Pagi itu suasana kantor sedikit berbeda dari biasanya. Gara-gara adanya perubahan manajemen, membuat perubahan posisi di beberapa karyawan. Lagi-lagi banyak karyawan yang sibuk membicarakan tentang hal tersebut. Tak jarang juga mereka bertanya-tanya tentang keberadaan Derryl. Hingga akhirnya pagi itu mereka melihat kehadiran Derryl di kantor.
“Pak Derryl!” seru salah satu karyawan. Ia sedang menunjuk Derryl yang baru saja masuk melalui pintu di lobby area.
Sontak semua mata memandang ke arah yang ditunjuk karyawan itu dan tampak terperangah kaget. Bahkan banyak mulut yang terbuka lebar dengan mata terbelalak melihat Derryl.
“Pagi!! Kenapa masih di sini? Bukannya jam kantor tinggal 5 menit lagi dimulai,” tegur Derryl. Ia melihat beberapa karyawan yang tampak terkejut melihat ke arahnya.
Seketika beberapa karyawan yang masih bergerombol bergegas membubarkan diri dan kembali ke ruangannya. Derryl hanya tersenyum sambil menggelengkan k
“Ratih!!”Sontak mata Ratih yang tadinya terpejam menikmati kecupan Derryl tiba-tiba terbuka dan terkejut saat melihat Mawar sudah berdiri di depannya menatap dengan tajam. Ratih buru-buru mengurai kecupan dan membuat Derryl terkejut.Ratih diam menggigit bibirnya sementara jarinya sibuk membersihkan bibir Derryl yang penuh dengan lipstiknya kini. Derryl membalikkan tubuh dan melihat Mawar berdiri membeku menatap mereka tanpa kedip.“Ka—kalian ... kalian pacaran?” tanya Mawar setelah beberapa saat terdiam.Ratih dan Derryl menghela napas berbarengan, lalu seperti janjian menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Mawar. Seketika mata Mawar terbelalak kaget mendengarnya.“Tapi ... tapi ... tapi, kan Pak Derryl sudah bertunangan. Lalu ---““Panjang ceritanya, nanti aku ceritakan kalau senggang. Sekarang kamu ada perlu apa?” potong Ratih.Mawar terdiam, tampak menelan saliva berulang ke
“Ada lagi yang mau kamu bawa, Sayang?” tanya Derryl.Selepas dari kantor, Derryl dan Ratih langsung pulang ke apartemen. Ratih bahkan sibuk menyiapkan barang-barangnya untuk dibawa ke tempat barunya. Mulai besok dia akan tinggal sementara di luar kota dan mengurusi kantor yang dimaksud Tuan Robby tadi.“Sudah, Bang. Sudah semua. Aku tidak mau membawa barang terlalu banyak. Toh, nanti juga balik ke sini lagi.”Derryl tersenyum kemudian berjalan mendekat ke arah Ratih. “Salah, bukan ke sini. Tapi ke apartemenku.”Ratih mengernyitkan alis menatap penuh tanya ke arah Derryl. “Setelah sebulan, apa pun hasilnya aku akan melamarmu dan kamu harus menerimanya. Kita nikah lalu tinggal di apartemenku.”Ratih hanya mengulum senyum sambil menggelengkan kepala. Mengapa juga pemikiran Derryl sesimple ini. Kenapa dia tidak berpikir akan ada yang berubah di satu bulan ke depan ini. Bagaimana kalau kedua orang tuanya t
“Jadi ini sebabnya kamu ingin cepat bercerai dariku?” seru Wisnu.Sontak Ratih dan Derryl terkejut. Perlahan mereka mengurai kecupan lalu melihat ke arah suara. Ratih sangat terkejut saat melihat Wisnu sudah berdiri tak jauh dari tempat mereka dengan mata penuh amarah.Ratih menghela napas panjang sambil membalas tatapan Wisnu tak kalah tajam.“Memangnya kenapa? Apa kerjaanmu sekarang menguntitku?” sergah Ratih.Wisnu berdecak, menggelengkan kepala sambil berjalan mendekat.“Aku gak bakal sehina itu untuk menguntitmu. Lagian masih banyak wanita yang mau denganku.”“Oh ya? Lalu bagaimana kabarnya Fani? Setahuku kalian batal menikah saat Fani tahu kamu kepergok begituan dengan Sumi di rumah. Astaga, Mas. Kamu benar-benar menurunkan derajatmu sendiri.”Wisnu berdesak dan terlihat kesal menatap Ratih penuh amarah.“Dari mana kamu tahu aku batal menikah dengan Fani gara-gara Sumi
Ratih terdiam saat melihat sosok pria yang baru datang di hadapannya. Tidak lain dan tidak bukan dia adalah Wisnu, mantan suaminya. Sepertinya kedatangan Wisnu ke kota ini untuk bekerja sama dengan kantor cabang yang dikepalai Ratih.Wisnu tersenyum menyeringai sambil berjalan mendekat ke arah Ratih.“Jadi kamu sekarang yang menjadi kepala cabang di sini? Apa perusahaan menurunkan jabatanmu atau sengaja membuangmu ke sini?” Wisnu sudah nyerocos tak karuan.Ratih hanya diam melipat tangan di depan dada sambil menatap tanpa kedip.“Apa kedatanganmu ke sini untuk meledekku?”Wisnu berdecak dan menggelengkan kepala. “Jangan marah dong, Ratih. Aku hanya sekedar ingin mengenang masa lalu saja. Masa gitu saja kamu marah.”“Aku tidak marah. Aku hanya ingin bersikap profesional. Jadi kapan kamu akan memulainya?”Wisnu menganggukkan kepala kemudian memilih duduk di sofa tak jauh dari tempat Ratih
“Maksud Nona, Anda tunangan Tuan Derryl?” ucap Wisnu memastikan.Sophie tersenyum dan menganggukkan kepala. “Iya, tepat sekali. Saya tunangan Derryl dan keberadaan saya di sini adalah untuk membantunya. Toh, pada akhirnya perusahaan ini juga akan menjadi milik saya.”Wisnu hanya manggut-manggut mendengarnya. Jauh di dalam hatinya, ia sedang bersorak-sorak kesenangan. Ternyata Ratih berbohong selama ini. Kedekatannya dengan Derryl tidak disetujui dan sepertinya tidak mendapat restu. Wisnu masih mengulum senyum dan tentu saja reaksinya itu mengundang tanya pada Sophie.“Anda terlihat gembira, Tuan Wisnu. Apa karena saya sudah bersedia menurunkan harganya sehingga Anda sesenang ini?”Wisnu mengangguk sambil tertawa lebar. “Iya, Nona. Bagaimana kalau saya traktir makan siang kali ini. Biar saya yang membayarnya.”Sophie tertawa kesenangan dan sudah mengangguk berulang. Kemudian tak lama mereka sudah berja
“Derryl!!! Kamu apa-apaan? Kenapa juga kamu membuat Sophie kesulitan?” seru Nyonya Siska.Seminggu berselang sejak Derryl mendapat email dari Sophie, tiba-tiba Nyonya Siska datang ke kantornya dan langsung menyerang Derryl dengan kata-kata mengejutkan.“Kesulitan bagaimana, Ma?” tanya Derryl heran.Ia sedikit bingung mengapa mamanya tiba-tiba datang dan marah-marah tanpa sebab padanya. Nyonya Siska mengatur napasnya kemudian memilih duduk di salah satu sofa dalam ruangan Derryl. Wanita paruh baya itu tampak lebih tenang daripada tadi.“Kamu ... kamu menyuruh dia melakukan pembayaran atas produk yang dibeli kliennya. Kenapa bisa seperti itu? Kenapa tidak kamu setujui saja penawaran harga yang diminta klien? Kenapa malah mempersulit?”Derryl kini yang menghela napas panjang. Kini dia tahu apa sebab mamanya marah-marah tidak jelas di pagi ini.“Mama tahu dari mana tentang hal itu? Apa Sophie yang mengad
“Pagi, Ratih!!!” sapa Sophie.Hari ini tanpa pemberitahuan dulu, Sophie tiba-tiba datang ke kantor Ratih. Ratih terkejut melihat kehadirannya.“Pagi, Sophie. Ada yang bisa aku bantu?”Sophie tersenyum kemudian memilih duduk di salah satu sofa yang terdapat di ruangan Ratih.“Aku datang ke sini untuk memberitahu kamu mengenai tantangan yang aku berikan. Apa kamu masih ingat?” Ratih langsung mengangguk.“Iya, aku masih ingat. Jadi apa yang harus aku lakukan?”Sophie tersenyum kini duduk sambil menyilangkan kakinya sementara tangannya saling bertaut di lututnya.“Akhir pekan ini pelaksanaannya. Aku sengaja memilih akhir pekan agar tidak mengganggu waktu kerja kita. Nanti aku akan memberi tahu lokasi pemotretannya, tidak jauh dari sini, kok.”Ratih hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan Sophie. Dia sedikit lega saat mendengar lokasi pemotretan yang dimaksud tidak ja
Ratih pulang ke mess sedikit larut malam kali ini. Dia baru saja sidak ke tempat truk yang mengalami ban meletus tadi. Sepertinya barang kiriman yang bisa diselamatkan tidak sampai separuh dari jumlah seharusnya. Selain banyak yang rusak, saat truk terguling dan barang berjatuhan. Ada beberapa masyarakat yang berdatangan tidak untuk menolong melainkan membawa kabur barang kiriman tersebut.Ratih tidak bisa marah, ini musibah dan dia harus menerimanya dengan ikhlas. Ratih menghempaskan pantatnya ke sofa di ruang tamu. Dia sangat lelah dan ingin memejamkan mata. Ingin rasanya dia bersandar di dada bidang Derryl sambil sibuk berkeluh kesah. Entah mengapa malam ini dia benar-benar merindukan kehadiran pria bermata kecil itu.“Selamat malam, Bu,” sebuah sapa mengagetkan Ratih.Memang mess tempat Ratih tinggal bersebelahan dengan beberapa supervisor yang bekerja di sini. Ratih tersentak kaget dan menoleh ke arah suara. Dia melihat seorang wanita berwajah t
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r
“Sumi!! Kamu apa-apaan?” seru Wisnu.Dia sangat terkejut saat melihat Sumi menyambar pisau dan menghunus ke arahnya.“Saya hanya minta pertanggung jawaban Bapak. Saya hanya mau nikah sama Bapak. Bukankah Bapak sudah janji. Saya bahkan sudah menyerahkan semua untuk Bapak. Saya cinta Pak Wisnu,” ujar Sumi dengan terisak.Wisnu diam, menghentikan makannya dan berdiri perlahan dari kursinya.“Lalu kamu sekarang mengancamku dengan pisau agar aku menikahimu?”Sumi menangis lagi sambil menganggukkan kepala. “Saya terpaksa melakukannya, Pak. Tolong, jangan biarkan saya berbuat nekad. Saya mencintai Bapak dan ingin selamanya bersama Bapak.”Wisnu menyeringai sambil menatap sinis ke arah Sumi.“Sinting, kamu!!! Mana mungkin aku nikah sama kamu. Aku hanya suka dengan badanmu, suka dengan keperawananmu saja, tidak lebih. Saat melakukannya pun aku membayangkan Ratih. Sama sekali bukan karena ci
“Bukannya dia bekas sopir keluarga Mas Wisnu?” lirih Ratih bertutur.Seketika Derryl, Tuan Robby, Nyonya Siska dan petugas polisi menatap Ratih dengan terkejut. “Anda mengenalnya, Nyonya?” tanya petugas polisi tersebut. “Eng ... tidak. Saya hanya pernah melihatnya bekerja di keluarga mantan suami saya. Waktu itu hanya beberapa bulan bekerja di sana sebagai sopir pribadi mantan mertua saya. Setelah itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Baru kali ini melihatnya kembali.” Petugas polisi itu hanya menganggukkan kepala sambil menatap Ratih dengan seksama. “Apa orang ini yang telah menyabotase mobil dan merupakan residivis itu?” Ratih bertanya. “Iya, Nyonya. Dia ini residivis dan telah menyabotase mobil suami Anda dua kali.” Ratih terdiam dan tampak sedang berpikir. Derryl melihatnya. “Apa kamu berpikir kalau Wisnu di belakang ulahnya?” Ratih menoleh ke arah Derryl dan mengangguk. “Bisa saja, Bang. Bukankah setelah kita menikah dia juga pernah datang ke kantor dan mengirimi aku bung
“Sus, bagaimana istri saya? Apa dia baik-baik saja?” cercah Derryl.Usai kecelakaan itu terjadi, Derryl bersama Ratih sudah dibawa ambulance ke rumah sakit. Derryl tidak mengalami luka serius hanya luka gores saja di beberapa bagian tubuh. Berbanding terbalik dengan Ratih yang saat ini sedang mendapat penanganan khusus.“Sabar, Tuan. Dokter masih menanganinya, nanti kalau sudah selesai pasti akan kami beritahu.”Derryl hanya mengangguk sambil terus berjalan mondar-mandir, sesekali ia remas jemari tangan untuk mengusir kegelisahannya.“Ryl!!” Sebuah suara memanggil Derryl. Derryl menoleh dan melihat Nyonya Siska datang bersama Tuan Robby.“Ma, Pa ... Ratih. Mereka masih menolongnya. Aku gak tahu harus bagaimana. Ini benar-benar kesalahanku.” Derryl berurai air mata dan menyesali keteledorannya tadi.“Sudah, Ryl. Ini semua musibah, kamu harus mengikhlaskan semuanya,” ujar Nyonya Siska