Dinginnya air sungai dan sejuk hembusan angin malam yang menusuk sama sekali tak Mira hiraukan yang ada dalam benaknya kini adalah ketiga anaknya yang pasti sedang bersedih karena dirinya pergi secara tiba-tiba.Tanpa rasa takut Mira menaiki bebatuan paling besar yang mana dari atas sana bisa melihat jangkauan yang lebih luas lagi. Mata Mira terus mengitari sekeliling mencari tempat yang bisa dituju hingga sekilas tak sengaja ia melihat sekelebat cahaya berjalan yang tak lain adalah cahaya lampu dari sebuah truk yang melintas.“Sepertinya ada jalan raya di sana. Aku harus cepat kesana sebelum pagi,” gumam Mira sambil berjalan tertatih ke arah jalan yang jaraknya cukup jauh itu.Tempat Mira berada benar-benar dipenuhi semak belukar. Dengan tanpa alas kaki ia buru-buru berlari. Lagi-lagi rumput berduri telah menambah luka di kaki, rasa perih dan ngilu ia abaikan demi bisa lolos dari para penjahat dan bisa segera bertemu dengan anaknya.Sambil berlari Mira terus meringis, hanya saja hal
“Ti-tidak, tolong jangan bawa saya ke kantor polisi! Saya sama sekali tak memiliki niat jahat!” mohon Mira dengan mata berkaca-kaca.Mira sama sekali tak ingin berurusan dengan polisi karena pasti akan panjang urusannya. Belum lagi, ia tidak memiliki bukti jika dirinya sempat diculik. Hanya bisa mengharap belas kasihan dua orang di depannya.“Lalu, apa yang kamu lakukan di truk pacarku?” Wanita itu semakin menatap tajam.Mira menghela napas panjang, lalu menceritakan semuanya dari awal.“Jadi, semalam kamu naik saat hantu nenek-nenek itu stopin truk kita?” Wanita di hadapan Mira tampak mengerutkan alis dengan mata sedikit melotot.Mira mengangguk pelan sambil tertunduk. “Benar, saya mohon maaf karena tidak izin terlebih dahulu.”Pria bertubuh gempal dan kekasihnya itu awalnya masih terlihat ragu. Namun kondisi Mira yang cukup memprihatinkan tampaknya telah membuat mereka merasa sedikit iba.“Bang, kayaknya dia nggak ada niat menipu. Lihat saja, sudah kurus, banyak luka pula. Awalnya k
Para tamu undangan menatap Mira dengan tatapan sinis. Mereka seperti jijik melihat penampilan wanita itu yang memang terlihat lusuh itu.“Jadi, dia ibunya anak-anak itu? Benar-benar menjijikan.”“Kenapa pestanya jadi seperti ini? Kalau tahu akan begini aku menyesal datang kemari.”Hinaan demi hinaan terlontar dari mulut para tamu undangan, tatapan sinis pun seakan mengiringi langkah Mira yang hendak menghampiri anaknya.Hana dan Kiano yang mulai menyadari kehadiran Mira pun seketika berteriak dengan mata berkaca-kaca.“Ibu!” teriak Hana.“Mbu!” Kiano tak mau kalah.Ketiganya hendak berjalan menghampiri Mira, sampai saat Mega dan beberapa karyawannya memegangi tangan ketiga bocah itu.“Jangan pergi! Itu bukan ibu kalian!” tegas Mega sambil menatap tajam.“Nggak, itu Ibu! Arka yakin itu ibu!” teriak Arka sambil berusaha melepas genggaman tangan anak buah Mega.Mira yang emosi melihat anak-anaknya diperlakukan tidak baik pun lantas mempercepat langkah, hendak mendekati Mega. Namun, baru
Hanif duduk bersandar sambil menahan nyeri akibat pukulan Mega. Ia memandang ke arah kasur, tempat di mana dirinya dipukul tadi. Matanya tertuju pada sebuah vas bunga yang biasa berdiri di atas nakas, kini sudah berpindah ke atas kasur.“Kenapa Mega begitu tega melakukan ini padaku?” gumam Hanif yang hatinya sedang merasa sangat kecewa sekaligus bersedih.Di sisi lain, Mira yang sedang berada di luar rumah itu terus memberontak berusaha melepaskan diri.“Diamlah! Jangan menghambat pekerjaanku! Seharusnya sejak awal kamu jangan egois! Biarkan saja anak-anakmu bahagia dengan Bu Mega,” timpal Susi.Mira yang sedang merasa terpuruk semakin hancur saat mendengar kalimat uang Susi ucapkan. Apa memang dirinya terlihat egois di mata orang? Tapi ibu mana yang rela berpisah dengan anak-anaknya? Lagi pula, tangis anak-anak tadi sudah menjadi bukti nyata jika mereka pun tak ingin berpisah dengan Mira.‘Ya Allah, berikan hambamu ini kekuatan,’ gumam M
Bukannya menjawab, Andi malah tersenyum simpul.“Bang, ayo naik ke mobil!” ajak Alex yang kala itu muncul dari samping mobil.Mira lagi-lagi di buat membelalak, tak menyangka jika ternyata Andi berada di sisi Alex yang mana secara tak langsung juga berada di pihak Mega.“Andi, tolong biarkan aku pergi! Aku tidak akan melupakan kebaikanmu. Jika kita bertemu lagi suatu saat nanti, aku pasti akan membalas pertolonganmu sekarang.” Air mata Mira tak hentinya mengalir karena keputusasaan yang perlahan menyelimuti.“Apa maksudmu, Mira?” Andi mengerutkan alis.Di saat bersamaan, dari arah warung nasi muncul Rani yang dengan cepat menghampiri Mira.Tentu saja Mira semakin gelisah karena berpikir jika Rani adalah adik Mega yang mana sudah jelas akan berpihak pada saudaranya sendiri.“Mbak Mira?” Rani menatap heran.Mira merasa sudah terpojokkan dan tak tahu harus berbuat apa, melarikan diri pun percuma karena sudah pasti
Di sisi lain, Hanif yang masih berada di kamar itu tak hentinya memandangi ponsel, menunggu kabar dari Rani. Hingga tak berselang lama ada sebuah pesan masuk yang membuat pria itu buru-buru membukanya.[Mas, masalah Mbak Mira sudah beres. Sekarang Rani sedang perjalanan ke rumah Mas.]Dengan cepat Hanif membalas pesan di ponselnya tersebut.[Bagus, jangan lupa obat yang aku bilang kemarin.][Ya, jangan khawatir.]Setelah ada balasan terakhir dari Rani, Hanif pun buru-buru menghapus pesan singkat tersebut agar tidak ketahuan Mega. Ia berpura-pura tidur karena yakin jika sebentar lagi sang istri akan masuk ke kamar.Benar saja, seperti yang diduga, pintu perlahan dibuka. Mega mengendap-endap masuk setelah sebelumnya mengintip untuk memastikan keadaan Hanif.“Akhirnya Mas Hanif tidur juga,” gumam Mega yang kemudian bergegas menuju ke kasur, mendekati sang suami yang ia pikir sudah terlelap.Hanif sedikit merasa ber
Saat Arka berdiri di depan kedua adiknya, di belakang Hana tampak berusaha menenangkan Kiano dengan memeluknya erat. Perlahan pintu terbuka, dari baliknya mulai tampak Mega yang berdiri sambil tersenyum lebar. “Selamat pagi anak-anak. Apa kalian tidur nyenyak semalam?” tanya Mega seraya merentangkan tangan, hendak memeluk anak kecil yang dari raut wajahnya saja jelas sedang ketakutan. “A-apa yang akan Tante lakukan?” tanya Arka dengan suara pelan. Bukannya menjawab Mega malah semakin mendekat sambil tersenyum seolah sebelumnya tak terjadi apa-apa, layaknya seseorang yang sedang amnesia. “Tante mau ngajak kalian sarapan. Ngomong-ngomong kalian mau makan apa sekarang?” Mega kini sudah berada di hadapan Arka. Ia berjongkok sambil menunjukan senyum penuh kasih sayang. Arka terlihat masih ragu. Ingatannya akan kejadian di ulang tahun masih terngiang, apalagi saat
“Wah, Kak Rani datang. Kita bisa–”Arka dengan cepat membekap mulut Hana. Ia tak ingin jika sang adik menyulut emosi Mega lagi.Tingkah Arka dan Hana tentu memancing emosi Mega. Ia berbalik mendelik kedua bocah yang sedang ketakutan tersebut.“Jangan melakukan hal yang aneh kalau ingin ibu kalian selamat,” ancam Mega.Arka dan Hana hanya bisa diam seraya membelalak. Tak menyangka akan mendengar ucapan seperti itu keluar dari mulut Mega.Padahal Mega hanya berniat agar anak-anak mau patuh. Dalam benaknya itu adalah salah satu bentuk kasih sayang akibat dari saking tak ingin kehilangan.Mega pun segera beranjak, menghampiri Rani yang baginya datang tak diundang.“Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa tidak telepon dulu? Malah tiba-tiba datang begini,” timpal Mega dengan raut wajah tak senang.Rani mengerutkan alis, sedikit bingung melihat respon Mega.“Loh, Rani kan kalau datang memang kadang tiba-tiba. Kenapa Mbak kayak yang bingung begitu?”Mega membuang napas kasar. Kehadiran Rani be
Agus secara tiba-tiba memberikan sebuah gunting dengan hiasan pita kepada Mira. Tentu saja hal tersebut membuat Mira dan Raka kebingungan.“Pak, apa maksudnya ini?” bisik Mira yang kala itu tampak kebingungan.“Ini milik kalian. Hadiah dariku atas kelahiran Syafa, juga ucapan selamat atas usaha kalian yang semakin sukses,” jelas Agus dengan santainya.“Tapi ini terlalu berlebihan, Pak.” Raka turut menjawab.“Hey, yang namanya hadiah ya suka-suka yang ngasih!” tegas Agus sambil menatap tajam, “apa jangan-jangan kalian nggak mau menerima hadiah dariku?”Raka terkejut mendengar ucapan Agus, tentu saja bukan itu yang dia maksud.“Bukan, Pak! Tapi ini–”“Semuanya, saya disini hanya mendampingi Mira dan Raka untuk melancarkan bisnis wisata ini. Mereka hanya punya uang, tapi tidak tahu alur untuk pengelolaan bisnis wisata,” jelas Agus dengan menggunakan pengeras suara.Bukan hanya para warga yang terus menghujat, Mira dan Raka saja sampai dibuat tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Agus.“
Pagi itu, ketika Mira tengah memberi ASI anaknya yang baru lahir, mendadak suara bell rumah mengejutkannya.“Siapa yang datang pagi-pagi begini?” gumam Mira sambil perlahan berusaha bergeser agar anaknya tidak terbangun.Setelah berhasil lepas dari pelukan sang anak, Mira buru-buru keluar kamar, lalu membukakan pintu.“Surprise,” ucap Agus yang kala itu tengah bersama Raka dan ketiga anak mereka.Mira mengerutkan kening, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.“Surprise?” Mira mengerutkan kening sambil tersenyum bingung.Agus melirik Raka, meminta pria itu untuk menjelaskan semuanya pada Mira.“Ceritanya panjang, cuma Pak Agus minta kita buat kembali ke kampung, ada yang harus kita liat,” jelas Raka.“Memangnya apa?” Mira masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya Raka maksud.“Mas juga kurang tau–”“Sudahlah! Jangan banyak tanya! Kalian pergi hari ini juga, biar bisnis kalian asistenku yang urus.”Mira dan Raka saling pandang sambil berbicara dengan nada cukup tinggi, saking
“Kita langsung ke dokter saja, ya! Mungkin ini efek kamu terlalu stres mikirin masalah tadi,” ungkap Raka seraya merangkul sang istri. Mira dengan tubuh lemas dan perut yang mualnya tak tertahankan lebih memilih duduk terlebih dahulu untuk meredakan rasa yang membuatnya tak nyaman tersebut. Anak-anak yang mengerti jika sang ibu sedang tak enak badan itu seketika meniru ayah mereka memijat-mijat pelan di bagian lengan dan kaki. “Mas, kalau udah enakan saja ya pergi ke kliniknya, perutku lagi nggak nyaman banget.” “Kalau begitu biar Mas panggilkan dokter ke rumah saja.” Raka segera menelpon dokter kenalannya. ART di rumah pun tak kalah perhatian. Ia langsung membawakan teh manis hangat ketika tahu Mira sedang tidak enak badan. “Bu, sebelumnya saya minta maaf kalau agak kurang sopan. Kalau boleh tahu kapan ibu terakhir haid?” tanya asisten rumah tangga tersebut. Mira mengerutkan alis dan sontak terkejut seketika. “I-itu, apa mungkin?” Mira tersenyum canggung. Raka yang sedang men
Raka yang sedang berada tak jauh dari tempat Mira menerima panggilan telepon sontak terkejut saat mendengar sang istri setengah berteriak.“Ada apa? Kenapa sampai terkejut begitu?” Raka memegangi bahu Mira.“Ini Mas.” Mira menunjukan sebuah pesan pada Raka.Raka segera meraih ponsel Mira dan membaca isi pesan di dalamnya. Ia mengerutkan alis dan terdiam untuk beberapa saat.Kala itu Mira tampak sedang menahan air mata, tak menyangka dengan apa yang dibacanya.“Setelah sekian lama mencampakanmu sekarang mereka malah berusaha mempermalukanmu begini?” Raka tanpa sengaja meremas ponsel Mira saking merasa kesal.“Kupikir mereka sudah nggak menganggapku ada. Tapi ternyata di saat aku sudah sukses, malah mengatakan pada semua orang kalau aku menelantarkan mereka.”“Om dan bibimu sudah sangat keterlaluan. Biar aku bantu luruskan saja semuanya. Biar keluargamu itu pada tau.”“Percuma, mereka nggak bakalan mau dengar. Kalau begitu, Mas antar aku ke rumah sakit saja. Biar sekalian ketemu keluarg
Kala itu warung Iyun barang dagangannya tak terlihat sepadat dulu. Hanya beberapa barang saja yang dipajang, itu pun tampak sudah berdebu seperti tak tersentuh.Beruntung cabut-cabutan yang Arka inginkan masih ada dan bahkan masih begitu banyak.“Bu, Arka mau semua boleh?” tanya Arka seraya menunjuk yang ia inginkan.Mendengar suara Arka, Iyun yang semula sedang terkantuk menunggui warung sampai dibuat terkejut.“Mi-mira?” gumam Iyun dengan mata membelalak, “mau ngapain kamu ke sini?” tanyanya seraya menatap sinis.Iyun sama sekali tak tahu jika Mira yang kini sudah di hadapannya berbeda dengan yang dulu.“Maaf, saya ke sini karena ada yang mau dibeli.”Iyun perlahan menatap pakaian Mira dan anak-anak yang kini terlihat bagus. Ia pun lebih memilih diam dan membiarkan Mira belanja di tempatnya.“Ibu Arka mau kue juga.”“Ambil saja.”Anak-anak tampaknya sengaja mengambil apa yang dulu tak bisa me
“Bukannya itu Mira? Apa aku nggak salah liat? Dia naik mobil mahal dan mewah begitu.”“Iya, anak-anaknya juga pake baju bagus. Mereka benar-benar jauh berbeda.”“Apa mungkin mereka pesugihan? Masa iya bisa kayak secepat itu?”“Loh, kamu nggak tahu? Mira itu kan sempat viral di media sosial.”Para warga desa yang menyaksikan kedatang Mira dan Raka tak hentinya berbisik. Mereka antara bingung, terkejut, juga tak menyangka dengan apa yang mereka lihat.Hanya saja, Mira kali ini berusaha untuk tak ambil pusing tentang ucapan para warga desa dan memilih fokus pada orang yang dituju saja.Kala itu di rumah Roni tampak istrinya yang sedang hamil besar terkejut melihat kedatang Mira dan Raka.“Mas Roninya ada, Mbak?” tanya Mira seraya tersenyum.Istri Roni pun heran karena ternyata Mira datang-datang malah mencari suaminya.“Maaf Mbak Mira, apa suami pernah pinjam uang? Atau melakukan kesalahan?” tanya wanita itu dengan wajah kebingungan.Mira tersenyum melihat tingkah istri Roni. Ia tahu bet
Semua mata tertuju pada Raka dan Mira, sepasang suami istri yang begitu serasi, membuat mereka yang melihat menjadi kagum dan terpana.“Wah, sepertinya laki-laki itu memang suaminya. Mereka cocok sekali.”“Benar, tatapan keduanya saja keliatan saling mencintai.”“Yah, beberti Nunung saja yang iri dia nggak bisa dapetin laki-laki seganteng suami si Mbak itu.”Orang-orang yang menyaksikan sontak tertawa. Mereka menertawakan Nunung karena telah gegabah menuduh yang tidak-tidak.Merasa malu, Nunung pun segera pergi sambil menggerutu, sedangkan orang-orang yang berkerumun bergegas membubarkan diri.Mira dan Raka saling pandang, sejak tadi mereka terus menahan tawa.“Mas datang di saat yang tepat,” ungkap Mira.“Sebenarnya Mas sudah perhatikan dari tadi. Cuma nunggu waktu yang pas yang paling greget saja.” Raka terkekeh.Mira mencubit lengan sang suami, “jadi, apa seru melihatku dipermalukan?” “Enggak begitu sayang.” Raka terlihat panik.Mira malah tersenyum melihat tingkah sang suami.Di
Hari itu setelah Mira menitipkan toko pada Nia dan Susi, ia pun segera bersiap mengemas barang-barang yang akan dibawanya.Kenangan pahit itu terus terngiang, dada Mira seringkali terasa sesak ketika teringat tentang dirinya dan anak-anak yang diusir dari desa dengan tidak terhormat.“Kenapa melamun terus? Apa ada sesuatu yang kamu pikirkan?” tanya Raka seraya menggenggam tangan Mira.Mira menatap Raka lekat, rasanya ia ingin mencurahkan apa yang mengganjal di dalam hati. Namun, mendadak ia khawatir dengan respon sang suami nantinya.“Ada sesuatu yang terus mengganggu pikiranku,” ungkap Mira yang sedang berusaha terlihat tenang.“Apa? Katakan saja,” pinta Raka sambil mengusap lembut kepala Mira.Mira menghela napas panjang, lalu berucap, “Mas janji nggak bakalan marah kalau ceritain?”“Ya, Mas janji.” Raka terlihat semakin penasaran, tatapannya terlihat semakin tajam, bahkan tarikan napasnya terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya.Mira lagi-lagi menghela napas panjang, matanya tak b
“Ah, iya. Kebetulan aku kenal Mira,” sahut Jojo malu-malu.“Jadi, kamu kenal Mbak Mira? Wah rasanya dunia sempit sekali, sekian lama aku cariin kamu sekarang malah ketemu di saat seperti ini.”Jojo hanya tersenyum, jantungnya berdebar tak karuan. Melihat wajah Rani membuatnya teringat akan luka lama.“Kenapa diam saja? Kamu malas ngobrol sama aku? Kamu tuh setelah tiba-tiba pergi tanpa ada kata putus sekarang malah kayak gini sama aku. Kamu kenapa sih sebenernya?” protes Rani sambil memanyunkan bibir.Jojo lagi-lagi hanya tersenyum dan tak mengatakan apa-apa.Mendapat respon yang kurang baik, Rani pun memilih untuk diam meski dalam hati terasa begitu kesal.Meski sedang saling diam mereka tetap memilih untuk membantu Mira meski masing-masing merasa tak nyaman dengan situasi tersebut.“Alhamdulillah, akhirnya bisa istirahat juga,” ungkap Mira seraya merentangkan tangan yang pegal.“Bisnismu bagus sekali. Aku salut dengan cara pemasaran kalian. Apa kalian nggak ada niat buat memperluas