“Derryl!!! Kamu apa-apaan? Kenapa juga kamu membuat Sophie kesulitan?” seru Nyonya Siska.
Seminggu berselang sejak Derryl mendapat email dari Sophie, tiba-tiba Nyonya Siska datang ke kantornya dan langsung menyerang Derryl dengan kata-kata mengejutkan.
“Kesulitan bagaimana, Ma?” tanya Derryl heran.
Ia sedikit bingung mengapa mamanya tiba-tiba datang dan marah-marah tanpa sebab padanya. Nyonya Siska mengatur napasnya kemudian memilih duduk di salah satu sofa dalam ruangan Derryl. Wanita paruh baya itu tampak lebih tenang daripada tadi.
“Kamu ... kamu menyuruh dia melakukan pembayaran atas produk yang dibeli kliennya. Kenapa bisa seperti itu? Kenapa tidak kamu setujui saja penawaran harga yang diminta klien? Kenapa malah mempersulit?”
Derryl kini yang menghela napas panjang. Kini dia tahu apa sebab mamanya marah-marah tidak jelas di pagi ini.
“Mama tahu dari mana tentang hal itu? Apa Sophie yang mengad
“Pagi, Ratih!!!” sapa Sophie.Hari ini tanpa pemberitahuan dulu, Sophie tiba-tiba datang ke kantor Ratih. Ratih terkejut melihat kehadirannya.“Pagi, Sophie. Ada yang bisa aku bantu?”Sophie tersenyum kemudian memilih duduk di salah satu sofa yang terdapat di ruangan Ratih.“Aku datang ke sini untuk memberitahu kamu mengenai tantangan yang aku berikan. Apa kamu masih ingat?” Ratih langsung mengangguk.“Iya, aku masih ingat. Jadi apa yang harus aku lakukan?”Sophie tersenyum kini duduk sambil menyilangkan kakinya sementara tangannya saling bertaut di lututnya.“Akhir pekan ini pelaksanaannya. Aku sengaja memilih akhir pekan agar tidak mengganggu waktu kerja kita. Nanti aku akan memberi tahu lokasi pemotretannya, tidak jauh dari sini, kok.”Ratih hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan Sophie. Dia sedikit lega saat mendengar lokasi pemotretan yang dimaksud tidak ja
Ratih pulang ke mess sedikit larut malam kali ini. Dia baru saja sidak ke tempat truk yang mengalami ban meletus tadi. Sepertinya barang kiriman yang bisa diselamatkan tidak sampai separuh dari jumlah seharusnya. Selain banyak yang rusak, saat truk terguling dan barang berjatuhan. Ada beberapa masyarakat yang berdatangan tidak untuk menolong melainkan membawa kabur barang kiriman tersebut.Ratih tidak bisa marah, ini musibah dan dia harus menerimanya dengan ikhlas. Ratih menghempaskan pantatnya ke sofa di ruang tamu. Dia sangat lelah dan ingin memejamkan mata. Ingin rasanya dia bersandar di dada bidang Derryl sambil sibuk berkeluh kesah. Entah mengapa malam ini dia benar-benar merindukan kehadiran pria bermata kecil itu.“Selamat malam, Bu,” sebuah sapa mengagetkan Ratih.Memang mess tempat Ratih tinggal bersebelahan dengan beberapa supervisor yang bekerja di sini. Ratih tersentak kaget dan menoleh ke arah suara. Dia melihat seorang wanita berwajah t
TOK!! TOK!!! TOK!! Lagi bunyi ketukan itu terdengar jelas, telinga Ratih berdiri, kini dia menyibak selimut kemudian duduk di atas kasur. Ia mencoba memastikan suara ketukan itu dari mana. Lalu entah mengapa Ratih teringat ucapan Rini, istri supervisornya agar tidak membukakan pintu kepada siapa saja yang bertamu di malam hari. TUK!!! TUK!!! TUK!! Suara ketukan itu kini terdengar di jendela kamarnya. Ratih masih bergeming di tempatnya. Dia ragu untuk mencari tahu. Namun, tiba-tiba Ratih mendengar suara yang sangat dikenalnya. “Sayang ... kamu sudah tidur? Ini aku!!!” Sontak Ratih tersenyum dan gegas bangkit dari kasur. Ia berjalan menuju jendela dan membukanya kemudian langsung tersenyum saat melihat Derryl sudah berdiri di depannya. “Abang!!!” Derryl tersenyum sambil mengangguk. “Bisa kamu bukakan pintunya?” Ratih mengangguk kemudian kembali menutup jendela dan gegas berjalan menuju pintu utama. Ratih langsung berhambur memeluk Derryl begitu pintu terbuka. Derryl balas memeluk
“Pagi, Bu Ratih!!” sapa Arif, salah satu supervisornya.Ratih baru saja datang dan langsung disambut oleh Arif. Ratih tersenyum kemudian sudah duduk di kursi kerjanya. Ratih teringat kalau semalam istri Arif sudah datang memberinya makanan.“Saya ucapkan terima kasih untuk makanannya semalam ya, Pak. Masakan istri Anda sangat enak,” puji Ratih.Arif hanya manggut-manggut sambil tersenyum.“Oh ya, Bu. Saya mau tanya untuk sisa produk yang harus kita kirimkan ke customer kapan datangnya? Kemarin sudah saya sampaikan jumlah stock barang kita dan rasanya itu tidak memenuhi kebutuhan kita.”Ratih menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala. “Saya sudah lapor ke pusat soal itu. Kemungkinan hari ini kepastiannya kapan pengiriman barang untuk kita.”Arif hanya manggut-manggut. “Semoga saja kita tidak perlu menunggu lama, Bu.”“Iya, semoga saja.”“Satu
“Maksud Tante ... Tante yang melakukan hal itu. Tante yang menakuti Ratih di messnya?” tanya Sophie.Nyonya Siska terdiam sesaat kemudian menganggukkan kepala. Sebuah senyuman terukir di wajah wanita paruh baya itu.“Iya, Tante yang melakukannya dan ini semua demi kamu. Tante tidak mau Ratih memenangkan kompetisi ini apalagi menikah dengan Derryl. Itu hal yang paling Tante takutkan.”Sophie hanya diam. Entah mengapa dia tiba-tiba merasa bersalah karena telah mengintimidasi Ratih beberapa hari yang lalu. Ia bahkan meminta Ratih mundur dari kompetisi aneh ini.“Derryl itu anak Tante satu-satunya, harapan Tante. Dia masih muda, tampan, berpendidikan tinggi dan pewaris tunggal kami. Tidak rela rasanya kalau dia harus menikah dengan wanita yang lebih tua berstatus janda lagi.”Sophie masih terdiam dan sama sekali tidak mau bersuara. Ia hanya memperhatikan reaksi wanita paruh baya di depannya ini. Sophie tidak tahu ala
“Ratih sejak semalam tidak tinggal di mess, Pa. Dia sengaja melarikan diri dari sana!!” ujar Nyonya Siska.Tuan Robby hanya diam sambil menatap tajam ke arah istrinya. Pria yang masih terlihat tampan itu hanya terdiam kemudian tampak menghela napas panjang.“Dari mana kamu tahu, Ma? Apa kamu dari rumahnya?”Sontak Nyonya Siska terdiam. Manik matanya tampak berputar seakan sibuk mencari jawaban atas pertanyaan yang baru saja diajukan Tuan Robby.“Hmm ... aku tahu saja. Aku tahu ... dari salah satu karyawan yang tinggal di sana.”Tuan Robby makin terkejut bahkan sudah mengernyitkan alisnya.“Karyawan yang tinggal di sana? Jadi kamu punya mata-mata untuk mengintip aktivitas Ratih?”Nyonya Siska terbelalak kaget dan buru-buru menggelengkan kepala. Dia tidak mau suaminya tahu kalau dia sedang melakukan banyak aktivitas nakal di belakangnya.“Enggak. Aku gak punya mata-mata. Aku h
“Stop, Sayang!!! Kamu beneran ingin melakukannya di depanku?”Sontak Ratih membalikkan badan dan melihat Derryl tengah duduk di salah satu kursi sedang menatapnya tajam.“Abang!!! Sejak kapan kamu di sini?” seru Ratih.Ia langsung berjalan menghampiri Derryl. Derryl tersenyum kemudian menepuk pahanya meminta Ratih duduk di sana. Ratih ragu mendekat dan hanya bergeming tak jauh darinya.“Sini!! Aku baru saja masuk, kamu saja yang tidak tahu.” Derryl berkata sambil kembali menepuk pahanya.Perlahan Ratih mendekat kemudian dengan ragu duduk di paha Derryl. Derryl tersenyum dan langsung memeluk wanita kesayangannya ini.“Aku kangen, Sayang,” cicit Derryl lirih. Perlahan ia dekatkan wajahnya kemudian mengecup berulang pipi Ratih dan merembet ke bibirnya.Seperti sudah biasa, Ratih membalas bahkan tangannya dengan rileks mengalung di bahu Derryl. Mereka masih asyik berbagi saliva hingga terden
Waktu yang ditentukan oleh Tuan Robby untuk menyelesaikan kompetisi antara Ratih dan Sophie, tinggal satu minggu. Untung saja awal minggu ini ada pengiriman barang yang datang sehingga Ratih bisa mengirimkan permintaan customer tepat waktu. Dia juga melakukan manuver baru dengan menjemput bola.Kantor cabang itu acap kali mengikuti pameran yang diadakan pemerintah daerah. Dengan begitu semakin banyak masyarakat yang mengenal produk mereka. Ratih juga memberitahu cara terbaik untuk melakukan administrasi kantor. Banyak karyawannya yang senang akan usaha Ratih kali ini. Semua yang diajarkan lebih sistematis dan membantu kinerja karyawan.Pagi ini, Ratih dikejutkan dengan dua orang anak buahnya yang tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam ruangannya.“Ada apa?” tanya Ratih penasaran.“Bu, ada sidak dari pusat. Tuan Robby datang bersama beberapa staf, tak ketinggalan juga Pak Derryl.”Ratih terkejut setengah mati, bukankah ini belum
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r
“Sumi!! Kamu apa-apaan?” seru Wisnu.Dia sangat terkejut saat melihat Sumi menyambar pisau dan menghunus ke arahnya.“Saya hanya minta pertanggung jawaban Bapak. Saya hanya mau nikah sama Bapak. Bukankah Bapak sudah janji. Saya bahkan sudah menyerahkan semua untuk Bapak. Saya cinta Pak Wisnu,” ujar Sumi dengan terisak.Wisnu diam, menghentikan makannya dan berdiri perlahan dari kursinya.“Lalu kamu sekarang mengancamku dengan pisau agar aku menikahimu?”Sumi menangis lagi sambil menganggukkan kepala. “Saya terpaksa melakukannya, Pak. Tolong, jangan biarkan saya berbuat nekad. Saya mencintai Bapak dan ingin selamanya bersama Bapak.”Wisnu menyeringai sambil menatap sinis ke arah Sumi.“Sinting, kamu!!! Mana mungkin aku nikah sama kamu. Aku hanya suka dengan badanmu, suka dengan keperawananmu saja, tidak lebih. Saat melakukannya pun aku membayangkan Ratih. Sama sekali bukan karena ci
“Bukannya dia bekas sopir keluarga Mas Wisnu?” lirih Ratih bertutur.Seketika Derryl, Tuan Robby, Nyonya Siska dan petugas polisi menatap Ratih dengan terkejut. “Anda mengenalnya, Nyonya?” tanya petugas polisi tersebut. “Eng ... tidak. Saya hanya pernah melihatnya bekerja di keluarga mantan suami saya. Waktu itu hanya beberapa bulan bekerja di sana sebagai sopir pribadi mantan mertua saya. Setelah itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Baru kali ini melihatnya kembali.” Petugas polisi itu hanya menganggukkan kepala sambil menatap Ratih dengan seksama. “Apa orang ini yang telah menyabotase mobil dan merupakan residivis itu?” Ratih bertanya. “Iya, Nyonya. Dia ini residivis dan telah menyabotase mobil suami Anda dua kali.” Ratih terdiam dan tampak sedang berpikir. Derryl melihatnya. “Apa kamu berpikir kalau Wisnu di belakang ulahnya?” Ratih menoleh ke arah Derryl dan mengangguk. “Bisa saja, Bang. Bukankah setelah kita menikah dia juga pernah datang ke kantor dan mengirimi aku bung
“Sus, bagaimana istri saya? Apa dia baik-baik saja?” cercah Derryl.Usai kecelakaan itu terjadi, Derryl bersama Ratih sudah dibawa ambulance ke rumah sakit. Derryl tidak mengalami luka serius hanya luka gores saja di beberapa bagian tubuh. Berbanding terbalik dengan Ratih yang saat ini sedang mendapat penanganan khusus.“Sabar, Tuan. Dokter masih menanganinya, nanti kalau sudah selesai pasti akan kami beritahu.”Derryl hanya mengangguk sambil terus berjalan mondar-mandir, sesekali ia remas jemari tangan untuk mengusir kegelisahannya.“Ryl!!” Sebuah suara memanggil Derryl. Derryl menoleh dan melihat Nyonya Siska datang bersama Tuan Robby.“Ma, Pa ... Ratih. Mereka masih menolongnya. Aku gak tahu harus bagaimana. Ini benar-benar kesalahanku.” Derryl berurai air mata dan menyesali keteledorannya tadi.“Sudah, Ryl. Ini semua musibah, kamu harus mengikhlaskan semuanya,” ujar Nyonya Siska