Aisyah dari kemarin tampak murung dan sesekali mengurung diri di kamar, ia bahkan seharian tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hati wanita malang itu sudah benar-benar hancur sekarang, padahal ia masih mempunyai harapan yang sangat besar bahwa ia akan memiliki anak dari suaminya, namun seketika rasanya harapannya pupus dalam semalam kini suaminya justru memilih untuk menikahi wanita lain yang diharapkan bisa segera memberikan suaminya keturunan.
“Bisa-bisanya kamu seharian malas-malasan, ya! Hari pernikahanku udah besok banget ini, bantuin dong,” ucap Bima dengan teganya.
Aisyah masih mematung dan mengabaikan perkataan suaminya itu.
“Yaya! TULI KAMU YA!” pekik Bima.
“Belum puas juga kamu siksa aku, Mas! Setelah apa yang kamu lakukan ke aku selama pernikahan ini dan sekarang kamu masih mau siksa aku, dengan nyuruh aku buat ngurus pernikahan suaminya sendiri yang udah jelas-jelas aku masih hidup!”
“Kamu mau jadi istri durhaka ya!” timpal mertua Aisyah.
”Ha? Aku istri durhaka Ma? Nggak kebalik?” sahut Aisyah kesal.
Tiba-tiba Bima menghampiri Aisyah dan mengangkat tangannya, satu tamparan telak mendarat di pipi Aisyah, “Berani kamu ngelawan Mamaku, ya!”
“Tampar lagi, Mas! Tampar!” ucap Aisyah yang mulai geram.
“Bima udah! Mama takut nanti dia malah lapor polisi lagi,” ujar wanita tua itu ketakutan.
Sementara itu terdengar suara ketukan pintu, Bima segera ke luar untuk menengok siapa yang datang.
“Selamat pagi sayang, ayo masuk,” sambut Bima ramah.
“Eh ada anak cantik mama udah dateng.”
“Sayang? Anak? Ini maksudnya apa?” seru Aisyah dalam hati.
Wanita malang itu dibuat kembali kebingungan dengan situasi yang terjadi, ia tanpa berpikir panjang segera menghampiri tamu yang baru saja datang itu.
“Jihan? Ngapain kamu ke sini lagi?” tanya Aisyah penasaran.
“Ngapain? Coba tanya suami kamu,” jawab Jihan dengan sombongnya.
“Ow, maaf sayang aku belum ngenalin dia ke kamu.”
Dahi Aisyah mengkerut, “Sayang?”
“Kenalin dia calon istri aku, Jihan.” Bima tersenyum tipis tanpa rasa bersalah
“Jihan? Calon istri kamu?”
“Iya, Ya. Aku calon istrinya Mas Bima.”
“Han, kita sahabatan udah lama lo, tega kamu sama aku?”
“Aku nggak ngerebut suami kamu, kok. Tapi suami kamu yang mau sama aku, ya aku harus gimana?”
“Selama ini aku selalu curhat masalah rumah tangga aku sama Mas Bima ke kamu tapi kamu masih berpikiran buat jadi istri dari suami aku? Hebat kamu Han.”
“Ya udahlah ya, kamu juga nggak bisa ngerubah takdir, kalau aku jodohnya ya sama suami kamu.”
“Pokoknya Mas mau kalian akur, ya. Terutama kamu Ya, awas aja kalau kamu berani macam-macam sama Jihan. Sayang kalau dia jahatin kamu lapor ke Mas, ya,” ucap Bima sembari mengelus rambut Jihan.
Aisyah yang sudah muak melihat kelakuan suaminya lantas menampar suaminya itu, “Jijik aku lihat kelakuanmu, Mas. Kamu punya istri satu aja belum bisa bersikap adil apalagi dua.”
“Tega kamu, Ya. Nampar suami aku!”
“Aku masih istri sahnya!”
Cobaan demi cobaan datang menghampiri Aisyah entah apa yang masih membuatnya bertahan berdiam diri di rumah itu, siksaan batin sudah sangat menguras tenaga Aisyah bahkan hanya untuk bernapas normal di rumah itu ia sudah sangat lelah. Sementara itu di kamar atas Jihan tampak mengemasi semua barang-barang Aisyah.
“Mau apa kamu?”
“Mulai hari ini aku sama Mas Bima tidur di sini! Jadi Mas Bima nyuruh aku buat beresin semua barang-barang kamu dan kamu bisa tidur di kamar tamu.”
“Han, sadar Han. Kalian berdua belum sah! Kamu sadar nggak sih apa yang kamu lakuin ini salah, tega kamu ngelakuin ini sama sahabat kamu sendiri.”
“Tolong digaris bawahi ya, aku udah bukan sahabat kamu, tapi calon istri suami kamu, paham! Jadi kamu jangan sok suci buat nasehatin dan ngasi tau ke aku mana yang benar dan mana yang salah. Kamu aja jadi istri belum becus ngurus suami udah mau ngajarin orang aja,” ucapnya tegas.
“Han, inget ya kamu masih punya anak perempuan, Tuhan itu nggak pernah tidur. Karma pasti ada!”
“Kamu! Jangan pernah bawa-bawa anak aku, anak aku nggak ada urusannya sama semua ini, sekali lagi kamu ngatain yang enggak-enggak tentang aku. Aku laporin kamu ke Mas Bima.”
“Silahkan! Aku nggak pernah takut sama siapa pun,” sahutnya dengan tatapan tajam.
Jihan makin geram dengan perkataan Aisyah, ia lantas melempar Aisyah dengan beberapa potong pakaian ke wajah Aisyah. Wanita malang itu hanya diam dengan tatapan penuh amarah kepada Jihan.
“Mending sekarang kamu bawa semua barang kamu ini, aku udah muak liatnya.”
“Masih ada waktu Han, sebelum kamu menyesali perbuatanmu sendiri. Sebagai manusia yang beragama harusnya kamu masih takut dengan balasan dari Tuhan! Kamu lihat saja nanti!”
Hari ini tibalah hari pernikahan Bima dan Jihan, sampai detik ini pun Aisyah si wanita malang itu masih terus menyembunyikan masalah rumah tangganya dengan kedua orang tuanya, tak sedikit pun ia bercerita tentang semua hal yang sudah terjadi. “Kasian ya Aisyah, padahal dia masih hidup tapi suaminya malah nikah lagi.” “Iya, kasian banget. Amit-amit deh bu, semoga suami-suami kita nggak ada ngelakuin aneh-aneh.” “Katanya sih, denger-denger Bima nikah lagi karena si Aisyah mandul.” Desas-desus sekumpulan ibu-ibu yang datang ke acara pernikahan itu sedang menggosipkan Aisyah tak sengaja terdengar oleh wanita malang itu dan tak terasa air mata Aisyah terjatuh, bukan karena suaminya menikah lagi melainkan karena berita ia belum bisa mempunyai seorang anak sudah sampai ke telinga tetangga. Meskipun demikian, Aisyah tetap menabahkan hatinya hingga hari ini, ia masih tampak tegar membantu persiapan pernikahan suaminya sendiri, padahal bagi seorang istri menerima kenyataan suamin
Satu minggu telah berlalu, setelah ia memutuskan untuk menyewa kontrakan sementara, akhirnya Aisyah menyudahi pikiran keras kepalanya untuk memberanikan diri pulang ke rumah orang tuanya, Aisyah bergegas mengemasi barang dan membulatkan tekad untuk segera beranjak dari Jakarta ke Surabaya. Aisyah lekas berangkat ke stasiun kereta api, sembari menunggu kedatangan kereta ia duduk sejenak dan mulutnya terus komat-kamit seperti sedang menghapalkan sesuatu. “Pak, Bu maafkan Aisyah baru cerita … ah bukan.” “Bu, Yaya tau Ibu pasti kecewa … nggak-nggak gitu!” Aisyah sibuk menghapalkan kata apa yang harus ia ucapkan untuk menjelaskan apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. “Huek … huek … huk (segera menutup mulutnya).” Aisyah tiba-tiba mual Wanita malang itu berlari ke toilet, “Duh, kenapa ya (sembari menyentuh keningnya) enggak anget kok, apa karena belum sarapan ya.” Aisyah tak terlalu memikirkan terlalu jauh tentang hal ini, karena ada hal lain yang s
“Alhamdulilah ya, akhirnya perjuanganmu selama hampir 4 tahun dijawab juga sama Allah. Bapak doakan semoga kamu sama bayimu sehat-sehat terus ya.” “Amin. Ow iya Nak, kamu mau ngomongin apa?” “Sebelumnya, Aisyah harap Bapak sama Ibu setelah obrolan ini tidak kecewa sama Aisyah,” ucap Aisyah yang sudah mencoba memberanikan diri. Seketika suasana berubah menjadi senyap. “Maksudmu apa to, Nak?” Aisyah menarik napas dalam, “Hah, sebenarnya…aku sama Mas Bima sudah cerai, Pak Bu.” Gelas teh yang dipegang Ayahnya seketika terjatuh, “Apa? Cerai, astaghfirullah Nak, kamu jangan becanda ya!” ucapnya memastikan. “Ya, ini beneran?” tanya Asih-ibunya. “Iya, Bu. Aisyah nggak becanda.” Aisyah tertunduk lesu “Kalian kenapa bisa memutuskan untuk bercerai? Saat perjuangan kalian berdua dijawab sama Allah.” “Bukan berdua, Bu tapi cuma Aisyah.” “Maksud kamu?” “Aisyah yang meminta cerai dari Mas Bima, karena Mas Bima memutuskan untuk menikah lagi dengan alasan aku tidak segera hami
“Kasihan banget, ya. Nanti kalau anaknya lahir udah jadi anak broken home,” ucap ibu-ibu berdaster merah.“Iya, kasihan banget. Belum lagi sekarang apa-apa serba mahal kalau nggak ada suami gimana caranya ngidupin anak, bisa melarat hidup anaknya nanti,” timpal ibu paruh baya yang sedang memilah sayuran.“Nak, mending kamu istirahat di dalam ya, di sini nanti kamu masuk angin,” bujuk ibu Aisyah. Ibunya khawatir Aisyah akan stres mendengar perkataan tetangga.Aisyah hanya duduk termenung di teras sembari mengelus perutnya, “Bu, Aisyah nggak pantes ya jadi seorang istri? Aisyah masih banyak kurangnya ya, makanya Mas Bima milih perempuan lain.”“Hus … kamu jangan ngomong begitu, bukan kamu yang nggak pantes tapi memang Bima yang nggak bersyukur punya istri baik kayak kamu,” sahutnya menenangkan.“Bu, apa Aisyah bakal sanggup ngebesarin anak ini sendirian nanti?” tanya Aisyah lirih.Tangan ibunya meraih pipi Aisyah dan menyeka air mata anaknya, “Siapa bilang anak Ibu sendirian? Ibu masih
Pandangan Aisyah liar, ia melihat sekelilingnya ramai. Seketika rasa takut menghampiri dirinya, perihal cibiran orang-orang tentangnya yang hamil tanpa didampingi suami sangat membebani dirinya hingga saat ini, tangannya gemetar langkahnya pun ragu.“Kamu kenapa, Nak?”“Nggak papa, Bu,” sahut Aisyah menenangkan ibunya.“Kamu nggak usah takut, di sini kan ada Ibu.”Pandangan Aisyah lurus, kepalanya sedikit di angkat, “Terima kasih ya, Bu.”“Mau gimana pun kondisi kamu sekarang, kan masih ada Ibu di sini. Kita saling menguatkan, Bapak kamu juga masih sehat, kita berjuang sama-sama,” tuturnya lembut.“Permisi, dok.”“Iya, silahkan masuk.”Aisyah menghentikan langkahnya, “Kamu?”“Em … Aisyah kan?” tanyanya meyakinkan, bahwa ia tak salah orang.“Iya, saya Aisyah. Kamu Hendra kan yang wa
“Boleh tapi harus atas persetujuan Mamaku,” ucap Bima tegas.“Aku nggak salah denger, Mas? Ini anak aku loh! Lagian kita kan udah sah suami istri jadi anak aku ya anak kamu juga, gimana sih?” sahut Jihan terheran, atas pendapat Bima yang tak terduga.“Ya itu terserah kamu! Kalau kamu nggak setuju, Mas juga nggak maksa kamu. Lagian kan di rumah ini selain aku yang ngatur masih ada Mama aku yang bertanggung jawab.”“Terus aku di sini kamu anggap apa, Mas? Kok kamu gitu sih?”“Nggak gitu maksud Mas, sayang. Kamu kan tau kalau Mas sayang banget sama Mama, jadi kamu sebagai istri aku mulai sekarang harus mulai belajar menghormati Mama aku. Mas harap kamu paham sampai sini ya, soalnya Mas nggak suka orang bawel.”“Tau deh, Mas. Aku nggak habis pikir aja ternyata kamu bisa bersikap kayak gini sama aku,” ujar Jihan kecewa.&n
“Assalamualaikum.”“Walaikumsalam, eh Hen-dra, kamu ngapain ke sini?” ucapnya terkejut.Lelaki itu mengusap-usap tengkuknya, “E-e anu.”Aisyah mengerinyitkan dahinya, ia bingung dengan sikap Hendra yang gelagapan, “Anu apa?”“Ada yang kurang!” sahutnya lepas.“Ha? Kurang?” Aisyah semakin dibuat bingung“Kemarin, kan saya baru kenalan sama ibu saja alangkah baiknya saya kenalan dengan bapak juga karena saya merasa kurang lengkap rasanya,” ujar Hendra berkilah.Aisyah tertawa, “Astaga Hendra, saya kira kamu kenapa.”“Maaf, saya tiba-tiba datang ke rumah tanpa ngabarin kamu.”“Tidak apa, ngomong-ngomong kamu bisa tau rumah saya di sini dari mana?” tanyanya terheran.“Kamu kan pasien saya, jadi saya tau dari data pasien, sekali lagi maaf kalau saya lancang,” jelas Hendra sungkan.&
“Aisyah, Aisyah, Aisyah! Terus aja kamu bandingin aku sama dia!” ujar Jihan kesal.“Siapa suruh kamu jadi pembangkang! Jangan mentang-mentang kamu sekarang sudah jadi istri aku, kamu bisa sebebasnya bertindak ya!”“Sebenarnya kamu nikahin aku tujuannya buat apa sih, Mas? Pas pacaran aja kamu bersikap baik sama aku, sekarang? Aku malah curiga bakalan jadi korban kamu selanjutnya.”“Makanya kalau mau aku bersikap baik sama kamu, bersikap baik juga sama aku. Coba aja kamu jadi istri yang penurut dan lemah lembut, mana mungkin aku protes masalah sikap kamu,” bantahnya tegas.“Aku? Nurut sama suami yang modelan sikapnya kayak kamu? Mana sudi aku, Mas. Pantes aja Aisyah ninggalin kamu!”“KURANG AJAR KAMU YA!” pekiknya tajam, sembari mengangkat tangannya.“Apa? Kamu mau nampar aku? Tampar Mas, tampar sampai kamu puas! Kamu pikir aku bakalan rela disakitin sama kamu? Oh tunggu dulu, aku nggak sepolos mantan istri kamu itu, sedikit saja kamu nyentuh aku habis kamu!” ancam Jihan.Bima menurunka
“Apa dan bagaimana aku memperlakukan anak aku sendiri itu urusan aku! Kamu Cuma perlu nurutin apa yang aku perintahin!” Di tengah perdebatan mereka Kiara datang dan merengek.“Ma-Mama! Kia kapan sekolah? Kia bosen Ma di rumah terus!”“Kamu denger kan Mas? Kalau kamu kayak gini terus, kamu bukan cuma ngerugiin diri sendiri tapi juga aku dan anak aku!”“Alah, gitu aja repot! Kamu tinggal telpon gurunya bilang Kiara sakit kek atau pulang kampung atau apa gitu terserah kamu! Pokoknya Kiara belum boleh sekolah,” tegasnya memberi peringatan.“Mas, enak banget kamu ngomong ya. Ini masalah pendidikan bukan main-main, kalau Kiara ketinggalan pelajaran gimana?”“Ya elah, masih SD juga kan. Pelajarannya kan masih pelajaran dasar jadi masih bisa belajar di rumah, memangnya kamu mau polisi sampai melakukan penyelidikan dan mengetahui siapa saja yang punya hubungan dengan aku dan tiba-tiba dia ke sekolah Kiara gimana?” Bima berusaha menghasut Jihan.“Lancar ya kamu ngancem aku tiap hari
“Kia, kamu masuk dulu sayang!”“Ternyata kamu belum cukup bisa jadi seorang ibu yang baik!”“Apa Mas bilang? Justru karena aku ibu yang baik makanya aku masih sama kamu sampai sekarang! Terus Mas pikir Mas sudah jadi ayah yang baik buat anak-anak kamu?”“Heh! Nggak ada ibu yang baik tapi tega menghasut anaknya dengan cara kotor seperti itu. Jihan, anak-anak itu masih polos termasuk Kiara kamu pikir dengan berbicara seperti itu sama anak kamu, tiba-tiba anak kamu paham dengan semuanya yang terjadi? Enggak kan!” Jihan menatap Bima tajam.“Terserah deh Mas, capek aku ngomong sama manusia kek kamu nggak ada gunanya!”“Kamu pikir aku suka debat sama kamu hah? Kupingku panas hampir tiap hari denger ocehan kamu itu!”**“Kamu nggak salah denger kan Hen?”“Enggak Ma, Hendra denger jelas banget penjelasan dari pihak kepolisian.”“Tuh kan! Sudah pasti dia pelakunya, kalau bukan dia nggak mungkin tiba-tiba dia hilang dari rumahnya. Ya Allah gimana nasib cucuku Arka.” Bu Asih meraung,
***[Selamat siang! Dengan bapak Hendra?][Iya bapak, dengan saya sendiri.][Baik bapak, kami dari pihak kepolisian ingin menyampaikan informasi yang sangat penting terkait tindak lanjut penyelidikan terhadap saudara tertuduh-Bima. Kami sudah mengikuti intruksi alamat sesuai dengan keterangan yang bapak dan istri bapak berikan, namun saat kami sudah tiba di lokasi, saudara Bima tidak ada di rumah yang beralamat sesuai yang diberikan kemarin. Kami juga sudah berusaha menanyakan keberadaan saudara Bima tetapi tidak ada satu pun yang mengetahui keberadaannya sekarang dan kami kuat menduga bahwa ini telah direncanakan karena menurut informasi dari tetangga sekitar bahwa saudara Bima beserta keluarganya mereka diperkirakan tidak ada di rumah ini sejak semalam.][Te-terima kasih atas informasinya pak!][Sama-sama bapak Hendra, meskipun demikian kami dari pihak kepolisian akan terus memastikan pencarian ini dilakukan sampai saudara Bima bisa kami temukan untuk dimintai keterangan dan memasti
“Kalau soal itu kami kurang tau pak, mungkin anak-anak kami bisa menjelaskannya lebih lanjut ke kantor dan kami akan meneruskan informasi ini kepada mereka,” ucap Yani.“Baik kalau begitu pak bu. Kami tunggu kedatangan orang tua dari saudara Arkanza untuk memberikan laporan atau informasi lebih dalam terkait hal ini!”“Baik pak, terima kasih.” Yani dan suaminya pun gegas kembali ke rumah Hendra.“Semoga anak-anak tidak shock mendengar penjelasan kita ya Pa! Mama takut banget jiwa mereka terguncang terutama yang Mama takutin itu Aisyah, kasian dia sampai sekarang masih susah buat makan,” ucapnya khawatir. Bagaimana tidak pastinya jiwa seorang ibu akan sangat terguncang terlebih ini soal kehilangan seorang anak.“Semoga mereka berdua ditabahkan!”*“Assalamualaikum.”“Anak-anak pada ke mana ya Ma?” Tak lama ada bu Asih muncul dari belakang rumah.“Waalaikumsalam.”“Loh, bu Asih udah dari tadi di sini?”“Lumayan bu, saya dari tadi nyariin mereka berdua. Saya kira
***“Mas gimana ini Mas? Arka di mana? Kasian dia belum aku kasi asi Mas …” tukasnya lirih.“Sabar sayang! Kita cari sama-sama ya, Mas juga udah buat laporan di polisi. Kamu tenangin diri dulu! Kamu makan dulu ya,” ucapnya khawatir.“Nggak bisa Mas, aku nggak nafsu makan!”“Yah kok gitu sih? Kasian Arkanya nanti Aisyah, kita sekarang harus kuat dan harus jaga kesehatan demi Arka kalau semisal kita sakit nanti pencariannya nggak maksimal,” bujuknya. Hendra berusaha merayu Aisyah agar makan setidaknya sesuap saja.“Mas, mau sampai kapan kita diem aja di sini? Aku mau ikut nyariin Arka Mas!”“Iya, Mas tau kamu khawatir dengan keberadaan Arka sekarang tapi kita coba serahin ke kepolisian dulu ya. Sekarang, di sini kita bantu doa lagian udah ada Mama sama Papa aku yang bantuin juga. Aisyah, bukannya Mas ngelarang kamu tapi kamu juga harus mikirin kondisi kamu!” tegasnya. Aisyah terdiam, tak terasa air matanya kembali mengucur membasahi pipinya. Hendra mendekap erat tubuh istrin
“Suara apa itu? Keras banget!” Aisyah yang penasaran pun gegas ke luar rumah. Kepalanya clingak-clinguk mencari sumber suara bising tadi berasal. Wanita itu mencoba menyusuri teras, ia masih terus mencari karena takut ada benda yang runtuh atau menabrak rumah, pasalnya suara itu terdengar sangat keras.“Nggak ada apa-apa! Atau perasaan aku aja ya?” tukasnya kebingungan. Aisyah melangkah dengan ragu. Sejenak suara menjadi hening, namun tiba-tiba tangisan Arkanza terdengar kencang sekali dari dalam rumah. Aisyah pun sontak terkejut dan gegas berlari tunggang langgang mencari anaknya, tetapi semakin Aisyah mendekat semakin suara tangisan Arkanza menghilang.DEG! Perasaan Aisyah kacau tak karuan, matanya terbelalak, keringat mulai membasahi keningnya. Tempat tidur itu sudah kosong, Arkanza tak lagi terbaring di sana. Ke mana hilangnya Arkanza secara tiba-tiba?“Ar-Arka! Nak, kamu di mana?” ucapnya dengan bibir gemetar. Tubuh Aisyah sontak me
***“Hah, setelah sekian lama akhirnya aku bisa menghirup udara Surabaya lagi!” tukasnya lega. Lelaki itu kembali menginjakkan kakinya di tanah Surabaya, tepat di mana mantan istrinya-Aisyah berada. Ia kembali ke Surabaya tentu saja tidak sedang berniat pergi berkunjung secara baik-baik, pasalnya Aisyah dan keluarganya sudah berupaya menolak keras kehadiran Bima kembali ke keluarga mereka terlebih dengan apa yang telah ia perbuat pada Aisyah dan anaknya.“Sekarang gua nggak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini! Bagaimana pun keadaannya, gua harus bisa merebut anak gua karena gua juga punya hak atas anak itu!” Bima gegas pergi ke rumah Aisyah, lelaki itu sudah tak sabar melancarkan aksi nekatnya.*“Kenapa cuma ada ibu dan Aisyah aja? Azka mana?” Bima kebingungan, pasalnya target yang ia cari tidak ada. Sementara itu Aisyah dan bu Asih tampak bercengkrama di teras.“Bu, Aisyah pamit dulu ya! Nanti Aisyah ke sini lagi,” ucapnya berpamitan.“Iya Nak, ha
*** “Lihat-lihat! Si Ajeng kenapa?” tanya salah seorang tetangga Bima, yang kebetulan melihat ada ambulance datang ke rumah Bima. “Iya tuh kenapa? Kok bu Ajeng sampai diiket-iket gitu?” Ibu-ibu berdaster merah itu bertanya kembali. “Yuk-yuk kita ke sana!” Mereka tampak begitu antusias ingin melihat kondisi Ajeng. “Bima mama kamu kenapa?” Bima yang mendengar pertanyaan yang demikian hanya bisa terdiam, ia masih enggan menjawabnya. “Nggak kenapa-napa!” sahutnya ketus. “Dih sombong banget! Mertua kamu kenapa Jihan?” Ibu itu beralih bertanya pada Jihan, tampaknya ia masih belum puas sebelum mendapatkan informasi yang aktual. “A, eee. Mertuaku lagi sakit! Maaf ya ibu-ibu kita lagi sibuk, pergi dulu ya!” ucap Jihan acuh. Mereka berdua lantas ikut naik ke mobil ambulance. “Ternyata sekeluarga sama saja! Sombong semua,” ucapnya kesal. Jihan dan Bima gegas menuju rumah sakit. “Pasti setelah ini bakalan banyak tetangga yang kepo sama kejadian tadi,
***“Mas!”“Aisyah!” Keduanya saling mengawali pembicaraan secara bersamaan.“Kamu duluan!”“Kamu aja, ladies first!”“Hmm, ya udah. Aku mau ngomong sesuatu Mas!”“Hmm, sama. Mas juga mau ngomong sesuatu ke kamu!”“Jadi gimana? Siapa yang duluan?”“Kamu sayang!”“Oke deh, jadi gini Mas aku … aku mau buat acara berbagi ke sesama yang membutuhkan,” jelasnya. “Menurut Mas gimana?”Hendra sontak tersenyum.“Mas kenapa?”“Mas setuju!” jawabnya tanpa basa-basi.“Alhamdulilah kalau Mas setuju, terus Mas mau ngomong apa tadi?”“Ya seperti yang kamu bilang tadi, itu yang mau Mas bicarakan.”Aisyah tertegun, “Beneran Mas?”“Iya, Mas serius. Mas juga berpikir demikian karena beberapa waktu kebelakang alhamdulilah kan usaha kita semakin berkembang, jadi tidak ada salahnya kalau kita buat acara sedekah untuk itu. Oh iya, sekalian kita buat acara syukuran juga karena ibu udah sembuh, hitung-hitung sekalian berbagi sama tetangga juga. Gimana?”“Iya Mas, aku pasti setuju.”“Alhamdulilah,