🏵️🏵️🏵️
“Ke mana mempelai laki-lakinya?” Pertanyaan itu yang dilontarkan saudara dari pihak Papa dan Mama kepadaku.
Duniaku terasa berhenti saat mengetahui Mas Yuda tidak kunjung menunjukkan diri saat resepsi pernikahan kami akan dimulai. Aku tidak mengerti, kenapa laki-laki yang mengaku sangat mencintaiku tersebut tega melakukan sesuatu yang sulit diterima akal dan pikiran. Apa ia tidak menghargai hubungan suami istri yang baru resmi kami sandang?
Aku tidak percaya dengan apa yang Mas Yuda lakukan saat ini, sama sekali tidak mencerminkan sikap yang ia tunjukkan sejak dulu. Aku tidak ingin percaya dengan apa yang terjadi. Aku berharap bahwa ini hanyalah sebuah mimpi buruk.
Ternyata ini bukan mimpi, tetapi benar terjadi. Mas Yuda kini tidak berada di sampingku. Ia telah pergi meninggalkan acara yang telah lama kami nantikan. Ia tidak menepati janji untuk tetap setia mendampingiku hingga akhir hayat.
Aku tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran Mas Yuda. Ia dengan tega meninggalkanku di hari pernikahan kami. Setelah acara ijab kabul selesai, ia meminta izin ke belakang sebentar. Namun, sudah berlalu hampir setengah jam, ia tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya.
Semua keluarga berusaha mencari keberadaan Mas Yuda, tetapi tidak seorang pun yang berhasil menemukannya. Orang tuaku mulai panik, itu sangat jelas terlihat dari wajah mereka. Dadaku terasa sesak dan tidak tahu harus berkata apa.
Aku tidak tega melihat kesedihan di wajah Papa dan Mama. Pertanyaan bertubi-bertubi harus mereka terima dari tamu undangan. Orang tua Mas Yuda juga mengaku tidak mengetahui keberadaan anaknya saat ini. Mereka berusaha menguatkanku.
“Gimana ini? Pernikahan macam apa ini? Nggak mungkin Nayla tetap duduk di pelaminan tanpa mempelai laki-laki.” Aku mendengar ocehan saudara dari pihak Papa.
“Laki-laki macam apa yang telah menikahi Nayla? Tidak bertanggung jawab sama sekali. Katanya saling mencintai, tapi mana buktinya? Bisa-bisanya menghilang di hari pernikahan.” Terdengar ungkapan saudara dari pihak Mama.
Aku berusaha menghubungi Mas Yuda, tetapi nomor ponselnya tidak aktif. Sementara orang tuanya mencoba menelepon teman-teman Mas Yuda, tetapi tetap tidak ada yang dapat memberitahukan di mana keberadaan pria tersebut.
Kamu di mana, Mas? Jangan siksa aku seperti ini. Hatiku tidak sanggup. Kenapa kamu tega pergi di hari bahagia kita? Apa salahku? Mana janjimu yang ingin menjadikan aku sebagai ratu di istana cintamu? Kamu benar-benar tidak mengerti dengan perasaanku.
Aku tidak kuasa menahan air mata yang telah tumpah membasahi pipi. Aku tidak kuat menghadapi apa yang ada di depan mata saat ini, pelaminan megah tanpa mempelai. Aku tidak kuasa dihadapkan pada situasi seperti ini.
Selama setahun menjalin hubungan dengan Mas Yuda, ia tidak pernah menunjukkan sesuatu yang mencurigakan. Kami berdua tetap baik-baik saja, bahkan ia selalu menunjukkan kasih sayang dan rasa pedulinya kepadaku.
“Nay, kamu nggak apa-apa?” Tasya—sahabat terbaikku, menghampiriku yang sedang terisak karena tidak kuasa menahan tangis.
“Mas Yuda ninggalin aku, Sya.” Air mataku kini menganak sungai dan sulit untuk dibendung.
Tasya langsung meraih tubuhku dan berusaha menenangkanku. “Kamu harus kuat, Nay. Aku tahu ini sangat berat, tapi untuk sekarang kita nggak tahu harus berbuat apa.”
“Tamu udah makin ramai yang datang, Sya. Apa yang harus aku lakukan? Aku nggak mungkin duduk di pelaminan tanpa Mas Yuda. Aku nggak akan sanggup jika para tamu bertanya nanti.”
“Tapi pilihan terbaik saat ini hanya satu, Nay. Kamu harus tetap duduk di pelaminan dan berusaha memberikan penjelasan kepada mereka yang bertanya.” Tasya memberikan jalan keluar yang sangat sulit menurutku.
“Itu nggak mungkin, Sya.” Aku membenamkan wajah ke dada Tasya.
Tiba-tiba terdengar suara pembawa acara memintaku menuju pelaminan. Aku dengan langkah berat dan penuh air mata, segera berjalan menuju pelaminan tanpa laki-laki yang sudah resmi menjadi suamiku.
🏵️🏵️🏵️
Aku berusaha tegar ketika para undangan bertanya tentang keberadaan Mas Yuda. Aku kembali melihat kesedihan di wajah orang tuaku tercinta. Pertanyaan pun makin banyak yang ditujukan para tamu undangan kepada mereka. Namun, keduanya tampak berusaha untuk tersenyum.
Aku merasa menjadi anak durhaka. Padahal selama ini, aku tidak pernah membuat malu orang tua. Papa dan Mama bahkan mengaku sangat bangga memiliki anak tunggal seperti diriku. Mereka juga bersyukur dan memuji prestasi yang aku raih sejak SD hingga lulus kuliah.
Akan tetapi, aku tidak bangga lagi dengan apa yang telah kudapatkan dulu. Aku telah menghancurkan kepercayaan Papa dan Mama. Anak yang mereka banggakan selama ini, sekarang memberikan luka yang sangat menyakitkan.
“Ini pernikahan langka, ya, Pak. Pernikahan tanpa mempelai laki-laki di pelaminan.” Aku mendengar beberapa orang tamu melontarkan kalimat tersebut di depan Papa dan Mama.
Orang tuaku berusaha memberikan penjelasan. Ada tamu yang mengerti dan turut merasakan apa yang kualami saat ini. Namun, tidak sedikit yang tertawa dan tersenyum setelah Papa atau Mama bercerita tentang apa yang terjadi.
“Lain kali kalau mau nikah, pilihlah suami yang bersedia diajak duduk di pelaminan,” ucap seorang tamu kepadaku sambil tersenyum.
Aku sakit dan malu menghadapi semua ini. Hatiku seperti tercabik-cabik sembilu yang sangat tajam, kemudian disiram dengan air garam, perih. Mas Yuda membalas cinta tulus yang kuberikan dengan sebuah penderitaan dan pengkhianatan.
Ini bukan hari bahagia untukku, tetapi awal dari kesengsaraan. Hati siapa yang tidak hancur ketika ditinggal pergi oleh pasangannya di hari pernikahan? Aku tidak akan pernah memaafkan apa yang kurasakan saat ini. Mas Yuda harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi.
Aku telah menciptakan luka yang sangat mendalam di hati kedua orang tuaku. Mereka pasti merasa terpukul dan sangat malu dengan pengkhianatan yang Mas Yuda lakukan. Papa dan Mama tertunduk setiap tamu melontarkan pertanyaan.
Kejahatan apa yang telah aku perbuat hingga mendapatkan balasan sesakit ini? Apa yang harus kulakukan setelah kejadian ini? Sanggupkah aku bertahan untuk menghadapi semua yang terjadi? Apakah diriku harus pergi untuk selamanya agar terbebas dari penderitaan?
Tidak! Aku tidak mungkin melakukan hal itu. Aku tidak sanggup menambah luka di hati Papa dan Mama. Perbuatan Mas Yuda sudah cukup membuat nama mereka tercoreng dan menanggung malu yang sangat besar. Aku tidak akan menambah beban penderitaan mereka.
Aku harus berusaha memberikan kekuatan kepada Papa dan Mam walaupun kenyataannya, aku pun sangat rapuh. Entah bagaimana caranya aku bersikap seperti biasa lagi terhadap Papa dan Mama. Apakah mereka masih akan tetap menyayangiku seperti dulu?
Mas Yuda! Aku sangat membencimu. Kamu telah melukai perasaan orang tuaku. Aku tidak akan memaafkan apa yang kamu lakukan kepada keluargaku. Semoga hatimu tidak tenang setelah melakukan kejahatan ini.
==========
🏵️🏵️🏵️Sehari berlalu setelah kejadian menyakitkan itu. Sekarang, aku lebih memilih mengurung diri di kamar karena tidak sanggup menunjukkan wajah di depan semua orang. Aku sempat berpikir untuk tetap mengakhiri semua penderitaan ini, tetapi niat itu aku urungkan.Aku kembali mengingat wajah Papa dan Mama. Jika aku mengakhiri hidup, mungkin bukan jalan keluar yang akan kuberikan kepada mereka, tetapi penyiksaan. Apakah mereka sanggup menyaksikan putri tunggalnya pergi untuk selamanya?Aku berusaha bangkit dan mencoba untuk menerima kenyataan pahit ini. Namun, pertanyaan terus terlintas dalam pikiranku, apa yang akan aku lakukan selanjutnya? Bagaimana caranya menghadapi orang-orang di sekitarku? Apakah mereka akan mengerti?“Nay, buka pintunya, Sayang. Kamu nggak boleh seperti ini terus, kamu harus makan.” Terdengar suara Mama dari balik pintu kamarku.“Nay ingin sendiri, Mah.” Aku tetap dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya.“Dari semalam kamu belum makan. Mama nggak mau kala
🏵️🏵️🏵️Aku tetap menunggu sampai waktu itu tiba, di mana Mas Yuda akan memberikan diriku kebebasan penuh karena aku tidak ingin terikat lagi dengannya. Status pernikahan yang telah kudapatkan saat ini, tidak berarti lagi.Mas Yuda tidak memiliki tanggung jawab sama sekali. Ia lebih memilih pergi dengan wanita lain saat dirinya akan bersanding di pelaminan denganku. Sungguh, semua ini masih tidak dapat kuterima, terlalu pahit untuk dirasakan.“Kenapa kamu masih kelihatan lemas, Sayang? Kamu udah makan?” Mama selalu memberikan perhatian penuh kepadaku.“Nay udah makan, kok, Mah.” Aku berusaha tersenyum di depan wanita yang telah melahirkanku itu.“Kenapa kamu masih pucat?” tanya Mama sambil mengusap pipiku.“Nay merasa mual, Mah. Mungkin masuk angin karena akhir-akhir ini telat makan.” Rasa mual ini benar-benar menyiksa.“Jangan menyiksa diri seperti ini, Sayang. Untuk apa kamu memikirkan seseorang yang tidak mengingatmu sama sekali? Dia nggak pantas untuk ditangisi.” Aku mengerti ba
🏵️🏵️🏵️Tiga bulan yang lalu, aku telah menciptakan kesalahan yang sangat besar. Aku dan Mas Yuda telah berbuat sesuatu yang tidak pantas, kami melakukan hubungan terlarang. Saat itu, tidak ada beban sama sekali karena aku yakin kalau Mas Yuda pasti akan bertanggung jawab.“Kamu ikhlas, Sayang?” tanya Mas Yuda kepadaku kala itu.“Iya, Mas. Tapi kamu janji nggak akan ninggalin aku.”“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu karena aku mencintaimu. Aku selalu berharap agar kamu menjadi ibu dari anakku.” Mas Yuda mengucapkan janjinya saat itu.Aku tidak sanggup membayangkan jika apa yang dikatakan Mas Yuda akan menjadi kenyataan. Bagaimana caranya aku menjelaskan semuanya kepada Papa dan Mama? Aku sekarang baru ingat, telah tiga bulan lamanya, tidak kedatangan tamu istimewa.Apakah aku hamil? Aku tahu kalau saat ini rasa cinta yang ada dalam hatiku masih ada untuk Mas Yuda. Aku belum mampu mengeluarkannya dari hati dan pikiran. Apalagi setelah aku menyerahkan diri kepada laki-laki itu.“Ki
🏵️🏵️🏵️Aku menyusuri jalan sambil mengingat apa yang telah aku saksikan tadi di depan mata. Aku masih merasa seperti mimpi mengingat datangnya penderitaan bertubi-tubi. Aku tidak mampu membendung air mata yang telah menganak sungai.Aku ingin berteriak dan mengatakan pada dunia kalau saat ini, aku merasa menjadi wanita paling menderita. Laki-laki yang sangat aku cintai ternyata hanya ingin memberikan kehancuran dan penderitaan yang amat mendalam kepadaku.Mas Yuda telah melupakan semua janji yang pernah ia ucapkan. Ia tidak ingat lagi betapa besar pengorbanan yang kulakukan untuknya. Ia sama sekali tidak menghargai penyerahan diriku.Saat ini, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku hanya berpikir bahwa perpisahan adalah jalan terbaik untukku dan Mas Yuda. Aku akan mencoba menghapus semua kenangan tentangnya. Ia tidak pantas mendapatkan cinta dari wanita yang telah ia campakkan.Kebersamaan yang pernah terjalin selama ini, hanya akan menjadi kenangan semata. Mas Yuda bukan milikku lag
🏵️🏵️🏵️Aku tidak mungkin menyalahkan Papa, walaupun beliau bersikap seperti itu kepadaku. Sangat jelas kalau anaknya ini yang bersalah. Aku telah menghancurkan kepercayaan dan harapannya. Hati Papa dan Mama pasti sangat sakit.Terus terang, aku bingung harus bagaimana melanjutkan hidup. Di satu sisi, aku tidak tahu harus bertindak seperti apa dengan anak yang kini ada dalam rahimku. Namun, di sisi lain, aku juga tidak mungkin membuang bayi yang belum lahir ini.Lamunanku tiba-tiba buyar karena dikagetkan nada panggilan masuk dari ponsel di nakas. Aku pun meraih benda itu, ternyata ada nama Mas Yuda di layar. Entah kenapa, setelah mengetahui laki-laki itu yang menelepon, aku merasa kesal.Aku tidak ingin menerima panggilan masuk tersebut karena tidak sudi berhubungan lagi dengan Mas Yuda. Hatiku makin sakit saat mengingat dirinya bersama wanita lain. Apalagi perempuan itu mengaku akan melahirkan anak dari suamiku.Mas Yuda sudah beberapa kali menelepon, tetapi tidak aku hiraukan. Ak
🏵️🏵️🏵️ Akhirnya, kami pun tiba di desa orang tua Papa. Kakek dan Nenek terlihat bahagia. Aku langsung memeluk laki-laki dan wanita tua tersebut secara bergantian. Mereka tetap tersenyum walaupun telah mengetahui apa yang terjadi terhadapku saat ini. Papa dan Mama meminta maaf kepada Kakek dan Nenek atas apa yang telah menimpa hidupku. Hatiku kembali sakit karena membuat keluarga turut bersedih atas perbuatan yang kulakukan. Aku hanya bisa diam mendengar pembicaraan mereka. “Saya titip Nay, Pak, Buk. Saya ingin agar dia tinggal di sini sampai melahirkan.” Papa kembali menyampaikan niatnya kepada Kakek dan Nenek. “Ibu ngerti, Nak. Sebelum ke sini, kamu sudah menghubungi Ibu dan Bapak untuk hal ini. Kami suka kalau Nay tinggal di sini.” Aku bahagia mendengar jawaban Nenek. “Terima kasih, Pak, Buk. Kami tidak tahu harus bagaimana lagi kalau Bapak dan Ibu tidak bersedia memberikan izin Nay tinggal di sini.” Mama turut menimpali. “Tidak perlu berterima kasih, Nak. Kami orang tua Nay
POV YUDA 🏵️🏵️🏵️ Aku telah melakukan kesalahan yang sangat sulit untuk diterima, meninggalkan wanita yang sangat aku cintai di acara pernikahan kami setelah ijab kabul selesai. Ia tidak percaya kalau semua itu terpaksa aku lakukan. Lima bulan yang lalu, Om Heru—kakak kandung Mami, memintaku bertanggung jawab atas sesuatu yang tidak kulakukan. Mira—keponakan laki-laki paruh baya tersebut telah hamil tiga bulan dengan pria yang tidak bertanggung jawab. Saat pertama kali bertemu Mira di rumah Om Heru, wanita itu mengaku tertarik kepadaku. Walaupun aku telah mengaku memiliki kekasih dan akan segera menikah, ia tidak peduli. Ia tetap bersikeras agar aku bersedia menjadi orang istimewa dalam hidupnya. Om Heru meminta tolong agar aku bersedia memenuhi permintaan keponakannya. Beliau bercerita bahwa saham terbesar dalam perusahaannya berasal dari orang tua Mira. Melihat sikap Om Heru yang memohon kepadaku, aku pun bersedia berpura-pura menjadi kekasih Mira. Akan tetapi, Mira ternyata b
🏵️🏵️🏵️ “Kamu mencoba untuk mencari alasan?” Papa mertua kembali membuka suara dengan nada tinggi. Aku akhirnya menceritakan apa yang terjadi selama ini. Mulai dari awal pertemuan dengan Mira hingga memaksaku meninggalkan Nayla. Aku berharap setelah kedua mertuaku mendengar penjelasan tersebut, mereka akan memberikan maaf kepadaku. “Kamu pikir saya percaya dengan alasan omong kosongmu?” Aku terkejut mendengar ucapan papa mertua setelah mendengar penjelasanku. “Itu kenyataan yang sebenarnya, Pah. Saya tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan wanita yang sangat saya cintai.” Aku kembali meyakinkan kedua orang tua tersebut. “Cukup! Tidak perlu basa-basi lagi. Sekarang juga, kamu angkat kaki dari rumah ini!” Papa mertua berdiri sambil menunjuk ke arahku. “Jangan usir saya, Pah. Saya datang untuk menjemput Nayla. Tadi saya dengar dia mual saat kami berbicara di telepon, saya khawatir sama dia.” Aku tetap bersikeras untuk bertemu dengan wanita yang telah resmi kunikahi. “Nayla ngga
🏵️🏵️🏵️ Aku dan mami mertua memapah Bunda untuk kembali duduk. Sementara Mas Yuda dan papinya juga turut menghempaskan tubuh ke sofa. Aku tidak kuasa melihat air mata Bunda yang masih terjun bebas dari tempatnya. Aku sangat tahu bagaimana perasaan wanita yang melahirkanku itu saat ini. Akhirnya, Bunda pun menceritakan tentang laki-laki yang dulu sangat beliau cintai. Aku tidak pernah menyangka bahwa pertemuan mereka menciptakan hubungan terlarang. Awalnya, Bunda tidak tahu kalau Pak Bagas telah memiliki istri dan dua orang anak. Bunda mengaku dengan polosnya memercayai laki-laki yang baru ia kenal kala itu. Mereka pun akhirnya menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih hingga akhirnya Bunda hamil. Pak Bagas dengan semangat mengatakan akan bertanggung jawab dengan menikahi Bunda. Akan tetapi, janji yang laki-laki itu ucapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Beliau dengan tega tidak muncul di hari pernikahan mereka. Hanya penyesalan yang Bunda rasakan saat itu setelah mengetahui stat
🏵️🏵️🏵️ Setelah aku dan Mas Yuda merapikan pakaian dan tempat tidur, kami pun melangkah menuju pintu lalu membukanya. Aku sedikit terkejut melihat wajah mami mertua yang tampak serius. Ada apa dengan wanita itu? Apakah ada sesuatu yang terjadi? Aku dan Mas Yuda saling berpandangan ketika tatapan mami mertua sedikit berbeda dari biasanya kepadaku. Kenapa beliau bersikap seperti itu? Apakah aku melakukan kesalahan? Apa mungkin sesuatu yang aku sembunyikan telah beliau ketahui? Aku tidak boleh menebak-nebak hingga berpikir seolah-olah memberikan tuduhan. Mungkin saja ada hal penting yang ingin mami tanyakan atau bicarakan denganku dan Mas Yuda. Semoga tidak ada sesuatu yang serius. “Papi minta kalian berdua ke ruang keluarga.” Tumben sikap mami mertua tidak seperti biasanya. “Ada apa, Mih?” tanya Mas Yuda. “Nanti Papi yang jelasin ke kalian.” Mami mertua memberikan balasan dengan nada datar. Aku dan Mas Yuda pun mengikuti langkah wanita itu menuju ruang keluarga. Aku kembali hera
🏵️🏵️🏵️ Aku makin mendekatkan diri kepada wanita itu lalu ia langsung mendekapku. Aku tidak berusaha menolak atau mengelak karena entah kenapa aku merasakan sesuatu dalam pelukannya. Apa mungkin ini yang dinamakan kontak batin antara ibu dan anak? Aku yang awalnya berpikir kalau ia tega meninggalkan darah dagingnya, tiba-tiba sirna seketika. Aku justru bahagia dengan pertemuan ini. Setelah berlalu puluhan tahun, aku baru mengetahui siapa wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini. Bu Dewi pun melepaskan pelukan lalu mencium keningku. Ia mengeluarkan air mata. Tanpa diminta, aku dengan sadar dan ikhlas langsung mengusap bening kristal yang kini terjun hingga membasahi pipinya. “Maafin Bunda, Sayang.” Ia memegang kedua pipiku setelah aku menghapus air matanya. “Bunda ….” Sekarang, aku yang tidak mampu menahan air mata agar tidak terjun dari tempatnya. Aku pun memanggilnya dengan sebutan yang biasa ia gunakan saat mengirim pesan. “Anakku sayang.” Ia kembali menumpahkan titik-tit
🏵️🏵️🏵️ Mungkin karena aku tidak memberikan respons, si pengirim pesan menelepon ke ponsel Mas Yuda. Apa benar itu suara Bu Dewi? Beliau wanita yang melahirkanku? Tanpa diminta, air mataku kembali turun membasahi pipi. Aku merasakan sesuatu yang berbeda setelah mendengar suara itu. Apa mungkin karena aku telah mengetahui kebenaran tentang statusku yang bukan anak kandung Papa dan Mama? Apa sebaiknya aku berbincang dengan Bu Dewi? “Maaf, apa benar ini Bu Dewi?” Aku tadi memberikan isyarat kepada Mas Yuda untuk bertanya dan memastikan kebenaran Bu Dewi. “Iya, Nak. Kamu tahu Bunda dari mana?” Bu Dewi bersemangat. Itu bisa aku dengar dari suaranya. “Papa dan Mama udah cerita tentang semuanya.” Aku pun mengeluarkan suara. “Nayla, anak Bunda. Ini benar kamu, Nak?” Bu Dewi tiba-tiba langsung menangis. “Iya. Ini anak yang Anda buang saat masih bayi.” Aku memberikan balasan. “Maafin Bunda, Nak. Bunda terpaksa.” “Kenapa Anda sekarang tiba-tiba muncul? Ke mana aja selama ini? Masih ing
🏵️🏵️🏵️ Wajah Mama menunjukkan perubahan lalu melihat ke arah Papa. Mungkin mereka terkejut mendengar pertanyaanku. Aku sudah tidak sabar ingin mengetahui kebenaran dan tetap berharap kalau aku anak kandung mereka. Reaksi kedua orang tua itu membuat jantungku deg-degan. Apakah mereka akan mengaku kalau aku bukan darah daging mereka? Sudah siapkah aku dengan sebuah kenyataan pahit? Mampukah aku menghadapi perubahan? Tidak! Kenapa aku berpikir seolah-olah benar kalau Papa dan Mama bukan orang tua kandungku? Aku harus segera menepiskan pemikiran menyakitkan itu. Aku harus tetap yakin kalau keajaiban itu pasti ada. “Kenapa Papa dan Mama diam aja?” Aku kembali bertanya. “Pertanyaan apa itu? Mikir, kok, sembarangan.” Akhirnya, Papa memberikan jawaban. “Nay serius, Pah. Nay harus tahu yang sebenarnya.” Aku tetap bersikeras agar Papa atau Mama jujur kepadaku. “Untuk apa kamu melontarkan pertanyaan yang tidak penting?” Papa kembali membuka suara. “Nay hanya butuh jawaban yang pasti, P
🏵️🏵️🏵️ Aku terkejut setelah Mas Yuda membaca pesan masuk tersebut. Apa maksud si pengirim? Kenapa ia mengaku meninggalkan diriku? Ditinggalkan di mana? Kapan? Ini seperti teka-teki yang membingungkan. Aku tidak ingin berlarut-larut berada di dalamnya. Akhirnya, aku pun meraih ponsel itu untuk mencari kontak Nenek. Aku yakin kalau beliau bisa menjelaskan apa yang kurasakan saat ini. Aku segera menekan simbol telepon berwarna hijau dan terdengar nada panggilan tersambung. “Assalamualaikum, Nay.” Aku pun mendengar suara salam dari seberang telepon. “Waalaikumsalam, Nek.” “Cicit Nenek udah bisa apa?” Beliau langsung menanyakan Rizal. “Alhamdulillah udah makin pintar, Nek.” Aku memberikan jawaban. “Maaf, Nay mengganggu Nenek. Tapi ada sesuatu yang ingin Nay tanyakan pada Nenek.” “Ada apa, Nay? Kok, suara kamu terdengar sangat serius? Apa hubungan kamu dan Yuda baik-baik saja?” Sepertinya beliau penasaran dan menyadari suaraku. “Apa Nay anak kandung Papa dan Mama?” Aku pun langsun
🏵️🏵️🏵️Hari ini, Rizal memasuki usia dua bulan. Ia benar-benar sangat menggemaskan. Ia mampu menghilangkan rasa penat Mas Yuda setelah seharian berkutat dengan kegiatan di kantor. Ia juga selalu berhasil membuat wajah kedua mertuaku tampak ceria karena telah memilki cucu.Apalagi aku sebagai mamanya yang selalu menyaksikan tumbuh kembangnya. Anak mungil itu sudah mulai mengerti jika diajak berbicara. Ia akan mengeluarkan suara ketawanya. Sungguh, aku benar-benar sangat bersyukur menjadi wanita yang melahirkannya.Seperti biasa, rutinitas yang aku lakukan setiap pagi setelah memandikan Rizal, aku pun memberikan ASI hingga ia tertidur. Setelah ia pulas, aku memilih mandi lalu membereskan kamar. Namun, saat aku hendak merapikan tempat tidur, terdengar getaran pesan masuk dari ponselku di nakas.Aku pun segera meraih benda itu. Ternyata nomor yang mengirim pesan tidak tersimpan dalam daftar kontak. Walaupun nomor baru, aku tetap membukanya karena ingin tahu isinya. Mungkin saja seseora
🏵️🏵️🏵️ “Aku khilaf, Nay. Saat itu aku bingung harus gimana. Aku hamil, tapi tiba-tiba ditinggal pergi oleh ayah dari anakku.” Ia menatapku dengan sendu. “Terus, kamu nggak mikirin nasibku? Aku juga harus berpisah dengan suamiku saat aku mengandung anaknya.” Mas Yuda menenangkanku. Ia mengajakku duduk. “Kendalikan dirimu, Sayang. Kamu lupa kalau saat ini ada anak kita di dalam?” Ia mengusap perutku. “Aku kesal, Mas.” “Yang lalu biarlah berlalu. Aku sekarang ada di sini untukmu dan anak kita. Cobalah untuk memaafkan kesalahan orang yang dulu menyakitimu. Dia tulus meminta maaf padamu.” Mas Yuda membuatku luluh. Aku pun tidak tega melihat wanita itu beserta anaknya yang datang menemuiku. Aku akhirnya memintanya untuk duduk, ia mengucapkan terima kasih. Aku berusaha membuka hati untuk memberikan maaf kepadanya, sebab yang terpenting saat ini adalah keberadaan Mas Yuda yang makin menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang kepadaku. Kami akhirnya berbincang dan berjanji akan menjadi t
🏵️🏵️🏵️ Kami pun akhirnya tiba di rumah orang tua Mas Yuda. Ia segera menghentikan mobil di depan teras. Ia langsung turun, kemudian memapahku berjalan memasuki istana orang tuanya. “Mami!” Mas Yuda berteriak setelah kami berada di dalam rumah. “Ada apa, Nak?” Maminya Mas Yuda memberikan sahutan. Ternyata beliau sedang duduk di ruang keluarga. Kami pun melangkah menghampiri wanita paruh baya tersebut. “Aku bawa berita gembira, Mih.” Mas Yuda tampak serius. Ia pun memintaku duduk di samping maminya. “Berita apa? Jangan bikin Mami penasaran.” Mas Yuda pun meraih tangan maminya lalu menempelkannya ke perutku. “Ada cucu Mami di dalam.” Mami mertua spontan langsung memelukku. Wanita itu kemudian melepas dekapannya lalu mengusap kedua pipiku. “Kamu hamil, Sayang?” tanya beliau kepadaku. “Iya, Mih.” Aku pun mengembangkan senyuman. “Terima kasih, Sayang. Akhirnya harapan Mami dan Papi akan segera terwujud. Jaga cucu Mami baik-baik, ya, Sayang. Jangan banyak gerak. Mami akan selalu a