“Becak!” teriak Jojo sambil melambai ke arah becak motor yang berada tak jauh dari sana.Mira dan Hana saling pandang.“Maaf, tapi saya tidak berniat untuk naik becak.”“Udah nggak usah dipikirin! Ini tukang becak langganan Abang, setiap hari Jumat dia suka kasih tumpangan gratis buat Jumat berkah,” ungkap Jojo yang kala itu hanya sedang mengarang cerita.“Tapi, ini hari Rabu,” balas Mira.Jojo pun gelagapan. Ia yang seorang pengangguran terkadang sering lupa hari.“Kalau begitu biar Jumat berkahnya di pindah ke hari Rabu saja,” jawab Jojo dengan santainya.Mira menggeleng pelan, heran dengan sikap Jojo yang baginya sangatlah aneh. Hanya saja, ia merasa sudah sangat kelelahan sehingga pada akhirnya berniat untuk tetap naik becak dengan uangnya sendiri.“Eh, Bang Jojo. Mau naik becak, Bang?” tukang becak yang sudah sepuh tersebut tersenyum menatap Jojo yang sama sekali belum pernah menaiki becaknya tersebut.“Bukan, tapi si Neng ini yang mau naik.” Jojo melirik Mira.Tukang becak terse
“Kenapa wajahmu pucat begitu, Mira?” tanya Raka sambil menenteng sekantong plastik kecil berisi beras yang baru ia beli setelah bekerja seharian.“Asam lambungku kumat, Mas,” jawab Mira, lirih. Wanita itu berbaring di kasur lusuh sambil memegangi perutnya. Di samping ada ketiga anak yang sedang terlelap karena hari sudah malam.Raka yang panik lantas bergegas ke dapur buru-buru menanak nasi di atas tungku yang baru saja dinyalakan. Tak sampai disitu, karena uang hasil kasbon pada bos hanya cukup membeli beras, ia pun berinisiatif untuk memetik bayam liar di dekat kali yang tidak jauh dari gubuknya.Lelah setelah bekerja seharian tak membuat Raka mengeluh. Dalam pikirannya hanya membayangkan bagaimana caranya agar Mira bisa segera mengisi perutnya. Ia yakin jika sang istri telah menahan lapar sejak pagi demi mementingkan perut buah hati mereka.“Mira, maafin Mas yang belum pernah bisa membahagiakan kalian. Kamu malah harus terus menahan lapar demi anak-anak,” gumam Raka sambil menggese
Raka yang saat itu sedang berada di luar kamar mandi, menunggu giliran seketika menegur sang anak yang terlihat berpura-pura.“Tapi air ini dingin ayah. Memang Ayah tega liat Arka kedinginan?”“Ya sudah. Ayah bakal menjaga rahasia Arka. Tapi kedepannya jangan bohong lagi ya! Dengarkan kata ibu. Arka anak ayah paling besar, nanti Arka yang jagain ibu dan adik-adik.”Arka menghela napas. Ia sudah begitu sering mendengar nasihat sang ayah hingga membuatnya sedikit bosanSetelah selesai di kamar mandi. Arka buru-buru kembali ke dalam rumah. Saat itu makanan sudah terhidang rapi di atas meja lusuh bekas tetangga yang tak terpakai.Saat itu sudah ada Hana dan Kiano dengan wajah masih mengantuk. Sudah menjadi tradisi keluarga kecil itu untuk sarapan bersama. Prinsip mereka, walau lauk tidak seberapa, setidaknya kebersamaan akan membuat makanan terasa jauh lebih nikmat.“Yee, makan daging,” teriak Hana sambil melompat bersemangat.Melihat anaknya begitu bahagia, Mira malah bersedih. Ia merasa
‘Arka, Hana dan Kiano adalah anak yang baik, tapi nasib mereka yang tidak baik terlahir dari rahim seorang perempuan miskin sepertiku,’ batin Mira dengan mata berkaca-kaca.Mira sudah tak kuasa menahan pilu yang seakan tak henti menerpa hidupnya. Ia menghentikan langkahnya, lalu berjongkok memeluk ketiga anaknya itu.“Maafin Ibu yang belum bisa membahagiakan kalian.”Hana dan Arka saling pandang.“Ibu nggak salah, Arka sayang Ibu.”“Hana juga sayang Ibu.”“Eno uda tayang, mbu,” ucap Kiano tiba-tiba.Mendengar ucapan Kiano membuat Mira dan kedua anaknya itu seketika terkejut. Itu adalah kata yang pertama keluar dari mulut bocah kecil itu setelah sekian lama seolah enggan berbicara.Meski awalnya hati terasa pilu, sikap sederhana dari Kiano benar-benar membuat mereka merasa bahagia dan seakan lupa dengan apa yang terjadi sebelumnya.Beberapa jam berlalu, saat Mira masih bekerja sebagai buruh cuci tiba-tiba Raka datang sambil berteriak memanggilnya.“Mira, Mas ada kabar baik. Ayo kita pu
“Benar, ada yang bisa saya bantu?” tanya Mira dengan perasaan tak karuan, bahkan meski polisi tersebut belum mengatakan apa pun dadanya malah sudah terasa begitu sesak.Polisi itu terdiam sejenak sesaat setelah melihat keberadaan tiga bocah kecil yang mengintip dari belakang tubuh ibunya.“Sebelumnya saya minta maaf karena akan menyampaikan kabar kurang baik,” ucap polisi tersebut yang matanya tak henti menatap ketiga anak Mira.Dari usia sang polisi jelas terlihat jika ia pun memiliki anak seumuran ketiga bocah dihadapannya. Pria itu sedikit merasa tidak tega untuk menyampaikan berita yang tentunya akan membuat keluarga kecil itu sangat terpukul.“Ja-jadi, ada apa ya, Pak?” Jantung Mira semakin berdebar tak karuan. Rasanya bahkan begitu sulit untuk bernapas saking dadanya terasa sesak.Polisi itu menghela napas panjang. Ia tampak berat untuk mengatakan kabar buruk tersebut.“Bapak Raka Riswandi telah mengalami kecelakaan. Mobil yang beliau tumpangi masuk ke jurang yang cukup dalam se
Mira memeluk Arka erat. Ia menaruh telunjuknya di tengah bibir sang anak, lalu berbisik, “Arka jangan bersuara. Nanti juga pergi.”Meski berusaha menenangkan Arka, tetapi tidak dipungkiri jika perasaannya sedang cemas kala itu. Si pengintip yang sempat menghilang kini kembali lagi.‘Kenapa dia datang lagi? Siapa dia? Apa maunya? Apa jebakan yang Mas Raka buat tidak membuatnya jera?’ Mira seketika terdiam, perlahan mulai sadar jika si pengintip tersebut datang karena tahu kalau suaminya telah tiada. Lagi-lagi air mata berlinang, baru sebentar Raka pergi tapi satu masalah sudah mulai muncul.‘Mas Raka, semoga aku bisa menghadapi semua ini,’ batin Mira sambil memeluk Arka erat.Beberapa kali sosok bayangan tersebut melintas di dekat celah yang sedikit lebih besar. Mira berdebar tak karuan, meski hanya mengintip, tetapi rasa takut itu begitu besar.Beruntung tak berselang lama suara ayam berkokok mengiringi perginya si pengintip tersebut.Arka susah terlelap di pelukan Mira. Keduanya ter
“Lepas! Jika tidak, aku akan berteriak!” ancam Mira.“Kamu pikir aku takut? Lagipula mereka akan lebih membelaku daripada kamu.”Mata Mira berkaca-kaca, dirinya tak menyangka jika baru satu hari kepergian Raka tapi seorang pria malah datang dengan niat buruk padanya.“Ayolah, ikut aku! Tenang saja, aku akan membayar semuanya. Atau kalau mau, aku bisa menjadikanmu istri kedua, semua kebutuhanmu dan anak-anak akan kutanggung.”Mira menggeleng kepala pelan. Bulir bening itu kian bercucuran membasahi wajahnya.“Lepaskan!” balas Mira yang sama sekali tak menghiraukan tawaran pria hidung belang itu.Ia tak habis pikir, bisa-bisanya suami dari wanita yang begitu baik padanya ternyata memiliki sifat yang seolah berbalikan dengan istrinya.Pria itu bernama Damar, suami dari Dian, orang yang sering sekali membantu Mira. Ibu tiga anak itu merasa tidak tega jika sampai ia berteriak dan membuat Dian tahu kelakuan Damar. Juga satu sisi Mira tak ingin kalau dirinya sampai ternodai oleh pria yang bu
Mira segera menggendong Kiano, lalu menuntun Hana. Bergegas meninggalkan para warga yang tak hentinya menatap sinis.“Lihatlah, mentang-mentang cantik dia pikir bisa merebut suami orang seenaknya.”“Untung langsung ketahuan. Kalau tidak bisa kena suami kita.”“Benar, dia itu kan miskin. Hanya dengan menjadi simpanan baru bisa merasakan hidup enak.”Mira berjalan dengan langkah pelan, kakinya terasa begitu lemas. Kali ini ia menghampiri warga yang sebelumnya membawa Arka. Tampaknya hanya pria itu yang masih sedikit waras dan memiliki bekas kasih mau mengantar Arka yang terluka ke klinik terdekat.“Ke mana Anda membawa Arka?” tanya Mira, tersenyum namun tatapannya kosong.“Di klinik Medika.”“Terima kasih,” balas Mira sambil berlalu pergi.Langkah Mira diiringi tatapan sinis para warga. Kebencian itu begitu jelas terlihat. Hati yang sudah terlanjur hancur berkeping-keping itu seolah sudah tak memiliki rasa untuk sekedar marah atas ketidakadilan. Hanya air mata yang tak henti menetes yan
“Becak!” teriak Jojo sambil melambai ke arah becak motor yang berada tak jauh dari sana.Mira dan Hana saling pandang.“Maaf, tapi saya tidak berniat untuk naik becak.”“Udah nggak usah dipikirin! Ini tukang becak langganan Abang, setiap hari Jumat dia suka kasih tumpangan gratis buat Jumat berkah,” ungkap Jojo yang kala itu hanya sedang mengarang cerita.“Tapi, ini hari Rabu,” balas Mira.Jojo pun gelagapan. Ia yang seorang pengangguran terkadang sering lupa hari.“Kalau begitu biar Jumat berkahnya di pindah ke hari Rabu saja,” jawab Jojo dengan santainya.Mira menggeleng pelan, heran dengan sikap Jojo yang baginya sangatlah aneh. Hanya saja, ia merasa sudah sangat kelelahan sehingga pada akhirnya berniat untuk tetap naik becak dengan uangnya sendiri.“Eh, Bang Jojo. Mau naik becak, Bang?” tukang becak yang sudah sepuh tersebut tersenyum menatap Jojo yang sama sekali belum pernah menaiki becaknya tersebut.“Bukan, tapi si Neng ini yang mau naik.” Jojo melirik Mira.Tukang becak terse
Matanya terus menatap dengan lekat. Tak sedikitpun Jojo ingin melepaskan pandangannya dari Mira yang kala itu sedang menemui masalah besar.“Apa yang harus kulakukan? Kalau aku membantu Mira sekarang maka masalah akan semakin panjang.”Meski Jojo dikenal sebagai seseorang yang tak takut pada siapa pun, tetapi untuk urusan wanita ia malah menjadi sosok pria yang begitu banyak pertimbangan. Terlebih yang berhadapan dengan Mira kali ini adalah Siska yang pastinya akan membuat masalah semakin panjang dan runyam.Di sisi lain, Mira yang tengah dicegat oleh Siska pun lantas berusaha bersikap tenang agar anak-anak tidak merasa takut.“Heh, ngapain kamu dekat-dekat sama Bang Jojo?! Jangan pikir bisa menarik simpati Banh Jojo dengan cara sok polos begitu!”Mira mengerutkan alis, tak menyangka kenapa malah harus dihadapkan dengan masalah asmara orang lain. Sejak awal pun ia terus diam dan bersikap ketus pada Jojo, dan sekarang malah dituduh yang tidak-tidak.“Maaf, sepertinya Anda telah salah p
“I-itu, Bos … Anu.” Anak buah Jojo masih ragu untuk mengatakannya.“Kelamaan! Sekarang kita ikuti perempuan itu saja!”Baru saja Jojo hendak melangkah di saat itu juga sang anak buah dengan cepat menariknya.“Jangan, Bos!”“Memang ada apa, sih? Kenapa kamu terus menghalangiku?”Lagi-lagi saat di tanya anak buah Jojo lebih memilih diam sampai akhirnya sang preman yang sudah tak sabar itu pun segera melepas genggaman tangan anak buahnya dan berniat untuk segera berlari.“Siska bilang mau kasih perhitungan ke perempuan itu kalau sampai Bos ketahuan lagi sama dia,” teriak anak buah Jojo.Jojo yang semula sudah berlari pun seketika menghentikan langkahnya, lalu kembali menghampiri sang anak buah.“Apa kamu bilang? Siska? Kapan dia bilang begitu?” Jojo menatap tajam.“Sebelum saya ke sini, Bos. Saya cari Bos juga karena di suruh Siska buat bilang begitu.” Anak buah Jojo tertunduk lesu karena merasa tak nyaman berada di situasi yang tak menguntungkan.“Apa-apaan Siska itu. Berani sekali meng
“Kalau begitu biarkan aku mengantar anakku pulang dulu.” Mira berharap bisa meminta bantuan tetangganya.“Ya sudah, aku temani kamu sampai kontrakan biar nggak kabur.” Preman itu tertawa dengan kencang, membuat Mira sedikit bergidik ngeri.Karena tak ada pilihan lain Mira pun mengiyakan tawaran preman tersebut. Setidaknya ia tidak ingin membuat anak-anak merasa ketakutan dengan tingkah preman yang menyebalkan tersebut.Setelah membawa anak-anak ke kontrakan, Mira tak sengaja berpapasan dengan Nia yang kala itu malah terlihat biasa saja meski Mira sedang bersama preman.“Ngapain abang di sini?” tanya Nia seolah sudah akrab dengan preman tersebut.“Mau data warga baru.”Nia menoleh sekilas ke arah Mira yang kala itu menatapnya dengan harapan bisa mendapat bantuan dan lolos dari preman tersebut.“Nggak apa-apa, Mir. Bang Jojo itu memang sering data warga baru, katanya sih buat keamanan.” Tampaknya Nia tau kecemasan Mira.Mira sedikit bisa menghela napas lega, ternyata preman tersebut han
Hari telah berganti, seperti biasa saat langit masih gelap Mira sudah menyiapkan barang dagangannya. Tidak seperti kemarin, kali ini Mira terus berpesan pada anak-anaknya agar mereka tak membantu jualan nanti mengingat ancaman kemarin sudah jelas dapat merugikan mereka nantinya.“Kenapa orang-orang itu jahat sekali, kak? Cuma mau bantu ibu saja nggak boleh,” protes Hana yang kini hanya duduk di bawah meja sambil kesal karena tak bisa membantu sang ibu.“Kemarin katanya ibu berbuat curang karena dibantu kita. Kenapa mereka nggak dibantu anak mereka juga, ya?” celetuk Arka yang masih belum paham jika bantuan dari mereka hanya alasan saja mengingat kontribusi yang besar membuat para pedagang lain iri.“Arka dan Hana di bawah saja, ya! Jangan sampai kita malah dilarang jualan lagi di sini,” pinta Mira sambil menyodorkan beberapa kue untuk ketiga anaknya agar betah di kolong meja.“Iya, Bu,” jawab Arka dan Hana serentak.Meski dalam hati sangat ingin membantu sang ibu. Namun, mereka tak me
Di tengah kebimbangannya tersebut Nia mendadak muncul.“Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat seperti orang kebingungan begitu?” tanya Nia sambil merangkul Mira.“Mira mau jualan sarapan pagi. Tapi aku sedikit ragu untuk itu.”“Kenapa tidak mencoba dulu saja. Kamu tidak akan tahu kalau belum mencobanya,” sahut Nia dengan santainya.Mira setuju dengan apa yang Nia katakan, hanya menduga-duga saja malah membuatnya berlarut dalam pikiran buruk yang belum terbukti.“Kalau begitu, mungkin aku memang harus mencobanya.” Mira telah memantapkan hati dan yakin untuk berjualan besok.“Ya sudah, yang terpenting kamu harus tetap berhati-hati, jangan sampai menyinggung pedagang lainnya,” ujar salah seorang tetangga Mira.“Iya, insyaallah saya akan bersikap sebaik mungkin.” Mira tersenyum lebar, berpikir jika mungkin ini adalah awal baginya untuk memulai sesuatu yang baru.Mira lantas segera kembali ke kontrakannya. Setelah mengecek semua kesiapan untuk jualan besok, ia juga tak lupa mengambil meja pembe
Setelah selesai menunaikan shalat subuh, Mira berjalan-jalan sebentar ke jalan untuk memperhatikan orang-orang yang mulai berjualan. Kala itu, sepanjang jalan utama mulai ramai para pedagang yang tengah bersiap menggelar lapak jualan mereka.Diperhatikannya satu persatu para pedagang yang tengah sibuk itu. Rata-rata kebanyakan dari mereka menjual makanan berat untuk sarapan seperti nasi uduk, nasi kuning dan nasi lainnya yang biasa dimakan saat pagi hari.“Apa aku harus mencoba untuk jualan sarapan juga?” celetuk Mira yang merasa jika mendapat sebuah ide bagus.Setelah membulatkan tekad, Mira pun yakin untuk mencoba berjualan. Hanya saja, mungkin tidak di jalan utama, melainkan jalan dekat gang kontrakannya saja.Tak terasa hari mulai terang, setelah selesai memperhatikan para pedagang Mira pun membeli beberapa nasi dari tempat berbeda untuk sekedar mengetahui rasa yang umum di daerah sana.Di saat Mira baru pulang, di saat itu pula ternyata Hana dan Arka sudah terbangun dari tidurnya
‘Apa yang akan mereka bicarakan?’ batin Mira yang kala itu merasa sedikit was-was.Mira sedikit ragu untuk menemui para tetangga barunya itu. Hanya saja ia tak ingin menambah masalah di kemudian hari karena dianggap sombong.“Kenapa malah bengong? Yang lain sudah menunggu,” ujar Nia sambil menarik lengan Mira.Mira pun dengan cepat menurut dan bergegas ikut menghampiri para tetangganya yang sedang menunggu.Sesampainya Mira di tempat para tetangga yang tengah menunggu. Ia malah mendapati tatapan tajam seolah ada hal serius yang ingin dibicarakan.“Sebelumnya kami mau minta maaf,” ucap Nia tiba-tiba.Mendengar ucapan tersebut seketika jantung Mira berdebar tak karuan. Ia memiliki trauma dengan kehidupan bertetangga yang membuatnya menjadi berpikiran buruk.“Maaf kalau saya telah melakukan kesalahan. Tolong izinkan saya dan anak-anak tinggal di sini,” Mira mengatupkan kedua tangannya.Para tetangga pun seketika saling pandang, bingung dengan respon Mira. Padahal mereka sama sekali tak m
Tatapan orang-orang yang mengontrak di sana sedikit aneh. Ternyata yang tinggal di sana bukan hanya para pedagang kecil saja, sekilas jelas terlihat beberapa perempuan berpakaian seksi pun turut menghiasi kursi panjang yang berada di teras salah satu kontrakan.“Ada apa, Bu?” sapa salah seorang wanita berpakaian mini yang sedang memainkan ponsel.“Nah, begini Neng. Lingkungannya agak kumuh lah dibanding kontrakan sekitar sini. Belum lagi orang-orang yang tinggal di sini….” Pemilik kontrakan seolah ragu melanjutkan kalimatnya dan hanya melirik sekilas ke arah para perempuan berpakaian seksi.Mira seketika menghela napas dalam. Dari penampilan para perempuan itu saja sudah jelas terlihat jika mereka bukan perempuan baik-baik. Selain seksi, beberapa dari mereka bahkan menato bagian tubuhnya. Benar-benar sesuatu yang menakutkan untuk dilihat anak-anak. ‘Apa yang harus kulakukan? Kontrakan lain sangat mahal, sedangkan aku masih belum tau apa bisa mendapatkan uang dalam waktu dekat,’ batin