Share

Part28

Penulis: Oscar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tiba-tiba saja pintu ruanganku terbuka. Kulihat seorang pria dengan wajah angkuhnya datang dan langsung duduk di depanku, tanpa kupersilahkan.

"Mau apa lagi, sih kamu?" ujarku dengan nada ketus.

"Kenapa kamu blokir nomorku, beb?" Dia terlihat marah.

Bab beb bab beb. Norak!

"Kamu keberatan? Aku aja nggak pernah protes, waktu dulu kamu blokir nomorku."

Semenjak kejadian itu, Refan memang berulang kali mengirimkan pesan dan menelponku. Karena bosan dan merasa terganggu, aku langsung aja memblokirnya. Nggak penting juga ya kan. Apalagi saat ini hubunganku dengan Zein udah mulai panas-panas gituh. Otomatis, aku juga nggak mau ada pengganggu.

"Aku serius! Aku mau balikan sama kamu," ucapnya dengan nada tegas.

Iyyuh... gilak aja. Nggak punya malu banget ini cowok.

"Dih, sori ye. Kalau bisa dapet perjaka, ngapain juga aku milih duda!" celaku, dengan nada mengejek.

"Perjaka miskin itu, maksud kamu? Yas, Yas. Kamu itu apa nggak bisa nyari suami yang lebih baik dari aku apa?"

"Ya jelas b
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part29

    Refan memutar tubuhnya, kemudian berdiri. Akupun ikut berdiri dan berjalan cepat ke arah Zein. Biar dia nggak salah paham tentang posisi kami tadi. "Sayang!" Aku menggandeng lengan Zein dengan mesra. Duh, pasti ada yang lagi panas, nih. "Aku mau ngajakin kamu makan siang, Sayang," ucap Zein, yang seolah-olah kembali mengikuti sandiwara dan pencitraan yang biasa aku mainkan. "Ya udah, yuk!" Aku dan Zein berbalik, sampai suara Refan lagi-lagi menghentikan langkah kami. "Serius, nggak takut masuk penjara, bro?" ancamnya, dengan nada mengejek. Zein berbalik. Plis, Zein. Jangan terpancing. Kamu nggak boleh hilang kendali seperti kemarin. Di sini aja sama aku. "Kenapa nggak langsung dilaporin aja? Pakek ngancem segala!" decih Zein, dengan tegas. Wow!"Cuman mau ngasi kesempatan aja. Siapa tau, kamu bisa mikir dengan akal sehat buat ninggalin Tyas. Nggak pernah ngaca atau gimana?"Dih, enak aja. Zein itu cinta mati sama aku. Ya, nggak mungkinlah dia mau nurutin kata-kata kamu. "Teru

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part30

    "Baguslah kalau kamu merasa kek gitu. Tapi mana mungkin aku bisa marah. Kan kamu ngelakuinnya jauh sebelum kita kenal. Kalau seandainya itu terjadi saat kamu udah menjadi istri aku, baru aku punya hak untuk marah.""Terus, kalau kamu marah, kamu bakal mukulin aku sampek bonyok gitu juga?""Mmm...." Zein memutar bola matanya. "Nggak lah. Mana mungkin aku berani mukul wanita.""Terus? Aku mau diapain?""Mmm... nggak ada.""Lho, katanya marah.""Iya, marah. Tapi, aku langsung nganterin kamu pulang aja ke rumah Papi sama Mami. Terus, aku juga pulang ke rumah Ibuk. Biar kamu bisa bebas, melakukan semua hal yang kamu mau."Deg! Tiba-tiba ginjalku berdetak tak menentu. Kok tiba-tiba aku jadi nggak rela ya. Mendengar kata-kata Zein yang seperti itu, membuat perasaanku jadi takut. Apa sekarang, aku benar-benar nggak rela kehilangan dia? "Kamu jangan ngomong gitu dong, Zein. Aku juga nggak mungkin ngelakuin hal seperti itu lagi. Dosa tau!"Ya, ampun. Kenapa aku baru nyadar, kalau itu dosa. Ke

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part31

    Ini si Zein, kenapa sampai hati banget sih. Bisa-bisanya dia bilang mau pergi dan meninggalkan aku. Pake berlagak khawatir lagi. Kalau nggak mau melihat aku tinggal sendiri di rumah, ya tetap di sini dong. "Kamu ngomong apa sih, Zein? Tega amat, kamu mau ninggalin aku. Mana, omongan kamu yang panjang lebar waktu itu. Katanya mau buat aku jatuh cinta. Dan akan berusaha bertahan sampai kontrak selesai," rengekku manja."Tyas....""Katanya kamu udah jatuh cinta sama aku. Bakal setia menanti, dan nunggu aku berubah pikiran dan jatuh hati. Mana?""Yas....""Atau jangan-jangan, yang Refan bilang itu bener, kamu cuman manfaatin aku doang, biar bisa hidup enak dengan morotin uang aku. Jahat banget sih, kamu.""Tyas.... ""Apa kamu tiba-tiba berubah pikiran karena ucapan Refan tadi? Kamu kan tau, dia cuman mau manas-manasin kamu aja. Udah pernah baca kan, kisah orang ketiga kek gitu? Dia itu pebinor, Zein. Pebinor.""Yas....""Aku nggak pernah kepikiran banding-bandingin kamu sama Refan. Teta

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part32

    "Tapi, kalau Refan tetap kekeuh masukin aku ke penjara, gimana?"Et, tar dulu. Jadi, dia tadi cuman mau pamit ke penjara? Bukan balik ke rumah Ibunya, atau balikan lagi sama Bela? Set dah. Mana udah jujur sejujur jujurnya lagi. Pake acara meluk sampe ada yang berdiri. Dikerjain lagi aku sama si Zein. Hish... si Zein. Emang nggak pernah ya, biarin aku mempunyai harga diri sedikit pun. Aku melepaskan pelukan, dan langsung membetulkan posisi duduk. Sedikit menjauh, dan menghadap ke depan. "Kok di lepas?" Wajahnya kelihatan kecewa. "Geli, ada yang ganjel." Aku beralasan. "Nakal kamu, ya. Udah pintar godain suami." Dia memencet dan menggoyang-goyangkan hidung mancungku yang asli tanpa operasi plastik. "Jadi kamu takut nih, kalau Refan benar-benar masukin kamu penjara? Kalau takut, kenapa nggak nurutin permintaan dia aja?" Aku mulai berani menantang. Sedikit sewot. "Nggak lah, buat apa. Sampai kapanpun, aku tetap nggak akan nyerahin istri aku yang cantiknya kelewatan ini, balik lag

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part33

    Aku terbangun pagi-pagi sekali, saat kulihat Zein sudah tak ada di sampingku. Kebiasaan! Dia pasti bangun lebih dulu, dan mengerjakan pekerjaan dapur, guna melayaniku. Aku langsung bergegas ke kamar mandi, saat ada yang terasa nyeri di bawah sini. Aw! Aku memeganginya. Terasa perih dan seperti ditusuk-tusuk. Dibawah guyuran shower yang membasahi sekujur tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki, kulihat ada noda darah di pahaku. Wah, aku terkejut. Rupanya rasa nyeri yang kurasakan tadi nyeri di perut akibat datang bulan. Baru teringat kalau di pertengahan bulan seperti ini memang adalah jadwalnya. Menang banyak dong si Zein tadi malam. Kami berkendara selepas sarapan. Zein fokus menyetir, sambil sesekali memandangiku dengan tersenyum. Mungkin merasa hepi, karena udah bolak-balik berhasil memaksaku untuk memberikan haknya. Maksa lho ya, maksa. Kami sampai di kantor, saat Bino lagi-lagi menunggu di ruanganku. Kali ini nggak berani lagi jalan beriringan dengan kami. "Naik darah, sa

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part34

    "Ngapain sih, Zein? Lagi chat an sama Bela?" sinisku, sambil garuk-garuk piring kosong pake garpu. Ngilu, ngilu dah. Kesel! "Ya, enggak lah, Yas. Buat apa? Kan nomornya udah aku blokir," sahutnya dengan santuy. "Masa sih? Sejak kapan kamu blokir nomor dia?""Udah lama. Sejak aku tau dia punya pacar baru.""Beneran?" sindirku. "Sebelum kita nikah dong?""Bener, Yas. Kalau dia masih bisa ngubungi aku, ngapain juga dia repot-repot datang ke rumah, terus nanyakin alamat kantor. Kan tinggal nelpon, terus janjian di luar. Kaya kamu sama mantan waktu itu.""Oh, nyindir... Udah berani, ya? Udah nggak takut lagi sama aku?""Masih takut lah, Yas.""Takut apa? Takut aku masukin penjara?""Takut nggak dikasi jatah, Sayang."Hish... aku melotot. Dia tertawa. Manis banget lagi. "Trus, itu kamu ngapain?"Dia kembali menatap layar ponsel, kemudian mengetak-ngetik sesuatu dengan kedua jempol besarnya. Dih, jempol aja segede itu, apalagi... betisnya ya. "Lagi kepikiran nulis dialog. Mumpung ingat,

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part35

    "Kenapa, Zein? Kok tumben nanyakin si sontoloyo? Mmm... jangan-jangan kamu cemburu lagi sama dia?" ujarku, penuh percaya diri. "Emang nggak boleh?" sahutnya dengan lembut. Tapi tetap aja terdengar ketus. Pasti itu hati lagi hareudang banget. "Tuh, kan bener. Zein cemburu. Pasti kamu udah cinta mati sama aku. Ya, khan?""Iya, aku cemburu. Abis, kamu deket banget sama dia.""Ish... seneng deh, kalau suami bayaranku ini lagi cemburu." Kucubit lengannya dengan jemari lentikku. "Oh, jadi sengaja, gitu?""Ya, enggak lah Zein. Childish banget. Iyyuh...""Kok malah seneng liat aku cemburu.""Iya, dong. Merasa di lope-lope in aja. Tapi nggak sama si sontoloyo juga kali, Zein. Merendahkan harga diriku banget," keluhku. "Lho, kenapa?""Ya kali aku sampe naksir sama dia. Udah jorok, jarang mandi, minta traktir terus. Iyyyuh... nggak masuk kriteria banget deh pokoknya."Kulihat Zein tertawa. "Iya, iya. Aku percaya. Tipe kamu kan yang ganteng kaya aku gini, kan?"Mmmm....he eh in ajalah. Biar

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part36

    Dia telah selesai memakai celana pendek dan kaos tipis. Lalu duduk di sisi ranjang menghampiriku. "Duh, seksinya juragan istri," godanya. "Woiya dong.""Bagus banget bajunya. Ntar kalau udah gajian, aku beliin lagi yang kek gini ya. Buat gantiin yang dikasi Zahra kemarin.""Boleh. Makasih, Zein.""Kamu mau warna apa?""Terserah kamu aja, Zein.""Oh, oke!""Yuhuuu....""Lagi ngapain?"Mmm....modus dimulai..."Biasalah, lagi baca cerbung di kbm. Yang kalau udah lagi seru-serunya, di suruh pindah ke aplikasi. Kesel tau!" sindirku. Padahal aku tahu sendiri, bahwa seorang penulis itu perlu dihargai. Meskipun dia belum bisa menjual buku, tapi para readers bisa menghargainya dengan cara membeli koin. Nggak melulu minta next dan tamatin di efbi. Jangan kesindir ya, gaes. Secara keturunan ningrat kaya aku gini paling alergi sama yang gratis-gratis. Pengen suami aja, aku sampe rela beli. "Yas, Yas. Pelit amat sih jadi orang." Dia memencet dan menggoyang-goyangkan hidung mancungku. Tuh, mu

Bab terbaru

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part106

    "Pasti karena aku cantik kan, Zein?" ucapku penuh percaya diri. "Iya, kamu cantik."Pipiku bersemu kemerahan kaya artis-artis korea. "Selain itu....""Selain itu, apa?" tanyaku penasaran, karena ia menghentikan kata-katanya. "Selain itu, kamu kalau jalan lucu. Mirip badut." Dia tertawa ringan. "Ish... Zein! Udah mulai nakal, ya. Goda-godain aku."Dia semakin tertawa. Dan aku merasa senang melihat wajah cerianya lagi. Tanpa sadar aku menerkam tubuhnya dan masuk dalam dekapannya. "Eh, eh, kenapa nih? Main peluk-peluk aja. Pasti kangen uwu-uwu nih," godanya lagi. "Enggak, kok. Cuman terharu aja. Aku pikir kita nggak akan bisa lagi kek gini. Aku takut banget," aku menangis sesenggukan. Zein ikut memelukku dengan erat. "Ini semua berkat doa kamu, Yas. Kamu istri yang baik buat aku. Makasih ya, Yas. Udah mau nerima aku apa adanya.""Aku juga ya, Zein. Makasih udah nyelamatin aku dari rasa malu dan menutupi semua aibku di masa lalu.""Jangan bicarakan itu lagi, Yas. Bagiku kamu tetap

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part105

    Akhirnya operasi Zein selesai. Kami yang tadinya harap-harap cemas dengan hasilnya, mendadak menarik napas lega. Operasinya berjalan lancar. Kini Zein harus mendapat perawatan pasca operasi di ruangan ICU. Tanpa terasa air mataku mengalir begitu aja. Ternyata, jarak hidup dan kematian itu hanya sepersekian detik saja. Apa yang mau kita banggakan lagi di dunia ini? Adik-adikku mengusap bahuku dengan lembut. Mencoba menguatkan aku yang terlalu down karena masalah ini. Ditambah lagi usia kandunganku yang semakin tua. Apa yang kulakukan kalau Zein belum pulih dan tak bisa berjalan?Kuatkah aku mengahadapi kelahiran ini sendiri, tanpa Zein yang seharusnya mendampingi? Dokter bilang, Zein tidak mungkin langsung sembuh dan normal seperti sedia kala. Butuh waktu untuk masa pemulihan. Asal dia semangat, semua bisa berjalan lebih cepat. Setelah satu harian di ruang ICU, akhirnya Zein kembali ke ruangan. Ruangan VVIP yang super mewah pastinya. Tentunya setelah dia sadar, dan tekanan darahnya

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part104

    Sebenarnya, Zein nggak mau kalau Ibuk tahu dia sedang dirawat di rumah sakit seperti ini. Katanya takut nyusahin Ibuk, dan membuat orang tua itu cemas. Akan tetapi, setelah kompromi sama Papi dan Mami, kami mutusin agar Ibuk tetap di beritahu secepatnya. Soalnya, jika diberitahu belakangan nanti, seperti yang Zein katakan. Takutnya Ibuk malah berkecil hati, dan merasa tidak dianggap sebagai keluarga. Kan jadi repot lagi urusannya. Taulah kalau golongan dari kalangan bawah inikan, perasaannya terlalu sensitif menilai sesuatu hal. Ini fakta ya, bukannya aku yang ngarang. Makanya aku minta tolong sama Bino untuk menjemput ke sana langsung. Setelah si Bino nanti sudah sampai, Baru Mami yang akan nelpon, bilangin kalo Zein sedang sakit dan mobil lagi menuju rumah mereka buat menjemput. Mudah-mudahan Ibuk nggak kenapa-napa. . "Sayang, kami pulang dulu, ya!" Aku pamit pada Zein setelah menjelang sore. Malam ini, Ada Nita dan Papi yang bersedia menemani Zein disini. Sebenarnya, Papi dis

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part103

    "Bin!" Aku keluar dari ruangan,tempat Zein dirawat dan bergabung dengan yang lain. Tempat yang disediakan pihak rumah sakit untuk keluarga pasien, beristirahat. "Iya, Yas.""Aku minta tolong, ya. Mulai besok kamu yang ngurus perusahaan!""Siap...siap."Dih, langsung nyahut. Nolak dulu kek. Emang nggak ada segan-segannya ya ini orang. Malu dikit napa."Tapi ingat ya, Bin. Jangan ambil kesempatan!""Ya elah, Yas, Yas. Masih aja, ya! Suudzon terus.""Woiya dong, Bin. Sebagai teman yang baik, aku kan harus selalu ngingatin kamu, supaya jangan merusak persahabatan kita selama ini, hanya karena masalah uang.""Iya, iya. Makasih ya udah ngingetin aku. Entar kalo urusan kamu udah selesai sekalian aja bawa BPK sama KPK buat geledah rumah aku, Yas," jawabnya sewot. Dih, tersinggung. Sensi amat. " Untuk apa?" tanyaku pura-pura bego. "Untuk meriksa. Kalo kamu nggak percaya sama aku.""Aku percaya, loh Bin sama kamu. Makanya aku ngingetin, biar amanah yang aku kasi nggak kamu salah gunain," b

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part102

    "Dia nanyakin, Mami. Kabarnya, gimana? Udah punya anak berapa? Udah punya cucu apa belum?""Terus, nanyakin apa lagi, Pi?""Ya elah, Mami kok kepo banget. Emang ada apa sih?" tanyaku penasaran. "Dokter Faisal Itu, Yas. Mantannya Mami," jelas Papi. "Belum sempat jadian loh, Pi. Pasti Papi cemburu, deh." Timpal Mami. "Nggak lah, Mi. Buat apa Papi cemburu."Kok aku nggak ngerti dan makin kepo aja, nih. "Emang ceritanya, gimana sih, Pi? Kok Mami juga kenal?""Gini, Yas ceritanya. Dulu itu, Dokter Faisal temen dekat Papi, terus Mami naksir tuh sama dia. Tapi Mami malu bilang langsung sama dia, taulah Mami kalian inikan dulu gengsian orangnya. Jadi, Mami minta Papi yang nyampaiin jadi posnya mereka. Setelah Papi sampein, Dokter Faisal menolak dengan alasan mau fokus kuliah dan ngejar karir dulu. Kecewa tuh, Mami," jelas Papi, sambil senyum-senyum. "Nggak gitu juga, ceritanya, Pi," sergah Mami malu-malu. "Pasti Papi nggak nyampein tuh ke orangnya karena Papi suka sama Mami, iyakan, Pi."

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part101

    Sekilas dia menatapku dan tersenyum. Kemudian kembali menatap bola lampu di atas ruangan. Sudah dari tadi kuperhatikan, Zein selalu saja memandang ke arah bola lampu yang menyala itu. "Zein, kamu liatin apa?" tanyaku penasaran. "Aku melihat cahaya putih yang terpancar dari bola lampu itu, Yas," jawabnya, tanpa berpaling. "Buat apa?"Dia menarik napas dalam. "Aku berharap, Tuhan masih mau memberikanku kesempatan dan sedikit cahaya dari-Nya agar aku segera sembuh, dan bisa melihat anak kita tumbuh besar, bisa menggendongnya, merawat dan bisa bermain-main dengannya kelak. Dan aku juga berharap masih bisa bekerja dan menafkahi kalian berdua.""Amin." Segera kujawab harapan Zein tadi."Kamu tau, Yas. Apa keinginanku saat ini?" tanyanya. "Apa?""Aku hanya ingin sehat dan bisa bertahan hidup.""Makanya, kamu yang semangat dong, Zein. Banyak-banyak berdoa juga. Tuhan akan cepat mengabulkan doa orang-orang yang lagi sakit." Aku menguatkan genggaman tanganku sebagai bentuk support untuknya.

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part100

    "Kamu kok tau aku ada disini?""Maaf, Zein. Aku tadi yang jemput, Tyas," ucap Bino merasa bersalah. "Emang kenapa kalo aku datang kesini? Kamu nggak suka karena udah ada Silvi yang nemenin?" ucapku meradang. Tentu aja setelah Silvi keluar dari ruangan ini saat melihat kedatangan kami tadi. Pasti tadi abis ngelus-ngelus si Zein, tuh. Waktu di jalan tadi, Bino juga sudah bilang kalau Zein berpesan jangan memberi tahu tentang keadaannya padaku. Dia sangat khawatir, takut terjadi sesuatu padaku dan juga kandunganku.Disaat sakit pun, Zein masih aja selalu perhatian yang membuat diriku makin jatuh cinta sama dia. Aku jadi terharu deh dibuatnya. Aku kan baperan orangnya. "Keadaannya, gimana, Zein?" tanya Mami. "Kata Dokter harus operasi, Mi. Tapi nunggu persetujuan dari pihak keluarga.""Kok pake operasi segala? Emang separah apa?""Katanya penyumbatan pembuluh darah, Mi." Lututku ikut bergetar mendengar kata operasi. "Bahaya, nggak tuh?" tanyaku panik. Air mataku mengalir begitu aja

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part99

    "Jadi, keadaannya gimana?" tanyaku cemas. "Lagi diperiksa, Yas. Tadi setelah masuk IGD, petugas minta surat-surat buat administrasi. Aku kurang ngerti juga, surat apa. Terus mereka juga nanya keluarganya yang mana? Makanya aku nyusul kamu ke sini.""Kenapa nggak nelpon aku aja, Bin? Kan aku bisa langsung ke sana.""Nggak berani lah, Yas. Bukannya kamu tinggal sendirian di rumah? Kalau tiba-tiba pingsan gimana?"Iya juga sih. Tumben si Bino pikirannya lurus. "Jadi, yang jagain Zein di sana, siapa?" tanyaku cemas. "Ada Silvi. Tadi aku minta tolong sama dia, juga. Sekalian bareng ke rumah sakit."What? Dasar sontoloyo. Emang teman nggak punya akhlak ini si Bino ya. Badanku makin lemas setelah mendengar nama Silvi. Pasti nangis-nangis tuh, sambil meluk-meluk. Merasa menyesal karena belum sempat menyatakan rasa cintanya pada Zein. Iyyuhhh... Sok dramatis banget deh kisahnya. Aku duduk di sofa ruang tamu setelah di papah oleh Bino. Sekujur tubuhku terasa lemah dan berat. Pikiranku mel

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part98

    "Eh, jangan. Entar kalo jatuh gimana?" tolaknya. "Makanya hati-hati dong, Zein.""Ya udah deh, tapi pelan-pelan aja, ya." Dia menundukkan tubuhnya dan segera mengangkat ku dalam gendongannya. Membuat aku senyum-senyum sendiri. Teringat kembali akan kenangan masa lalu, saat Zein memaksa menodaiku untuk yang pertama kali. Betapa gagah dan romantisnya Zein kala itu, sampai-sampai membuat bulu mataku merinding disko. So sweet banget, kan? "Zein, entar kalo sudah pulang kantor, langsung balik ke rumah ya! jangan singgah -singgah lagi di jalan," ucapku saat sedang menikmati sarapan di meja makan. "Iya, bawel.""Awas kalo ketauan singgah-singgah, apalagi nekat jajan di luar.""Iya, sayang.""Good.". "Hati-hati Zein, mengemudinya! Jangan kebut-kebutan ya!" Pesanku pada Zein, sebelum dia berangkat. "Iya, iya." Ih, nurut banget sama istri. Makin gumush deh liatnya. Setelah Zein pergi, aku rebahan di tempat tidur sambil chatingan bareng trio ember. Ya, walaupun sudah jarang ketemu lang

DMCA.com Protection Status