Adeeva sudah memasang telinganya untuk segera mengetahui apa yang akan dikatakan Marinka. Mereka pun memutuskan untuk duduk di teras samping sambil memandangi kolam renang yang tampak menyegarkan itu.
Adeeva dan Marinka kini duduk saling berhadapan. Marinka langsung melanjutkan ceritanya yang terputus itu.
“Iya, Leonel memiliki hobi main alat musik. Aku bersukur sekali akhirnya putraku memiliki hobi yang waras juga.”
Adeeva mengangguk-angguk paham. “Jadi Leonel bisa nyanyi dong Mom?”
Marinka menggeleng pelan. “Hanya bermain alat musiknya saja, kalau menyanyi suara dia sangat fals.”
Adeeva pun terkekeh mendengar Marinka menghina suara Leonel. Adeeva berdeham pelan untuk menanyakan sesuatu kembali.
“Mom, apa Leonel tidak pernah membawa wanita ke sini?”
“Tidak pernah sama sekali. Hanya kau yang dibawa ke sini.”
Entah kenapa mendengar itu membuat Adeeva tersenyum senang. A
“Itu udah tua tapi kok belum nikah-nikah, ya.”“Iya, ngejar karir terus makanya susah jodoh tuh.”“Nggak malu apa gimana sih seusianya udah pada punya anak lho dia masih sendiri aja.”“Bahkan anaknya Jeng Rania saja dua-duanya udah laku semua.”“Nggak takut apa nanti nikah usia tiga puluh susah punya anak.”Berbagai sindiran tetangga sudah menjadi makananku sehari-hari. Bahkan mereka tak segan-segan membicarakan status lajangku di depan mata. Memangnya ada yang salah jika aku lajang? Toh aku lajang dan menikah nanti nggak akan minta biaya resepsi sama mereka, 'kan? Tapi kenapa sih mereka selalu mengurusi kehidupan orang lain seperti ini. Memangnya mereka tak memiliki kesibukan sampai-sampai hidupnya digunakan hanya mengurusi urusan orang dan dijadikan bahan gosip?Kalau tidak kuat iman mungkin rasanya akan gila menghadapi segala standart masyarakat yang memang sudah ada sejak dulu. Terlebih ucapan para tetangga sering kali membuat mama yang tadinya adem ayem menjadi ikut konfrontasi so
Saat sudah berada di meja kerja, aku seperti biasa menjalankan rutinitas sebagai sekretaris. Menyalakan laptop, mengecek jadwal kerja bos hari ini, dan mengingatkan semua jadwal meeting agar tidak lupa. Namun, baru saja membuka dokumen buat dikerjakan, Mbak Sila datang sambil cengar-cengir seperti orang habis ditampar uang seratus juta. Benar-benar bahagia banget kalau dilihat."Ki.""Hmm."Aku mencoba tetap fokus menatap laptop meski telinga sudah dipasang buat dengarin berita terbaru dari ratu gibah kantor. Pasti ada sesuatu yang akan Mbak Sila katakan nih."Aku denger kabar burung katanya kantor kita bakalan kedatangan boss baru gitu, emang bener, Ki?""Nggak tahu deh, Mbak.""Ih, kamu gimana sih, Ki. Masa sekretaris Pak Haidar nggak tahu berita soal ini!?""Duh! Aku jarang buka grup chat, Mbak.""Ih sumpah kamu ngeselin banget, Ki! Tapi, bye the way kalau ada info apapun soal kantor ini jangan pelit lah sama kita-kita, Ki. Lagian berbagi info tuh sama aja sedekah tahu, Ki.""Iya, M
"Sudah selesai ngerumpinya?" katanya begitu menohok relung hatiku. Saat ini yang aku lakukan hanya bisa menunduk, menatap lantai yang sering disapu sama Joko. "Saya sangat tidak suka melihat karyawan bergosip di jam kerja seperti tadi. Apalagi kamu memiliki jabatan penting di kantor ini. Kalau semua karyawan seperti ini bisa-bisa kantor ini mengalami kerugian yang begitu besar. Rugi karena membayar karyawan yang malas bekerja." Semua kata-kata yang keluar dari mulutnya benar-benar pedas mirip bon cabe level internasional. Nasib menjadi karyawan memang seperti ini, selalu salah di mata bos. Ada saja kesalahan yang ditemukan. Hal yang aku lakukan saat ini cuma bisa nunduk pasrah ditindas sama bos baru yang ternyata mirip iblis. "Jadwal saya hari ini apa?" Dengan gerakan perlahan, kepalaku mendongak menatap bos baru yang benar-benar mirip iblis, tapi kenapa dia di anugerahi wajah yang begitu tampan. Rasanya sangat tidak adil. "Meeting dengan Pak Edgar di kantor Sampoerna Strategic, P
Mataku terpejam mendengarkan sederet permintaan dari bos baru yang bikin pusing. Baru sehari kerja sama dia udah banyak banget tugasnya. Jemariku memijit pelipis yang terasa senut-senut. "Baik, Pak." Aku mengembuskan napas lega kala panggilan telepon dengan bos selesai. Kalau dipikir-pikir masih mending bekerja sama Pak Haidar. Setidaknya beliau masih punya hati sama bawahan. Sedangkan dia? baru sehari masuk jadi bos udah izin nggak masuk dengan alasan istrinya tengah hamil. Memang apa hubungannya kerja sama istri hamil? Sinting. Sampai di kantor, aku berjalan menuju ke arah meja kerja. Hal utama yang aku lakukan menelepon klien dari Singapore untuk membahas proyek resort di sana. Selesai menelepon klien untuk mengatur jadwal ulang, Aku mendapat telepon dari Pak Haidar, memintaku untuk mengurus konsep pesta baby shower calon cucunya. Pantes saja aku disuruh balik sendirian, ternyata istrinya lagi hamil beneran di rumah. Aku kira cuma alibi dia doang ngaku istrinya hamil. "Ki, yuk
Menikah itu bukan perkara siapa cepat dia dapat. Menikah itu soal ketepatan waktu. Menikah itu ibadah, jadi dia akan menghampirimu di waktu yang tepat. *** Bandara Internasional Changi, Singapura. Setelah menempuh perjalanan dari Jakarta—Singapore. Aku bersama Pak Haidar mampir di salah satu coffe shop di bandara. Pak Haidar sepertinya paham kalau aku sangat ngantuk. Bahkan bisa aku lihat di kaca kalau kantung mataku benar-benar hitam seperti panda. "Tidur jam berapa, Ki?" "Jam enam, Pak." "Serius?" "Serius, Pak." "Maaf, Ki." "Gapapa, Pak. Lagian ini tugas saya." Bisa aku lihat kalau Pak Haidar sedikit merasa tidak enak mendengar kalau aku baru tidur jam enam pagi tadi, dan hebatnya jam delapan aku harus bangun. Dua jam aku memejamkan mata di dalam pesawat. Bisa kalian bayangkan betapa terasa melayang tubuhku saat ini. Tak lama, pelayan datang membawa dua cangkir kopi pesananku dan Pak Haidar. Kali ini aku memesan kopi americano. Sesekali minum kopi pahit biar kita nggak
Pertemuan dengan Ryan kemarin benar-benar membawa efek tersendiri dalam jantungku. Pagi ini yang aku lakukan cuma memegang dada, memastikan kalau diriku nggak jantungan. "Kenapa, Ki?" "Ah, enggak, Pak." Malu. Ya, aku malu banget sumpah lagi ngelamun tapi ketahuan sama boss besar. Terlebih pipi kayaknya panas banget pula. Buat goreng telur kayaknya mateng nih. Akhirnya aku berdeham pelan sebelum memutuskan untuk mengajak Pak Haidar buat ngobrol masalah proyek semalam yang dibahas. Terlebih proyek itu tidak bisa selesai di Singapura. Alhasil aku dan Pak Haidar kembali ke Jakarta pagi ini. "Pokoknya, saya serahkan ke kamu, Ki," kata beliau saat membahas proyek Singapore ini. "Iya, Pak." "Nanti saya di Papua itu kurang lebih sebulanan, jadi nanti tolong kamu ajari anak saya masalah kantor di sini. Dia belum terlalu mengusai perusahaan," ujar beliau menceritakan anaknya yang super duper tampan. "Baik, Pak." "Tidak salah kalau HR memilih kamu sebagai sekertaris saya. Sudah cantik.
“Assalamualaikum,” salamku dengan suara yang sedikit lirih. Sumpah ini capek banget. Badanku kayak mau rontok macam ketombe yang digaruk-garuk. “Lho, anak Mama kenapa lemes gitu?” “Capek.” “Makanya cari suami biar ada yang kasih duit.” Nah. Mulaikan pembahasan soal jodoh. Males banget asli. “Mana oleh-oleh?” tanya mama sambil menyodorkan telapak tangan ke depan wajahku. Melihat kelakuan mama hanya bisa embusin napas kasar. “Kiki kerja bukan liburan, Ma.” “Iya tapikan sekalian dong, Ki. Tempelan kulkas gitu.” “Duh, Ma, tempelan kulkas beli aja di tanah abang banyak.” “Aiss ... Mama pengin yang dari luar negeri biar bisa pamer sama tetangga.” Ck! Kumatkan jiwa pamer mama. Pengin marah tapi nanti jadi anak durhaka. Duh, serba salah jadi anak. “Yaudah kapan-kapan.” Senyum mama langsung mengembang lebar saat aku bilang kapan-kapan. Padahal jujur aja nggak tahu juga kapan-kapannya tahun berapa nanti. Merasa benar-benar letih, aku memilih masuk ke kamar dan langsung berbaring. Bo
Saat lagi fokus di depan laptop. Seperti biasa, aku melihat Joko tengah berjalan ke arahku membawa peralatan kebersihan lengkap yang menempel di badannya. Meski begitu aku tetap aja penasaran ada info atau gosip apa yang akan Joko sampaikan. Terlebih Joko mengepel sambil bersiul riang gembira. Joko berdeham yang membuatku menoleh ke arahnya. “Ada apa?” tanyaku yang nggak bisa menahan rasa penasaran dalam diriku sendiri. “Gapapa.” “Kok cengar-cengir gitu sih.” “Lagi seneng aja.” “Kenapa emangnya? Dapat tip dari Mbak Sila?” Joko menggeleng dengan bibir tersenyum. Sumpah Joko bikin aku penasaran sampai ubun-ubun. Terpaksa aku mengeluarkan duit dua puluh ribu kembalian naik taksi online tadi. Aku sodorkan ke arah Joko dan langsung diterima dengan cepat. Kampret emang anak satu ini. “Mbak Sila tadi ngomel-ngomel sama anak baru, katanya mau ke kantor apa mangkal gitu.” Aku langsung menatap ke arah Joko dengan tatapan kesal yang ditahan. Kalau begini doang tadi Mbak Sila udah kasih ka
Adeeva sudah memasang telinganya untuk segera mengetahui apa yang akan dikatakan Marinka. Mereka pun memutuskan untuk duduk di teras samping sambil memandangi kolam renang yang tampak menyegarkan itu.Adeeva dan Marinka kini duduk saling berhadapan. Marinka langsung melanjutkan ceritanya yang terputus itu.“Iya, Leonel memiliki hobi main alat musik. Aku bersukur sekali akhirnya putraku memiliki hobi yang waras juga.”Adeeva mengangguk-angguk paham. “Jadi Leonel bisa nyanyi dong Mom?”Marinka menggeleng pelan. “Hanya bermain alat musiknya saja, kalau menyanyi suara dia sangat fals.”Adeeva pun terkekeh mendengar Marinka menghina suara Leonel. Adeeva berdeham pelan untuk menanyakan sesuatu kembali.“Mom, apa Leonel tidak pernah membawa wanita ke sini?”“Tidak pernah sama sekali. Hanya kau yang dibawa ke sini.”Entah kenapa mendengar itu membuat Adeeva tersenyum senang. A
Entah kenapa Adeeva berani menanyakan hal yang sangat pribadi ini. Pasalnya di sini kebanyakan orang akan segan menanyakan hal-hal yang sangat pribadi seperti kepercayaan, usia dan relationship. Namun Adeeva kenapa bisa seberani ini.“Sorry,” tukas Adeeva meminta maaf. Bagaimanapun Adeeva memiliki rasa tidak enak menanyakan hal ini. Bahkan Adeeva mulai menggigiti bibir bawahnya. Lain hal dengan Leonel yang tersenyum tipis dan kepalanya menoleh ke arah Adeeva sekejap namun pandangan matanya justru fokus ke arah bibir yang digigit wanita itu.“Dua bulan.”“What dua bulan? Dan kau mengaku kepada Mommy-mu jika kita menjalin kasih selama satu tahun?” Adeeva langsung menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan ucapan Leonel yang isinya kebanyakan dusta itu.“Ya, soalnya dia sangat cerewet juga selalu sedih melihat aku tidak pernah membawa wanita ke rumah.”“Why? Apa kau ….”&ldquo
Baru saja Adeeva membuka mulutnya namun langsung mengatup kembali saat Leonel menjawabnya cepat.“Satu tahun Mom.”Adeeva langsung menganga dan ingin memprotes namun Leonel lagi-lagi membuatnya terkejut. Leonel berani mengecup bibirnya singkat di depan Marinka. Dan aksi itu membuat Marinka tersenyum bahagia sambil bertepuk tangan singkat.“Aduuuh … kalian ini so sweet sekali, sih. Mommy sampai iri melihatnya,” ujar Marinka yang justru tampak bersemu di kedua pipinya. “Putraku akhirnya normal juga,” tambahnya yang membuat Adeeva terbatuk-batuk.Uhuk. Uhuk. Uhuk.Dengan cepat Leonel memberikan minum untuk Adeeva sambil menatap lembut. “Are you oke baby?”Uhuk. Uhuk. Uhuk.Leonel pun mengusap punggung Adeeva lembut yang membuat Marinka semakin-makin bertambah melebarkan senyumnya.“Mungkin kekasihmu sudah kenyang Leonel,” ceplos Marinka. “Kau ajak dia istirah
Dikelab dua bule sedang mengerutkan kening saat membaca komentar dari sosok perempuan yang mereka kenal karena skandal dengan Leonel.Terlebih Alex masih mengamati kata demi kata yang tertulis oleh perempuan itu di sana.Adeeva.PA@ Jancok! Dasar lanang-lanang bedebah. Mati bae koe!Alex menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali. Keningnya terus mengerut membaca komentar Adeeva. Dari sekian ribu komentar hanya bahasa ini yang Alex dan Darrel tidak mengerti artinya apa.“Dia menggunakan bahasa apa, sih?” tanya Alex kepada Darrel.Darrel hanya mengangkat bahunya saja karena ia juga tidak mengerti. “Mungkin dia pakai bahasa alien. Atau memang benar seperti ucapan Leonel jika wanita itu dari hutan antah berantah.” Kini Darrel mengeluarkan statmen yang mendukung Leonel.“Wow, aku penasaran apa yang ditulis wanita ini. Tadi sudah aku follow media sosialnya. Dan tak banyak foto yang ter-uplod.”“
Di tempat lain kini Leonel bersama Darrel tengah menuju kelab malam setelah tadi habis dari kafe. Mereka memutuskan untuk bersenang-senang bersama sebelum nanti Darrel kembali ke Los Angeles.“Kau tadi sangat jahat, Leonel.”Leonel hanya tersenyum tipis menyeringai dibilang seperti itu oleh teman sekaligus partner bisnisnya. Lagipula dia bersikap seperti itu hanya untuk memberikan pelajaran kepada wanita gila itu saja.“Aku hanya ingin memberikan balasan untuknya karena sudah berani menerbitkan berita bohong tentang kita. Cih, aku kesal jika membacanya.”Darrel justru terkekeh mendengarkan Leonel yang merasa tidak terima itu. “Kalau begitu publikasikan saja hubunganmu dengan Elizabet.”Leonel menatap Darrel sinis dan berdecih kesal. “Kau tahu sendiri kalau Elizabet masih dalam ikatan kontrak dengan agency-nya,” sahut Leonel memberitahukan kepada Darrel namun aslinya memang Darrel sudah mengetahuinya a
Apartemen.Kini Adeeva tengah tiduran sambil menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya langsung traveling menuju kejadian dirinya yang dicium Leonel itu. Bahkan adegan sialan itu berani sekali berputar-putar seperti kaset kusut saat ini di otaknya.“Isshh, kenapa wajah pria menyebalkan itu yang datang, sih,” dumel Adeeva.Merasa jika dibiarkan akan membuat gila. Adeeva memutuskan untuk keluar kamar dan duduk di sofa sambil menyetel televisi. Dan acara yang muncul justru berita dirinya dengan pria sinting itu.Buru-buru Adeeva mematikan tv itu dan melempar remot ke sembarang arah. Hatinya saat ini sedang bingung. Apalagi sang bunda terus menelepon dirinya terus menerus dan mengirim gambar dirinya yang dicium pria sinting itu.Adeeva yang tinggal sendirian di sebuah apartemen yang memiliki fasilitas satu kamar tidur, kamar mandi, serta dapur yang terhubung dengan sofa sebagai ruang tamu sekaligus tempatnya menonton tv ini.Bunda i
“Jadi dia yang menuliskan artikel sampah itu?”Mendengar sebuah suara membuat sosok Adeeva langsung memutar kursinya menghadap belakang. Ada sosok pria tinggi besar sedang menatapnya dengan tatapan remeh.“Maaf siapa, ya?”Pria itu melangkah lebih masuk ke ruangan kerja Adeeva dengan gerakan tegas. Tatapan tajamnya juga terus menghunus bola mata berwarna cokelat terang itu.Merasa pertanyaannya tidak dijawab membuat Adeeva langsung berdiri dari kursinya guna mengusir pria jadi-jadian ini.“Adeeva, editor Joeyi agency,” kata pria itu sambil tersenyum remeh. Dan dari arah pintu mata Adeeva menangkap sosok Emilia sedang menautkan kedua tangan di bawah dagu sambil mulutnya mengucapkan kata permintaan maaf meski Adeeva tidak mendengarnya tetapi Adeeva paham dari pergerakan mulut Emilia.Adeeva sendiri hanya mengerutkan alisnya bingung melihat sikap Emilia yang ketakutan itu. Dan melihat Emilia yang langsung per
“Sakiiiitttt, Bun.”“Sabar sayang.”“Tapi hati Adeeva sakit banget ngelihat Kak Danis nikah.”Adeeva terus menangis dipelukan sang bunda karena melihat kakak angkatnya menikah dengan seorang perempuan yang dicintainya.Rasanya tak kuat dan tak sanggup melihat kakaknya duduk di pelaminan hingga membuat Adeeva memilih berdiam di kamar hotel ditemani sang bunda dibanding ke ballroom di mana acara resepsi diadakan.Tangis Adeeva benar-benar pecah malam ini karena cintanya kepada Danis hanya bayangan semu dan ilusi saja. Lebih parahnya cinta bertepuk sebelah tangan.Ya, Adeeva mencintai Danis layaknya seorang pria dewasa bukan sebagai kakak pada umumnya. Hal ini membuat Kiki dan Ryan terkejut di saat Adeeva mengakui perasaan yang disimpannya sejak masih kecil itu.Tak ingin terlalu larut dalam kesedihan dan sakit hati berkepanjangan, Adeeva memilih mengambil tawaran magang di salah satu kantor agancy ber
“Adeevaaaaaaaaaa!”“Kak Danis.”Danis langsung membuka matanya dengan napas yang memburu. Kepalanya menoleh dan melihat Adeeva sedang tiduran sambil menonton drakor kesukaannya. Dimanapun pasti selalu menonton drakor.“Shit!” umpat Danis.Ternyata adegan Adeeva dan dirinya tadi hanya mimpi? Sialan banget kan? Mata Danis langsung menelusuri tubuh Adeeva yang tertutup kaus oblong dan celana jeans robek-robek bagian lututnya.Entah kenapa Danis bisa bermimpi seperti itu. Padahal sikap Adeeva juga biasa-biasa aja selama ini. Dan sialannya mimpi sampai berlibur ke Yunani segala. Sial.“Kak Danis kenapa?” tanya Adeeva kembali.“Gapapa.”“Mimpi buruk, ya? Kok manggil namaku?” Adeeva menebak sekaligus mendesak.“Enggak kok, tadi mimpi kita ikutan berlibur Ayah sama Bunda,” kilah Danis berbohong meski ada kejujuran di sana.“Oh &helli