“I-itu.” Jojo menggaruk kepala dengan kencang. Tak tahu lagi harus mengatakan apa.Mira hanya diam menanti jawaban Jojo. Ia takut jika terjadi kesalahan dan malah berakhir merugikan orang lain.Sedangkan Jojo sendiri terus bergelut dengan pikirannya demi berusaha mencari alasan yang masuk akal.“Itu … Abang sudah tanya sama orang sekitar, sama penjual nasi uduk lain, tapi nggak ada yang merasa barang belanjaannya tertukar,” sahut Jojo dengan sikap gugupnya.Mira lagi-lagi mengerutkan kening. Sebenarnya ia sedikit tak nyaman jika sampai memakai sesuatu yang bukan haknya, hanya saja mau bagaimana lagi, jika tidak digunakan maka ia tidak bisa berjualan besok.“Ya sudah, kalau misal nanti ada yang merasa kehilangan tolong beritahu saya. Biar saya ganti kelebihan barangnya,” ucap Mira.“Oh, ide bagus itu. Daripada pusing-pusing cari orang yang entah siapa,” sahut Jojo sambil tertawa bahagia.Untuk beberapa detik keduanya hanya berdiri terdiam. Kemudian Mira menyadari jika mereka sudah tida
Dengan cepat Mira keluar dari kontrakan dan menaruh kotak tersebut ke dalam tong sampah besar yang berada tak jauh dari kontrakannya.“Siapa yang melakukan ini? Apa tujuannya?” Mira terus berkecamuk dengan pikirannya sendiri. Ia khawatir sekaligus takut jika sampai yang terjadi selanjutnya lebih dari ini.Dengan cepat Mira bergegas kembali ke dalam kontrakan dan buru-buru mengunci pintu. Isi kotak yang merupakan bangkai hewan dan secarik kertas berisi ancaman masih terus menari-nari dalam pikiran.Mira merasa bersedih, baru saja merasakan sedikit hidup tenang, tetapi sekarang malah harus dihadapkan dengan hal seperti itu.“Ya Allah, lindungilah hamba dan anak-anak. Hamba sudah tidak memiliki uang lagi jika harus pergi dari tempat ini.” Mata Mira berkaca-kaca.Mira dengan cepat menunaikan shalat malam, setidaknya dia sudah terlelap meski hanya sebentar.Baginya kini sudah tidak ada lagi tempat mengadu dan bersandar selain tuhan. Ia tak memiliki siapa-siapa sedangkan diri harus tetap ku
“Masalah Mira. Aku rasa ada sesuatu yang terjadi,” ungkap pria tersebut.“Apa itu? Bilang saja! Jangan malah buatku semakin penasaran.” Nia merasa berdebar tak karuan saking penasarannya.“Jualan Mira nggak laku sama sekali kan hari ini?” tanya pria itu lagi, "apa kamu tau alasannya?”Nia menggeleng pelan, bagaimana mungkin dirinya tahu karena saat Mira sudah selesai dagang saja ia baru pulang bekerja.Pria itu tampak menghela napas panjang, lalu berbisik, “sepertinya ada yang mengerjai Mira. Aku sejak tadi melewati tempat jualannya, tapi sama sekali nggak melihat dia jualan.”Nia sampai dibuat melongo mendengar penjelasan tetangganya tersebut.“Maksudnya orang-orang nggak liat Mira jualan?” Nia tanpa sadar menaikan suaranya. “Guna-guna? Gila ya, cuma pedagang kecil saja sampai dibikin begitu.”“Kemungkinan begitu, apalagi Mira kan habis bertikai sama Siska. Dia itu bakal melakukan segala cara demi ambisinya.”Nia menggeleng kepala sambil membuang napas, tak menyangka jika Siska sampa
“Kenapa malah bawa-bawa Mira? Dia nggak hubungannya sama sekali!” tegas Jojo.“Sudahlah, Bang. Nggak usah bohong segala, memangnya aku nggak tau apa kalau Abang tuh lagi deketin dia,” balas Siska sambil tersenyum sinis.“Ya sudah kalau kamu nggak percaya, sekarang kita datang temui ibuku saja.” Jojo segera meraih tangan Siska.Siska yang salah sangka malah berpikir jika sang kekasih hendak mengenalkan dirinya pada calon mertua berkat ancaman terhadap Mira.“Jadi, kita sudah mau ke jenjang serius, Bang?” Siska tersipu malu.“Aku cuma mau kasih tau kamu alasan kenapa aku minta putus.”Siska menghentikan langkahnya dan mendadak merasa tak nyaman sesaat setelah mendengar ucapan Jojo.“Apa maksudnya, Bang?” Siska terlihat cemas dan gelisah.“Biar kamu nggak nuduh dan ganggu orang sembarangan. Biar kamu tahu juga kalau aku minta putus karena Ibuku nggak merestui hubungan kita.” Jojo merasa puas bisa mengungkapkan fakta yang pastinya akan membuat Siska berhenti mengusik Mira.Perasaan sedih
Mira memilih diam karena merasa tak nyaman, sedangkan Jojo dengan cepat pergi terburu-buru dan malah meninggalkan nasi uduk yang baru saja dibelinya.“Ada apa dengannya?” gumam Mira sambil mengerutkan alis.Mira melirik sekilas ke arah kantong plastik yang Jojo tinggalkan, lalu berpikir jika mungkin ada hal yang harus segera pria itu lakukan.Sambil menunggu Jojo kembali, Mira memilih untuk membereskan wadah bekas barang dagangannya. Ia tak hentinya bersyukur atas rezeki yang datang setelah rasa kecewa.Saat masuk ke kontrakan, Mira mendapati anaknya tengah asyik bermain dengan alat tulis yang entah dari mana.“Loh, Arka punya buku sama pensil dari mana?” tanya Mira yang sedikit terkejut karena sejak tadi berpikir jika anaknya terus berada di dalam kontrakan.“Kak Arka nemu dari lemari yang di kasih tetangga, Bu. Ada tiga buku sama dua pensil,” sahut Hana yang terlihat begitu antusias mencoret-coret secarik kertas.Mira mengangguk pelan sambil tersenyum, merasa bahagia karena anak-ana
“Pokoknya Ibu nggak mau kamu sama perempuan itu, titik!” Ibunya Jojo menaikan nada suaranya.“Aku juga udah nggak mau sama dia.”Ibunya Jojo seketika matanya membola saking terkejut mendengar pengakuan sang anak.“Serius? Nggak bohong, kan?” “Ya ngapain bohong, Bu.”Ibunya Jojo yang bernama Susi itu lantas mendekati sang anak dengan senyum penuh kemenangan.“Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Terus bantuan apa yang kamu maksud?” Jojo menatap sekeliling terlebih dahulu. Entah kenapa ia merasa cemas jika tiba-tiba Siska muncul.“Di dalam saja, Bu.” Jojo segera menarik lengan sang ibu menuju ke dalam rumah.Setelah berada di dalam rumah, Jojo pun menghela napas panjang sebelum mengatakan semuanya pada sang ibu.“Jadi Siska itu ngotot nggak mau putus dan bilang mau berusaha dapetin restu Ibu. Jojo pengen ibu tuh ngerjain dia, kalau bisa sih sekalian siksa juga.” Jojo terkekeh ketika membayangkan Siska mendapat balasan atas perbuatannya.“Beneran, kamu mau begitu? Ibu sih paling demen ni
Mira merasa jika mungkin pertemuannya dengan seorang pedagang wanita itu adalah awal yang baik.“Permisi, maaf kalau boleh tahu ibu jual apa saja?” Mira kini sudah berdiri di hadapan wanita tersebut.“Eh, Neng mau beli. Kebetulan masih banyak nih dagangan saya.” Wanita tersebut mengeluarkan beberapa plastik makanan yang ternyata adalah keong bumbu kuning.“Itu, keong kan, Bu?” Mira merasa sedikit ragu karena baru pertama kali melihat seseorang yang berjualan masakan keong.“Iya, Neng. Ini keong bumbu kuning, ada juga sate keong. Ibu jualannya keong semua.”Mira semakin merasa penasaran dengan makanan buatan wanita tersebut. Ia pun segera membeli beberapa olahan keong tersebut.“Maaf, Bu saya mau tanya. Ibu sudah jualan olahan keong begini berapa lama?”“Wah, sudah lama sekali Neng. Dari tahun 2014, sudah sepuluh tahun berarti.”“Tapi … apa banyak peminatnya?” Mira sedikit tidak nyaman untuk menanyakan hal tersebut.“Dulu sih banyak, tapi sejak ibu sakit kaki dan jualannya cuma di pasa
Tentu saja Mira tidak nyaman berada di situasi tersebut. Namun, jika ia meladeni Siska yang gila maka masalah akan semakin rumit.“Bu, kita pergi saja dari sini,” ajak Mira dengan suara pelan, lalu menggandeng tangan wanita paruh baya penjual keong yang bernama Nani tersebut Tak terima diabaikan, Siska pun dengan cepat menarik tangan Mira.“Mau kabur gitu aja! Jangan pikir aku bakal biarin kamu pergi!”Mira menghentikan langkahnya dan segera berbalik setelah menitipkan Kiano pada Nani.“Lalu, apa yang kamu mau? Apa kurang memfitnahku di depan banyak orang?”Siska terdiam karena bingung tak tahu harus berbuat apalagi, yang diinginkannya hanyalah mempermalukan Mira dan memancing emosi. Hanya saja, Mira malah berniat untuk pergi.“A-aku mau kamu berjanji untuk tidak mengganggu hubunganku lagi! Dan berhenti menjadi janda kegatalan seperti itu.”Mira semakin malas meladeni Siska yang baginya sangatlah konyol dan aneh.“Ya, terserah kamu saja.” Mira segera melepas tangan.Siska sudah mati
Agus secara tiba-tiba memberikan sebuah gunting dengan hiasan pita kepada Mira. Tentu saja hal tersebut membuat Mira dan Raka kebingungan.“Pak, apa maksudnya ini?” bisik Mira yang kala itu tampak kebingungan.“Ini milik kalian. Hadiah dariku atas kelahiran Syafa, juga ucapan selamat atas usaha kalian yang semakin sukses,” jelas Agus dengan santainya.“Tapi ini terlalu berlebihan, Pak.” Raka turut menjawab.“Hey, yang namanya hadiah ya suka-suka yang ngasih!” tegas Agus sambil menatap tajam, “apa jangan-jangan kalian nggak mau menerima hadiah dariku?”Raka terkejut mendengar ucapan Agus, tentu saja bukan itu yang dia maksud.“Bukan, Pak! Tapi ini–”“Semuanya, saya disini hanya mendampingi Mira dan Raka untuk melancarkan bisnis wisata ini. Mereka hanya punya uang, tapi tidak tahu alur untuk pengelolaan bisnis wisata,” jelas Agus dengan menggunakan pengeras suara.Bukan hanya para warga yang terus menghujat, Mira dan Raka saja sampai dibuat tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Agus.“
Pagi itu, ketika Mira tengah memberi ASI anaknya yang baru lahir, mendadak suara bell rumah mengejutkannya.“Siapa yang datang pagi-pagi begini?” gumam Mira sambil perlahan berusaha bergeser agar anaknya tidak terbangun.Setelah berhasil lepas dari pelukan sang anak, Mira buru-buru keluar kamar, lalu membukakan pintu.“Surprise,” ucap Agus yang kala itu tengah bersama Raka dan ketiga anak mereka.Mira mengerutkan kening, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.“Surprise?” Mira mengerutkan kening sambil tersenyum bingung.Agus melirik Raka, meminta pria itu untuk menjelaskan semuanya pada Mira.“Ceritanya panjang, cuma Pak Agus minta kita buat kembali ke kampung, ada yang harus kita liat,” jelas Raka.“Memangnya apa?” Mira masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya Raka maksud.“Mas juga kurang tau–”“Sudahlah! Jangan banyak tanya! Kalian pergi hari ini juga, biar bisnis kalian asistenku yang urus.”Mira dan Raka saling pandang sambil berbicara dengan nada cukup tinggi, saking
“Kita langsung ke dokter saja, ya! Mungkin ini efek kamu terlalu stres mikirin masalah tadi,” ungkap Raka seraya merangkul sang istri. Mira dengan tubuh lemas dan perut yang mualnya tak tertahankan lebih memilih duduk terlebih dahulu untuk meredakan rasa yang membuatnya tak nyaman tersebut. Anak-anak yang mengerti jika sang ibu sedang tak enak badan itu seketika meniru ayah mereka memijat-mijat pelan di bagian lengan dan kaki. “Mas, kalau udah enakan saja ya pergi ke kliniknya, perutku lagi nggak nyaman banget.” “Kalau begitu biar Mas panggilkan dokter ke rumah saja.” Raka segera menelpon dokter kenalannya. ART di rumah pun tak kalah perhatian. Ia langsung membawakan teh manis hangat ketika tahu Mira sedang tidak enak badan. “Bu, sebelumnya saya minta maaf kalau agak kurang sopan. Kalau boleh tahu kapan ibu terakhir haid?” tanya asisten rumah tangga tersebut. Mira mengerutkan alis dan sontak terkejut seketika. “I-itu, apa mungkin?” Mira tersenyum canggung. Raka yang sedang men
Raka yang sedang berada tak jauh dari tempat Mira menerima panggilan telepon sontak terkejut saat mendengar sang istri setengah berteriak.“Ada apa? Kenapa sampai terkejut begitu?” Raka memegangi bahu Mira.“Ini Mas.” Mira menunjukan sebuah pesan pada Raka.Raka segera meraih ponsel Mira dan membaca isi pesan di dalamnya. Ia mengerutkan alis dan terdiam untuk beberapa saat.Kala itu Mira tampak sedang menahan air mata, tak menyangka dengan apa yang dibacanya.“Setelah sekian lama mencampakanmu sekarang mereka malah berusaha mempermalukanmu begini?” Raka tanpa sengaja meremas ponsel Mira saking merasa kesal.“Kupikir mereka sudah nggak menganggapku ada. Tapi ternyata di saat aku sudah sukses, malah mengatakan pada semua orang kalau aku menelantarkan mereka.”“Om dan bibimu sudah sangat keterlaluan. Biar aku bantu luruskan saja semuanya. Biar keluargamu itu pada tau.”“Percuma, mereka nggak bakalan mau dengar. Kalau begitu, Mas antar aku ke rumah sakit saja. Biar sekalian ketemu keluarg
Kala itu warung Iyun barang dagangannya tak terlihat sepadat dulu. Hanya beberapa barang saja yang dipajang, itu pun tampak sudah berdebu seperti tak tersentuh.Beruntung cabut-cabutan yang Arka inginkan masih ada dan bahkan masih begitu banyak.“Bu, Arka mau semua boleh?” tanya Arka seraya menunjuk yang ia inginkan.Mendengar suara Arka, Iyun yang semula sedang terkantuk menunggui warung sampai dibuat terkejut.“Mi-mira?” gumam Iyun dengan mata membelalak, “mau ngapain kamu ke sini?” tanyanya seraya menatap sinis.Iyun sama sekali tak tahu jika Mira yang kini sudah di hadapannya berbeda dengan yang dulu.“Maaf, saya ke sini karena ada yang mau dibeli.”Iyun perlahan menatap pakaian Mira dan anak-anak yang kini terlihat bagus. Ia pun lebih memilih diam dan membiarkan Mira belanja di tempatnya.“Ibu Arka mau kue juga.”“Ambil saja.”Anak-anak tampaknya sengaja mengambil apa yang dulu tak bisa me
“Bukannya itu Mira? Apa aku nggak salah liat? Dia naik mobil mahal dan mewah begitu.”“Iya, anak-anaknya juga pake baju bagus. Mereka benar-benar jauh berbeda.”“Apa mungkin mereka pesugihan? Masa iya bisa kayak secepat itu?”“Loh, kamu nggak tahu? Mira itu kan sempat viral di media sosial.”Para warga desa yang menyaksikan kedatang Mira dan Raka tak hentinya berbisik. Mereka antara bingung, terkejut, juga tak menyangka dengan apa yang mereka lihat.Hanya saja, Mira kali ini berusaha untuk tak ambil pusing tentang ucapan para warga desa dan memilih fokus pada orang yang dituju saja.Kala itu di rumah Roni tampak istrinya yang sedang hamil besar terkejut melihat kedatang Mira dan Raka.“Mas Roninya ada, Mbak?” tanya Mira seraya tersenyum.Istri Roni pun heran karena ternyata Mira datang-datang malah mencari suaminya.“Maaf Mbak Mira, apa suami pernah pinjam uang? Atau melakukan kesalahan?” tanya wanita itu dengan wajah kebingungan.Mira tersenyum melihat tingkah istri Roni. Ia tahu bet
Semua mata tertuju pada Raka dan Mira, sepasang suami istri yang begitu serasi, membuat mereka yang melihat menjadi kagum dan terpana.“Wah, sepertinya laki-laki itu memang suaminya. Mereka cocok sekali.”“Benar, tatapan keduanya saja keliatan saling mencintai.”“Yah, beberti Nunung saja yang iri dia nggak bisa dapetin laki-laki seganteng suami si Mbak itu.”Orang-orang yang menyaksikan sontak tertawa. Mereka menertawakan Nunung karena telah gegabah menuduh yang tidak-tidak.Merasa malu, Nunung pun segera pergi sambil menggerutu, sedangkan orang-orang yang berkerumun bergegas membubarkan diri.Mira dan Raka saling pandang, sejak tadi mereka terus menahan tawa.“Mas datang di saat yang tepat,” ungkap Mira.“Sebenarnya Mas sudah perhatikan dari tadi. Cuma nunggu waktu yang pas yang paling greget saja.” Raka terkekeh.Mira mencubit lengan sang suami, “jadi, apa seru melihatku dipermalukan?” “Enggak begitu sayang.” Raka terlihat panik.Mira malah tersenyum melihat tingkah sang suami.Di
Hari itu setelah Mira menitipkan toko pada Nia dan Susi, ia pun segera bersiap mengemas barang-barang yang akan dibawanya.Kenangan pahit itu terus terngiang, dada Mira seringkali terasa sesak ketika teringat tentang dirinya dan anak-anak yang diusir dari desa dengan tidak terhormat.“Kenapa melamun terus? Apa ada sesuatu yang kamu pikirkan?” tanya Raka seraya menggenggam tangan Mira.Mira menatap Raka lekat, rasanya ia ingin mencurahkan apa yang mengganjal di dalam hati. Namun, mendadak ia khawatir dengan respon sang suami nantinya.“Ada sesuatu yang terus mengganggu pikiranku,” ungkap Mira yang sedang berusaha terlihat tenang.“Apa? Katakan saja,” pinta Raka sambil mengusap lembut kepala Mira.Mira menghela napas panjang, lalu berucap, “Mas janji nggak bakalan marah kalau ceritain?”“Ya, Mas janji.” Raka terlihat semakin penasaran, tatapannya terlihat semakin tajam, bahkan tarikan napasnya terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya.Mira lagi-lagi menghela napas panjang, matanya tak b
“Ah, iya. Kebetulan aku kenal Mira,” sahut Jojo malu-malu.“Jadi, kamu kenal Mbak Mira? Wah rasanya dunia sempit sekali, sekian lama aku cariin kamu sekarang malah ketemu di saat seperti ini.”Jojo hanya tersenyum, jantungnya berdebar tak karuan. Melihat wajah Rani membuatnya teringat akan luka lama.“Kenapa diam saja? Kamu malas ngobrol sama aku? Kamu tuh setelah tiba-tiba pergi tanpa ada kata putus sekarang malah kayak gini sama aku. Kamu kenapa sih sebenernya?” protes Rani sambil memanyunkan bibir.Jojo lagi-lagi hanya tersenyum dan tak mengatakan apa-apa.Mendapat respon yang kurang baik, Rani pun memilih untuk diam meski dalam hati terasa begitu kesal.Meski sedang saling diam mereka tetap memilih untuk membantu Mira meski masing-masing merasa tak nyaman dengan situasi tersebut.“Alhamdulillah, akhirnya bisa istirahat juga,” ungkap Mira seraya merentangkan tangan yang pegal.“Bisnismu bagus sekali. Aku salut dengan cara pemasaran kalian. Apa kalian nggak ada niat buat memperluas