Suasana kelabu tiba-tiba menghinggapi toko kueku, beberapa saat yang lalu aku masih sibuk melayani pelanggan dan membersihkan meja-meja yang telah mereka tinggalkan. Alunan musik terdengar lembut dan celotehan Kayla yang penuh keceriaan membuatku selalu tersenyum. Tapi sekarang... Suasananya tiba-tiba berubah menyedihkan. "Dua belas tahun, ya, kita sudah menikah selama itu. 12 tahun aku mencintaimu dengan tulus dan percaya bahwa hanya kau satu-satunya yang akan mendampingiku sampai tua nanti. Aku tak pernah tahu bahwa ada Mbak iriana di dalam hatimu dan dia memenangkan tahta tertinggi. Kupikir kau sudah lupa segalanya tapi...." Wanita itu menggeleng lemah sambil menghalau air mata yang meluncur di pipinya. Stafnya yang berdiri tak jauh, tak berani mendekat sedikitpun walau sekedar menawarkan tisu."Aku tahu kau hanya manusia biasa yang jiwanya masih terikat dengan perasaan dan kejadian masa lalu, tapi aku tak pernah menyerah mencintaimu. Sekalipun kau kehilangan jati diri dan ingata
Udara siang begitu terik sesaat sebelum hujan, debu-debu yang mengendap udara seakan menyesakkan dada. Saat aku dan Mas Arham duduk berhadapan sambil menunggu anak-anak kami pulang dari sekolah lelaki itu kembali bertanya padaku "Kau yakin tentang keputusanmu?""Aku bisa apa Mas, inilah cara terbaik untuk kita. Aku hanya berharap semoga Mariana bisa tenang dan tidak ada permusuhan lagi diantara aku dan dia.""Jujur saja... sampai saat ini aku masih bingung menempatkan diriku di antara kalian berdua. Semoga aku bisa belajar jadi suami yang baik dan memuaskan hati semua orang.""Mas... Dengan membuktikan bahwa kau pulang padaku aku percaya bahwa kau sangat mencintai kami. Bagilah hati dan pengabdianmu pada dua orang istri dengan ikhlas, Jangan pernah berbohong atau bermain api dengan perasaan, cobalah untuk memberikan yang terbaik," ucapku sambil menggenggam tangannya."Bila demikian adanya, apa kamu izinkan aku pulang ke rumah mariana?" "Iya, pulanglah, Adelia dan Cassandra juga menu
"Apa kau masih berniat untuk membeliku? Setelah begitu banyak kesempatan yang kuberikan, apakah kau masih ingin menebus harga diriku dengan uangmu?" Mariana terdiam sejenak lalu menjawab dengan nada tenang, "Aku tidak bermaksud menghinamu. Aku hanya ingin memastikan bahwa anak-anak kita mendapatkan masa depan terbaik Mba. Pun, aku tetap ingin membantumu sejak awal.""Aku tahu dan aku menghargai niatmu, tapi, ini sungguh mengejutkan dan aku tidak mau terburu-buru. Baru kemarin Mas Arham pulang ke rumah dan kita masih punya banyak waktu untuk memberikan kompromi yang adil untuk hubungan dan keluarga kita.""Apa Mbak tidak sadar kalau aku juga sedang berkompromi denganmu? kemampuan apa lagi yang bisa kutawarkan selain memberimu kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya."wanita itu mencoba menjelaskan padaku dengan suara yang tenang. Ya, dia mungkin benar, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menawarkan sejumlah uang dan kehidupan nyaman sebagai kompensasi bahwa aku mau membagi perasaa
"Pokoknya tenang saja nanti aku akan memasukkanmu ke daftar dewan direksi dan memastikan bahwa pendapatmu didengarkan. Aku sungguh berkomitmen tentang itu.""Tapi aku hanya penjual kue, tidak perlu sejauh," balasku menggeleng. Wanita itu tertawa berderai menunjukkan giginya yang rapi dan garis wajah yang perawatannya sangat mahal. "Kamu tidak akan berdiri sendiri Mbak, ada beberapa profesional yang akan membantumu.""Aku tidak yakin.""Aku sudah memiliki rencana yang matang tentang semua ini, Mbak tinggal tanda tangan dan aku akan menyusun legalitasnya bersama kuasa hukumku. Mba tanda tangan aja.""Nanti saja ya, aku akan berdiskusi dengan Mas Arham, aku tidak bisa mengambil keputusan ini sendirian tanpa masukkan dari suami." "Dia pasti mendukungmu," jawab wanita itu sambil tertawa, dia mendesak kau Dan mengangsurkan kertas itu agar aku menyetujuinya. Tapi aku tidak semudah itu main tanda tangan, karena aku masih trauma tentang surat kesepakatan yang dirancangnya untuk memisahkank
(Aku akan pulang padamu malam ini, jadi kau akan masak sesuatu 'kan?) itulah adalah pesan suamiku yang sesaat kudapatkan setelah tiba di rumah. (Iya tentu saja.)(Sampai nanti sayang. Aku rindu kau, juga suasana nyaman di kamar kita.) Aku membacanya tanpa menjawab. Sambil menarik nafas dalam, aku hanya mendesah, bisa-bisanya dia memikirkan tentang suasana kamar dan romantisan sementara hubungan baru diantara kami baru saja mau dimulai. Entah tantangan dan konflik apa yang akan menunggu... sampai saat ini aku masih berdebar tentang itu. Senja begitu indah langit kota, matahari perlahan kembali ke ufuk barat diiringi lantunan adzan yang berkumandang, cahayanya memudar seakan tertelan di balik lautan yang membentang. Kutunggu Mas Arham kembali, lelaki itu belum juga datang. Ayam bakar dan tumis kangkung kesukaannya sudah terhidang di meja tapi pria itu belum tampak batang hidungnya. Mau tak mau, aku terpaksa menelpon untuk memastikan kedatangannya. "Halo.""Iya sayang.""Jadi pulan
Dua jam lelakiku pergi, dia pergi untuk menjemput istri keduanya yang sedang terjebak di jalan tol dalam keadaan mobil mogok. Aku tak tahu persisnya apa yang terjadi, tapi aku bisa merasakan ketakutan Mariana jika dia memang benar-benar sendirian. Berapa menit kemudian, mobil suamiku terdengar datang, dia memarkirkannya di depan rumah lalu membuka pintu pagar. Saat Mas Arham membuka pintu kamar dengan hati-hati, matanya mulai mencari sosokku di dalam keremangan. Suasana hening, hanya deru AC yang terdengar. Aku duduk menyandar di ranjang dengan punggung tegak dan mata yang menatap lurus ke arahnya, sementara ia kikuk saat kami bertemu pandang. Lelaki itu tak mengatakan apapun, seakan ada ketegangan yang tak terucap. "Bunda, kamu belum tidur?" Mas Arham mendekat pelan. Saat dia tiba di sisi pembaringan, lelaki itu duduk di dekatku sambil menghela nafasnya. "Apa Mas sudah mengantarnya?""Iya, saat aku tiba di sana suasananya sangat sepi dan gelap, Mariana sangat cemas dan gemetar. I
Jarum jam menunjukkan pukul 10.00 pagi, mentari yang baru saja mencapai puncaknya memancarkan sinar yang hangat. Aku tidak begitu sibuk di cafe saat Mas Arham datang dan seperti biasa, kehadirannya selalu membawa aroma parfum serta pelukan yang menenangkan."Bagaimana hari ini?""Hariku selalu bagus bila itu dimulai denganmu," jawabku sembari tertawa. "Mau minum kopi?""Aku hanya mampir, tadinya ingin makan siang denganmu tapi tiba-tiba Mariana menelpon karena kami harus menyambut kedatangan klien baru. Ada investor yang akan menanamkan modal di pusat perbelanjaan milik Mariana.""Itu bagus Mas, aku harap semuanya lancar.""Mariana tetap ingin toko kue ini jadi brand ambassador, dan outlet utama di epicentrum kami. Apa kau tetap menolaknya?""Itu peluang yang bagus tapi aku tidak ingin bermitra bisnis dengannya.""Bagaimana dengan saham?""Itu pemberian yang dia berikan sukarela. Aku tidak akan menolak rezeki karena aku sudah terlalu banyak menolak.""Kau sadar bahwa itu bentuk negos
Wanita itu tertegun dari seberang sana, aku bisa mendengar tarikan nafas halusnya berubah semakin memburu, ritmenya cepat dan mungkin dadanya berdegup kencang. Aku hanya tersenyum menikmati situasi ini, sebenarnya aku tidak ingin jahat tapi belakangan Mariana mulai menunjukkan kecurangannya dalam kesepakatan poligami kami. Setiap istri mendapatkan jatah 3 hari dalam seminggu, semalam denganku semalam dengannya. Uang belanja dan waktu akan kami dapatkan dengan adil. Belakangan dia ingin membeli kesepakatanku, harga diri dan persetujuanku dengan uang. Aku mulai memahami bahwa komedi yang tercipta dalam hubungan kami mulai tidak menghiburkan. Suasana dan tekanan semakin berat setiap harinya, jadi aku memutuskan untuk membuat sebuah keputusan.Akan kudapatkan uangnya, akan kudapatkan kesepakatan yang bagus, serta kudapatkan suamiku kembali. Ya, suamiku, dalam arti untuk diriku sendiri! Kalau orang-orang tercengang karena aku tak sebaik yang mereka pikirkan, itu tidak masalah. Aku sudah b
Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da
Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah
Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura
Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me
Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar
Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s