Mendengar ucapan Mas Aksa kembali emosi Mas Sean terpancing. Mas Sean menepis tangan Zoya yang masih memegang lengan kekarnya. Namun, gadis itu begitu kuat memegang erat."Zoya, lepas!" bentak Mas Sean dengan urat leher menonjol begitu marah.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi Mas Sean, pria itu langsung menatap tajam ke arah Zoya."Takkan kubiarkan kamu menjadi pembunuh seperti dulu, Sean!" ujar Zoya lantang.Pembunuh? Apa maksud Zoya? Apa ini ada hubungannya dengan ucapan Ibu Indri yang mengatakan Mas Sean dulu nakal, sampai-sampai orang tua Mas Sean memindahkannya ke pondok pesantren. Spontan aku bergidik ngeri, melihat kemarahan Mas Sean yang tidak biasa. Pria itu seolah memiliki kepribadian ganda. Saat marah aku merasa tidak mengenali sosok Mas Sean."Sini, Sean. Langkahi dulu mayatku, karena sampai kapanpun Aira akan tetap menjadi istriku," ucap Mas Aksa kembali menantng Mas Sean.Sepertinya Mas Aksa tahu kelemahan Mas Sean yang gampang marah. Apa mungkin Mas Aksa juga tahu
Aku mendekati Mas Sean dengan membawa secangkir kopi hangat. Aku yakin Mas Sean pasti mengantuk saat ini, apa lagi semalaman dia berjaga sampai pagi."Mas, diminum dulu kopinya," tawarku menyerahkan gelas di tangan."Terima kasih, Ai. Kamu tahu saja aku sudah ngantuk," sahutnya seraya mengambil gelas dari tanganku. Pria itu menyeruput perlahan kopi yang masih mengepul. "Hati-hati, masih panas," ucapku.Cuaca hari ini begitu cerah, tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Aku menengadahkan kepala, cahaya matahari menyirami wajah ini memberikan efek hangat setelah semalam tidur kedinginan akibat hujan deras."Mas Sean tidak ke kantor?" tanyaku heran. "Aku mau memperbaiki pintu resto, urusan kantor ada sekertarisku. Kamu tenang saja, Ai," jawabnya seraya menaruh gelas kopi di atas meja."Mas, aku mau menjenguk Nadia. Oh, iya. Apa Mas Sean tahu kapan sidang Nadia?" Pengacara keluarga Mas Sean menjadi pendamping kasus Nadia. Semoga nanti saat sidang, hakim memberikan hukuman paling ringa
Usai kejadian yang membuat heboh resto, aku mengajak Kak Indri dan Mas Sean makan siang. Ada rasa bahagia membuncah melihat dua sodara saling bercengkrama, Mas Sean yang terlihat dewasa ketika bertemu dengan Kak Indri, sifat kekanak-kanakkan muncul."Sean, kamu harus ingat. Mulai sekarang jangan mengganggu Aira. Kamu harus fokus mengelola perusahaan keluarga kita. Masmu sudah semakin tua, besar harapan kami, kamu yang meneruskan dan mengembangkan perusahaan agar semakin sukses," ucap Kak Indri berpesan."Siap, Kak. Mulai sekarang aku akan fokus mengelola perusahaan apa lagi nanti kedepannya akan ada yang mendampingiku wanita cantik seperti bidadari," jawab Mas Sean membuatku melebarkan bola mata karena rayuan gombalnya yang garing."Kakak tidak mau setelah ini seketaris kamu mengadu, mengatakan kamu tidak masuk ke kantor dan menyerahkan semua urusan kantor ke Nisa. Kamu itu seorang pemimpin Sean, harus bisa mencontoh ke semua karyawan kamu," tegas Kak Indri menatap serius kearah adikn
Aku menghela napas berat. Kekhawatiranku terjadi, semakin malam resto bertambah sepi. Hari ini akhir pekan, biasanya banyak anak muda nongkrong bersama teman-teman genknya. Memang masih ada beberapa yang datang anak-anak motor, tetapi tidak seperti biasanya. Aku berusaha berpikir positif, mungkin saja mereka sedang ada kesibukkan lain bukan karena imbas video viral yang diunggah Zoya."Mbak, resto sepi, ya," ucap Susi menganggetkanku. Susi sudah berdiri disampingku seraya mengedarkan pandangan ke area resto. Gadis itu nampak lesu, karena biasanya di jam-jam seperti ini semua karyawan sangat sibuk melayani pengunjung resto."Mungkin, kita disuruh istirahat dulu, Sus," jawabku berusaha menghibur Susi dan diri sendiri."Ya, sih, Mbak. Tapi, kalau seperti ini terus bagaimana nasib karyawan, Mbak?" tanyanya seraya menatapku dengan sorot sedih."Doakan saja semoga ini tidak berlangsung lama, Sus. Apa kita coba membuat menu baru? Mungkin saja mereka bosan dengan menu itu-itu terus," kataku m
"Mbak Aira, apa yang terjadi?" tanya Laras setibanya aku di rumah diantar Mas Sean. Laras sudah berdiri di depan pintu, Susi mungkin sudah memberitahu Laras apa yang terjadi dengan resto."Ai, aku pulang dulu sudah malam," pamit Mas Sean."Iya, Mas. Kamu hati-hati, ya, Mas. Terima kasih ponselnya.""Ya, Ai. Untuk urusan Zoya kamu jangan khawatir, biar aku yang mengurusnya.""Iya, Mas. Terima kasih," sahutku lemas.Beruntung perumahan ini tidak ada ibu-ibu yang kepo atau julid. Kalau di perumahan ibu mertua hampir seluruh penghuninya tukang gosip. Apa lagi kalau mereka tahu aku diantar pria lain, pasti mereka gosipin yang tidak-tidak. Perumahan ini untuk tamu saja harus meminta izin dulu ke security depan, nanti security memberitahu si pemilik rumah apakah boleh tamu itu mendatangi rumahnya. Jika sang tuan rumah tidak mengizinkannya, si tamu tidak bisa bertandang ke rumah yang ingin mereka datangi.Selepas Mas Sean pergi, Laras mengajakku duduk. Wanita itu begitu penasaran apa yang se
"Mas Sean, kamu di sini?" tanyaku kaget. Jujur aku terkejut pria itu sudah disamping tengah tersenyum penuh arti kearahku."Mas Sean, keren. Aku sudah lihat video itu, beruntung Mbak Aira dicintai Mas Sean," puji Mbak Dian. Aku melirik tidak suka kearah Mas Sean karena aku yakin pria itu sedang kegeeran."Terima kasih pujiannya, Mbak Dian. Aku hanya ingin memperjuangkan cintaku," sahut Mas Sean seraya menyugar rambutnya."Mas Sean, warga kompleks perumahan ini akan selalu mendukung kalian.""Wah, terima kasih dukungan kalian. Aku janji tidak akan mengecewakan kalian dengan membahagiakan Aira," balas Mas Sean mantap.Aku menepuk keningku pelan mendengar obrolan mereka, Mas Sean seperti sedang berorasi mencalonkan diri sebagai ketua RT saja yang mencari simpati masa untuk mendukungnya."Mas, kamu mengikutiku?" tanyaku menatapnya penuh selidik."Semalam aku tidur di rumah Kak Indri, Ai," sahutnya santai. Suasana taman semakin ramai, ibu-ibu kompleks yang kebetulan melewati kami menyapa
Aku menahan amarah melihat video yang aku tonton di ponsel Laras. Hawa panas sudah naik ke atas ubun-ubun. Kurang ajar! Zoya membuat video klarifikasi bersama Mas Aksa dan juga Ratu, ternyata mereka benar-benar bersekongkol untuk menghancurkan hidupku."Ada apa, Ai?" tanya Mas Sean mungkin melihat perubahan ekspresi wajahku."Kamu lihat sendiri, Mas." Aku menyerahkan ponsel Laras ke tangan Mas Sean.Aku tidak habis fikir, Mas Aksa melakukan hal serendah itu. Dia playing victim seolah aku istri durhaka. Di video itu Mas Aksa menjelaskan, dia terpaksa menikah lagi karena ibunya ingin menimang cucu dikarenakan ibu sedang sakit keras takut tidak ada umur. Mas Aksa juga mengatakan dia sudah adil denganku dan juga Selena, walau dia memiliki istri lagi namaku tetap nomor satu di hatinya.Mas Aksa juga mengatakan aku ingin berpisah dengannya karena dia sudah jatuh miskin, lalu aku berselingkuh dengan pria kaya. Apa lagi Ratu juga ikut menjatuhkanku dengan mengatakan aku tidak mau mengurus Mas
Selama perjalanan menuju puncak, aku memilih menutup mata agar perasaan gelisah hilang. "Ai, bangun sudah sampai," bisik Mas Sean. Aku membuka mata sambil menguceknya, ternyata selama perjalanan aku tidur nyenyak."Sudah sampai, Mas," gumamku seraya meregangkan otot pinggang yang terasa kaku."Mbak tidur nyenyak sekali, kami tidak tega bangunin, Mbak Aira," sela Laras yang sudah bersiap turun dari dalam mobil sedangkan aku sudah tidak melihat Bik Surti.Aku menatap ke depan, ternyata benar sudah sampai. Di depanku sebuah Villa mewah dengan dua lantai berdiri kokoh, aku mengedarkan pandangan kesamping melihat pemandangan luar semua hutan pinus. Bis rombongan karyawanku juga sudah sampai."Mbak, aku masuk ke dalam dulu, ya," ucap Laras. "Iya, Ras," jawabku.Mas Sean masih duduk dibalik kemudi, dia masih setia menungguku mengumpulkan nyawa karena baru bangun tidur."Mas, ini villa kamu?" tanyaku sedikit tidak percaya. "Iya, bidadari surgaku. Villa ini sengaja aku beli, untuk kita nant