Share

Bab 236

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Oh, jadi ini yang namanya Mbak Cahaya? Cantik gini ... pantesan!”

Hanya sapaan sederhana, bahkan disertai senyuman ramah padaku. Tapi, kata-kata sederhana ini punya makna yang dalam bagiku. Apalagi aku menangkap tatapan mata Mas Adam padaku. Ternyata, tak semudah itu memperkenalkan status baruku pada dunia. Semua masih terasa canggung dan juga menimbulkan rasa gugup.

Aku meminta izin pada Ivan untuk mencari toilet saat dia sedang berbincang berdua dengan pelatihnya. Kurasa dia sedang menjelaskan hubungan yang rumit untuk dijelaskan ini karena kulihat si pelatih sesekali menoleh padaku, lalu kemudian menatap Adam. Entah mengapa aku menangkap tatapan iba dari si pelatih bahkan dari teman-teman mereka pada mantan suamiku itu. Dan itu membuatku merasa seolah mereka semua sedang menghakimiku.

Sengaja aku berlama-lama di toilet sambil merapikan make up. Seandainya bisa, rasanya aku mau pulang saja dari tempat yang membuatku mulai merasa tak nyaman ini. Tapi aku tak mungkin meninggalkan Iva
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Jasmani Abbas
... kalau sdh tiada baru terasa, kehadiranmu sungguh berarti.......
goodnovel comment avatar
Eka Sulistiawati
preeetttt............
goodnovel comment avatar
Haruki Matsuda
setelah kehilangan...baru kau menyadari....bahwa yg selama ini kau abaikan..sangat berharga....Adam....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DOSA TERINDAH   Bab 237

    “Kebahagiaanku adalah kamu, Aya. Sayangnya aku baru menyadarinya sekarang.”“Aku tak percaya dan aku tak mau mendengar apa pun lagi. Sekali lagi permisi, aku mau lewat.”Dia menyingkir, tapi tak melepaskan tatapannya dariku. Lututku masih gemetar setelah berlalu dari pandangannya. Ternyata trauma itu masih ada saat mendapatkan tatapan mengintimidasi darinya.“Kok lama?” Ivan bertanya.“Ng- nggak apa-apa,” jawabku. Keningnya bertaut, kurasa dia melihat kegugupanku.“Mau pulang?” tanyanya.“Tapi ... kamu masih ... kalian masih ....”Ah, aku bingung harus berkata apa. Namun telapak tangan hangat dan lebar itu membuatku merasa nyaman saat ia menggenggam tanganku.“Kita pulang sekarang. Kelihatannya kamu tak nyaman berada di sini.”Aku mengangguk. Dia terus menggenggam tanganku, lalu berpamitan pada teman-temannya, termasuk pada Mas Adam.🍁🍁🍁Ivan mengajakku ke hotel yang bagian rooftopnya dijadikan restoran. Kami berdua memang belum sempat manikmati hidangan di acara resepsi tadi karen

  • DOSA TERINDAH   Bab 238

    Pagi ini Ivan kembali mengantarku ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantornya. Berkali-kali pria itu meminta maaf karena belum bisa mengajakku ke dealer mobil karena kesibukannya. Padahal aku pun sudah bilang berkali-kali bahwa aku belum terlalu memerlukan mobil karena aktivitasku juga tidaklah padat.“Titip salam buat ibu, ya. Maaf nggak bisa nemanin masuk, aku ada meeting pagi ini.”“Iya, nanti di sampaikan.”Kuraih punggung tangannya dan menciumnya, dia membalas dengan mencium keningku.“Hati-hati, ya, Sayang. Semoga semua kerjaannya hari ini lancar,” ucapku lagi.Dia tersenyum.“Dari dulu aku selalu mendambakan ini, Aya. Didoakan oleh istri saat akan bekerja, itu rasanya sangat menyenangkan dan pastinya akan lebih berkah. Terima kasih sudah mendoakan suamimu.”“Doanya nggak gratis kok. Nanti dibayar pakai jatah bulanan ya. Maklum istrimu ini pengangguran sekarang.” Aku menggodanya.“Pasti dong, Sayang. Sekarang malah makin semangat kerja untuk kamu dan anak-anak kita nanti.”Aku

  • DOSA TERINDAH   Bab 239

    “Kok nangis lagi, Nak. Kan suamimu ada di sini?”Aku terkejut, kemudian terdiam sesaat. Lalu saat menyadari apa maksud ibu, aku kembali meraung dan memeluk wanita yang begitu kuhormati itu. Namun rupanya bukan hanya aku yang kini menyadari apa yang sedang terjadi, karena kini, telapak tangan lebar yang sudah sangat kukenal itu melingkari bahuku, mendekapku yang sedang menangis dan mengadu pada ibu.Ibu merestui kami.“Ibu sudah dengar dari adikmu, Nak. Maafkan ibu ....”“Nggak, Bu. Jangan meminta maaf pada Aya, Ibu tidak punya salah pada Aya. Harusnya Aya yang minta maaf. Aya ....”Suaraku tertahan oleh tangis.“Ibu tau kamu bahagia dengannya, Nak. Maafkan ibu yang selama ini menutup mata.”Aku tak sanggup berkata apa-apa lagi, tapi kini suara yang selalu sangat menyenangkan itulah yang terdengar.“Bu, terima kasih sudah memberi restu. Saya berjanji tidak akan menyia-nyiakan restu ibu, saya akan menjaga dan mencintai Aya sepenuh hati, sepanjang hidup saya. Maafkan jika kami memulai in

  • DOSA TERINDAH   Bab 240

    Beruntung Ivan bisa menjelaskan dan meyakinkan ibu bahwa Candra memang layak berada di sana, terlepas itu atas bantuannya pada awalnya. Meski aku tau, pria itu sedikit melebih-lebihkan kemampuan Candra, namun aku menangkap niat baik dari alasan yang diberikannya pada ibuku. Dia ingin ibu bangga pada anak-anaknya. Maka kutatap mata pria bergelar suamiku itu dengan tatapan takjub. Dia benar-benar peduli pada orang-orang di sekitarku, terutama keluargaku. Ivan bukan memberi materi langsung seperti yang dulu dilakukan Mas Adam, tapi dia membuka jalan dan menunjukkan arah yang terbaik.Dia membuka jalan bagi Candra, yang kemudian mengeluarkan kemampuannya di sana sesuai dengan bidangnya. Lalu melambungkannya di depan ibuku, agar ibuku bangga pada anak lelakinya. Sedangkan aku makin bangga padanya. Pria itu menaikkan alisnya ketika menyadari aku masih memandanginya.“Ya sudah. Ibu tidak akan banyak ikut campur lagi. Kalian semua sudah dewasa, pasti sudah tau yang mana yang baik dan yang bur

  • DOSA TERINDAH   Bab 241

    Meski awalnya menolak, namun ibuku akhirnya setuju ikut bersamaku tinggal di rumah Ivan. Kondisi kedua adik perempuanku yang sehari-harinya disibukkan dengan kegiatan kampus, serta Candra yang masih harus membagi waktunya antara kuliah dan kerja membuat ketiganya tak bisa menemani ibu sepanjang hari. Apalagi, ibu sehari-harinya masih memakai kursi roda.Lisa, gadis perawat ibu pun tetap diperpanjang kontraknya. Setiap pagi dia datang ke rumah, membantuku merawat ibu bahkan ikut membantu Bik Jum mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya lalu pulang di waktu sore.Aku pernah meminta izin pada Ivan agar Lisa ikut menginap di rumah saja, tapi di luar dugaanku pria itu justru menolak dengan tegas.“Nggak baik kalau Lisa menginap, Sayang. Sudah bagus seperti ini saja, dia datang pagi melakukan pekerjaannya lalu pulang sore. Kalau kamu mau mencari ART yang menginap, kamu boleh mencarinya di yayasan penyalur ART.”“Kenapa nggak boleh?” tanyaku.“Lisa itu hampir seumuran kamu, Sayang. Hanya beb

  • DOSA TERINDAH   Bab 242

    “Gini cocok, nggak?” tanyaku. Ajakannya untuk ikut ke kantornya hari ini membuatku kebingungan memilih pakaian.Dia hanya mengangguk, sambil memperhatikan penampilanku dengan dress selutut berwarna cokelat muda.“Tapi rambutnya diurai,” katanya sambil menarik ikatan rambutku.“Yang ini hanya untukku.” Dia menciumi leherku.“Tiara adain acara kecil-kecilan untuk penyambutan. Nanti bicara sepatah dua patah kata. Bisa, kan? Hanya memperkenalkan diri sebagai istriku,” ucapnya saat kami sudah berada di dalam mobilnya.“Harus, ya? Kalau aku gugup gimana?”Dia menoleh sesaat sebelum menyalakan mesin mobilnya.“Kamu Cahaya Kirana, Sayang. Mantan aktivis kampus yang lincah dan cerdas dalam berorganisasi. Kalau hanya untuk kata sambutan singkat kamu pasti bisa. Apalagi kamu istriku, Sayang, nantinya akan selalu tampil di depan umum bersamaku.” Dia mengelus pipiku.“Bangkitkan kembali dirimu yang dulu, aku suka Cahaya yang dulu. Sudah terlalu lama kamu tenggelam dan bersembunyi dibalik ketidakbe

  • DOSA TERINDAH   Bab 243

    Ruangan Ivan terletak di lantai lima gedung kantornya, dan pria itu kembali menggandeng tanganku dengan wajah datarnya masuk ke dalam lift setelah berpamitan pada seluruh karyawannya. Senyumku tak dapat kutahan ketika kami berdua sudah berada di dalam lift. Dia menaikkan alisnya melihatku tersenyum.“Kamu lucu,” ucapku. Alisnya makin bertaut.“Aku belum pernah melihat ekspresimu seperti tadi, dan itu lucu.”Dia tersenyum, kuarasa mengerti apa yang kumaksud. “Aku hanya menyesuaikan tempat, Sayang.”“Kalau di depanku kenapa wibawa tegasnya tadi hilang? Malah pasang wajah bucin gini.” Aku menggodanya, tanganku mengusap rahangnya.“Jangan cari masalah, Aya. Kamu mau tanggung jawab kalau ada yang bangun?”Dia menjauh, berdiri di sudut lift. Aku tertawa nyaring, tapi tak menyurutkan keisenganku. Kuhampiri pria itu dan berdiri tepat di depannya, melengket erat padanya.“Aya! Minggir!! Bisa kacau jadwalku hari ini kalau kamu seperti ini!”Wajahnya memerah, aku tau apa yang ada dalam pikiranny

  • DOSA TERINDAH   Bab 244

    “Kamu boleh mengganti pilihanmu. Aku akan mengikuti pilihanmu, oleh sebab ini aku menyuruhmu memilih.”Kali ini Ivan sudah kembali duduk di kursinya, setelah kami berdua membersihkan diri dari sisa-sisa kegiatan di sofa tadi.Kuraih map berisi berkas terakhir yang kupilih tadi lalu membukanya. Mataku menyipit memperhatikan foto berukukan 4 x 6 yang terlampir di sana. Seorang wanita cantik yang mengenakan jilbab berwarna pink dengan senyuman yang lumayan menarik menurutku.“Farida Lestari,” gumamku.Kutarik napas dalam-dalam sambil membuka-buka kembali berkas yang sebenarnya sudah kubaca tadi. Usianya setahun di bawahku. Seorang ibu dengan dua orang anak berusia 6 tahun dan 3 tahun. Lulusan terbaik dari sebuah universitas favorit. Dan dia melamar pekerjaan ini karena saat ini suaminya sedang terbaring sakit sehingga tak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, itu menurut hasil wawancaranya dengan Bu Laila.“Namanya Tari.” Ivan menatap lurus padaku.“Hingga saat wawancara terakhir

Bab terbaru

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status