Share

Bab 124

Author: Aina D
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Baiklah, Bu. Aya akan pulang nanti, setidaknya sampai ada yang menemani ibu di rumah.”

Tak ada lagi pembicaraan setelahnya, kubiarkan ibu beristirahat di kamar sementara aku menyusun obat-obatan sesuai dengan resep yang diberikan dokter. Aku masih memilah-milah obat-obatan ibu agar untuk memudahkan ibu atau adik-adikku merawat ibu ketika ponselku berdering.

[Bilangin Candra kalau berkendara jangan ngebut seperti tadi. Apalagi bawa orang sakit dan juga wanita hamil.]

Pesan dari IN.

Ini adalah pesan pertama yang dikirimnya setelah pertemuan terakhir kami di parkiran rumah sakit malam itu. Candra memang sedikit mengebut tadi karena mengejar jadwal kuliahnya, tapi dari mana Ivan tau?

[Kamu tau dari mana Candra ngebut?] balasku.

[Aku akan selalu menjagamu dari jauh.]

Aku tak lagi membalasnya, semata hanya karena tak ingin kembali membuka komunikasi dengannya padahal kami sudah sepakat untuk saling menjauh sementara waktu. Tapi isi pesannya tadi membuat hatiku berbunga-bunga.

Aku akan sela
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • DOSA TERINDAH   Bab 125

    “Dengan Mbak Cahaya?”Aku mengangguk.“Ini ada paket buat Mbak.”Aku menautkan alis, karena tak merasa memesan sesuatu. Paket apa? Dari siapa?Aku urung bertanya setelah si kurir menjelaskan siapa pengirimnya.“Dari IN,” kata si kurir.[Kenapa ngirim makanan?]Aku memilih mengirim pesan saat membuka isi paket yang ternyata makanan dari sebuah restoran terkenal, dengan menu lengkap dan porsi yang banyak, bahkan mungkin porsi doubel. Namun, ternyata pesanku tak langsung terbaca olehnya.Rasa lapar dan aroma sedap dari makanan yang di hadapanku membuatku memilih melahapnya. Tak seperti kemarin-kemarin, aku sangat menikmati makanan ini dan tak ada rasa mual terasa saat aku melahapnya. Makananku sudah hampir habis ketika ponselku berdering.[Semoga suka makanannya.][Makan yang banyak, ya.][Ingat, kamu sekarang nggak hanya sendiri. Tapi berdua dengan bayimu.][Sehat selalu kalian berdua.]Dia mengirim empat pesan sekaligus.[Terima kasih.]Aku membalas, tapi kali ini pesanku tak terkirim,

  • DOSA TERINDAH   Bab 126

    “Kenapa menyembunyikan dari Mama, Nak. Kenapa Aya nggak bilang kalau sedang hamil? Kenapa nggak bilang kalau Adam nggak pulang ke rumah sejak kembali dari tugasnya?”“Ma ....”Mama melepaskan pelukannya.“Aya, Mama dan Papa sudah tua, Nak. Belakangan ini Mama bahkan sudah mulai merasa lelah dengan aktifitas Mama. Mama sudah lama ingin menimang cucu.”Mama Indah menjeda kalimatnya.“Mama bahagia sekali mendengar kamu hamil, Nak. Pantas saja waktu di rumah sakit Aya pucat muntah-muntah. Bodohnya Mama tak menyadari jika di dalam perut Aya ada cucu Mama.”Lalu Mama Indah bercerita bahwa pagi tadi beliau mampir ke rumah ibuku sebelum berangkat ke kantor, dan ternyata dari ibuku lah mama mendengar kabar kehamilanku.“Tadi waktu rapat sidang mama udah nggak bisa konsen, Aya. Semua rekan pria terlihat seperti Adam dan yang wanita terlihat seperti Aya di mata Mama. Di pikiran Mama benar-benar hanya ada kalian berdua dan juga calon bayi kalian. Mama rasa kehamilanmu ini adalah jawaban dari Alla

  • DOSA TERINDAH   Bab 127

    Ini kali pertama aku menginap di rumah Mama tanpa Mas Adam. Meski sedikit canggung karena terakhir kali aku menginjak rumah ini, aku mengatakan jika ingin berpisah dengan putra mereka, namun sambutan Papa dan Mama membuatku merasa lega. Mereka berdua tak menunjukkan sikap kaku, bahkan jauh lebih ramah dari sebelumnya. Papa bahkan berkali-kali mengucapkan terima kasih, serta mengatakan tak sabar ingin menimang cucu. Lalu kemudian mereka berdua ribut soal nama dan jenis kelamin bayi.Aku tersenyum miris. Akankah kebahagiaan mereka terusik oleh keinginanku untuk berpisah? Sejujurnya aku tak tega. Papa dan Mama terlalu baik padaku, bahkan menyayangiku melebihi putra mereka sendiri. Tapi aku sudah tak sanggup bertahan, aku seolah sedang berada di puncak kesabaranku, di mana mendengar namanya saja aku sudah merasa tak nyaman.“Aya tidur di kamar Adam, ya. Kamar kalian waku pertama kali berstatus suami istri.”Entah mengapa aku merasa Mama Indah sejak tadi selalu berusaha mengingatkanku pada

  • DOSA TERINDAH   Bab 128

    “Jangan tinggalin istrimu. Ingat, Aya sedang hamil.”Mama Indah terus mewanti-wanti saat Mas Adam sudah berada di balik setir mobilnya. Aku sendiri sudah lebih dulu masuk dan duduk di kursi penumpang depan, dan dengan susah payah menahan rasa mualku. Tak ada pembicaraan sepanjang perjalanan dari rumah mama, aku pun lebih memilih menoleh ke arah kiriku, menghindari menatap pria yang bergelar suamiku itu. Karena aku benar-benar harus menahan perutku yang terus bergejolak.Pagi tadi, aku terbangun di sofa dan mendapati pria itu sudah tak ada di tempat tidur. Rupanya dia sudah lebih dulu bangun dariku. Namun yang membuatku terdiam sesaat adalah saat akan bangkit dari sofa, aku mendapati sehelai selimut yang menutupi tubuhku. Padahal, tadi malam setelah muntah-muntah, aku langsung tertidur di sofa tanpa selimut.Apa dia menyelimutiku?Saat sarapan pagi bersama merupakan saat yang sangat menyiksa bagiku. Meski Mama dan Papa terus menerus mengajakku bicara, namun pria yang duduk di sampingku

  • DOSA TERINDAH   Bab 129

    PoV AdamSetelah beberapa hari memilih tinggal di apartemen yang kusewa, malam ini papa menelepon bahkan menjemputku untuk pulang ke rumah. Entah apa yang sudah disampaikan Aya padanya sehingga papa terlihat begitu marah saat tau aku tak pulang ke rumah kami sejak kembali dari tugasku. Mungkin saja Aya sudah bicara buruk tentangku pada kedua orang tuaku. Kadang aku pun merasa aneh dengan sikap mama dan papa, mereka selalu terlihat lebih membela Cahaya daripada aku, putranya. Bahkan, saat aku mengatakan keinginan Aya untuk bercerai, aku masih mendengar mama bertanya pada Aya,“Kenapa seperti ini, Nak? Ada yang ingin Aya katakan pada Mama? Jangan menyembunyikan apa pun, Nak. Mama tau Aya bukan wanita yang bisa dengan mudah terlibat hubungan seperti itu. Apa Adam berbohong? Apa Adam menekanmu, Nak?”Pertanyaan mama waktu itu pasti membuat Aya merasa di atas angin. Mama bahkan membawa-bawa nama Nindya, padahal niat Aya untuk bercerai muncul karena hubungan terlarangnya dengan Ivan. Sungg

  • DOSA TERINDAH   Bab 130

    Kulihat sosoknya tengah terlelap di kamarku ketika aku membuka pintu. Wajahnya terlihat sangat lelah, sudut-sudut matanya bahkan masih basah. Mungkin dia baru saja menangis sebelum tidur, bahkan mungkin menangis dalam tidurnya.Sejujurnya kadang rasa iba menghampiri jika melihatnya seperti ini, tapi jika mengingat pengkhianatannya padaku, dadaku akan kembali bergemuruh oleh amarah. Saat terakhir kali tidur bersamanya, aku bahkan memperlakukannya dengan sangat kasar tak seperti biasanya. Bukan tanpa sebab, aku selalu membayangkan Ivan melakukan hal yang sama terhadap wanita itu. Dan sisi kelelakianku tak terima ada orang lain yang menjamah apa yang jadi milikku. Maka malam itu, kugauli Aya dengan beringas, dan meninggalkan jejak di setiap jengkal tubuhnya. Kuharap dengan begitu, Ivan tau jika aku sedang menabuhkan genderang perang padanya. Karena aku yakin dia pasti akan melihat jejak yang ku buat itu, paling tidak yang tergambar jelas di sekeliling leher Aya.Aya menggeliat saat aku m

  • DOSA TERINDAH   Bab 131

    Darahku mendidih jika mengingat itu semua. Ivan memindahkan kamar Aya? Untuk apa? Alasan yang sangat klise jika ia beralasan karena kasihan. Kecuali jika memang dia kasihan lalu kemudian menawarkan kehangatan ranjang pada istriku. Sungguh mereka berdua membuat otakku hampir meledak karena panas dan ... cemburu.Ya, aku akui. Ada rasa cemburu yang hadir saat aku membayangkan bagaimana mereka bersama, apa yang mereka lakukan saat berdua. Rasa itulah yang kemudian membuatku memperlakukan Aya secara brutal. Aku ingin menghapus jejak-jejak Ivan pada tubuhnya. Tapi kehamilan Aya saat ini membuatku kembali meradang, mungkin Ivan sudah sejauh itu menggarap lahanku.Aku pura-pura memejamkan mata ketika Aya terbangun, kurasa dia terkejut melihatku karena pergerakannya berhenti sesaat, sebelum kemudian kulihat dia berlari ke arah toilet lalu terdengar suara khas orang yang sedang muntah di dalam sana.Sepertinya Aya sedang mengalami morning sick seperti lazimnya dialami oleh wanita hamil.Kubuka

  • DOSA TERINDAH   Bab 132

    Hari ini memang bukan hari libur, menurut jadwal yang dikirim sekertarisku tadi, siang ini aku ada jadwal meeting di salah satu perusahaan alat berat rekanan kami. Namun itu masih beberapa jam lagi. Aku merasa mengendarai mobilku tanpa arah hingga akhirnya aku tiba di parkiran apartemen Nindya. Aku memang menyewa salah satu unit di lantai 9 apartemen ini berkat rekomendasi dari Nindya, tapi kurasa aku memarkirkan kendaraanku di sini bukan karena ingin ke apartemen yang kusewa.Maka, langkah kakiku mengarah ke lantai 5 di mana unit Nindya berada. Gadis yang masih memakai pakaian rumahan itu terkejut saat melihatku berdiri di depan pintunya.“P-Pak Adam? Kenapa ada di sini?” Dia berusaha menahan pintu agar tak terbuka penuh.“Aku baru dari rumah orang tuaku, Nin. Tadinya mau ke atas, tapi ternyata aku lupa kuncinya.” Aku beralasan.“Oh, sebentar biar aku telepon pengelola ya. Siapa tau mereka punya kunci cadangan.”“Nggak usah, Nin. Ngerepotin aja, aku cuma mau ke toilet sebentar kok. B

Latest chapter

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status