Share

Biang Kerok

Penulis: Okta Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hasil penyelidikan pihak berwajib, orang-orang yang ditangkap kemarin itu tidak ada satu pun yang membuka mulut tentang siapa yang menjadi dalang. Namun, pelacakan Edo tentang orang yang membajak nomor Whatsapp-ku sudah ditemukan dan mau mengakui jika yang memerintah adalah perempuan. Dan kalian tahu siapa itu? Sheren orangnya.

Mas Arsya dan Edo menduga jika perempuan itu tidak terima jika semua kerja sama dengan perusahaannya digantikan oleh perusahaan Pak Zaidan. Ya, persaingan bisnis memang sekejam itu. Bahkan, cara kriminal pun ditempuh. Mas Arsya juga mengira jika dalang penyerangan kemarin adalah Sheren.

"Lalu, apa Sheren akan keseret hukum, Mas?" tanyaku penasaran.

"Dia punya uang, Sayang. Kemungkinan, dia lolos." Mas Arsya menerangkan dengan nada biasa saja.

"Ah, enak, ya, Mas, kalau orang berduit dan punya kuasa. Apa-apa bisa diselesaikan pakai uang," selorohku kesal. Rasanya tidak terima jika orang jahat tidak menerima hukuman dari yang dilakukan.

"Jangan kaget. Aku sek
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DINGINNYA SUAMIKU   Menikah

    Pak Jamal bersimpuh di lantai dengan Mbak Eni di sampingnya. Satpam itu mengiba, meminta belas kasihan serta maaf untuk sang istri kepadaku dan Mas Arsya. Rupanya, perempuan berusia empat puluh tahunan itu menghilang saat lima orang laki-laki yang menyerang rumah ini datang. Dia mengendap-endap menghindari pantauan CCTV depan rumah. Itu sebabnya keberadaannya tidak terendus. Mbak Eni mengaku disuruh oleh perempuan cantik dan seksi untuk mengambil ponselku hanya untuk mengetahui nomorku. Mas Arsya langsung menebak satu nama, Sheren. "Aku harus ketemu sama Adam. Aku yakin Adam bukan orang jahat. Semua pasti hanya akal-akalan Sheren dan dia hanya menggunakan Adam sebagai alat." Mas Arsya terlihat sangat geram. Tangan kanannya mengepal dan sempat meninju sisi sofa. Mas Arsya pun memutuskan untuk memberhentikan Mbak Eni, tapi masih mempertahankan Pak Jamal. Satpam itu tidak terlibat dan dia juga menjadi korban saat kejadian penyerangan itu. Jadi, Mas Arsya masih mempertimbangkan. Mulai

  • DINGINNYA SUAMIKU   Malam Pertama (Lagi)

    Bahagia tentu saja melihat Mas Danu akhirnya mendapatkan tempat melabuhkan hati. Kakak terbaik di dunia versiku memang pantas mendapatkan gadis sebaik Kaniya. Mereka seharusnya cocok jika sudah saling mencintai. Paling tidak, aku tahu cinta Kaniya untuk Mas Danu. Gadis itu pasti bisa meluluhkan Mas Danu secepatnya. Aku dan Mas Arsya ingin pamit, tapi Mas Danu melarang. Dia mungkin masih sungkan dengan keluarga baru karena malam ini harus menginap di rumah sang istri. Namun, rupanya keluarga Kaniya yang lain pun melarang kami pergi. Kata mereka, ini sudah malam dan kasihan dengan Afkar. Aku pun menunggu keputusan Mas Arsya. Dia pasti akan memilih opsi terbaik. Lagi pula, ada Damar juga. Di mana dia akan tidur? "Kami akan menginap di hotel saja, Pak, Bu," ucap Mas Arsya kemudian. "Kalau begitu, boleh titip anak saya? Kalau di rumah, mereka mungkin akan malu-malu. Bawa Kaniya dan suaminya ke hotel. Biar mereka bisa lebih dekat dan segera memberi saya cucu." Ayah Kaniya berucap sangat

  • DINGINNYA SUAMIKU   Teman Lama

    "Ehm, maaf, Bu Manda ... boleh saya tanya sesuatu?" Damar membuka obrolan. Mungkin dia jenuh juga menyetir dan butuh teman bicara. "Eh, iya, Mas Damar. Mau tanya apa? Silakan saja," jawabku ramah. Beberapa saat, Damar justru terdiam. Namun, dia lantas bertanya lagi. "Apa Bu Manda berasal dari Jogja?""Memangnya kenapa?" Aku balik bertanya. "Nggak apa-apa, Bu. Cuma Bu Amanda seperti teman saya waktu SMA. Namanya Amanda juga, tapi kami beda kelas. Awalnya, saya ragu, tapi sejak lihat Mas Andar, saya yakin kalau saya nggak salah orang," ucap Damar ragu-ragu. Mas Andar? Dia kenal Mas Danu dengan sebutan Andar? Hanya teman sekolah Mas Danu yang memanggil kakakku dengan nama itu. Lalu, siapa Damar? Aku tidak bisa mengingatnya. "Bu Amanda mungkin lupa sama saya. Kita memang nggak kenal dekat, cuma saya tahu Bu Amanda." Damar menjelaskan. Aku masih mencoba mengingat-ingat. Sepertinya, memang aku cukup familier dengan nama Damar. "Damar yang pernah maju olimpiade Fisika bareng aku, bukan

  • DINGINNYA SUAMIKU   Bekerja Sama dengan Fahira?

    "Maunya Sayang gimana? Sayang minta aku untuk terima tawaran Papa. Lalu, saat aku terima, Sayang nggak ikhlas karena ada Fahira. Setelah itu, nama aku alihkan ke Sayang dan Sayang nggak mau kerja sama dengan Fahira. Aku harus gimana? Sepertinya, semua opsi salah di mata Sayang." Mas Arsya seperti sebisa mungkin menahan emosi. Dia pasti sudah tahu bagaimana akhirnya jika meluapkan marah kepadaku. "Aku nggak tahu." Aku pun mulai terisak. Sangat perih rasanya jika harus berhubungan dengan mantan istri suamiku. Itu seperti menggores lagi luka yang baru saja mengering. Aku tidak munafik karena memang rasanya sesakit itu. Meskipun Mas Arsya sudah mencintaiku, hati ini tidak bisa berbohong untuk baik-baik saja. Apalagi, aku mengetahui rahasia itu karena tidak sengaja dan dari mulut perempuan itu, bukan dari awal sebelum menikah dengan Mas Arsya. Aku yang baper, aku yang lebay, dan aku yang egois. Mungkin julukan itu memang tepat untukku. Cemburu ini membutakan dan membuat semua yang berka

  • DINGINNYA SUAMIKU   Minta Gendong

    Aku tidak bisa bebas bergerak karena kaki yang sempat cedera. Meskipun gips sudah dilepas, aku masih belum bisa berjalan normal dan masih harus pelan-pelan. Pun, untuk menggendong Afkar, masih dilarang oleh dokter, apalagi Mas Arsya. Padahal, sudah dua pekan dari kejadian jatuh itu. Tersiksa? Pasti iya. Aku rindu bisa bercanda bebas dengan Afkar, juga melayani Mas Arsya saat akan berangkat dan pulang kerja. Melihat Mas Arsya yang akhir-akhir ini melakukan semuanya sendiri, aku seperti istri yang tidak ada gunanya. Untuk masalah dengan Fahira, aku akan pikirkan ulang bagaimana cara akan berdamai dengan orang itu. Bagaimanapun, dia adalah saudara tiri Mas Arsya, yang berarti iparku juga. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Afkar masih tidur dengan Mama Astri di lantai atas. Semuanya masih takut jika anak itu tidur denganku, yang ada malah insiden terjadi lagi karena kaki yang belum pulih sempurna.Aku duduk selonjoran di tempat tidur sambil menyilangkan kedua tangan di depa

  • DINGINNYA SUAMIKU   Di Puncak

    Hari pernikahan Mas Danu dan Kaniya pun tiba. Aku merasa sangat bahagia sekarang. Kakak dan sahabatku akhirnya benar-benar bisa bersatu dan hanya senyum mereka yang ingin kulihat seterusnya. Keduanya orang baik dan dijodohkan dengan sangat baik oleh Sang Pencipta. Ballroom sebuah hotel bintang lima tertata sangat megah dengan dekorasi dominan bunga lili putih. Yang kutahu, itu memang bunga kesukaan Kaniya sejak kecil. Mas Danu bahkan menyiapkan semuanya dengan sempurna. Setelah usai akad nikah ulang di depan penghulu dan wakil dari KUA setempat, acara memang dipindahkan ke hotel untuk resepsi. Banyak tamu undangan yang datang karena rupanya, nama Mas Danu sudah dikenal banyak orang, terutama pelanggan EO miliknya. Kebanyakan pula para tamu itu dari kalangan menengah ke atas. Semua tetangga di rumah pun diundang tak pandang bulu. Mas Danu memang sangat low profile orangnya, sehingga banyak yang belum tahu kalau kakakku itu sudah menjadi pengusaha sukses. "Aku minta maaf, ya," ucap M

  • DINGINNYA SUAMIKU   Tidak Mau Pulang

    Aku mengeratkan pelukan pada laki-laki di samping. Pagi di Puncak rasanya sangat dingin. Bahkan, tanpa AC pun, hawanya sudah melebihi menggunakan AC saat di rumah. Bergemul selimut memang sangat nyaman untuk sekarang. Namun, bunyi alarm ponsel membuatku harus memaksakan diri untuk bangkit. "Sayang mau ke mana? Dingin ini." Mas Arsya kembali menarik tanganku saat baru saja akan duduk. Dia juga mengeratkan pelukan hingga aku kesulitan bergerak. "Udah masuk waktu subuh ini, Mas. Nanti, ketiduran lagi kalau aku ikut rebahan," sanggahku sambil sedikit memberontak. Namun, tidak membuahkan hasil. "Sebentar lagi, Sayang. Masih pewe," ucapnya manja. Ah, tidak ada gunanya melawan. Tenagaku jelas kalah total dengannya. Aku pun meniup-niup wajah yang masih memejam di hadapan dengan harapan bisa lepas dari jeratan suami. Namun, Mas Arsya justru memajukan wajah dan tampak bibirnya dimonyongkan. Aih, seperti bebek yang mau nyosor makanan! Aku menahan tawa sambil sebisa mungkin menjauhkan kepala

  • DINGINNYA SUAMIKU   Kabar Baik atau Buruk?

    Aku sedikit bingung dengan datang bulan kali ini. Saat aku buang air sore hari, bekas darah di pembalut hanya sedikit. Padahal, aku yakin tadi keluar darah cukup banyak saat mandi. Apa maksudnya? Lagi pula, tubuh juga lemas seperti sedang anemia dan pinggang masih terasa nyeri. Pun keram di bagian perut bawah seperti biasanya saat sedang haid. Kepalaku kembali pusing saat memikirkan itu. Apa aku sakit? Namun, sakit apa? Mungkin saat Mas Arsya pulang nanti, aku akan minta diantar untuk periksa selagi Mama Astri dan Papa Farhan akan menginap. Jadi, aku bisa meninggalkan Afkar dengan oma dan opanya. Aku tidak ingin sakit. Aku tidak ingin selalu merepotkan orang lain. Tepat saat aku keluar dari kamar mandi, Mas Arsya sudah berada dalam kamar. Dia sepertinya baru saja pulang. Saat aku memanggil, dia langsung menoleh dan mendekat. Disentuhnya keningku, lalu dia berkata, "Iya, sekarang agak demam. Sayang tadi nggak ngapa-ngapain lagi, 'kan? Gendong-gendong Afkar, nggak?"Aku menggeleng se

Bab terbaru

  • DINGINNYA SUAMIKU   Melukis Senja

    PoV ArsyaAku tidak pernah menyalahkan Manda dengan sikapnya yang kadang kala seperti anak kecil. Itulah dia apa adanya. Sekali, dua kali, tiga kali dikecewakan, dia masih bisa bersabar. Semua terbongkar sudah kenapa dia begitu marah saat aku menunda kepulangan dari Kalimantan selama beberapa hari lagi. Semua orang merahasiakan sesuatu dan baru sekarang aku mengetahui kejadian sebenarnya. Afkar sempat demam tinggi dan mengalami kejang sehingga dirawat selama satu hari di rumah sakit. Kemungkinan karena anak itu tidak bisa jauh dariku terlalu lama. Padahal, saat itu baru dua hari aku pergi. Ya, kekecewaan Manda bukan karena egois, tapi dia marah karena itu berhubungan dengan Afkar. Mama menceritakan betapa Manda kebingungan karena harus bolak-balik dari rumah ke rumah sakit sampai sepuluh kali dalam sehari. Syifa yang rewel karena belum pernah jauh dari sang bunda dan Afkar yang terus mencariku. Sementara Syifa tidak mungkin dibawa ke rumah sakit. "Kenapa nggak ngabarin aku, Ma? Aku

  • DINGINNYA SUAMIKU   Membuka Tabir

    PoV ArsyaBayu terperangah saat aku membuka tudung kepala dan kacamata hitam. Dia beringsut mundur dan tampak gugup. Namun, dia juga tidak lari. Mungkin, dia kaget dengan keberadaanku."Ba–bapak kenapa bisa di sini?" tanyanya terbata-bata. "Siapa dia, Pak Bayu? Apa perlu saya—""Diam! Dia adalah Pak Arsya, pemilik Jaya Properties!" seru Bayu kepada laki-laki bertubuh besar yang ada di belakangku. Semua orang yang ada dan melihat kejadian ini, terdengar berkasak-kusuk. Kebanyakan mereka menghujatku karena mengira sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pembelian tanah korban kebakaran. Aku lalu menghubungi Damar. Dia bilang, sudah selesai membeli semua barang dan memastikan sampainya barang-barang itu di pengungsian. Sekarang, dia sedang menuju ke tempatku berada. Aku kini justru dikepung warga yang tidak terima dengan harga pembelian tanah mereka. Sementara Bayu berhasil lolos dengan tipu dayanya. Kebanyakan menyalahkanku dan meminta pembatalan pembelian."Saya memang pemilik p

  • DINGINNYA SUAMIKU   Kasih Damar

    PoV ArsyaKalau orang bilang, pasti aku dan Damar itu seperti surat dengan perangko yang menempel terus ke mana pun. Di Kalimantan ini, Damar pun ikut denganku dan kali ini, tanpa Edo yang bisanya menjadi pelengkap tiga sekawan. Edo sedang ada pertemuan dengan klien lain di Jakarta. Dia juga orang sibuk. Sampai di Kalimantan, aku dan Damar langsung menuju hotel terlebih dahulu karena pertemuan dengan Pak Hamdan sudah dijadwalkan selepas makan siang. Sementara saat ini, waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. "Satu kamar aja, nggak apa-apa, kan, Mar? Tapi, aku ambil tempat tidurnya yang dua," kataku setelah memesan kamar. "Saya, sih, nggak apa-apa, Pak. Cuma, apa Bapak nyaman satu kamar sama sopir?" jawab Damar dengan kalimat tanya juga. Mendengar itu, aku justru tertawa. "Kamu masih makan nasi, kan?" "Iya, Pak. Memangnya kenapa? Tadi, saya juga sudah sarapan." Damar berbicara seperti tidak paham dengan ucapanku. "Ya sudah, berarti aku aman. Soalnya, teman satu kamarku bukan

  • DINGINNYA SUAMIKU   Tawaran Lagi

    PoV ArsyaDamar berhasil membawa Kasih, istri dari korban di apartemen yang membuat namaku buruk di mata publik. Acara konferensi pers ini juga dihadiri beberapa wakil dari pihak kontraktor, termasuk Pak Alif Nurdiansyah selaku pemilik perusahaan kosntruksi itu. Memang proyek apartemen itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun, sejak sebelum aku mengenal Pak Zaidan. Kasih tidak bisa lagi memberikan tuduhan di depan banyaknya kamera yang merekam kami. Dia juga akhirnya mau menerima jalan damai yang aku dan Pak Alif tempuh dengan memberikan jaminan penghidupan yang layak untuk calon anaknya yang masih dalam kandungan hingga lulus jenjang perguruan tinggi. Aku juga memberinya pekerjaan sebagai staff marketing dengan jam kerja bebas karena memperhitungkan kondisinya yang tengah mengandung. Aku memberinya posisi itu karena dia rupanya lulusan SMK dan mempunyai ijazah D3 Managemen Pemasaran. Keterbatasan ekonomi membuatnya tidak bisa melanjutkan jenjang S1 dan dia kesulitan mendapat peke

  • DINGINNYA SUAMIKU   Berita Miring

    PoV ArsyaSatu masalah selesai, datang lagi masalah baru. Lelah sudah pasti, tapi selama Manda selalu di sisi, semuanya terasa lebih mudah. Dia selalu mendukungku dalam segala hal yang masih dalam koridor kebaikan. Aku sangat beruntung memilikinya. dengan ancaman perempuan yang suaminya menjadi korban kecelakaan di apartemen. Namun, aku tidak ingin Manda ikut kepikiran dengan masalah itu. Apalagi, berita di media elektronik dan sosial yang simpang siur. Aku sebenarnya tidak takut dengan berita miring yang beredar. Namun, tuduhan tentang korupsi dana yang membuatku tidak habis pikir. Aku yang menggelontorkan dana untuk pembangunan apartemen itu dan lahan pun milikku, mana mungkin aku membuat buruk nama sendiri? Pengacara perusahaan pun memberiku support untuk tetap tenang. Juga semua karyawan yang percaya sepenuhnya denganku. Akan tetapi, banyak juga yang membuat namaku makin dituding buruk. Mereka yang merasa tersaingi dengan pesatnya peningkatan perusahaanku tentunya. Aku memijat-

  • DINGINNYA SUAMIKU   Nikmat Bersyukur

    PoV ArsyaBerita tentangku dengan Galuh rupanya tersebar di media sosial. Apalagi, foto saat awalnya aku duduk di sebelah Galuh, sempat tersebar. Memang sebelumnya aku tidak terlalu peduli duduk bersebelahan dengan perempuan itu, tapi karena mulai ada tanda-tanda tidak beres, aku pun bertukar tempat dengan Damar. Siapalah aku yang sampai menjadi incaran pemburu berita? Apa istimewanya juga meliput tentangku? Bahkan, menyebarkan berita hoax yang bisa saja membuat kehidupanku menjadi kacau. Untungnya, Manda bisa berpikir positif dan tidak langsung menuduhku macam-macam. Saat anak-anak sudah tidur lagi, Manda memperlihatkan berita tentangku di akun Instagram miliknya. Cukup viral juga. Namun, yang membuat geram itu caption yang dituliskan "Pemilik Jaya Properties Berlibur ke Belitung dengan Putri Bungsu Pemilik Lahan yang sedang Digarap menjadi Resort di Pelabuhan Ratu." Jelas salah total apa yang diberitakan. Aku ke sana hanya untuk bisnis dan pemilih lahan resort itu bukan lagi ayah

  • DINGINNYA SUAMIKU   Terlalu Sayang

    PoV ArsyaSelepas Subuh, aku sudah berangkat ke Bandara karena Manda justru memaksaku pergi ke Belitung. Dia tidak lagi mempermasalahkan kesibukanku sejak semalam. Setelah kami sama-sama melepas rindu, dia tiba-tiba memberiku izin. Sebenarnya, aku justru takut jika dia seperti itu. Manda seperti menganggap dirinya tidak penting bagiku. Aku bertekad dalam hati akan mengambil libur setelah urusan di Belitung selesai. Lagi pula, nanti sore, aku sudah kembali lagi ke Jakarta. Aku ke sana juga tidak sendiri. Edo dan Damar aku paksa ikut. Sebagai asisten pribadi, Damar sangat dibutuhkan karena dia juga berperan sebagai sekretarisku. Sekitar pukul delapan pagi, aku dan yang lain sampai di bandara Pulau Belitung. Kami pun langsung menuju tempat pertemuan dengan klien yang dijadwalkan pukul sembilan pagi. Masih ada waktu satu jam lagi untuk kami menyiapkan presentasi. Aku juga harus membaca ulang proposal yang dikirimkan oleh pihak klien lewat email kepada Edo. Satu orang yang berada di ant

  • DINGINNYA SUAMIKU   Ingkar Janji

    PoV ArsyaManda makin sibuk mengurus Afkar dan Syifa. Untungnya, kami tinggal bersama Mama dan masih ada Resti sehingga dia tidak terlalu kelelahan. Meskipun begitu, tuan putri kecil kami tidak pernah absen mengajak bergadang sampai usianya sekarang sudah tiga bulan. Dia bahkan sudah bisa diajak bercanda dan mulai belajar tengkurap. Untuk hadiah kunci saat itu, Manda tidak menolak, tapi hadiahnya malah aku yang memakai. Apa lagi, mobil yang dulu kacanya pecah, sudah kujual karena membuat trauma. Kemudian, mobil yang satunya, aku biarkan dibawa oleh Damar. Kasihan saja kalau dia harus bolak-balik pakai motor untuk pulang dan pergi. Jadi, biar dia sekalian yang merawat mobilku dan saat dia datang, aku tinggal berangkat. Tidak perlu memanaskan mesin dulu. "Hari ini jadwal imunisasi Syifa, Mas. Minggu lalu, Mas Arsya udah janji mau anter, loh," ucap Manda saat aku sudah siap akan pergi ke kantor. Aku menatapnya bingung. Aku diam, bingung harus menjawab apa. Aku benar-benar lupa dengan

  • DINGINNYA SUAMIKU   Afkar dan Syifa

    Hari ini, akikah untuk Syifa dilaksanakan. Rumah Mama dan Papa ditata begitu meriah sehingga penuh dengan tamu yang kebanyakan adalah teman kerja dan keluarga besar. Aku bersyukur karena banyak yang datang dan ikut mendoakan putri kecilku. "Mas, bekas jahitannya nyeri."Mendengar keluhan Manda itu, aku bergegas membawanya ke kamar. Dia pasti kelelahan dan terlalu banyak bergerak saat acara. Syifa pun aku minta kepada Mama untuk dibawa masuk. Apalagi, untuk proses akikah, memang sudah selesai. Tinggal makan bersama saja dengan para tamu. Untungnya, Sofyan juga ada di acara ini dan dia kuminta untuk memeriksa Manda. Katanya, tidak ada apa-apa, hanya kemungkinan karena terlalu banyak bergerak saja. Sofyan lalu menyuruh untuk memberikan obat pereda nyeri saja setelah memastikan Manda makan."Nak Arsya keluar saja. Biar Ibu yang jagain Manda sama Syifa. Para tamu nyariin tadi." Ibu ikut masuk ke kamar ini dan mengambil alih piring berisi makanan yang akan aku berikan untuk Manda. "Iya, S

DMCA.com Protection Status