BAB 35
“Heyyy! Kalian apa-apaan?” Suara Amanda dari lantai atas bergema. Wanita itu terlihat sudah cantik dengan balutan gamis yang tadi kami beli bersama. Senyumnya merekah, kulihat sudut matanya memicing ke arah suamiku.
Ketiga yang sedang bersimpuh itu hanya berani menoleh pada asal suara. Tampak wajah mereka memucat dan tetap dengan posisi mereka.
“Siapa yang mengundang mereka?” Suara Mas Ashraf masih terdengar geram.
“Mas, itu teman-teman Manda! Kenapa digituin?” ucapnya sambil menuruni anak tangga. Bibirnya mengerucut.
“Ajari mereka sopan santun dan bagaimana memperlakukan orang yang lebih tua! Atau tidak usah ikut acara ini!” Mas Ashraf melewati Amanda begitu saja.
“Bu, ayo!” Aku mengajak Ibu ke kamarnya.
Ketiga wanita itu masih bersimpuh. Kini mereka saling melempar pandangan.
Amanda sudah menyelesaikan langkah
BAB 36“Mas! Tungguin Manda!”Bukankah Mas Ashraf berjanji tidak akan mengajaknya. Aku menatap lelaki yang tengah berdiri di dekat pintu mobil itu.“Manda … maaf Mas lupa memberitahu, flight ticket kamu gak dapet … Farrel infonya terlambat!” Kudengar Mas Ashraf dengan yakin mengabarkan itu.“Apa? Mas becanda 'kan?” Senyum Amandaa yang sudah mengembang seketika meredup. Wajahnya terlihat cemberut.“Nanti tinggal minta Farrel saja buat belikan lagi! Ada juga team yang bernama tour guide, Manda!” Kulihat Mas Ashraf membujuk wanita itu.“Memang gak bisa beli sekarang? Manda udah siap-siap tau … tadi malem Farrel masih bilang bisa beli ticket!” ucapnya dengan wajah sudah tidak enak dipandang,“Maaf, waktu udah siang … Mas pergi dulu, ya! Bye semuanya!” Suamiku melambaikan tangannya ke arah kam
BAB 37 – POV AmandaHari itu adalah hari yang kutunggu-tunggu, bisa bertemu dengan seseorang yang sangat kusukai. Dia adalah kakak sepupuku---Ashraf Adireja Putra.Intensitas bertemu yang rutin membuatku tidak sadar jika sudah terlalu jauh tenggelam dalam pesonanya. Aku menyukainya bukan seperti adik menyukai kakaknya. Dia bagiku adalah sosok idaman yang kuharap bisa meredam semua gejolak dalam hati.Aku sudah mendengar jika dia putus dari Elisa---wanita yang teramat dia cintai sehingga dia tidak pernah memandangku dulu. Namun pada saat itu kuliahku belum selesai. Orang tuaku meminta agar aku menyelesaikan studyku dulu.Selama itu pula aku memantau pemberitaan selebritis tanah air. Mencari-cari info terkini tapi semuanya membuat harapanku tumbuh subur.Hingga kabar yang membuat hatiku hancur lebur kuterima. Kabar pernikahannya dengan seorang wanita dari kalangan biasa. Pada waktu itu aku tidak tahu siapa wanita itu? Akses
BAB 38 – POV Amanda Kudengar suara pintu terbuka dan seorang dokter keluar dari sana.“Dengan keluarganya Nyonya Adireja?” tanyanya. Aku mengangguk dan bangkit menghampirinya.“Gimana keadaan Mama Saya dok?” tanyaku.“Harus dilakukan operasi secepatnya! Saya butuh persetujuan dari keluarga!” ucapnya dokter tersebut.Aku menghela napas. Setelah beberapa saat aku mengangguk dan menuju ke bagian administrasi. Tidak ada waktu lagi untuk bertanya pada Mas Ashraf. Untuk selanjutnya, aku hanya tinggal mengarang cerita dan menyalahkan Sinta atas semua kejadian ini. Rencana yang sempurna kurasa.Setelah semua selesai. Aku baru membuka gawai. Sekarang Mama Maisa belum bisa ditemui. Aku harus segera pulang dan mengambil gelas bekas jus jeruk itu untuk diperiksa ke lab. Akan kupastikan itu menjadi salah satu bukti untuk menyudutkannya.“Hallo! Sindi &hel
BAB 39 – POV Amanda Aku terdiam sejenak. Tujuanku sekarang hendak ke rumah sakit di mana wanita itu di rawat. Sindi benar-benar bisa diandalkan. Dia memberikanku alamat lengkap. Aku segera meluncur ke sana dengan rangkaian rencana yang sudah kusiapkan.Sebelum ke tempat wanita kampungan itu di rawat. Aku mampir dulu ke studio photo untuk mencetak photo-photo tidak senonoh itu. Dia pasti tidak akan berbicara apapun dan tidak ada bukti untuk menyangkalnya.Aku harus menjatuhkan mentalnya sekarang mumpung jiwa wanita itu sedang terguncang. Aku pastikan dia akan lebih memilih mundur dan meninggalkan rumah utama itu sekarang.Mobil yang kukendarai berbelok ke sebuah rumah sakit. Pastinya rumah sakit yang dikirimkan oleh Sindi alamatnya padaku.Segera kumenuju front office dan mencari nama pasien atas nama Sinta. Dengan dalih akan berkunjung akhirnya perawat itu dengan mudahnya menunjukkan nomor ruang rawatn
BAB 40 - POV AshrafAku tidak menyangka jika istriku akan berucap demikian. Dia terus terang tidak mengijinkan Amanda untuk turut serta bersamaku. Sedikit aneh, selama ini dia selalu bersikap biasa bahkan ketika bertemu mantan kekasihku---Elisa. Namun aku memakluminya karena saat ini dia tengah mengandung anakku, buah cinta kami yang baru memasuki usia kandungan empat bulan.Sebetulnya aku tidak tega harus membatalkan tiket pesawat Amanda. Namun melihat kekhawatiran di wajah istriku membuatku tega tidak tega tetap harus membatalkannya. Alasan yang paling membuatku terkejut. Dia bilang kalau Amanda menaruh rasa padaku. Apa wanita hamil selalu bertingkah begitu? Mungkin dia sedang ngidam, selama ini Sinta tidak pernah meminta yang aneh-aneh, baru kali ini saja.Namun apapun alasannya, saat ini prioritasku adalah dia. Istri dan calon anakku. Saat keberangkatan pagi itu, aku sangat merasa bersalah. Terlebih malamnya aku lup
BAB 41 - POV Ashraf[Tuan, salah satu intel kita sudah berhasil menemukan lelaki dalam photo itu!] Sebuah pesan dari Farrel membuat mataku berbinar dan membulat sempurna.[Tolong amankan segera, sebelum dia melarikan diri! Kamu pasti sudah tahu apa yang harus kamu lakukan ‘kan?] [Siap, Tuan!] [Segera informasikan ke saya apapun perkembangannya!] [Siap, Tuan!] Aku kembali memeriksa lagi materi untuk bahan meeting. Sebetulnya semuanya sudah Farrel siapkan, tapi memang ada beberapa poin yang kurasa masih kurang sempurna.Fokusku beralih pada laptop, meski pikiran bercabang tapi aku tidak boleh terlihat tidak professional. Semua harus berjalan sempurna di depan klien. Akhirnya materi ini sudah terlihat perfect. Bersamaan dengan itu panggilan masuk dari Farrel kembali berdering.“Gimana, Rel?” Tanpa basa-basi aku langsung menan
BAB 42 Aku masih berada di ruangan serba putih ini. Dokter Tika cukup sigap memberikan obat penguat kandunganku. Dengan telaten dia memeriksa denyut jantung calon bayiku yang kurasa sedang kesakitan.Membayangkan dia terluka hatiku menjadi sakit. Kudengar suara detak jantung yang lemah dari alat pendeteksi denyut jantung yang biasa dilakukan setiap pemeriksaan kehamilan. Tampak dokter Tika menarik napasa panjang.“Beruntung tepat waktu, Non!” ucapnya sambil menepuk punggung tanganku lembut.Ada lelehan air bening yang tak kuasa kutahan. Aku mengelus perutku berulang-ulang. Kupejamkan mata sejenak sambil beristighfar dalam hati.“Astagfirulloh … ampuni aku jika terlalu mencintainya Ya Allah … mungkin kejadian ini untuk mengingatkanku agar mencintai apapun di dunia ini sewajarnya karena semua adalah titipan … Astagfirullohhaladjim … Astagfirullohhaladjim …,”
BAB 43 - POV SintaPak Hasan berjalan mendahuluiku dan Ami. Kalau kuperhatikan sepertinya usianya seumuran Bapak. Dia tiba di sebuah kontrakan yang membelakangi arah jalan. Di depannya terdapat tanah kosong berukuran kurang lebih dua ratus meteran lagi. Ada tiang tinggi dengan tali untuk menjemur pakaian di sana.“Bu … lihat siapa yang datang!” teriaknya. Muncul dari dalam kontrakan itu seorang wanita yang usianya sepertinya terpaut tidak jauh darinya.“Ami!” pekiknya sambil berhambur memeluk Ami.“Bibi!” Ami memeluk balik perempuan itu.“Ya Allah … Mi … Bibi kangen banget, udah lama kamu gak ke sini!” ucapnya setelah melepas pelukan pada Ami. Aku masih berdiri di belakangnya.“Bibi … ini Non Sinta---istrinya Tuan Ashraf---majikan Ami! Non … ini Bibi Sanah---istrinya Paman Hasan,” ucapnya sambil menoleh padaku.
Pov Author Selamat Membaca! Maafkan kalau kurang maksimal. Masih oleng Mak Othornya 😁 Rumah Madina dan Alka sudah ramai sejak pagi. Beberapa tetangga turut rewang karena untuk pertama kalinya Madina dan Alka akan menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilan untuk cucu pertamanya. Awalnya Nyonya Sinta bersikeras agar semua perayaan dilaksanakan di rumahnya. Namun Madina menolak, karena ingin terlibat langsung dalam syukuran calon cucu pertamanya itu. Meskipun demikian, Tuan Ashraf tidak kalah antusias dalam menyambut kehadiran cucu-cucunya. Lelaki yang masih terlihat jelas garis ketampanannya itu tidak mau tinggal diam. Sejak pagi, semua orang dibuat berdecak kagum dengan kiriman beragam makanan dengan kualitas premium ke kediaman besannya. Beragam makanan itu untuk
Pov Author Selamat Membaca! Alma menelan saliva. Benar-benar gugup dan takut. Khawatir jika dirinya memang belum hamil. Tidak kuasa melihat wajah Arya kecewa nanti. “Bismillah, semoga Engkau memudahkan segalanya,” batinnya. Arya menuju ke bagian pendaftaran. Beberapa pasang mata tampak mencuri-curi pandang pada lelaki yang menggamit jemarinya itu. Tampak mereka mengusap perutnya, mungkin berharap memiliki anak rupawan seperti lelaki gagah yang membersamai Alma. Usai daftar. Mereka duduk berjejeran dengan beberapa wanita hamil. Namanya juga poli kandungan, isinya kebanyakan wanita-wanita hamil pastinya. Tampak mereka bersama masing-masing pasangan. Hanya ada satu orang yang tampak sendirian, hamilnya sudah kentara mungkin sudah tujuh bulanan. “Hamil
Pov Alma (bulan madu) Extra part Gaess! Selamat Membaca! Coba komen yang masih hadir di sini! 😁 Hari ini kami sudah berada di salah satu tempat yang jauh dari keramaian. Kata Bang Arya kami ini sedang bulan madu. Di sini hanya ada kami berdua. Entah seberapa kaya suamiku ini. Satu area pulau ini katanya hanya di sewa oleh kami selama seminggu. Selain para pekerja yang memang ada, tidak ada lagi pengunjung lainnya. Bang Arya melingkarkan lengan kekarnya pada pinggangku. Aku menyandarkan kepalaku yang tak terbalut kerudung ini pada dada bidangnya. Kami duduk bersisian tanpa cela. Sesiang ini masih betah menikmati suasana cottage terbuka yang kami tempati. Dari sini, kami bisa langsung menatap indahnya riak gelombang lautan. Hembusan angin sepoi yang mendamaikan.&n
Pov Author “Bang, ini aku Alma---istrimu. Sadarlah, Bang! Maafkan aku yang bodoh ini! Kalau kamu sadar, aku berjanji akan mengabulkan apapun keinginanmu, Bang! Sadarlah, Bang!” ucapnya sambil terisak. Alma duduk pada kursi di tepi ranjang tempatnya berbaring. Detak jam dinding terdengar. Entah sudah berapa lama dia berbicara sendiri hingga akhirnya terlelap. Tiba-tiba dia menatap sosok berpakaian putih itu datang mendekat. Dia mengusap pucuk kepalanya dan berbisik. “Terima kasih, Dek … terima kasih sudah menjagaku,” lirihnya lembut. Wajahnya tampak. Gerak jemari yang digenggamnya membuat Alma mengerjap. Rupanya dia kembali tertidur dan bermimpi bertemu dengan Arya. “Bang, kamu sudah sadar?” Alma menata
Pov Alma Selamat Membaca! “Alma! Maafkan aku. Rumah tangga ini tidak bisa kita lanjutkan! Terima kasih sudah memberiku kebebasan! Aku bisa leluasa memilih hidupku ke depannya! Aku pergi … jaga diri baik-baik!” “B—Bang, B—Bang Arya!” Satu sentuhan mengguncang bahuku. Aku mengerjap ditengah isak. Rupanya aku tertidur selepas shalat isya tadi di kamar belakang. “Ma, kamu kenapa? Mimpi?” Anggrainin tengah menatapku. “Astagfirulloh ....” Aku menyeka sudut mata yang hangat. Aku menangis. Isaknya terbawa ke alam nyata. Barusan aku bermimpi, Bang Arya benar-benar terasa nyata. Dia memakai pakaian
Pov Author Selamat Membaca! Pikiran Arya berkecamuk. Semua campur aduk menjadi satu. Kalimat demi kalimat yang Azka ucapkan membuat dirinya benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik. Ya, memang foto itu benar, dirinya dan Naila pernah mengikat janji untuk menua bersama. Semua yang Azka ucapkan itu benar, dia menikahi Alma karena pernah berjanji jika dia akan membalas hutang nyawa pada Azka dengan cara apapun juga. Menikahi Alma tanpa cinta, itu juga benar. Awalnya dia memperlakukan dengan baik karena rasa tanggung jawab akan amanah dari sahabatnya itu. Harusnya Arya senang ketika lelaki itu tidak lagi menuntutnya untuknya terkungkung dalam hutang budi. Dia sudah bisa bebas kembali ke dalam kehidupannya tanpa terikat janji pada Azka untuk memperla
Pov Author Selamat membaca! Azka menatap punggung Alma yang sudah menghilang dibalik angkutan. Azka tahu, Alma akan baik-baik saja di sana. Azka juga tahu jika sudah ada pancaran rasa dari setiap tatapan adiknya pada Arya. Namun dia tidak berpikir jika di hati Arya---sahabatnya masih ada Naila. Azka memutar sepeda motornya. Dia menuju sebuah café. Alamat itu didapatkannya dari Riani yang mengirimkan foto pada Alma beberapa waktu tadi. Azka berjalan memasuki café tersebut dan mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan. Benar saja, sosok yang dicarinya ada di sana. Arya tampak tengah duduk berhadap-hadapan dengan Naila. Tidak ada kesan resmi terkait pekerjaan. Bahkan tidak ada berkas dan laptop juga di antara mereka.
Pov Alma “Bismillahirrohmanirrohim!” Aku memejamkan mata sambil membuka amplop tersebut. Jujur hatiku bercampur antara was-was dan penasaran atas isi dalam amplop milik suamiku ini. Perlahan lembaran yang ada didalam itu kutarik keluar. Netraku menyipit, mengintip apa sebetulnya yang ada di dalam amplop ini. Tiba-tiba ada yang bergemuruh dalam dada. Ada dua lembar foto di sana. Tampak dalam gambar itu, suamiku sedang menyematkan cincin pada jemari seorang perempuan yang tidak lain ialah Naila. Begitupun pada foto yang satunya. Tampak dengan wajah sumringah, Naila menyematkan cincin pada jemari Bang Arya. "Ya Tuhaaan? Sejauh apa sebetulnya hubungan mereka dulu? Apakah mereka sudah bertunangan?" Hatiku rasanya tercubit. Meski itu masa l
Pov Author Selamat Membaca! Teriakan dari kamar Mina membuat semuanya terbangun. Mina berlari keluar setelah berhasil mendorong tubuh Mang Pian yang seperti kerasukan. Lelaki itu berusaha mengendalikan dirinya dan berlari ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya malam-malam. Nyonya Sinta, Arya dan Alma turun dari lantai atas. Karena Mina berteriak sekuatnya di luar kamar. Mereka melihat wajah Mina yang panik ketakutan. Entin yang tengah terlelap pun terbangun. Sambil menggisik-gisik mata dia keluar. “Ada apa sih, Min?” tanya Entin sambil sesekali menguap. Matanya mengerjap-ngerjap. Arya, Alma dan Nyonya Sinta menuruni tangga dan mendekat ke arah di mana Mina berada. “