hadiah ya suka-suka yang ngasih!” tegas Agus sambil menatap tajam, “apa jangan-jangan kalian nggak mau menerima hadiah dariku?”Raka terkejut mendengar ucapan Agus, tentu saja bukan itu yang dia maksud.“Bukan, Pak! Tapi ini–”“Semuanya, saya disini hanya mendampingi Mira dan Raka untuk melancarkan bisnis wisata ini. Mereka hanya punya uang, tapi tidak tahu alur untuk pengelolaan bisnis wisata,” jelas Agus dengan menggunakan pengeras suara.Bukan hanya para warga yang terus menghujat, Mira dan Raka saja sampai dibuat tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Agus.“
Pagi itu, ketika Mira tengah memberi ASI anaknya yang baru lahir, mendadak suara bell rumah mengejutkannya.“Siapa yang datang pagi-pagi begini?” gumam Mira sambil perlahan berusaha bergeser agar anaknya tidak terbangun.Setelah berhasil lepas dari pelukan sang anak, Mira buru-buru keluar kamar, lalu membukakan pintu.“Surprise,” ucap Agus yang kala itu tengah bersama Raka dan ketiga anak mereka.Mira mengerutkan kening, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.“Surprise?” Mira mengerutkan kening sambil tersenyum bingung.Agus melirik Raka, meminta pria itu untuk menjelaskan semuanya pada Mira.“Ceritanya panjang, cuma Pak Agus minta kita buat kembali ke kampung, ada yang harus kita liat,” jelas Raka.“Memangnya apa?” Mira masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya Raka maksud.“Mas juga kurang tau–”“Sudahlah! Jangan banyak tanya! Kalian pergi hari ini juga, biar bisnis kalian asistenku yang urus.”Mira dan Raka saling pandang sambil berbicara dengan nada cukup tinggi, saking
“Kita langsung ke dokter saja, ya! Mungkin ini efek kamu terlalu stres mikirin masalah tadi,” ungkap Raka seraya merangkul sang istri. Mira dengan tubuh lemas dan perut yang mualnya tak tertahankan lebih memilih duduk terlebih dahulu untuk meredakan rasa yang membuatnya tak nyaman tersebut. Anak-anak yang mengerti jika sang ibu sedang tak enak badan itu seketika meniru ayah mereka memijat-mijat pelan di bagian lengan dan kaki. “Mas, kalau udah enakan saja ya pergi ke kliniknya, perutku lagi nggak nyaman banget.” “Kalau begitu biar Mas panggilkan dokter ke rumah saja.” Raka segera menelpon dokter kenalannya. ART di rumah pun tak kalah perhatian. Ia langsung membawakan teh manis hangat ketika tahu Mira sedang tidak enak badan. “Bu, sebelumnya saya minta maaf kalau agak kurang sopan. Kalau boleh tahu kapan ibu terakhir haid?” tanya asisten rumah tangga tersebut. Mira mengerutkan alis dan sontak terkejut seketika. “I-itu, apa mungkin?” Mira tersenyum canggung. Raka yang sedang men
Raka yang sedang berada tak jauh dari tempat Mira menerima panggilan telepon sontak terkejut saat mendengar sang istri setengah berteriak.“Ada apa? Kenapa sampai terkejut begitu?” Raka memegangi bahu Mira.“Ini Mas.” Mira menunjukan sebuah pesan pada Raka.Raka segera meraih ponsel Mira dan membaca isi pesan di dalamnya. Ia mengerutkan alis dan terdiam untuk beberapa saat.Kala itu Mira tampak sedang menahan air mata, tak menyangka dengan apa yang dibacanya.“Setelah sekian lama mencampakanmu sekarang mereka malah berusaha mempermalukanmu begini?” Raka tanpa sengaja meremas ponsel Mira saking merasa kesal.“Kupikir mereka sudah nggak menganggapku ada. Tapi ternyata di saat aku sudah sukses, malah mengatakan pada semua orang kalau aku menelantarkan mereka.”“Om dan bibimu sudah sangat keterlaluan. Biar aku bantu luruskan saja semuanya. Biar keluargamu itu pada tau.”“Percuma, mereka nggak bakalan mau dengar. Kalau begitu, Mas antar aku ke rumah sakit saja. Biar sekalian ketemu keluarg
Kala itu warung Iyun barang dagangannya tak terlihat sepadat dulu. Hanya beberapa barang saja yang dipajang, itu pun tampak sudah berdebu seperti tak tersentuh.Beruntung cabut-cabutan yang Arka inginkan masih ada dan bahkan masih begitu banyak.“Bu, Arka mau semua boleh?” tanya Arka seraya menunjuk yang ia inginkan.Mendengar suara Arka, Iyun yang semula sedang terkantuk menunggui warung sampai dibuat terkejut.“Mi-mira?” gumam Iyun dengan mata membelalak, “mau ngapain kamu ke sini?” tanyanya seraya menatap sinis.Iyun sama sekali tak tahu jika Mira yang kini sudah di hadapannya berbeda dengan yang dulu.“Maaf, saya ke sini karena ada yang mau dibeli.”Iyun perlahan menatap pakaian Mira dan anak-anak yang kini terlihat bagus. Ia pun lebih memilih diam dan membiarkan Mira belanja di tempatnya.“Ibu Arka mau kue juga.”“Ambil saja.”Anak-anak tampaknya sengaja mengambil apa yang dulu tak bisa me
“Bukannya itu Mira? Apa aku nggak salah liat? Dia naik mobil mahal dan mewah begitu.”“Iya, anak-anaknya juga pake baju bagus. Mereka benar-benar jauh berbeda.”“Apa mungkin mereka pesugihan? Masa iya bisa kayak secepat itu?”“Loh, kamu nggak tahu? Mira itu kan sempat viral di media sosial.”Para warga desa yang menyaksikan kedatang Mira dan Raka tak hentinya berbisik. Mereka antara bingung, terkejut, juga tak menyangka dengan apa yang mereka lihat.Hanya saja, Mira kali ini berusaha untuk tak ambil pusing tentang ucapan para warga desa dan memilih fokus pada orang yang dituju saja.Kala itu di rumah Roni tampak istrinya yang sedang hamil besar terkejut melihat kedatang Mira dan Raka.“Mas Roninya ada, Mbak?” tanya Mira seraya tersenyum.Istri Roni pun heran karena ternyata Mira datang-datang malah mencari suaminya.“Maaf Mbak Mira, apa suami pernah pinjam uang? Atau melakukan kesalahan?” tanya wanita itu dengan wajah kebingungan.Mira tersenyum melihat tingkah istri Roni. Ia tahu bet
Semua mata tertuju pada Raka dan Mira, sepasang suami istri yang begitu serasi, membuat mereka yang melihat menjadi kagum dan terpana.“Wah, sepertinya laki-laki itu memang suaminya. Mereka cocok sekali.”“Benar, tatapan keduanya saja keliatan saling mencintai.”“Yah, beberti Nunung saja yang iri dia nggak bisa dapetin laki-laki seganteng suami si Mbak itu.”Orang-orang yang menyaksikan sontak tertawa. Mereka menertawakan Nunung karena telah gegabah menuduh yang tidak-tidak.Merasa malu, Nunung pun segera pergi sambil menggerutu, sedangkan orang-orang yang berkerumun bergegas membubarkan diri.Mira dan Raka saling pandang, sejak tadi mereka terus menahan tawa.“Mas datang di saat yang tepat,” ungkap Mira.“Sebenarnya Mas sudah perhatikan dari tadi. Cuma nunggu waktu yang pas yang paling greget saja.” Raka terkekeh.Mira mencubit lengan sang suami, “jadi, apa seru melihatku dipermalukan?” “Enggak begitu sayang.” Raka terlihat panik.Mira malah tersenyum melihat tingkah sang suami.Di
Hari itu setelah Mira menitipkan toko pada Nia dan Susi, ia pun segera bersiap mengemas barang-barang yang akan dibawanya.Kenangan pahit itu terus terngiang, dada Mira seringkali terasa sesak ketika teringat tentang dirinya dan anak-anak yang diusir dari desa dengan tidak terhormat.“Kenapa melamun terus? Apa ada sesuatu yang kamu pikirkan?” tanya Raka seraya menggenggam tangan Mira.Mira menatap Raka lekat, rasanya ia ingin mencurahkan apa yang mengganjal di dalam hati. Namun, mendadak ia khawatir dengan respon sang suami nantinya.“Ada sesuatu yang terus mengganggu pikiranku,” ungkap Mira yang sedang berusaha terlihat tenang.“Apa? Katakan saja,” pinta Raka sambil mengusap lembut kepala Mira.Mira menghela napas panjang, lalu berucap, “Mas janji nggak bakalan marah kalau ceritain?”“Ya, Mas janji.” Raka terlihat semakin penasaran, tatapannya terlihat semakin tajam, bahkan tarikan napasnya terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya.Mira lagi-lagi menghela napas panjang, matanya tak b
“Ah, iya. Kebetulan aku kenal Mira,” sahut Jojo malu-malu.“Jadi, kamu kenal Mbak Mira? Wah rasanya dunia sempit sekali, sekian lama aku cariin kamu sekarang malah ketemu di saat seperti ini.”Jojo hanya tersenyum, jantungnya berdebar tak karuan. Melihat wajah Rani membuatnya teringat akan luka lama.“Kenapa diam saja? Kamu malas ngobrol sama aku? Kamu tuh setelah tiba-tiba pergi tanpa ada kata putus sekarang malah kayak gini sama aku. Kamu kenapa sih sebenernya?” protes Rani sambil memanyunkan bibir.Jojo lagi-lagi hanya tersenyum dan tak mengatakan apa-apa.Mendapat respon yang kurang baik, Rani pun memilih untuk diam meski dalam hati terasa begitu kesal.Meski sedang saling diam mereka tetap memilih untuk membantu Mira meski masing-masing merasa tak nyaman dengan situasi tersebut.“Alhamdulillah, akhirnya bisa istirahat juga,” ungkap Mira seraya merentangkan tangan yang pegal.“Bisnismu bagus sekali. Aku salut dengan cara pemasaran kalian. Apa kalian nggak ada niat buat memperluas