Sesampainya di rumah, Mariana mengajakku untuk langsung ke meja makan, sebenarnya hati ini sudah dipenuhi oleh ketakutan yang membebani tapi istriku tetap memaksa diri ini untuk makan. "Kau membutuhkan energi untuk menghadapi semua ini jadi mari kita makan.""Sungguh aku tidak selera.""Tetap saja kau harus memikirkan kesehatanmu.""Baiklah." Lagi aku dan dia menikmati hidangan dalam keheningan rumah makan tiba-tiba ponsel istriku berdering, nama tuan Rudi Hartawan terpampang dengan jelas di sana."Iya Papa, apa kabar?" tanya istriku perlahan."Aku mendengar semua yang terjadi dan Aku sudah muak dengan istri suamimu! Aku akan menyingkirkannya apapun caranya!" Aku bisa mendengar samar-samar suara dari speaker ponsel Mariana. "Pa, aku mohon pada Papa, tolong berhentilah ikut campur ini adalah masalah pribadi kami. Apa yang Papa lakukan telah menyusahkan seseorang dan membuat suasana semakin rumit.""Kalau aku menunggu tindakanmu, kau terlalu lamban, Merry""Tapi Papa merusak segalany
Aku meluncur ke kantor seperti biasa, bekerja setengah hati dan memaksakan diri untuk tetap tersenyum di dalam rumah padahal hati ini sudah hilang setengahnya. Setelah tanda tangan persetujuan cerai, aku dilarang bertemu oleh ayah mertua dengan Iriana.Seorang stafnya diutus untuk mengikutiku agar melaporkan setiap kegiatanku. Papa minta aku untuk fokus berbisnis alih alih memperjuangkan cinta yang sudah tak mungkin lagi untuk dijangkau. Sekalipun aku di kantor, tapi pikiranku tak bisa fokus, bayangan Iriana dan anak-anak berputar di kepalaku dan mengganggu konsentrasi. Aku ingin menjumpainya tapi langkah kakiku terbatas, seakan aku dipasung oleh rantai yang ketat."Tuhan, ya Tuhan...." Aku hanya bisa mendesah seperti itu. "Pak, sudah membaca semua poin persetujuan cerai sebelum anda menandatanganinya?" Tanya asistenku yang mendekat zaat melihatku begitu resah dan tidak fokus pada pekerjaan sendiri. "Aku tidak membacanya. Aku pikir itu hanya persetujuan cerai biasa tanpa gugatan d
Jejak kemarahan masih terasa berdenyut di hatiku, Aku kaget sekaligus kagum sendiri atas tindakanku barusan. Bersama kendaraan ini, aku meluncur sambil mengingat kembali apa yang telah kulakukan dan kata-kata apa yang telah kulontarkan kepada ayah mertua. Jujur aku puas setelah bertahun-tahun selalu mengalah dan tidak pernah melawan kehendaknya. Sebenarnya aku tidak ingin bersikap jahat, tapi tindakannya pada keluargaku tidak bisa diterima, aku kecewa dan tidak bisa membendung kemarahanku lagi. Kurang ponsel dari dalam saku, lalu menghubungi Mariana dan minta izin padanya bahwa malam ini aku tidak pulang. Aku ingin pulang ke rumah Iriana tapi aku belum ingin memberitahunya bahwa keputusanku adalah kembali pada istri dan anak-anakku di Saint Maria. "Aku ada urusan penting jadi aku akan bermalam di hotel.""Tapi kenapa.""Pikiranku sedang rumit dan aku butuh waktu untuk memikirkan semua ini! Aku juga harus mengambil keputusan tentang pekerjaanku.""Semuanya baik-baik saja.""Tidak ba
Pagi terasa begitu indah dengan tubuh dan aroma Iriana di dalam pelukanku. Aku bergelayut manja seperti anak kecil dipelukan ternyaman, andai tidak memikirkan tanggung jawabku di kantor, mungkin aku ingin memeluknya sepanjang hari, tidur di ranjang yang hangat ini dan memadu asmara dengannya. "Kau cantik." Sekali lagi aku menyentuh bibirnya, rambutnya yang terurai serta wajahnya yang polos tanpa make up membuatnya terlihat semakin cantik. "Jangan terlalu memuji karena aku bisa malu dan canggung.""Kenapa harus canggung pada suami sendiri," balasku sambil tertawa. Aku bangkit lalu menuju kamar mandi, mandi dan bersiap berangkat ke kantorku. *"Ayah ganteng sekali pagi ini, aku yakin ayah dan bunda bahagia sekali," ucap anakku saat aku bergabung bersama mereka di meja makan, mereka sudah cukup dewasa untuk mengerti apa saja yang dilakukan boleh sepasang suami istri yang setelah lama tak berjumpa. "Ya Alhamdulillah.""Cieeee, ada yang tidur berdua." Lita menggoda ibunya yang baru ke
"Kurasa aku mulai takut Mas, kemarahannya benar-benar mengerikan. Aku ingin mengajaknya bicara baik-baik tapi, dia tidak mau mendengarnya." Mas Arham memberiku segelas air dan mengajakku duduk setelah kemarahan Mariana tadi. Kayla masih mengepel lantai dan membuang sisa pecahan kaca sementara pengunjung telah lengang di cafe kami. "Kau harus tenangkan dirimu," balas suamiku sambil menggenggam tangan ini. "Jika terus terjadi seperti ini maka aku akan malu, pelangganpun akan lari ke toko lain, Mas.""Aku akan bicarakan ini pada, Merry.""Aku yakin pembicaraan kalian tidak sampai pada diskusi yang pas, sehingga dia melampiaskannya padaku.""Abaikan dia! Ada aku suamimu untuk membelamu, jadi kau jangan risau lagi." "Makasih ya Mas, kau pun telah melakukan pengorbanan yang besar untuk kembali pada kami. Kau tinggalkan hidupmu yang nyaman demi kami," desahku perlahan, rasanya ingin kukembalikan dia pada kehidupannya yang kemarin, tapi nasi sudah menjadi bubur, dia sudah pulang ke kami
Tengah malam aku terbangun merasakan hangat tangan mas Arham di sekitar tubuhku, pelukannya seperti membawaku pada masa lalu yang penuh kebahagiaan. Aku belikan badan dan menatap wajah Mas Arham yang tenang, matanya tertutup rapat sedang tarik nafasnya terdengar teratur. Aku mengelus pipinya dengan lembut dan merasakan kehangatan kulitnya. "Ya Tuhan, dia benar-benar ada di hadapanku. Dia bukan lagi ada di mimpi atau ilusi, dia benar-benar kembali."Aku tersenyum sendiri sambil mensyukuri betapa Tuhan membolak-balikkan keadaan dan hati secepat itu. Kemarin dia masih berada di kota yang jauh denganku dan menikmati kehidupan yang mewah, dia punya istri yang cantik dengan penampilan paripurna juga posisi dan jabatannya juga diinginkan oleh semua orang, tapi ia meninggalkan semua itu demi kembali padaku dan menepati janjinya. Ketika dia serius atas kata-katanya, maka aku yakin dia masih mencintaiku dengan cinta yang tulus. *Toko roti selalu buka sebelum jam 08.00 pagi, oven selalu meny
Suasana kelabu tiba-tiba menghinggapi toko kueku, beberapa saat yang lalu aku masih sibuk melayani pelanggan dan membersihkan meja-meja yang telah mereka tinggalkan. Alunan musik terdengar lembut dan celotehan Kayla yang penuh keceriaan membuatku selalu tersenyum. Tapi sekarang... Suasananya tiba-tiba berubah menyedihkan. "Dua belas tahun, ya, kita sudah menikah selama itu. 12 tahun aku mencintaimu dengan tulus dan percaya bahwa hanya kau satu-satunya yang akan mendampingiku sampai tua nanti. Aku tak pernah tahu bahwa ada Mbak iriana di dalam hatimu dan dia memenangkan tahta tertinggi. Kupikir kau sudah lupa segalanya tapi...." Wanita itu menggeleng lemah sambil menghalau air mata yang meluncur di pipinya. Stafnya yang berdiri tak jauh, tak berani mendekat sedikitpun walau sekedar menawarkan tisu."Aku tahu kau hanya manusia biasa yang jiwanya masih terikat dengan perasaan dan kejadian masa lalu, tapi aku tak pernah menyerah mencintaimu. Sekalipun kau kehilangan jati diri dan ingata
Udara siang begitu terik sesaat sebelum hujan, debu-debu yang mengendap udara seakan menyesakkan dada. Saat aku dan Mas Arham duduk berhadapan sambil menunggu anak-anak kami pulang dari sekolah lelaki itu kembali bertanya padaku "Kau yakin tentang keputusanmu?""Aku bisa apa Mas, inilah cara terbaik untuk kita. Aku hanya berharap semoga Mariana bisa tenang dan tidak ada permusuhan lagi diantara aku dan dia.""Jujur saja... sampai saat ini aku masih bingung menempatkan diriku di antara kalian berdua. Semoga aku bisa belajar jadi suami yang baik dan memuaskan hati semua orang.""Mas... Dengan membuktikan bahwa kau pulang padaku aku percaya bahwa kau sangat mencintai kami. Bagilah hati dan pengabdianmu pada dua orang istri dengan ikhlas, Jangan pernah berbohong atau bermain api dengan perasaan, cobalah untuk memberikan yang terbaik," ucapku sambil menggenggam tangannya."Bila demikian adanya, apa kamu izinkan aku pulang ke rumah mariana?" "Iya, pulanglah, Adelia dan Cassandra juga menu
Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da
Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah
Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura
Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me
Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar
Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s