hari weekend, para penikmat kuliner tampak bersemangat memburu makanan ke berbagai penjuru kota.
Sebuah restoran khas Itali yang terletak di tengah-tengah kota metropolitan, ramai pengunjung.Selain menu makanan yang rasanya lezat, kelebihan Resto itu adalah, karena pemilik Resto yang merangkap sebagai chef di resto itu yang terkenal.Nama Chef Malik Indra Wahyuda baru-baru ini melejit setelah menjadi juri di acara memasak di salah satu stasiun TV Swasta. Kharisma si duda tampan itu berhasil mencuri perhatian publik."Hari ini resto tutup lebih awal ya, saya harus ke Bandara menjemput anak saya," ucap seorang chef pada anak buahnya di resto. Dialah Malik.Usai mengganti pakaian, Malik izin pamit pada para pekerjanya karena hari ini sang anak yang selama ini mengenyam pendidikan di luar kota akan kembali ke Jakarta untuk mengisi liburan semesternya.Lelaki itu berjalan menuju parkiran, masuk ke dalam mobil dan langsung melajukan mobilnya menuju Bandara.Malam minggu ini jalanan begitu macet karena dipenuhi kendaraan anak-anak muda yang sedang kasmaran.Melihat pemandangan kemesraan yang terjadi di sekitarnya, membuat Malik merasa iri.Ada sebagain kecil dari sudut hatinya yang seolah mendamba sentuhan wanita, hanya saja, Malik berusaha untuk tidak lagi larut dengan syahwatnya sendiri. Sudah cukup dirinya menikah lima kali dan membuat sang anak selalu uring-uringan karena malu diejek teman memiliki Ayah tukang kawin.Ya, itulah manusia, bisanya hanya mencaci dan memaki padahal mereka tidak tahu apa yang selama ini menjadi alasan Malik menikah berulang kali.Malik bukan lelaki pengobral nafsu yang bisa melakukan cara instant untuk merasakan hangatnya pelukan wanita, terlebih dia takut dosa. Itulah sebabnya Malik lebih memilih jalan halal untuk mengatasi masalahnya selama ini.Benturan keras yang menghantam mobil bagian belakangnya membuat Malik terkaget hingga lamunannya buyar seketika.Lelaki itu pun menoleh ke arah spion dan mendapati sebuah motor matic telah menabrak bemper belakang mobilnya.Merasa kesal, Malik segera menepikan mobil untuk memastikan kendaraannya dalam keadaan baik-baik saja, namun hal itu tidak terwujud karena yang dilihatnya saat itu adalah bemper mobilnya yang rusak dan penyok."Ya ampun, ma-maf Pak Le, saya nggak sengaja. Suer deh, saya baru dua hari bisa bawa motor ke jalan raya besar begini, tolong dimaklumi," ucap si penabrak yang ternyata adalah seorang wanita."Pak Le-Pak Le, sejak kapan saya jadi adik orang tuamu? Pokoknya saya tidak mau tahu, kamu harus ganti rugi!" tegas Malik yang merasa dirugikan.Wanita itu kembali meringis, menahan kakinya yang nyeri dan terluka akibat kecelakaan kecil tadi. "Sa-saya nggak punya uang Pak Le, eh Mas, Om," ucapnya takut-takut. Dia memperlihatkan isi dompetnya yang memang hanya berisi uang dua lembar lima ribuan. "Nih, tinggal sepuluh ribu, ini pun masih harus bertahan sampai tiga hari ke depan," ucapnya polos dan jujur."Saya tidak mau tahu apapun alasan kamu, saya tetap mau kamu GAN-TI RUGI! Titik!" hardik Malik sambil berkacak pinggang."Gayanya aja kayak orang kaya! Masa mobil lecet sedikit minta ganti rugi!" Wanita itu mengumpat diam-diam. Merasa kesal."Apa kamu bilang? Lecet?" potong Malik yang mendengar umpatan si wanita. Laki-laki berkemeja putih itu mendekatkan wajahnya ke arah si wanita. Tubuhnya yang jangkung membuatnya harus menunduk. "Mobil saya bukan cuma sekadar lecet, tapi penyok! Kamu punya matakan? Lihat baik-baik!" desisnya tajam."Buat ukuran Mobil, segitu belum penyok kali Om, buat apa minta ganti rugi? Kaki saya juga penyok nih Om! Tapi saya nggak minta ganti rugikan? Pentingan mana bemper mobil Om dibanding kaki saya?" balas si wanita dengan nada tinggi. Dia memperlihatkan luka di kakinya pada si lelaki."Ya pentingan mobil saya lah," jawab Malik tanpa basa-basi.Wanita itu menggelengkan kepalanya. Tidak habis pikir dengan kekejaman lelaki di hadapannya saat ini.Kemacetan semakin parah akibat cekcok mulut yang terjadi di antara mereka, hingga membuat Malik akhirnya terpaksa mengalah."Urusan kita belum selesai, saya lagi buru-buru. Nanti saya pasti akan hubungi kamu lagi untuk meminta ganti rugi! Awas kalau coba kabur!" ancam Malik setelah dia berhasil mendapatkan nomor telepon si wanita."Huuuh, bilangnya aja Om mau modusin saya! Ujung-ujungnya minta nomor Hp! Saya tau saya itu cantik, tapi saya bukan cewek gampangan ya Om!" teriak si wanita tanpa rasa malu.Malik hanya bisa geleng-geleng kepala. Entah berasal dari planet mana wanita itu. Pikir Malik saking gemas ingin menyumpal mulut bocornya dengan kaus kaki.Jika tidak sedang buru-buru, sudah dia pastikan kasus ini akan berakhir di kantor polisi.Kendaraan Malik saat itu sudah menjauh sementara si wanita masih terdiam di sisi jalan raya.Tubuhnya merosot terduduk di tepi trotoar pejalan kaki. Dia mendadak lemas.Kejadian demi kejadian tidak menyenangkan yang dialaminya hari ini cukup membuat si wanita frustasi.Wanita itu duduk di tepi trotoar sambil memeluk kedua lutut kakinya yang dia tekuk.Tatapannya kosong ke depan.*"Apa? Kamu mau menikah? Mau menikah sama lelaki yang namanya Wildan itu? Yang kamu bilang masih kuliah di Jogya itu?" ucap seorang lelaki paruh baya yang terlihat marah."Iya, Pak. Wildan hari ini balik ke Jakarta, dia mau melamar Isna," sahut Isna sang anak sulung."Lalu setelah menikah, si Wildan mau kasih kamu makan apa? Dia aja masih kuliah, masih minta uang ke orang tua, terus dia mau minta juga sama orang tuanya buat ngasih kamu uang?" balas Dharma, Ayah Isna."Isna kan bisa kerja, nanti kalau Wildan udah lulus kuliah dia juga pasti kerja kok. Memangnya Bapak sama Ibu nggak takut kalo Isna pacaran lama-lama sama Wildan, terus Isna hamil duluan? Apa Bapak dan Ibu nggak malu?""ISNA, bicara apa kamu? Bicara kok ngawur! Pokoknya Ibu tidak setuju kamu menikah muda apalagi menikah sama lelaki yang pekerjaannya belum jelas!" kali ini, Sari sang Ibu yang menimpali perkataan Isna. "Meski Wildan anak orang kaya, tapi hal itu nggak menjamin dia bisa membahagiakan kamu karena harta yang dia miliki itu masih milik orang tuanya! Ketauan kamu nikah sama Bapaknya Wildan, daripada sama Wildan! Bapaknya Wildan dudakan?"*Isna mengesah seraya memijit pangkal hidungnya yang mancung.Kepalanya mulai berdenyut-denyut jika sudah memikirkan tentang restu yang begitu sulit dia dapatkan dari kedua orang tuanya. Padahal dirinya dan Wildan sudah menjalin kasih sejak SMP.Kehidupan ekonomi keluarganya yang memang jauh dari kata sempurna, membuat Isna harus merelakan cita-citanya menjadi seorang Dokter karena kedua orang tuanya tak mampu membiayainya kuliah. Jangankan membiayai dirinya kuliah, bahkan sekarang biaya kehidupan semua keluarganya, Isna yang menanggung.Isna dituntut menjadi tulang punggung keluarga pasca dirinya lulus SMA karena sang Ayah tak mampu lagi bekerja sejak mengalami kecelakaan kerja yang menyebabkan sebelah kakinya harus diamputasi.Sejak saat itulah, hidup Isna yang sulit jadi semakin sulit.Isna masih terdiam di tempatnya semula, masih merenungi nasibnya yang tidak seberuntung anak-anak lain, saat tiba-tiba ponselnya berdering tanda sebuah pesan masuk. Isna buru-buru mengambil ponselnya di tas selempang yang dia gunakan.Kening Isna mengkerut ketika dia mendapati kiriman sebuah Video berdurasi 30 detik yang memperlihatkan Wildan sedang bercumbu dengan seorang wanita di atas ranjang, sepertinya tempat itu adalah kamar kost-kostan Wildan di Jogya.Video itu dikirim oleh nomor yang tak dikenal dengan sebuah pesan tulisan yang menyusul di bawahnya.*Dengan adanya video ini, aku harap kamu bisa sadar kalau selama ini Wildan nggak pernah sungguh-sungguh mencintai kamu.*Dunia Isna runtuh dalam sekejap.Lelehan air matanya tak mampu lagi dia bendung.Dan sialnya, belum reda keterkejutannya tentang perselingkuhan Wildan, detik itu juga dunia Isna kembali diguncang badai cobaan yang begitu hebat.Tepat saat sebuah telepon masuk dia terima dari adiknya."Halo, Mba Is? Mba di mana? Ibu jatuh dari kamar mandi Mba! Sekarang Hasna lagi di rumah sakit. Mba cepat ke sini.""Astaghfirullah, di rumah sakit mana?" Isna langsung berdiri.Begitu tahu alamat Rumah sakit dari Hasna, tanpa banyak bertanya lagi, detik itu juga Isna meluncur ke rumah sakit.Perasaannya benar-benar kacau.Hingga akhirnya, Isna yang kalut tak mampu berkonsentrasi dengan baik dalam berkendara.Di tikungan, motor matic yang dikendarai Isna oleng hingga dia kehilangan kendali dan kecelakaan pun tak dapat terelakkan."Lama banget sih?" ucap seorang remaja ketus.Dia melempar barang-barangnya ke dalam bagasi mobil yang terbuka.Malik mengesah dengan wajah penuh penyesalan. "Maaf Yan, tadi ada masalah sebentar di jalan, tuh liat bemper mobil Papa sampe penyok begitu," jelasnya pada sang anak. Malik menunjuk ke arah bagian mobilnya yang rusak.Aryan melirik sekilas, tak menaruh perduli, dia langsung meluyur pergi begitu saja dan masuk ke dalam mobil. "Ayo pulang, cape nih mau istirahat!" titahnya seperti menyuruh seorang supir.Aryan Indra Wahyuda, seorang remaja berusia tujuh belas tahun yang baru saja menjalani jenjang pendidikan di sebuah universitas besar di Jogya. Dia anak semata wayang Malik dari hasil pernikahan pertamanya dengan seorang wanita cantik bernama Kinara Larasati.Sayangnya, bahtera rumah tangga Malik dan Kinara yang begitu bahagia dan sempurna, akhirnya harus kandas dengan cepat, karena Tuhan telah memanggil Kinara lebih dulu untuk selama-lamanya.Aryan menjadi amanat terbesar Kina
Malik benar-benar bingung.Apa yang terjadi malam ini membuatnya terkejut bukan main.Seperti mendapat sebuah keajaiban saat dia bisa merasakan miliknya yang kembali merespons atas rangsangan yang diterimanya dari seorang perempuan.Merasa penasaran, Malik akhirnya membawa wanita yang kini berada dalam pelukannya ke dalam kamar hotelnya.Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan wanita yang telah menabrak mobilnya itu hingga bisa berakhir di tangan bajingan-bajingan tengil tadi. Dua berandal yang telah berhasil Malik tipu hingga berlari kocar-kacir saking takut.Tubuh Malik yang tinggi besar dengan sedikit brewok yang tumbuh di wajahnya membuat Malik terlihat seperti seorang polisi preman dan hal itu cukup menguntungkan baginya.Di dalam kamar, Malik merebahkan tubuh wanita itu di tempat tidur.Lalu memperhatikannya dengan seksama.Wajah wanita itu manis. Terlebih dengan make up natural yang membuat kecantikannya alami.Wajahnya yang berbentuk oval dengan dagu lancip dan gigi gingsulnya
"Lo udah kirim barang yang gue minta tadi pagi, Mir?" tanya Malik pada sang Asisten, Emir. Saat itu Malik sedang break syuting."Yes, sesuai permintaan. Satu pasang pakaian cewek lengkap sampe ke daleman, Hp baru sama duit," jawab Emir dengan nada jengkel.Malik menganggukkan kepalanya dan berterima kasih pada sang asisten.Emir menatap Malik penuh menyelidik. "Siapa cewek itu Lik?" tanya Emir pada akhirnya. Selama ini, Emir bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan orang lain, tapi jika hal itu sudah mengarah ke hal-hal yang berbau negatif, Emir tidak akan tinggal diam. Bukan karena dia sok tahu, tapi karena dia perduli.Hubungan persahabatan antara Emir dan Malik sudah terjalin sejak mereka SMP. Itulah sebabnya, keduanya sudah seperti saudara.Malik sengaja memperkerjakan Emir sebagai asistennya karena tahu kehidupan perekonomian Emir yang memang jauh di bawahnya. Emir itu orang yang paling anti dibantu, selama dia merasa masih bisa berusaha sendiri, itulah alasan mengapa pada akh
"Kamu?" kata Isna kaget begitu dilihatnya sosok lelaki yang tiba-tiba mendatangi kediamannya.Lelaki itu adalah lelaki yang sudah dia tabrak mobilnya kemarin malam.Pasti sekarang lelaki itu datang untuk meminta ganti rugi?Bagaimana ini?Isna benar-benar bingung."Ng... Maaf," gumam Isna yang benar-benar tak tahu harus bicara apa. Keadaan hidupnya yang begitu memprihatinkan membuatnya cukup malu.Isna hendak bicara namun tertahan saat dilihatnya gerakan Malik yang tanpa di sangka-sangka justru menerobos masuk ke dalam rumahnya dan menahan aksi para debt collector yang hendak memporak-porandakan seluruh isi perabotan milik Isna di dalam sana."Saya yang akan melunasi semua hutang-hutang keluarga ini, tolong hentikan aksi kalian," ucap Malik saat itu.Isna, Hasna dan Dharma jelas terkejut dan hanya bisa saling melempar pandang."Mari, kita bicarakan baik-baik di luar," kata Malik lagi meminta para debt collector itu mengikuti langkahnya keluar karena rumah itu yang begitu sempit.Mereka
"Menikah dengan saya Isna? Anggap saja itu bayaran atas semua hutang-hutang keluargamu yang sudah saya lunasi."Isna mengerutkan kening. Dari ekspresinya dia terlihat kaget, tapi juga bingung.Mendengar kata menikah, dalam sekejap ingatan Isna dipaksa berputar pada kejadian yang dialaminya kemarin malam.*"Maaf-maaf, kamu nggak kenapa-napa?" ucap seorang lelaki pemilik kendaraan roda empat yang baru saja bertabrakan dengan motor Isna.Lelaki itu keluar dari mobil dan berlari tergesa menghampiri Isna yang terjatuh di tepi jalan.Spion motor Isna hancur dan stang motornya pun rusak. Alhasil motor matic itu tidak bisa digunakan dan harus masuk bengkel. Untungnya, tubuh Isna hanya lecet sedikit dan tidak mengalami benturan berat."Kenalkan, aku Julian dan ini temanku Adi. Kamu mau kemana?" tanya laki-laki bernama Julian yang tadi menabrak Isna."Aku mau ke rumah sakit, Ibuku kecelakaan," jawab Isna jujur.Kedua lelaki di hadapannya saling pandang sebelum akhirnya mereka kembali tersenyum
Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Isna.Di rumah sakit tadi Isna harus dipusingkan oleh pengunjung rumah sakit yang mengotori lantai kamar mandi dengan muntahan anaknya. Hebatnya bukannya meminta maaf, si pengunjung justru memarahi Isna karena persediaan tissue di toilet habis. Padahal seingat Isna, dia sudah mengganti tissue toilet dengan yang baru, tapi anehnya belum sampai tengah hari, tissue tersebut sudah habis?Setelah lelah bekerja di rumah sakit, Isna harus kembali tertimpa musibah saat dirinya tanpa sengaja salah menyajikan pesanan untuk pengunjung resto tempatnya bekerja.Malam ini pengunjung resto sangat ramai terlebih rekan kerja satu shift Isna yang bernama Awan tidak masuk. Jadilah Isna kerja rodi sendirian. Dari mulai membersihkan meja, kursi dan lantai resto, mengantarkan pesanan makanan dan minuman serta memastikan para pengunjung mendapatkan tempat kosong untuk makan."Saya tidak mau tau, saya mau menu ini diganti," ucap salah satu pengunjung yang merasa pesan
"Mari saya antar kamu pulang, ini sudah terlalu malam untukmu berkeliaran sendirian di luar!" ajak Malik saat itu."Apa? Berkeliaran? Saya itu habis pulang kerja! Enak saja berkeliaran! Anda pikir saya binatang ragunan berkeliaran!" omel Isna tidak terima.Sebenarnya Malik ingin tertawa, tapi sebisa mungkin dia tahan."Darimana anda tahu saya ada di sini?" tanya Isna setelah dirinya mampu mengendalikan rasa terkejut sekaligus kesal melihat kedatangan Malik secara tiba-tiba."Tadi saya mampir ke rumah dan Pak Dharma beritahu saya bahwa kamu bekerja di restoran Seafood daerah sini," jawab Malik apa adanya.Isna menatap tajam Malik. Sebuah tatapan menyelidik."Pak Dharma yang menyuruh saya untuk menjemput kamu," ucap Malik lagi."Cih! Bisa-bisanya anda pakai cara licik dengan mendekati Bapak saya? Nggak usah sok-sok baik apalagi cari perhatian dengan keluarga saya! Saya udah paham seberapa mesumnya kadar otak anda! Jangan berpikir saya akan kalah cuma gara-gara hutang! Kehidupan dan masa
"Dan inilah yang sudah saya katakan sejak awal mengenai penyakit yang Pak Malik derita selama ini, bahwa penyakit impoten yang Pak Malik derita bukan berasal dari faktor organik, tapi psikogenik. Semua ini hanya Pak Malik sendiri yang mampu menjawabnya, karena dari semua pemeriksaan medis, tidak ada yang bermasalah dalam diri Pak Malik. Pak Malik sehat secara fisik, hanya saja, batiniah Pak Maliklah yang selama ini terganggu. Mungkin, tidak cukup ketika Pak Malik dinyatakan sudah sembuh dari penyakit depresi yang pernah Pak Malik derita belasan tahun lalu, karena pada kenyataannya, dalam diri Pak Malik, Pak Malik belum bisa menerima takdir yang telah ditetapkan Tuhan terhadap diri Pak Malik," jelas seorang dokter yang selama ini menjadi Dokter pribadi Malik dalam menangani penyakit yang dideritanya.Malik dan sang Dokter kini sudah selayaknya sepasang teman karib karena semua rahasia pribadi terkelam yang pernah Malik rasakan dalam hidupnya kini sudah diketahui oleh sang Dokter."Apa s
"Mahessa mau ajak Wildan untuk bertukar pasangan malam ini dan dia bilang kalau kamu sudah menyetujuinya, benar begitu Nil?" tanya Vanessa yang langsung mengkonfirmasi ucapan Mahessa padanya tadi pagi setelah dia mendapat kesempatan untuk berbincang secara empat mata dengan Vanilla.Saat itu, sepasang wanita kembar tersebut sedang berada di salah satu area permainan ski di St.Moritz.Vanilla yang sedang menyesap cokelat panasnya seketika terbatuk mendengar ucapan Vanessa.Buru-buru dia meraih tissue untuk mengelap sudut bibirnya yang terkena coklat."Aku nggak salah dengerkan? Bertukar pasangan?" ucap Vanilla yang malah tertawa seolah apa yang diucapkan Vanessa hanyalah lelucon."Iya," jawab Vanessa mengangguk cepat.Lagi, Vanilla malah tertawa. "Kamu kenapa sih Nes? Dari kemarin kok ngomongnya ngaco terus?"Seketika kerutan di kening Vanessa menjelas. "Ngaco bagaimana?" tanyanya bingung. Tak habis pikir dengan sikap santai Vanilla yang kelihatan begitu tenang. Padahal jelas-jelas, Van
"Aku benci ibuku! Aku benci perempuan seperti dia! Karena dia Ayah dipenjara dan tidak lagi menyayangiku! Aku benci ibuku, Vi!" ucap seorang bocah lelaki pada seorang bocah perempuan di teras sebuah tempat ibadah di lapas tahanan khusus pria.Bocah lelaki itu menangis meski tanpa isakan, hingga sebuah tangan mungil terjulur membelai pipinya untuk mengusap air mata yang menetes."Nasib kita sama ya Yas? Aku juga benci sama Ibuku. Karena dia lebih menyayangi saudaraku daripada aku!" ujar si bocah perempuan yang dipanggil Vi tadi.Sang bocah lelaki yang bernama Yasa itu mendongak menatap polos ke arah Vi."Apa mungkin, Tuhan mempertemukan kita karena kita memang berjodoh?" tanya Yasa saat itu.Vi tertawa kecil dengan wajah tersipu dan menjadi terkejut saat tiba-tiba Yasa mengaitkan jari kelingking mereka."Kamu maukan janji sama aku, Vi?" tanya Yasa saat itu."Janji apa?""Kalau kamu sudah besar nanti, jaga dirimu baik-baik ya. Jangan menjadi perempuan seperti ibuku, nanti aku akan membe
Hari sudah hampir tengah malam, tapi Mahessa belum juga pulang.Entah kenapa, kekhawatiran menggelayuti benak Vanessa saat itu, bahkan saat dia menanyakan keberadaan Mahessa pada supir pribadi lelaki itu, tapi Pieter mengatakan bahwa sejak sore tadi, majikannya itu sama sekali tidak menghubunginya untuk meminta dijemput, jadi, dia tidak tahu menahu di mana Mahessa berada saat ini."Kamu belum tidur, Nessa?" sapa Wildan yang kebetulan berpapasan dengan Vanessa di tangga.Saat itu, Wildan hendak ke dapur untuk membuatkan Vanilla susu.Vanessa tersenyum tipis seraya menggeleng. "Aku tidak bisa tidur," jawabnya pelan."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu bilang hari ini sangat melelahkan? Apa kamu sakit?" tanya Wildan lagi.Belum sempat Vanessa menjawab, Pieter datang tergesa dari arah luar memasuki rumah besar itu.Langkah lelaki berkumis tipis itu berhenti tepat di bawah tangga."Nona Vanessa, saya baru saja mendapat telepon dari pemilik salah satu Club malam di Zurich, katanya, Tuan Mahess
Seharian ini, kedua pasang pengantin baru itu puas berkeliling kota Zurich.Di pagi hari, mereka menaiki kapal mengelilingi Danau Zurich, lalu berkunjung ke sisi utara danau sambil melihat sejumlah perumahan dan villa menarik.Vanilla tak hentinya berdecak kagum saat menikmati indahnya suasana sekitar dengan pancaran sinar matahari di tengah hawa sejuk sekeliling danau.Siang harinya, usai makan siang bersama di sebuah restoran ternama di Zurich, mereka berkunjung ke Rapperswill, yang dikenal sebagai kota bunga mawar.Rapperswill terletak di ujung timur Danau Zurich. Sebutan tersebut disematkan lantaran kebun-kebun publik di sana memiliki lebih dari lima belas ribu bunga mawar.Dari jumlah tersebut, sebanyak enam ratus jenis bunga mawar dapat mereka temui di sepanjang jalan kota tua abad pertengahan tersebut.Terakhir, Vanilla mengajak Wildan, untuk menaiki Tuk tuk.Tuk tuk merupakan transportasi sejenis bajaj yang kerap terlihat di Thailand.Selama berada di Zurich, para wisatawan as
Wildan terbangun saat sorot matahari sudah terang benderang.Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela yang terbuka dan mengayun-ayun tirai putih tipis yang menghalanginya.Suara gemericik air dari aliran sungai Geneva terdengar samar.Menatap ke sekeliling, kening lelaki berpiyama abu-abu itu seketika mengernyit.Kenapa aku ada di sini?Pikir Wildan membatin saat menyadari keberadaannya di dalam kamar pribadinya bersama Vanilla.Wildan meremas kepalanya sekilas, mencoba mengais kembali ingatan tadi malam.Sialnya, Wildan tak mengingat apapun kecuali dirinya yang mendengar suara Mahessa berbicara untuk pertama kalinya dengan Vanilla di kebun belakang itu."Sebenarnya, sejak awal aku sudah tahu bahwa Vi yang asli adalah Vanessa, bukan kamu."Ya, hanya sederet kalimat itulah yang berhasil Wildan ingat, karena setelahnya, yang dia ketahui, dia merasa seperti ada seseorang yang membekapnya dari arah belakang hingga membuatnya tak sadarkan diri.Apa mungkin dia berhalusinasi?Tapi rasanya ti
Malam itu, akhirnya Vanilla menemui Mahessa setelah berembuk cukup lama bersama sang suami.Meski awalnya Wildan melarang keras sang istri untuk pergi, namun, setelah Vanilla memberikan pengertian pada sang suami dan meyakinkan Wildan bahwa semua akan baik-baik saja, akhirnya Wildan pun pasrah dan membiarkan sang istri pergi, dengan catatan, Vanilla harus merekam seluruh percakapannya dengan Mahessa di kebun belakang agar Wildan tahu apa yang Mahessa ingin bicarakan dengan istrinya malam ini.Rasa kantuk yang awalnya dirasakan Wildan menguap begitu saja begitu Vanilla sudah keluar dari kamar.Lelaki itu menggeram tertahan sambil menepuk sisi tempat tidur lalu meremas kepala frustasi.Menatap kembali daun pintu kamar, Wildan yang tak mau ambil resiko jika Mahessa akan berbuat hal yang tidak-tidak terhadap Vanilla pun akhirnya memutuskan untuk menguntit kepergian Vanilla dan menguping langsung pembicaraan sang Kakak Ipar dan istrinya itu.Saat itu, Wildan menangkap sosok Mahessa dan Van
Setelah seharian ini puas menikmati suasana di dalam mansion mewah milik Mahessa, Vanilla dan Wildan yang baru saja selesai menyantap makan malam bersama dengan Mahessa dan juga Vanessa tampak memasuki kamar pribadi yang disiapkan khusus untuk mereka beristirahat.Sadar ada yang berbeda dari sikap sang suami, begitu dirinya dan Wildan sudah merebahkan diri bersama di tempat tidur, Vanilla pun merangsek memepet tubuh sang suami untuk memeluknya."Wil?" panggil Vanilla ketika Wildan baru saja mematikan lampu nakas."Hm?""Kamu kenapa? Kok seharian ini banyakan diemnya sih? Biasanya juga bawel," tanya Vanilla sambil mengerucutkan bibir.Helaan berat napas Wildan membuktikan bahwa lelaki itu memang sedang dilanda sesuatu yang membebani pikirannya dan hal tersebut jelas membuat Vanilla jadi khawatir."Apa, ini ada sangkut pautnya sama Mahessa?" tanya Vanilla lagi karena Wildan tak juga angkat bicara."Boleh aku tanya sesuatu sama kamu?" ucap Wildan kemudian.Vanilla sedikit mendongak menat
Keesokan harinya, setelah sarapan pagi lalu check out dari hotel tempat mereka singgah, sebuah Limousine mewah sudah menunggu kedatangan dua pasang pengantin baru itu di depan lobi hotel.Tak perlu ditanya lagi siapa pemilik mobil super mewah itu, karena Wildan dan yang lain sudah bisa menebak bahwa Mahessa lah orangnya.Ya, siapa lagi?Toh setelah ini pun mereka akan pergi ke mansion mewah milik Mahessa yang berada tepat di tepi Danau Geneva.Memasuki kendaraan mewah itu, manik hitam Vanilla seolah tak mampu berkedip, saking terkesima dengan apa yang dia lihat di bagian dalam mobil tersebut."Bagus banget mobilnya, Wil!" seru Vanilla berbisik di telinga sang suami. Namun, akibat keheningan di dalam mobil, jadilah bisikan tersebut mampu tertangkap oleh yang lain. Dan hal tersebut sukses membuat Wildan merasa malu."Kamu kan udah sering naik mobil bagus di Jakarta, jangan norak deh!" balas Wildan yang juga jadi berbisik sambil sesekali melempar senyum ke arah Mahessa dan Vanessa di had
"Kamu tau Nessa? Apa alasan utamaku mengajakmu dan Vanilla ke Switzerland?" ucap Mahessa kemudian.Vanessa tak menjawab karena masih terlalu sesak dengan tangisannya."Karena aku ingin menyelamatkan kalian dari Aro!" lanjut Mahessa lagi, memberitahu.Vanessa menyeka air matanya, menatap Mahessa bingung. "Apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti.Mahessa menghela napas berat seraya menyandarkan kepalanya ke sofa. Memejamkan mata seolah dirinya hendak melepas penat.Hal itu dia lakukan dalam beberapa menit sebelum akhirnya sepasang mata hitam itu kembali terbuka dan menatap ke arah Vanessa yang masih menunggu jawaban atas pertanyaannya."Saat ini, Aro dan komplotannya sedang berada di Indonesia--""APA?" pekik Vanessa dengan wajah yang teramat sangat terkejut. Bahkan belum sempat Mahessa menyelesaikan ucapannya, Vanessa sudah lebih dulu memotongnya.Menatap lekat sosok Vanessa, sebuah senyum miring terbit di wajah Mahessa. "Apa kamu takut?" tanya lelaki itu kemudian.Perasaan was-was kian m