Akhirnya setelah dua bulan lamaran yang dilakukan oleh keluarga Amrita lewat iparnya yang bernama Rizky, perhelatan pernikahan antara Luna dan Devan dilakukan di rumah Luna. Sekitar pukul 9 pagi, seluruh anggota keluarga Devan yang menggunakan kostum seragam tradisional berwarna biru muda dengan kain batik memberikan perbedaan yang mencolok dengan keluarga Luna yang menggunakan gaun pesta berwarna biru muda pula bagi wanita dan untuk prianya memakai jas berwarna biru muda dengan kemeja berwarna putih dan dasi kupu-kupu berwarna biru tua.Sementara Luna menggunakan kebaya brokat berwarna putih dengan payet putih dan ikat pinggang berwarna biru tua dengan rambut yang di sanggul serta make up lengkap hingga membuat aura kecantikan pada diri Luna terpancar saat wanita cantik itu menggunakan kerudung berwarna putih.Begitu juga dengan Devan, lelaki tampan itu menggunakan jas berwarna putih dengan kemeja putih dan satu bunga mawar pada kantung jasnya berwarna biru tua serta sebuah penutup k
Luna yang tak mampu memejamkan matanya merasakan detak jantungnya kian berdebar dibarengi dengan basahnya telapak tangan wanita cantik itu saat mengingat hal yang akan terjadi pada dirinya dan Devan saat berada di dalam kamar berduaan.“Gimana aku harus menghadapi lelaki muda itu? Apa aku diam saja? Atau mengikuti saran Arumi dan Cintya?” tanyanya pada diri sendiri.Kembali Luna teringat kata-kata kedua sahabatnya pada pertemuan antara Ia dan kedua sahabat karibnya Arumi dan Cintya, tiga hari lalu di rumahnya.“Luna, menurut gue ... Elo nikmati aja pernikahan yang tiga hari lagi elo lakuin. Masalah si Devan masih punya pacar, abaikan aja. Yang paling berhak atas diri Devan itu elo!” ujar Arumi.“Betul Rumi! Soalnya nih ... Abis nikah pastinya elo lakuin malam pertama dong. Maksud gue, kalau elo bisa servis si Devan yang masih muda itu di ranjang, gue rasa perjanjian di atas kertas itu akan jadi sebuah perjanjian. Kecuali ... si Devan udah pernah juga main kuda-kuda’an sama pacarnya,”
Luna memandang dan semakin menenggelamkan tubuhnya ke dalam buih sabun yang ada di bathup tersebut. Devan yang masuk ke dalam bathup tersenyum samar ikut masuk ke dalam bathup dalam posisi berbeda. Devan kini berada di hadapan Luna. Saat dirinya duduk di hadapan Luna, lelaki tampan itu meraih kaki jenjang Luna dan mengelusnya hingga Luna pun berkomentar atas apa yang dilakukan oleh Devan. Seorang lelaki berusia 23 tahun yang kini masih menjalankan study nya di sebuah universitas negeri jurusan komunikasi.“Kamu pasti udah biasa berhubungan dengan pacarmu, ya?” tanya Luna saat jemari Devan mengelus-ngelus betis dan memijat telapak kakinya yang berada dalam air hangat berbuih sabun aromatik.Devan hanya menggelengkan kepalanya dan menatap tajam pada Luna seraya berkata, “Berdirilah di hadapanku.”“Apa?!” pekik Luna yang tak menyangka atas apa yang diminta Devan.“Ya, berdirilah...,” pintanya datar.“Aku lagi dalam keadaan bugil. Bagaimana juga aku harus berdiri di hadapanmu?” tanya Luna
Devan memegang jemari Luna yang menoleh ke arahnya. Lalu, lelaki tampan itu meletakkan jemari tangan Luna tepat di atas batang kenikmatannya yang masih terlihat tidur bagai ujung belalai gajah.“Luna..., elus dia. Aku mau kamu merasakan bentuk punyaku,” pinta Devan mengelus lengan mulus Luna dengan rambut tergerai setengah basah membuat wanita berusia 35 tahun terlihat semakin seksi.“Van..., kayaknya aku nggak bisa. Aku ... Uhm... Maaf, Aku ... Ji-jik...,” ucap Luna terbata-bata sembari menggigit bibir bawahnya dan memandang ke arah Devan yang menatap lekat ada dirinya.Devan yang mendengar ucapan Luna kembali meraih jemari tangan wanita cantik itu dan mengajari Luna cara mengelus batang kenikmatan miliknya, sesuai dengan yang dibaca dan dilihat pada sebuah video. Tampak Luna memejamkan matanya dengan menelan salivanya dalam posisi bugil dan kini duduk di hadapan Devan yang memandang lurus ke arah kedua payudara Luna yang penuh dengan tanda merah. Melihat hal itu, lelaki muda berusi
Luna melangkah panjang keluar dari kamar menuju lift. Melihat hal itu Devan pun bergerak cepat saat melihat Luna telah menekan tanda turun pada lift.Ting!Luna masuk ke dalam lift dan menekan tanda tutup pada lift, padahal dirinya melihat Devan berlari kecil meraih tombol pada lift agar tidak tertutup. Tepat saat berada di depan lift, Devan loncat masuk ke dalam lift kala lift hampir tertutup hingga membuat lelaki muda itu hampir terjatuh.“Ooh!” teriak seorang wanita berusia 40 tahun yang melihat Devan dipegangi oleh suaminya yang berada di dalam lift. Di dalam lift tersebut hanya berisi 4 orang, wanita berhijab dengan seorang lelaki berusia 50 tahun dan Luna serta Devan.“Anak muda, berhati-hatilah. Siapa kamu kejar sampai loncat ke dalam lift seperti itu? Kalau kamu jatuh dan patah pasti orang tuamu yang pusing. Belum lagi kamu buat istriku terkejut. Pastinya mbak itu juga terkejut,” ujar lelaki berkemeja memandang ke arah istrinya yang tampak terkejut dan menunjuk ke arah Luna ya
Luna mengambil satu potong lapis legit yang telah dihidangkan pramusaji dan Devan pun melakukan hal yang sama dengan Luna. Baik cara mengambil kue lapis tersebut dengan meletakkan tisu makanan pada kue lapis tersebut sampai cara menikmatinya yang terkesan berkelas dari orang kebanyakan dengan memakan sedikit demi sedikit.Luna yang merasa Devan meniru caranya menikmati kue lapis legit melotot ke arah lelaki tampan itu dan berkata, “Kamu tuh ... Bikin orang bete amat sih! Liat orang makan ... Ikut cara orang makan. Emang kamu pikir, cara aku makan, aneh?!”“Justru nggak aneh. Kamu cuman terlihat berbeda dengan orang lain. Enak aja aku lihat, makanya aku belajar cara makan seperti kamu,” jawab diplomatis Devan dengan senyum manisnya.“Dasar anak sekolahan,” sungut Luna sembari memasukkan sisa kue lapis legitnya dan diikuti pula oleh Devan.Ketika Luna melirik ke piring ceper putih dengan satu potong sisa kue lapis legit, tangan wanita cantik itu pun meraih kudapan tersebut dan menggigit
Tok ... Tok ... Tok ...“Permisi..., Service Room.”Pintu kamar Luna diketuk dan terdengar panggilan dari luar kamar tersebut. Luna yang telah mendapat panggilan telepon dari bagian resepsionis keluar dari kamar dan berjalan menuju pintu kamarnya. Saat berjalan menuju pintu kamar hotel tersebut, Luna terkejut kala melihat Devan terlelap di sofa depan televisi.“Dasar lelaki labil! Tadi ngomongnya mau pulang. Bikin kesel hatiku aja,” ucap Luna bermonolog sembari berjalan.Pintu kamar pun dibuka oleh Luna. Terlihat seorang pegawai hotel memberikan satu buket bunga mawar pink dan menyerahkannya pada Luna.“Ibu ini ada kiriman buket bunga,” ucap bagian Service Room.“Terima kasih, Mbak...,”jawab Luna meraih buket bunga tersebut dan menutup kembali pintu kamarnya.Kemudian, wanita cantik itu melangkah menuju kamar tidurnya dan melirik ke arah Devan yang terlihat mendengkur dengan tubuh memeluk bantalan di sofa tersebut dalam posisi tubuh seakan kedinginan.Sesampai di dalam kamar tidurnya,
Devan yang sama sekali tidak mengetahui tindakan Luna menaruh uang di dompetnya, langsung mengambil dompetnya dan memasukkan ke saku celananya. Mereka pun keluar dari dalam kamar hotel menuju lift tanpa berkata sepatah mata pun hingga sampai ke mini market. Di dalam mini market, Luna tampak mengambil keranjang belanjaan dan mengambil beberapa camilan dan buah sembari bertanya pada Devan.“Dev, kamu mau camilan apa?” tanya Luna menoleh ke sisi kanan, dimana Devan berdiri di sisinya.“Apa aja boleh, aku nggak ada pantangan makanan,” jawab singkatnya.Luna hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan Devan. Luna pun membeli buah yang telah dipotong dan beberapa kue kering dan cake coklat. Setelah itu, kedua pasangan pengantin itu menuju kasir. Usai menghitung seluruh biaya yang harus dibayarkan, kasir pun memandang ke arah Devan dan berbicara pada lelaki tampan itu.“Silakan, totalnya dua ratus tiga puluh ribu lima ratus, Pak,” ucap kasir mini market tersebut.Dengan wajah panik dan ragu
Regina yang punya rencana untuk mempertemukan Devan dan Silvi, tampak telah berdandan rapi. Regina keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu Devan.Tok ... Tok ... Tok ...“Kak Devan ... Kak, jadi kita keluar kan? Kak...,” panggil Regina diluar kamar Devan.Tidak mendapat tanggapan dari sang kakak, membuat Regina membuka pintu kamar Devan dan mendapati sang kakak tertidur pulas hingga Regina pun membangunkan Devan.“Kakak! Bangun...! Gimana sih..., ngomongnya mau jalan keluar,” rajuk Regina mengguncang-guncangkan tubuh Devan.Dengan memicingkan matanya dan menggeliat kan tubuhnya Devan memandang ke arah sang adik yang duduk disisi tempat tidurnya dan bertanya padanya. “Ada apa sih, Gina...”“Tadi Kakak ngomong mau jalan keluar. Ayolah Kak..., sekarang udah jam 6 sore. Cepatlah Kak...,” ujar Regina memandang wajah tampan sang kakak yang sesekali menguap.“Udahlah besok aja Gina..., Kakak lagi malas nih,” jawab Devan menolak ajakan adiknya.Mendengar jawaban Devan jelas membuat Regina pan
Devan yang pulang ke rumahnya, disambut oleh Amrita dan diberondong oleh banyak pertanyaan perihal hubungan putranya dengan Luna yang kini telah hamil.“Gimana kondisi Luna, Devan...? Apa dia baik-baik aja? Apa dia muntah-muntah?” Tanya Amrita ketika melihat Devan dan duduk di meja makan.“Luna baik Ma. Dia sudah pulang ke rumahnya. Hmmm..., sepertinya dia ingin tenang dan katanya Dev nggak usah ke rumahnya. Kalau ada apa-apa nanti dia yang akan hubungi Devan,” ucap Devan terdengar sedih.“Kok begitu? Apa dia marah sama kamu? Bukankah selama ini kamu terus yang menjaga dia?” tanya Amrita.“Dia nggak marah. Mungkin ingin lagi sendiri aja...,” jawab Devan kembali.Amrita menganggukkan kepalanya sementara adik Devan yang bernama Regina, menyambut kedatangan sang kakak ke rumah dengan bahagia karena, Regina yang sejak awal tidak setuju sang kakak menikahi Luna, diam-diam mencuri nomor telepon Silvi dan beberapa kali bertemu di luar dengan teman kampus kakaknya. Bagi Regina, Luna adalah p
Luna berjalan menuju kamar Subroto. Perlahan Luna membuka pintu kamar sang papa. Terlihat Dicky sang ajudan duduk pada sebuah kursi di sebelah tempat tidur Subroto. Dengan langkah pelan, Luna menghampiri Dicky yang terlihat tertidur dalam duduknya. Namun, saat Luna kian mendekati tempat tidur Subroto, secara refleks Dicky langsung berdiri dan sigap memandang ke arah langkah Luna yang perlahan.“Maaf Non Luna, saya pikir siapa,” tutur Dicky mengangguk kecil dan menarik kursi yang tadi didudukinya saat berada di sisi Subroto.“Gimana kondisi Papa, Pak?” tanya Luna menatap lurus pada Subroto yang menggunakan selang oksigen dan terlelap dalam tidurnya.“Dua hari ini Tuan agak sesak napas. Sepertinya Tuan terlalu berpikir keras atas diri Nona. Semalam sama sekali Tuan tidak bisa tidur. Karena itu, mengalami sesak napas.” Dicky melaporkan kondisi Subroto.Luna yang melihat kondisi Subroto kian melemah duduk di sisi tempat tidur sang papa dan memegang jemari tangan yang kian tak berisi denga
Hari ini adalah hari terakhir, Luna berada di rumah sakit. Wanita cantik yang tengah hamil muda itu telah pulih dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Devan dengan keluguannya bertanya pada Luna.“Luna, lebih baik kamu jangan turun dari tempat tidur. Aku takut terjadi sesuatu hal dengan dirimu,” pinta Devan.“Dev, santai aja. Kalau infus ditangan sudah dilepas berarti aku udah bisa jalan dan semua akan baik-baik saja,” ucap Luna yang bangun dari tempat tidur.Namun saat kaki jenjangnya akan menyentuh tanah, Devan lalu mencegahnya, “Stop. Kamu mau kemana? Luna ... Serius aku nggak akan membiarkan kamu jalan kemana pun.”“Ya ampun Dev. Aku mau ke kamar mandi. Aku udah diperbolehkan jalan. Udah, kamu tenang aja,” jawab Luna tetap menurunkan kakinya.Namun, tiba-tiba Devan meraih tubuh Luna dan membawanya ke kamar mandi di rumah sakit tersebut dan meletakkan wanita cantik tersebut tepat di depan kloset kamar mandi.“Dev! Kamu ini terlalu lebay!” sungut Luna saat Devan telah menurunkann
Setelah dua minggu berlalu, Luna yang tengah mengisi waktu dengan kedua sahabatnya, Arumi dan Cyntia di sebuah pusat perbelanjaan terbesar itu tiba-tiba terkulai lemah, hingga membuat dua orang sekuriti untuk membopong tubuh Luna, yang tampak antara sadar dan tidak serta nyaris ambruk jatuh ke lantai Mal tersebut. Untung saja seorang lelaki muda dan menyadari Luna yang terjatuh, secara refleks meraih tubuh Luna dan menahannya untuk tidak sampai terjerembap ke lantai Mal tersebut. Seketika suasana Mal yang ramai pengunjung tersebut ramai. Dan salah seorang pengunjung lainnya yang baik memberitahu sekuriti di Mal tersebut hingga mereka dengan cepat tanggap mengevakuasi tubuh Luna yang lemas.“Pak! Tolong bawa ke Lobby! Sekarang saya akan ambil mobil!” teriak Arumi meminta tolong dan berlari menuju lift untuk ke tempat parkir mobil.Sementara Cyntia memegang tas Luna dan mengikuti langkah kedua orang sekuriti dan seorang anak muda yang membantu Luna saat akan terjatuh menuju lift dengan
Satu bulan kemudian, Devan pun menepati janji dengan mengemasi pakaiannya ke dalam tas gendong. Kala itu jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlihat, Luna masih tertidur nyenyak usai pergumulan hari ketiga puluh antara ia dan Devan. Dan lelaki muda tampan itu memberikan kenikmatan berulang kali hingga jam menunjukkan pukul 2 dini hari.‘Sebaiknya, aku tinggalkan aja sepucuk surat untuk Luna sebagai salam perpisahan terakhirku. Semoga saja, bulan depan Luna hamil,’ bisik Devan dalam hati.[Teruntuk Luna : Terima kasih untuk 30 hari yang indah bersama kamu. Terima kasih untuk bantuannya pada keluargaku. Kelak, aku akan jadi lelaki yang membanggakan keluargaku dan dirimu. Luna, tolong kabari aku jika, akhirnya kamu hamil, harapku]Diletakkannya kertas yang telah ditulisnya di meja rias Luna. Kemudian, Devan keluar dari kamar Luna. Sesampai diluar kamar, dilihat Darsi pembantu di rumah mewah itu tengah membersihkan ruang keluarga. Kemudian Devan bertanya pada pembantu rumah tangga terseb
Sesampai di rumah, Luna yang kesal dengan sikap Devan yang tak jujur padanya langsung masuk ke dalam kamarnya, usai bertandang ke kamar Subroto sang papa yang dilihatnya tengah terlelap. Di dalam kamarnya, Luna sejenak termangu dan memikirkan hubungan yang telah hampir dua minggu berjalan bersama Devan.Dalam hati Luna berbisik lirih, ‘Apa sebaiknya aku lepas aja Devan ya? Uhm..., sepertinya aku harus ikuti cara Cintya untuk punya anak. Bukankah, untuk memiliki anak yang punya karakter baik dan cerdas, tergantung dari benih aku? Seperti yang aku baca, bibit kecerdasan dan kebaikan dari anak yang akan dilahirkan 80 persen, tergantung dari ibunya. Berarti, semua tergantung aku dong? Ya sudahlah ... Setelah, aku bantu lunasi hutang kak Rita. Aku putuskan untuk berpisah dengan Devan.’Tok ... Tok ... Tok ... “Luna ... Luna ...,” panggil Devan dari luar kamar Luna.“Ya, ada apa?” tanya Luna terkejut dengan ketukan pintu dari luar kamarnya.“Luna, tolong buka pintunya. Aku mau bicara,” pin
“Kak ... Tunggu! Kak!” Pekik kembali wanita muda dengan menghalangi langkah Luna bersama kedua sahabatnya menuju mobil mereka.Arumi dan Cintya yang melihat wanita muda yang sejak awal bersama Devan dan berbicara serius di parkir sepeda motor lelaki tampan itu pun langsung merespons ucapan wanita cantik jelita tersebut.“Awas! Cantik-cantik kok gatel sih? Asal lo tau ya, lelaki yang tadi sama elo, laki teman gue! Paham lo?!” hardik Cintya yang lebih judes dari Luna ataupun Arumi.“Kak, aku paham ... Karena itu, aku mau jelaskan salah paham ini,” ujar wanita cantik itu dengan mencakupkan kedua tangannya memohon waktu pada Luna.“Eh! Nggak usah ya lo menjelaskan apa yang udah gue liat pakai mata kepala kita. Napa sih, elo pakai susah-susah menjelaskan yang usah terlihat? Udah sana jangan halangi langkah teman gue!” sengit Arumi menarik tangan wanita muda yang menghalangi langkah Luna.“Aduh! Sakit kak tanganku...,” keluh wanita muda tersebut memegangi lengannya dan kembali bergeming di
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar