Wisnu hanya mengiyakan dan mengikuti perkataan laki-laki yang telah menyelamatkan mereka. Bergegas mereka naik ke mobil yang ditunjuk olehnya dan membawa Ashiqa secepat mungkin ke rumah sakit.Ponsel Wisnu berdering beberapa kali dan terlihat nama Rama di sana, dengan ragu dia menggeser tombol hijau itu.“Apa yang terjadi Wisnu dan di mana istriku?” kegusaran Rama terdengar jelas dari suaranya.“Para pekerja disusupi provokator Tuan, mereka menyerang pihak manajemen dan saya sedang di jalan membawa Nyonya Ashiqa ke Rumah Sakit terdekat.”“Ashiqa kenapa?!” suara Rama jelas terdengar meninggi.“Rumah Sakit Persada tidak jauh dari lokasi kami dan kami akan membawanya ke sana. Nyonya Ashiqa terkena lemparan batu Tuan.”Wisnu tak mendengar lagi sahutan dari Rama dan memeriksa layar ponselnya, tanpa kata-kata lagi ternyata Rama sudah memutuskan sambungan telponnya.Wisnu baru saja teringat dengan laki-laki yang telah menolong mereka dan menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Ashiqa.“Maa
Seorang laki-laki dengan postur tubuh yang atletis dan wajah rupawan sedang sibuk bekerja di balik meja. Tumpukan laporan serta layar komputer adalah dua hal yang bergantian dia amati. Tak mudah baginya untuk sampai di posisinya yang sekarang sebagai presdir meski semua orang bergunjing jika posisi yang dia dapatkan sangat terlalu mudah hanya dengan menikahi pewaris perusahaan yang cacat.Selama tiga tahun dia terus saja membuktikan jika dia pun bekerja dengan sangat keras di dalamnya, sang komisaris perusahaan alias wanita yang dinikahinya itu hanya menerima beres untuk tanda tangan dan sekedar formalitas saja. Perusahaan milik ayah mertuanya Seven Seas Enterprise menjadi perusahaan yang berkembang sangat pesat dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Asia Tenggara dan Pasifik. Saatnya pria itu membawa gelombang Seven Seas menuju Indonesia untuk menyapu satu perusahaan, Al Farizi Corps.Pintu pun terbuka kemudian masuk seorang wanita cantik yang berada di kursi roda bersama seorang as
Ashiqa sudah terlelap tidur ketika Rama tiba rumah sakit, sejenak dia memandangi istrinya dengan perasaan sedih. Penyerangan itu belum menemui titik terang siapa dalang di balik provokasi para pekerjanya. Rama mencuci mukanya dan duduk di samping tempat tidur Ashiqa sambil mengambil tangan istrinya pelan-pelan.“Maafkan aku Sayang, semua jadi begini tapi aku akan berusaha agar semuanya baik-baik saja dan kau aman bersamaku.” Suara Rama pelan sambil menempelkan telapak tangan istrinya di pipinya.“Temani aku tidur, di sini masih muat, aku kesepian banget gak ada kamu, Rama.” Ashiqa membuka matanya dan melihat tatapan sendu suaminya, dia bergeser untuk memberi ruang di sisinya. Rama mengikuti permintaan Ashiqa dan berbaring di sisi istrinya, sebelah tangannya dijadikan pengganti bantal kepala Ashiqa dan lengannya yang lain melingkari tubuh istrinya yang hangat.Ashiqa menghirup aroma tubuh suaminya sambil tersenyum lega.“Aku merindukanmu, apa kau makan dengan baik hari ini?” Ashiqa men
Ashiqa merasa syok dengan apa yang didengarnya, terlebih Terryn sudah melihat foto Sarasvaty dengan Arkhana di atas tumpukan kertas di meja tamu itu saat Terryn menawari mereka kue. Terryn mengelus-elus bahu Ashiqa meminta sahabatnya itu tenang.“Yin, kita harus pulang sekarang, kita ada janji dengan Ibu dan Kak Aluna hari ini.” Deva melirik jam di tangannya dan meminta Terryn pulang.“Baik, Kak.” Terryn menyahut lalu berbalik ke arah Ashiqa yang menggeleng meminta Terryn untuk tidak meninggalkannya.“Sore nanti aku akan kembali lagi menemani kamu yaa? Maaf Chika, aku harus ketemu dulu sama Ibu Imelda. Jangan khawatir semua akan baik-baik saja.” Terryn memeluk Ashiqa, dia paham keresahan sahabatnya itu tapi dia harus kembali sekarang.“Mas Rama, kami pamit dulu yaa, Ashiqa minta dibuatkan kue yang lain jadi gak apa kan nanti sore saya ke sini lagi?” Terryn menatap Ashiqa sambil mengangguk samar.“Tentu saja Nona Terryn saya justru senang Ashiqa ada yang menemani karena kemungkinan say
Pukul delapan malam, sayang sekali Terryn tidak bisa lagi berlama-lama menemani Ashiqa. Demam Ashiqa juga mulai mereda dan dia meyakinkan Terryn jika dia akan baik-baik saja sendiri di kamar perawatannya.Sepeninggal Terryn, Ashiqa mengambil ponselnya di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ada chat Rama yang meminta maaf akan pulang telat. Ashiqa membalasnya dengan mengatakan dia akan baik-baik saja dan tidak usah mengkhawatirkannya.Pengaruh obat mulai bekerja yang membuat Ashiqa merasa mengantuk. Dia mencoba tidur lebih awal dan mencoba melupakan sejenak permasalahan tentang Arkhana itu. Tak lama akhirnya dia benar-benar tertidur pulas.Pintu kamar Ashiqa kembali terbuka, langkah kaki yang sama memasuki kamar Ashiqa. Diam-diam laki-laki itu kembali mengelus rambut Ashiqa dan mulai berani mencium punggung tangan perempuan itu. Kali ini Arkhana hanya memandangi wajah Ashiqa saja, dia tidak ingin berkata sepatah kata pun agar Ashiqa tidak terbangun dari tidurnya. Arkhana mengeluar
Dua bulan masa badai masih cukup berat untuk dilalui Rama, tetapu bukan Ramadhan Al Farizi namanya jika dia menyerah dalam waktu secepat ini. Syukurnya Rama masih punya beberapa kolega yang loyal padanya dan membantunya dalam situasi sulit.Rama sebenarnya sudah tidak ingin Ashiqa turut bekerja di perusahaannya tapi perempuan itu sulit untuk tawar menawar hingga sampai di titik kesepakatan mereka jika Rama hanya mengijinkannya kerja di kantor tidak boleh turun lagi ke lapangan.Ashiqa pun setuju karena dalam hati pun dia bertekad untuk menemani suaminya dalam keadaan apapun. Jika dia masih bisa memberikan pikiran dan tenaganya pasti dia akan lakukan itu untuk Rama dan perusahaannya.“Tuan, siang ini akan ada lelang tender proyek di Mega Cipta, ini peluang bagus jika kita berhasil mendapatkannya. “ Wisnu menyerahkan map berisi beberapa lembar laporan.“Ini perusahaan yang ikut lelang, ada perusahaannya Deva juga nih dan … Seven Seas akan ikut juga?”“Iya Tuan, mereka benar-benar ada di
Ashiqa terdiam sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Rama yang duduk di sampingnya sudah beberapa kali meliriknya. Alis Ashiqa hampir bertaut dan bibirnya agak mengerucut.“Sayang, dari tadi kamu kok diam aja sih, kamu kenapa?” Rama mengambil jemari Ashiqa dan meletakkannya di atas pahanya.“Siapa presdir dari Mega Cipta, Rama? Aku mau tahu," jawab Ashiqa sambil memandangi jalanan dari balik jendela kaca mobilnya.“Pak Ardinata, kenapa?” Rama memainkan jemari Ashiqa dengan gemas.“Pak Ardinata … Ardinata … ooh … aku ingat sekarang.”“Memangnya kamu kenal?” Rama melirik Ashiqa yang masih memasang wajah super serius.“Kalau tidak salah beliau salah satu sahabat ayahku, pak Ardi hadirkan di resepsi pernikahan kita?”“Iya, hadir. Aku kira kamu gak perhatikan siapa-siapa lagi karena sibuk mengataiku Datuk Maringgih.” Rama tertawa saat mengingat malam pertama mereka. Ashiqa mencubit perut Rama dengan gemas.“Aaauuccchhh … sakit, Sayang! Yaa ampuun ini jari kecil gini kok bisa pedes banget s
Braaaak…!Arkhana menggebrak meja dengan kesalnya sepuluh hari setelah lelang tender itu Mega Cipta mengeluarkan pengumuman dan tak satupun Seven Seas mendapatkan proyek dari lima proyek raksasa yang di lelang Mega Cipta. Dua proyek incaran justru jatuh pada Farizi Corps, satu proyek pada Melda’s Construction dan dua lainnya pada perusahaan yang tidak terlalu terkenal.“Mega Cipta ingin melawan kita rupanya, aku harus bertemu dengan presdir mereka.”Arkhana menghempaskan map laporan itu ke lantai tepat saat kursi roda Saras masuk bersama Niken.“Ada apa ini Khana?” Saras melihat kertas yang berserakan di lantai.“Mega Cipta memenangkan Farizi Corps dengan dua proyek besar incaran kita, dan sisanya pada perusahaan kecil. Mereka sengaja melewatkan kita.”“Khana, tenanglah, ini bukan akhir dari perusahaan kita jika kita tidak mendapatkannya, lagi pula kita punya kerjasama juga dengan Mega Cipta di Aussy. Kita tidak boleh gegabah dan emosional di sini.”Saras mendekat pada Arkhana dan mer
Terryn datang dengan menggendong seorang bayi perempuan berumur enam bulan, cantik, lucu dan menggemaskan. Bayi itu putri Terryn dengan Deva parasnya sangat mirip dengan papanya hanya saja senyumnya adalah turunan dari mamanya.Terryn dan bayi Sheira datang untuk bermain bersama Raka yang kini usianya tepat dua tahun. Keluarga Rama sedang merayakan ulang tahun Raka yang kedua dimana anak itu sedang belajar disapih oleh Ashiqa. Hanya sebuah pesta kecil saja di taman mereka dan mengundang orang terdekat tanpa pesta yang mewah.“Anak cantiik … duuh tambah lucu aja sih kamu Sheira, sini Bunda Shiqa gendong.” Ashiqa menyongsong kedatangan Terryn dan bayinya. Sheira tampak akrab dengan Ashiqa sehingga dengan cepat dia berpindah ke dalam gendongan sahabat mamanya itu. Raka yang melihat Terryn datang berlari kecil menubruk kaki Terryn dan menarik lengannya. Terryn terkejut dan membungkuk menciumi kepala anak laki-laki yang sedang berulang tahun itu.“Mama Terryn punya kado untuk Raka, tapi sa
Ashiqa menatap wajah Raka yang tidur dengan nyenyak dalam box bayinya. Dirinya masih tidak menyangka bayi itu akan kembali lagi ke pelukannya juga Rama yang sama berbahagianya dengan Ashiqa. Dengan lembut berulang-ulang jemari Ashiqa mengelus kepala Raka sambil bersenandung meninabobokan Raka. Rama datang sambil membawa segelas susu untuk Ashiqa. Beberapa terakhir ini adalah hari yang luar biasa bagi keluarga kecil Rama.“Sayang, minum dulu susu hangatnya, jaga kesehatanmu juga Sayang, kalau kamu kecapean aku akan carikan dua babysitter untukmu.” Rama menyodorkan susu itu pada istrinya.“Terima kasih Sayang, aku baik-baik aja kok, aku gak cape atau kenapa-kenapa.” Ashiqa meneguk perlahan susu yang dibawakan oleh Rama.“Kamu kan harus memulihkan kesehatan, katanya ibu yang pernah menjalani SC butuh waktu lama untuk pulih.” Rama sendiri membawa secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Mereka saat ini sedang berada di kamar Raka sambil menikmati keajaiban yang telah terjadi.Jenazah Ratmi s
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Ashiqa memandang takjub pada bayi yang digendongnya, bayi tampan berkulit putih kemerahan, hidung mancung, rambut hitam yang lebat dan mata kecilnya yang mengedip perlahan. Tangis bayi itu reda seiring Ashiqa menimangnya dengan penuh kasih sayang.“Siapa nama bayi tampan ini?” tanya Ashiqa sambil tak lepas matanya memandangi bayi yang ada dalam gendongannya.“Bayi itu belum sempat diberi nama, Bu. Orang tuanya belum sempat memberikan nama dan mereka harus berpisah.” Ratmi memandang takut-takut kepada Ashiqa dan beralih pada pintu kamar itu. Samar terdengar kegaduhan di luar sana. Ratmi beranjak untuk mengintip. Dari celah pintu Ratmi mengintip dan beberapa orang berpakaian hitam itu muncul lagi dan memeriksa kamar satu persatu. Wajahnya memucat dan bingung hendak kemana.“Ada apa? Kenapa kau tampak ketakutan seperti itu?”“Maaf Bu, mereka sepertinya tetap mencari bayi ini, saya harus menyembunyikan dia, bayi ini kenangan terakhir orang tuanya dari keluarga tuan besar saya.” Bibir Ratm
Ashiqa yang siuman beberapa saat setelah operasi diperkenankan untuk melihat jasad bayinya yang terakhir kalinya. Perempuan itu memeluk, mendekap dan mencium jasad Baby yang terbungkus dalam kain putih. Ashiqa menangis tanpa suara, tanpa raungan dan tanpa sedu sedan. Hanya air matanya yang mengalir deras menandakan dia sedang terluka, rapuh dan penuh duka. “Sudah saatnya Baby pulang Sayang, dia akan selalu bersama kita. Berikan dia padaku Shiqa.” Rama mengecup kepala Ashiqa, membelainya dan meminta dengan lembut jasad Baby yang akan dibawanya untuk dimakamkan. Ashiqa masih mendekap erat jasad putrinya dan belum ingin memberikannya pada Rama.“Sayang, putri kita akan menunggu kita di pintu surga, dia lebih dulu menjadi bidadari di sana Sayang. Ikhlaskan yaa ? berikan Baby padaku, ku mohon Sayang.” Rama mencoba mengambil jasad Baby dari dekapan Ashiqa dengan pelan hingga Ashiqa melepaskan sosok mungil yang dingin tanpa nyawa itu.“Tidak … tidak … Ayah Baby, jangan bawa dia pergi … dia
Malam sangat mencekam bagi keluarga Marco, Andrea istrinya tengah menahan sakit karena akan melahirkan sementara nyawa keduanya sedang terancam bahaya. Mobil yang mereka kendarai diserang oleh orang yang tak dikenal dan membuat sopir mereka tewas juga salah seorang asisten rumah tangga yang akan menemani Andrea bersalin. Sementara Marco sendiri tengah terluka parah tetapi dia berusaha agar istri dan anak yang akan dilahirkannya selamat.“Marco, rasanya aku sudah tidak tahan lagi, rasanya sakit sekali Marco.” Andrea mencengkram baju tidur yang dikenakannya. Peluh sudah membanjiri dahi Andrea sementara Ratmi asisten rumah tangganya yang selamat lainnya memegangi nyonya mudanya dengan rasa cemas dan ketakutan yang luar biasa.“Sabar Sayang sedikit lagi kita akan tiba di rumah sakit. Semoga suruhan Bastian tidak sampai mengikuti kita kemari.”“Marco, kau terluka, kau banyak mengeluarkan darah.” Andrea semakin pucat pasi, untung mobil yang mereka bawa masih bisa dikendarai dan menghindari
Rama duduk menunggu istrinya yang terbaring lemah belum sadarkan diri, Ashiqa baru saja dipindahkan dari ruang tindakan ke ruang perawatan. Tangan Ashiqa belum juga dilepaskannya dan laki-laki itu masih merapal doa dalam hatinya agar istri dan anak dalam kandungannya baik-baik saja.“Ay … Ayah Baby ….” Ashiqa mulai membuka mata dan bersuara, tentu saja yang dicarinya terlebih dulu adalah suaminya. Rama mendongak dan mendekatkan wajahnya ke istrinya dan mencium dahinya dengan perasaan lega.“Sayang … akhirnya kamu sadar juga, aku di sini, ada apa?” tanya Rama dengan lembut, telapak tangannya membelai kepala Ashiqa perlahan.“Dokter bilang apa, Ay? Bagaimana Baby kita?” Ashiqa menyentuh perutnya perlahan.“Dokter bilang kamu harus bed rest, untungnya cepat ditangani jadi semuanya baik-baik saja. Kamu jangan khawatir yaa sayang, jangan stress, jangan banyak pikiran yaa.”“Maafin aku yaa yang sudah buat Ayah Baby cemas.” Ashiqa memegang erat tangan Rama.“Gak usah dipikirkan lagi. Aku tah
Ashiqa sedang mengupas apel untuk cemilannya, usia kandungannya sudah masuk tujuh bulan. Keadaan sudah semakin membaik sekarang meski pada akhirnya ada beberapa aset Rama yang harus dilepas untuk menyelamatkan perusahaan. Ashiqa tidak mengambil pusing karena dia yakin Rama pasti sudah memikirkannya dengan matang untuk setiap keputusan yang diambil.“Halooo … bumil!” Terryn muncul dari arah belakang Ashiqa sambil membawakannya beberapa kue dan cemilan pesanan Ashiqa.“Naaah … ini yang aku tunggu niih, lemper pedas ayam, risol dan karipap!" mata Ashiqa berbinar mengabsen bawaan Terryn.“Tapi ini banyak banget kalo kamu bikin sendiri, Yin.” Ashiqa takjub dengan keterampilan Terryn dalam mengolah panganan dengan rasa yang lezat.“Aku dibantu ibuku, ada Ibu datang dari kampung dan Ibu tanyain kamu jadi aku dan Ibu buatkan ini spesial buat bumil yang paling cantik ini.” Terryn mengambil sebuah apel di keranjang buah di hadapan Ashiqa dan menggigitnya.“Terima kasih banyak yaa … aku udah rep