Praaakk!Pintu terbuka dan salah satu engselnya sampai copot. Pak RT dan pria pendobrak pintu masuk bersama kedua polisi. Seketika dua orang keamanan desa cekatan menghalangi akses masuk demi keamanan.Warga yang kecewa tidak bisa ikut masuk dengan terpaksa berdiri di halaman rumah dengan suara hirup pikuk. "Gak seru! Gak bisa jadi saksi!"teriak warga yang kecewa.R"Betul! Harusnya ada saksi dari kita buat laporan polisi!"teriak yang lain.Saat mereka telah berada dalam ruang tamu, tidak ada apa pun yang mencurigakan. Bahkan suara dering telepon yang sedari tadi menarik perhatian para warga, tidak terdengar lagi. Sunyi dan senyap.Pak Atmo yang masih duduk dalam mobil, akhirnya merasa pusing juga terhadap kelakuan putrinya. Nikita telah menargetkan darah Adit sebagai stok energi. Namun, dirinya tidak mau membawa pergi pria tersebut. Pak Atmo pun segera memutar otak untuk menyembunyikan si target.Pria tua ini berniat memohon bantuan kepada penguasa Bukit Bajul untuk memberikan selubu
Nikita ingin pulang ke desa dan berkumpul lagi dengan bapaknya. Dia tidak mau jadi bulan-bulanan Pak Kades buat memuaskan nafsu binatang pria tersebut dan juga para pria hidung belang. Dia ingin kerja di desa dengan hati tenang, apalagi dalam perutnya telah berdiam calon bayi.Yang dia tidak tahu pasti adalah benih yang ditanam oleh Pak Kades atau pria yang telah berhasil merenggut mahkotanya sebelum sampai ke rumah besar. Nikita hanya tidak mau berbuat dosa dengan menggugurkan kandungannya. Dia akan pelihara janin tanpa bapak.Namun malapetaka datang. Dia telah dilecehkan Salim di warung tak bertuan tak jauh dari rumah besar. Pria itu pun menyerahkan Nikita kembali ke Eko setelah perbuatan kejinya.Akhirnya, Nikita tidak jadi pulang kampung dan Salim dapat bonus karena telah menggagalkan pelarian si primadona dari Pak Kades. Setelah itu, pria ini tidak pernah menampakkan mukanya kembali.Sekarang wanita yang pernah dilecehkan telah datang dalam penampilan mengerikan. Namun sampai har
"Meski kau telah jahat padaku, tapi aku tak ingin meninggalkanmu, Salim. Yang pasti jika kau bersamaku, maka kematianmu gak akan terlampau menyakitkan."Salim tidak bisa mengontrol tubuh lagi. Keringat dingin mengucur deras dari dahi, dan leher. Sekujur tubuh gemetar semakin kencang."Aku hanya ingin mendampingimu saat menemui ajal. Itu adalah sebuah kehormatan bagiku," bisik Nikita ke telinga Salim."To-Tolong am-puni aku!"pinta Salim dengan air mata bercucuran."Hi hi hi hi!" Tawa melengking panjang tersebut bergema hingga ke tebing yang mengelilingi gudang tua.Salim berdiri dengan kedua kaki gemetar. Pria ini merasa takut dan ngeri dengan pandangan menunduk. Di sekelilingnya tulang belulang berserakan bahkan ada sebagian masuk terbungkus dengan kain belepotan darah kering. Tempat ini bagai pemakaman massal tanpa kuburan.Pria ini diserang ketakutan dan ingin berteriak meminta tolong. Namun kedua mulut terkatup rapat. Dia ingin meminta tolong kepada, tetapi sudah lama pria tersebut
"Mas punya saudara di sini?""Enggak. Saya juga bingung. Tiba-tiba saja bisa berada dalam gudang.""Asal Mas dari mana?""Kota Baru. Oh, ya, apa ada halte di dekat sini?"tanya Salim yang seketika punya ide ingin buru-buru pulang. Dia tidak ingin bertemu dengan Nikita yang seram. Dia tidak mau mati perlahan-lahan didampingi makhluk mengerikan itu. Pikirannya kembali tertuju kepada ucapan Nikita tadi."Ada halte, tapi jauh. Kalau mau ke sana harus naik angkutan atau ngojek,"balas pencari rumput. "Nanti saya antar ke sana, Mas."Salim meraba-raba saku celana dan dirinya baru sadar bahwa tidak membawa dompet. Sementara ponsel yang dipegangnya tadi, entah jatuh ke mana. Dia tampak kebingungan lalu berkata,"Tapi, saya gak ada uang.""Saya paham. Mas ke sini dengan cara ghaib, sudah pasti tanpa persiapan. Saya antar sampe rumah. Boleh, kan?"Salim yang mendapatkan tawaran baik tersebut langsung semringah wajahnya. "Tentu saja boleh. Saya banyak berutang budi sama Mas siapa?"tanya Salim sambi
Faisal berbicara terhadap Salim karena dia yakin bahwa pria tersebut masih bisa mendengar omongannya. Kuasa Allah yang telah membuat tubuhnya tak sadar agar tidak terlampau kesakitan. Faisal membaca doa lalu meniup ke arah urat nadi pada pergelangan tangan Salim."Hanya Allah yang berhak memberi kehidupan dan kematian semua makhluk selama tidak syirik," ucap Faisal lalu mengusap kedua mata Salim. "Bangun, Mas! Sudah saatnya kita ke kota."Salim mengerjap-ngerjapkan mata lalu memandang Faisal yang sedang tersenyum padanya. Kedua mata Salim memindai sekeliling. Meskipun dirinya masih bingung, tetapi sudah bisa merasa tenang begitu melihat keberadaan Faisal.Salim pelan-pelan duduk dan beberapa saat termenung. Kepala masih sedikit pening. Kesadaran antara dunia nyata dengan gaib. Faisal paham akan situasi yang dialami oleh Salim. Pencari rumput tersebut menepuk bahu Salim sambil membaca Ayat Kursi."Allohu laa ilaaha illaa Huwal Hayyul Qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa nauum, la Hu
"Masa, Mbak?"tanya Faisal kaget dan langsung menoleh ke arah Salim yang sedang duduk. Dia tidak melihat siapa pun di samping pria tersebut. "Gak ada siapa-siapa.""Tolong diingatkan saja, Mas. Karena kejadian ini telah terjadi berulang kali di sini. Benar-benar mengganggu pelanggan. Paling sering kejadian kesurupan pada yang bersangkutan."Faisal diikuti oleh pelayan berjalan pelan-pelan ke arah tempat Salim. Sepertinya dia memang tak sendirian. Ada seseorang lagi di sampingnya, suaranya seperti suara wanita."Sudah selesai ngobrolnya?"tanya Faisal setelah berhadapan dengan Salim. Sementara pelayan memegang tengkuk yang tiba-tiba merinding.Salim baru sadar jika Faisal sudah balik dari depan. Pria ini langsung mendongak dan seperti salah tingkah. Pelayan yang sudah hapal dengan kejadian mistis yang kerap terjadi di warung lalu berbisik ke telinga Faisal. "Lebih baik Mas ajak pulang dia."Setelah itu si pelayan balik badan dan segera berlalu menuju depan kembali. Faisal dengan posisi m
"Kenapa bisa persis kayak Nikita?"tanya Salim yang semakin penasaran dengan penjelasan Faisal. Pria ini serius menyimak setiap kata yang diucapkan oleh Faisal."Jin Qorin itu bisa dianggap kembaran kita. Dia ada sejak kita lahir. Maka dari itu dia tahu apa pun kebiasaan kita. Bagaimana dan siapa kita, dia paham banget."Nikita yang berada tidak jauh dari mereka, tampak memendam rasa jengkel. "Dasar penghasut! Kita liat saja, apa kamu akan tetap sekuat dan sealim itu?"Kedua pria melanjutkan perjalanan kembali. Dalam waktu satu jam, mereka telah sampai di halaman rumah Salim. Beberapa warga yang melihat kedatangan mereka, spontan berteriak,"Pak RT, Mas Salim tidak hilang!""Allahu Akbar! Ajaib bisa kembali!"teriak yang lain.Suara para warga bersahutan serupa dengungan sekumpulan lebah. Faisal menurunkan standar motor lalu turun diikuti oleh Salim. Kedua pria berjalan beriringan menuju teras. Tampak Pak RT dan Eko berdiri menyambut mereka."Assalamualaikum,"ucap salam Faisal begitu tel
"Kenapa kamu mau mengikuti perintah bapakmu? Pergi ke alammu dan tidurlah dengan tenang!"pinta Faisal dengan suara lembut. Dia hanya ingin menunjukkan rasa empati agar si roh tidak lagi membuat ulah.“Gak! Aku gak mau pergi! Aku gak bisa mati dengan tenang sebelum semua dendam terbalas."“Kalau begitu, jangan salahkan aku, jika terpaksa melakukan kekerasan untuk memaksamu keluar dari tubuh wanita ini.”"Hi hi hi hi!Lengkingan tawa Nikita menggema bagai terbentur dinding tebing. Usai itu suasana lebih hening, bahkan suara jangkrik dan hewan malam pun tak terdengar. Desir angin seakan-akan enggan melintas. Faisal tersenyum tipis penuh penuh arti. Pria ini menoleh ke arah Eko lalu bertanya,"Punya botol beling?""Ada bekas minuman suplemen. Emang buat apaan?"tanya Eko keheranan."Buruan ambil! Entar juga tahu,"balas Faisal. Eko gegas masuk rumah dan tak berapa lama, pria ini telah kembali dengan membawa sebuah botol berwarna cokelat."Satu doang?"tanya Eko sembari ulurkan botol ke arah