Home / Romansa / DILEMA DUA HATI / Gulaisha Amira

Share

Gulaisha Amira

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2022-10-11 18:47:57

Gadis berambut keriting bernama Gulaisha Amira itu mengemas perlengkapan kesehatannya. Ia baru saja memberikan obat pada penduduk di desa yang tak terlalu jauh dari rumahnya. Gu, ia kerap dipanggil demikian. Gadis itu ramah dan murah senyum dengan lesung pipinya. Tak sedikit pula lelaki yang mudah jatuh cinta padanya. Namun, ia pun termasuk gadis yang pemilih. Tak ingin menerima lamaran, sebab ia sedang melanjutkan jenjang pendidikan kedokterannya yang lebih tinggi.

“Gu, cepat pergi dari sini wilayah perbatasan sedang digempur habis-habisan. Rumah kita pasti jadi sasaran?” Fani sahabat Gu datang tergesa-gesa. Ia baru saja mendapatkan laporan langsung dari saudaranya yang tinggal di dekat ribath.

“Apa?” Oh, tidak keluargaku.” Gegas Gu berlari, kerudung ala kadar terlepas dan rambutnya terurai mengikuti arah angin. Gadis itu bersama Fani memasuki mobil putih fasilitas dari tempat mereka kuliah.

“Apa saja berita yang kau dapat?” tanya Gu ketika mobil berjalan di antara rimbunan pepohonan.

“Tak begitu banyak. Saluran telepon langsung terputus, Gu. Aku juga khawatir. Belum lagi kabar yang kudengar mereka mendatangkan pasukan yang jumlahnya berkali-kali lipat dari wilayah perbatasan.”

Dua sahabat baik itu sama-sama panik. Kediaman mereka tak terlalu berjauhan. Kuliah di tempat yang sama dan mengambil jurusan yang sama pula. Mereka berdua lebih dari sekedar sahabat. Dua gadis muslim itu bahkan tak ambil pusing ketika mobil mereka diberhentikan oleh penjaga. Ada larangan meninggalkan desa dikarenakan serangan yang masih terus berjalan.

“Kami petugas medis. Sudah tugas kami menolong orang-orang yang terluka.” Gu menunjukkan tanda pengenal serta seragamnya pada penjaga desa.

“Tapi, Nona. Ini perintah, semua wanita dan anak-anak tak boleh meninggalkan desa dan diminta mengungsi secepatnya.”

Sopir mobil dipaksa turun, Gu tak menghiraukan larangan dari petugas. Ia gegas mengganti posisi sopir dan mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Ia tak peduli lagi, bahkan sengaja menabrak kayu pembatas jalan. Hanya satu yang ada di dalam benaknya. Keselamatan keluarganya.

Gu mengendarai mobil dengan hati tak menentu, ia juga kesulitan, sebab kerumunan orang mulai berdatangan dengan membawa beberapa barang-barang penting.

“Gu. Apa kita tidak salah? Orang-orang mengungsi kita malah mencari bahaya.” Fani melihat kerumanan anak-anak kecil yang mulai menangis.

“Kalau kau takut, keluar dari mobil, aku harus menyelamatkan keluargaku.” Gu menghentikan laju kendaraan. Ia mempersilakan Fani turun, tetapi sahabatnya itu hanya diam di tempat. Tak banyak bicara, gadis berambut keriting itu melanjutkan perjalanannya.

Beberapa kali mobilnya dihentikan, tetapi gadis berambut keriting itu mengabaikannya. Pun para petugas jaga lebih sibuk mengurus orang-orang yang akan mengungsi. Santer terdengar kabar, wilayah perbatasan sedikit lagi berhasil dikuasai. Dentuman alat peledak dan desingan peluru masih terus berlangsung. Korban berjatuhan belum sempat ditolong.

***

Gu sampai di dekat rumahnya. Mobilnya mogok sebab telah kehabisan bahan bakar. Fani turun terlebih dahulu untuk memastikan keluarganya baik-baik saja. Namun, pada saat yang bersamaan pula gadis berambut keriting itu melihat beberapa truk dengan pasukan berpakaian hitam mulai memasuki gang tempatnya tinggal.

Gadis berusia 25 tahun itu berlari. Ia mengetuk pintu rumah dengan kuat beberapa kali sembari memanggil kedua orang tuanya. Tak Gu hiraukan lagi beberapa orang yang mulai menjerit dan menangis. Pintu rumahnya terbuka dan Gu langsung ditarik ke dalam.

“Kenapa kau kembali lagi, Nak, harusnya kau pergi jauh saja dari sini.” Ibu Gu memeluk anak gadisnya yang datang bercucuran keringat.

“Mana mungkin aku meninggalkan kalian di sini. Mana Hamdan?” tanya gadis itu sembari mencari adiknya.

“Di dalam bersama Ayah. Dia baru saja tertidur.”

Gu mengunci pintu dan mengganjalnya baik dengan meja atau kursi. Gadis berambut keriting itu melihat dari balik tirai. Beberapa tentara berpakaian hitam mulai memasuki rumah demi rumah dan menarik paksa beberapa orang di dalamnya.

Dalam netra biru Gulaisha terlihat bagaimana biadabnya tentara-tentara itu, terutama pada perampuan. Ia lihat sendiri bagaimana pakaian wanita dikoyak dan digiring dalam suatu tempat. Gadis itu tahu apa yang terjadi selanjutnya. Ada sedikit rasa sesal dalam hatinya mengapa ia tak pergi saja. Jika yang lain sudah tertangkap, bukan tak mungkin gilirannya akan segera menyusul.

Tidak! Gu tak mau harga dirinya direnggut. Meski ia bukanlah muslimah yang terlalu alim, ia tetap harus menjaga kehormatannya. Lebih baik ia mati, daripada tubuhnya menjadi bulan-bulanan serigala kelaparan yang mencabiknya hingga ke tulang sum-sum.

“Kita pergi lewat jalan belakang. Cepat, sebelum rumah kita didatangi mereka.” Ayah Gu telah mengemas barang seadaanya, tak banyak hanya satu tas saja, ditambah Sultan dalam gendongannya.

Tanpa basa-basi lagi, Gu dan keluarganya keluar dari pintu belakang. Mereka berjalan di suasana jerit dan tangisan menggema di sana sini. Harusnya malam itu mereka akan sahur pertama kali, mengingat esok hari telah masuk Ramadhan. Namun, ujian besar menyapa mereka satu wilayah Hazakh.

Sayangnya baru beberapa langkah mereka berjalan, suara letusan pistol telah menggema tak jauh dari mereka berada. Gu merunduk, ia berusaha menghindar dari serangan. Letusan demi letusan di udara terdengar lagi. Sultan bahkan mulai menangis ketika letusan datang begitu beruntun.

Gu mengambil Sultan yang masih terus berontak. Sementara itu ayah dan ibunya telah menjadi benteng dari kedua anaknya, sebab lima orang berpakaian hitam serta mengenakan topeng mulai mendekati satu keluarga itu.

Pangkal senapan dihantam di kepala ayah Gu, lelaki paruh baya itu langsung meringkuk di tanah. Ia merasa pusing luar biasa, darah mengalir dari dahinya. Hantaman datang lagi berulang kali. Tak kurang pula ibu Gu turut menjadi tameng agar suaminya tidak disakiti.

Gadis bemata biru itu tak tahu harus berbuat apa, sebab Hamdan mulai menangis histeris dan meronta sembari memeluk dirinya. Dingin di hari menjelang musim salju seakan-akan membuat air mata Gu beku. Ia ingin pasrah saja tetapi tak juga rela menyerah dengan mudah.

Seorang laki-laki dengan berwajah bengis datang menghampiri Gu, ia mengambil Hamdan, tarik menarik pun terjadi. Rambut Gu ditarik dengan sangat kuat, sampai jeritannya terdengar begitu menyayat hati. Ayah Gu beringsut ingin menolong. Namun, satu buah peluru dilesatkan dan bersarang di perutnya. Detik itu juga lelaki yang berusaha menyelamatkan keluarganya itu terjatuh, darah mengucur deras, kemudian matanya menutup dengan perlahan-lahan. Ia titipkan keluarganya pada Rab-nya, sebagai satu-satunya tempat bersandar.

“Bedebah. Bajingan kalian!” Gu berusaha menutup jalan darah ayahnya. Namun, seseorang dengan pangkat tinggi datang dan menarik bajunya, hingga robek dan kulit putihnya terlihat oleh serigala yang masih kelaparan.

“Bawa anak ini. Lakukan seperti biasa,” perintah Ivan pada bawahannya.

“Tidak. Lepaskan aku! Aku bersumpah kalian akan membusuk di neraka!” Gu mengabaikan tawa hina dari para tentara berpakaian hitam.

“Oh, jadi kau yang sok suci ini akan menjadi bidadari surga yang terjaga keperawanannya?” Ivan memandang Gu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia tertarik dengan gadis itu, mata biru, kulit putih dan rambut keriting membuat nalurinya bangkit. Ia lupakan permintaan Sintia untuk tak mengkhianatinya.

“Aku ambil dia, bawa ke kamar. Anggap ini hadiah ulang tahun pernikahan. Calon bidadari surga bermata jeli. Begitu, kan, yang kalian banggakan dalam ajaran agama kalian yang suci itu.” Ucapan Ivan mengundang gelak tawa para serigala kepalaran itu. Gu diseret ke dalam rumahnya. Ayahnya telah mati, adiknya direbut paksa. Dan kini sembari diseret ia melihat ibunya ditembak ketika hendak menolongnya. Malaikatnya roboh di samping tubuh ayahnya yang telah tak bernyawa.

Bersambung

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mar Ni
Ya Allah. persis seperti yg dialami saudara2 seimanku saat ini...
goodnovel comment avatar
Ainun 01
bagus sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DILEMA DUA HATI    Dendam Kesumat

    Rambut Gu ditarik paksa oleh Ivan ke dalam kamar miliknya. Beberapa tentara wanita memandang atasannya dengan tatapan sarat makna. Mereka ingin berada di posisi Gu saat itu. Merupakan kehormatan jika bisa berada dalam situasi yang begitu mereka impikan. Namun, lelaki tersebut lebih memilih gadis muslim sebagai mangsanya. Bayangan wajah Sintia terlintas beberapa kali di benak Ivan, lalu lelaki berkepala plontos itu tepis secepat mungkin. Baginya tak ada masalah mencoba wanita lain seperti yang diutarakan oleh bawahannya di atas helikopter. Ia berhak sebagai pemimpin. Dan sudah biasa jika wanita selalu menjadi pelampiasan. Tentara bawahannya sudah sering melakukan itu. Lelaki berwajah bengis itu saja yang terlalu sayang dan menuruti perkataan istrinya. Ivan mengunci pintu kamar. Ia melempar Gu ke atas ranjang. Kamar di mana seumur hidup gadis itu jadikan tempat bernaung kini menjadi saksi bisu terenggut kehormatannya. Namun, gadis berambut keriting itu masih mencoba menyelamatkan diri

    Last Updated : 2022-10-11
  • DILEMA DUA HATI    Akhir Kehidupan

    Gu yang masih lemah diseret oleh Ivan dengan kasar, tubuhnya dililit selimut. Gadis itu dipecundangi habis-habisan usai kehormatannya direnggut paksa berkali-kali. Namun, ia kini tengah tak berdaya. Tak ada pula yang datang menolong. Gadis itu pun bertanya di dalam hati, ke mana Rabb-nya? Mengapa tak menolong hamban yang sedang ditimpa kezaliman? Ivan membawanya masuk Gu ke helikopter. Ia dipertontonkan bagaimana wilayah Hazakh telah hampir separuhnya dikuasai. Terbukti dari berkibarnya bendera negara tempat lelaki bengis itu mengabdi. Dari atas helikopter Gu melihat bagaimana sebagian wilayahnya dibumi hanguskan. Tak sedikit pula ia lihat eksekusi mati bagi yang berani memberontak. Hatinya hancur dan terluka entah untuk yang keberapa kalinya. Ia menjerit dan menangis sejadi-jadinya demi meluapkan perasaannya. “Lemah!” hardik Ivan. “Bedebah. Penghuni neraka jahanam!” Gadis itu berteriak ke wajah Ivan. “Turunkan helikopter ke dekat sungai deras. Biar dia rasakan dinginnya air sung

    Last Updated : 2022-10-11
  • DILEMA DUA HATI    Musnah

    Ivan turun dari helikopternya, tergesa-gesa ia berlari sembari menabrak kerumunan lainnya. Rumahnya telah hangus seperti yang digambarkan oleh bawahannya. Letak kediaman lelaki itu yang agak masuk ke dalam dan diantara dereten pohon pinus membuat orang-orang terlambat memanggil pemadam kebaran dan menolong. Ivan memperhatikan tiga jenazah di hadapannya, semuanya tertutup selimut putih. Ia buka perlahan-lahan sembari menguatkan hatinya. Sintia dan dua anaknya telah hangus di dalam rumahnya sendiri. Rumah yang ia bangun dengan susah payah. Lelaki itu kemudian pergi, tak kuat menahan pedih hati kehilangan orang-orang yang ia sayangi. Semua khayalannya tentang hidup mewah bergelimangan harta bersama keluarganya, musnah sudah. Ivan tak lagi punya tempat untuk pulang dan melepaskan lelah. *** Lelaki berwajah bengis itu memperhatikan sisa rumahnya. Ia berjalan ke arah rumah yang diberi garis batas keamanan. Foto-foto keluarganya hangus. Semua barang mahal yang ia beli pun lenyap tak bers

    Last Updated : 2022-10-11
  • DILEMA DUA HATI    Guratan Masa Lalu

    Mata abu-abu milik Ivan nyaris sama dengan mata milik anaknya yang hilang puluhan tahun lalu. Lelaki bernama Hamis itu mencari keberadaan putranya yang dibawa tentara musuh, saat wilayahnya diserang ia dan istrinya berhasil menyelamatkan diri sedangkan sang putra semata wayang berhasil ditangkap dan dibawa masuk ke dalam mobil. Tidak banyak orang di dunia ini yang memiliki mata berwarna abu-abu, hanya 1% dari total penduduk dunia. Namun, Hamis tak mau berharap banyak, sebab kebengisan sangat tergambar jelas di mata Ivan. “Akan kami apakan anak-anak itu? Pedulimu apa, Pak Tua? Lebih baik kau urus saja hidupmu sebentar lagi. Eksekusi matimu sudah ditetapkan sejak seminggu lalu. Aku sendiri yang akan mencabut nyawamu. Lalu kau temui bidadari-bidadari surga yang akan menyambutmu dengan tubuh gemulai. Dasar pemuja nafsu!” ketus Ivan sambil menenggelamkan kepalanya. Ia masih berusaha sekuat tenaga menepis bayangan Gu yang terus menuding dirinya. Lelaki berkepala plontos itu sudah kehilanga

    Last Updated : 2022-10-28
  • DILEMA DUA HATI    Pesan Ayah

    Ivan melirik, ia bisa melihat dengan kedua mata abu-abu itu, lelaki tua di sebelahnya sedang melantunkan ayat suci. Namun, tidak sedikit pun bibirnya bergerak untuk meminta Hamis berdiri. Ivan teramat lelah, rasa kehilangan dalam dirinya telah menciptakan duka luar biasa. “Apa ini yang dialami oleh mereka ketika aku merenggut kehidupan yang tengah mereka jalani?” gumam Ivan. Ia meringkuk lagi, membiarkan Hamis terus mengaji hingga lelaki bengis itu kembali terlelap. Kali ini ia benar-benar berharap agar Gu tak lagi mengganggu tidurnya. Dihantui terus-menerus itu bisa membuatnya nyaris gila. Hamis berhenti mengaji, ia benar-benar tak bisa menampik perasaan ketika gaya tidur Ivan mirip dengan Sarah—istri yang telah lama ia tinggalkan. Hamis sendiri tak tahu apa istrinya masih setia menunggu. Namun, jika wanita yang ia sayangi itu memutuskan menyerah lalu memilih menikah lagi pun, ia tak akan marah. Wajar, tidak hanya lelaki saja yang butuh pendamping. Perempuan pun demikian, butuh din

    Last Updated : 2022-10-28
  • DILEMA DUA HATI    Persiapan

    Ivan tinggal di kantornya selama belum jelas akan ia kemanakan dirinya sendiri. Hanya beberapa helai baju yang ia beli, tak banyak, sebab biasanya Sintia yang akan mengurus semua kebutuhannya. Mulai detik ini ia harus membiasakan diri untuk mempersiapakan semuanya sendirian. Entah sampai kapan. Ia menyesal, bukan karena banyaknya darah umat muslim tumpah di tangannya. Namun, karena mengkhianati kesetiaan sang istri padanya, hingga berakibat pada tewas seluruh anggota keluarga Ivan bahkan yang masih di dalam perut. Sesekali lelaki berkepala plontos itu mengunjungi penjara, ia sedang menghitung di mana tak sampai lima hari kemudian Hamis akan dieksekusi mati. Setiap kali Ivan mengunjungi lelaki tua itu, amarahnya mereda. Ia tak ingin memperlakuan Hamis dengan buruk, tapi tak juga terlalu baik. Ia tetap saja menghardik lelaki yang sudah puluhan tahun di dalam sana setiap kali Ivan dipanggil dengan kata Nak. Anehnya, Ivan masih suka berkunjung. Bahkan sampai di tiga hari menjelang ekseku

    Last Updated : 2022-10-28
  • DILEMA DUA HATI    Eksekusi Mati

    Hari yang ditunggu tiba. Ivan sudah bersiap dengan pakaian lengkap layaknya menghadapi seorang teroris dengan persenjataan tak kalah mematikan pula. Dua hari menjelang eksekusi mati ia bagai dikejar masa lalu yang sungguh tak ingin lelaki itu ketahui. Masa di mana ia masih dipanggil dengan nama Adhilzan. “Bawa keluar lelaki tua itu!” perintah Ivan pada bawahannya. Enam orang tentara memasuki penjara itu. Membuka kunci jeruji besi. Hamis baru saja menyudahi lantunan terakhir ayat sucinya. Ia senang sebab menghadapi kematian sesegera mungkin. Dan ia bahagia juga atas hadiah kecil yang diberikan Rabb padanya. Masa-masa indah dulu ketika baru saja menikah dengan Sarah, punya anak lelaki dan hidup saling melengkapi, semua terulang lagi dalam mimpinya. Sedikitnya hati Hamis tak terlalu merasa bersalah meninggalkan istrinya selama puluhan tahun. Enam orang tentara berpakaian hitam itu membawa tubuh ringkih Hamis. Bak penjahat yang sudah tak terampuni lagi kejahataannya. Padahal lelaki itu

    Last Updated : 2022-10-28
  • DILEMA DUA HATI    Penyesalan

    Ivan terbangun setelah tubuhnya diguyur dengan seember air dingin. Musim dingin telah masuk semakin menggigit, lelaki bertubuh tinggi itu tak diberikan pakaian yang layak, sudahlah tipis selimut pun banyak yang robek. Sejak kejadian penembakan brutal sebulan yang lalu. Ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan militer. Terlalu banyak saksi hidup dan juga barang bukti beruma kamera CCTV. Ivan pun tak menyangkal sama sekali. Kini di hatinya hanya bercokol rasa sesal tiada tara. Sebab oleh perantara tangannya, sang ayah yang telah terpisah puluhan tahun lalu, tewas dengan cara mengenaskan. “Jangan terlalu lama tidur, kawan. Nanti juga kau pasti akan terlelap dalam peti mati lalu dibakar,” ucap Hendrik. Kini tak ada lagi penghalangnya demi meraih karir militer yang lebih tinggi. Pesaing yang ia anggap mumpuni telah dengan bodohnya menghancurkan semua yang sudah dibangun. “Pergi. Kau bukan temanku,” usir Ivan. Ia hanya meringkuk menahan dingin dalam ruangan gelap itu. Sendirian lelaki berke

    Last Updated : 2022-10-28

Latest chapter

  • DILEMA DUA HATI    Home Sweet Home

    Bagian 195 Home Sweet Home Maira melebarkan bola matanya, dua bulan menikah dengan Fahmi berat badannya sudah bertambah empat kilogram. Bayangkan kalau setahun jadi berapa, dan ia pun jadi bertambah gemuk dan gemuk saja. Bagaimana tidak, masakan milik Fahmi jauh lebih enak daripada masakannya. Awal mulanya Maira letih melihat cara memasak orang India yang begitu rumit dan banyak sekali proses yang harus dilalui. Wajar saja kalau dapurnya besar. Lama-lama dicoba makanan itu enak sekali rasanya. Terus-terusan dimasak oleh Fahmi ditambah pula ekstra kentang goreng yang merupakan makanan favorit Maira dari kecil. Sedikti demi sedikit dimakan, enak, tambah lagi, begitu saja terus sampai perut Maira yang kemarin-kemarin rata, mulai menggembung. “Ya Allah, sebentar lagi akan ada lipatan lemak di mana-mana.” Putri Ali memandang cermin di kamarnya. Ia naikkan seragam kepolisian dan benar celana yang longgar itu mulai teras sesak. Ia tarik napas baru terlihat ramping lagi seperti dulu, tapi

  • DILEMA DUA HATI    Bersama Zahra

    Bagian 194 Bersama Zahra Maira tiba-tiba memeluk suaminya karena rasa bahagia yang membuncah dalam dadanya. Dulu, jangankan rayuan, membaca doa saja Amran tak pernah ingat. Untung saja tidak ada jejak yang tertinggal dalam diri Maira dulu sehingga tak perlu repot-repot mengurus anak seorang diri. Fahmi terkejut dengan reaki istrinya. Tentu saja reaksi yang menimbulkan aksi. Lelaki itu tek henti-hentinya menyentuh puncak kepala Maira, wanita yang ia cintai sejak masih ingusan.Diam saja Fahmi, hanya sampai di sana lalu tidak ada pergerakan fluktuatif yang menunjukkan grafik peningkatan amat pesat. Maira jadi bertanya-tanya sendiri. Mengapa suaminya jadi berubah lagi, padahal tadi rayuan maut sudah dilontarkan, giliran dia sudah menyerah, malah membeku di musim panas. Payah sekali Fahmi. ‘Apa aku harus memulai terlebih dahulu?’ tanya putri Ali di dalam hatinya. Ia menjauh sejenak dari pelukan Fahmi, tapi tak bisa, lelaki itu masih mendekapnya sangat erat. “Sesak napas aku lama-lama,

  • DILEMA DUA HATI    Gombal

    Bagian 193 Gombal Fahmi menyodorkan minuman dingin untuk istrinya. Satu botol besar, dan habis sekali napas oleh Maira. Tertegun lelaki itu melihat cara makan dan minum Maira. 11 12 dengan Naima, hanya saja putri Ali lebih mudah gendut, karena itu ia menjaga makan. Namun, untuk hari ini tidak ada kata diet. Maira makan semua yang ada di meja. “Kau lapar?” tanya Fahmi daripada tak ada bahan yang dibicarakan. “Tinggal batu saja yang belum aku makan,” jawab Maira, ia merobek bungkusan cokelat dan sekali hap sudah tinggal setengah batang. “Wow,” gumam Fahmi. “Mau aku belikan kentang?” tawarnya. Wajar Maira lapar, jadi pengantin kemarin ia susah buka mulut karena pengaruh kerudung dan riasan. Terus waktu berjalan sampai pagi ia sibuk mengatur lalu lintas dan bertengkar dengan suaminya. Semua kegiatan itu membutuhkan tenaga ekstra. “Dua bungkus,” ujar Maira. Fahmi pun lekas pergi, agak jauh sedikit penjual kentang goreng itu tapi ia datangi saja karena cinta. Setengah jam kemudian tig

  • DILEMA DUA HATI    Terlalu Polos

    Bagian 192 Terlalu Polos Selesai shalat Maghrib, Fahmi tak langsung pulang. Jujur saja dia agak takut dengan istrinya. Termenung lelaki itu di dalam masjid, duduk bersila, kepala ditundukkan, mata terpejam, seolah-olah sedang dzikir panjang, padahal hatinya sedang memikirkan Maira. Untuk kali ini dia memang tak bisa tenang, sekali ini dzikirnya tak fokus. “Kupikir dia kan pemalu seperti gadis-gadis yang ada dalam cerita,” gumam lelaki berdarah India itu perlahan. Malu kalau didengar orang lain. “Apa karena dia sudah janda, jadi pengalamannya lebih banyak, dan tak sabar untuk mengulanginya? Begitukah? Aduh mana aku minus ilmu hal-hal begitu. Apakah aku terlalu polos jadi laki-laki?” Putra Naina menggaruk kepalanya yang tak gatal.“Tak bisa, tak boleh seperti ini. Walau bagaimanapun aku adalah pemimpin. Aku harus jadi yang, aduh, Ya Allah kenapa kepalaku jadi pusing. Aku harus terlihat pemberani dan tegas di matanya. Sudah cukup di kantor dia jadi atasanku jangan sampai di rumah jug

  • DILEMA DUA HATI    Lelaki Yang Gugup

    Bagian 191 Gak ada Judul Khalifah memberikan penghargaan bagi para polisi juga tentara yang jujur dan amanah dalam mengemban tugas. Tentu saja nama Humaira dan lima orang timnya disebutkan. Barisan telah disusun, untuk polisi perempuan sangat sedikit sekali jumlahnya, dan baru dibuka penerimaan besar-besaran setelah berhasil membuang semua pengaruh Ex Gubernur Asad yang telah tewas. Satu demi satu mereka maju menerima penghargaan. Fahmi dan empat polisi yang lain naik pangkat satu tingkat, sedangkan Maira mendapatkan lencana kesetiaan walau pangkat tidak bertambah. Seharusnya semuanya pulang, tapi tidak dengan lima polisi yang pernah dikumpulkan jadi satu oleh Maira itu. Mereka berkumpul mengenang masa-masa indah ketika masih bertugas bersama-sama. Sekarang sudah kembali ke kota masing-masing. Maira melihat mereka dari jauh, walau bagaimanapun dia masih punya perhitungan pada Fahmi juga Musa. Kenapa Musa? Terserah dia, karena ikut-ikutan mengelabuhinya. “Ehm.” Kedatangan Maira me

  • DILEMA DUA HATI    Benang Merah

    Bagian 10 Benang Merah Ali menelan kekecewaan saat ke rumah Fahmi. Ternyata orangnya tidak ada. Ia pun tak berniat masuk ke rumah ketika kepala keluarga itu tidak ada di tempat. Sudahlah lelah, jauh, musim panas lagi. Sang kapten yang seharusnya sudah pensiun itu pun kembali ke kotanya. Menaiki kereta api super cepat. Beruntungnya di musim panas, siang sangat lama daripada malam, walau angin yang bertiup jadi ikut-ikutan panas. Beberapa jam kemudian ia sampai di pemberhentian kotanya, dan bertemu dengan teman lamanya lagi yang sama-sama kecewa—Hamdan.“Kenapa mukamu ditekuk begitu?” tanya Ali yang langsung menghampiri temannya. “Yang dicari tak ada di rumah,” jawab Hamdan. Mereka memang tak selemah orang-orang tua pada umumnya, tetapi kalau disuruh bepergian dan yang dicari tak ada juga, lelah terasa tubuh mereka. “Sama kalau begitu. Sudah lelah pergi ke sana, salahku juga, kenapa tak memberi tahu dulu.” Ali menarik napas panjang. Ia melirik jam tangannya, Dzuhur masih panjang sek

  • DILEMA DUA HATI    Pertandingan Sepak Bola

    Bagian 189 Pertandingan Sepak Bola Pagi-pagi selepas Shubuh Maira sudah siap dengan seragam lengkapnya, minus rompi anti peluru saja, pistol dan HT turut serta ia bawa. Ia ada pekerjaan penting dari pagi sampai sore, makan dan sholat di sana saja. Namun, sebelum pergi ia sempat berpamitan pada Ali yang memandangnya agak berbeda pagi itu. “Ayah pergi menonton sepak bola nanti?” tanya Maira. “Tidak, Ayah sudah cukup tua untuk urusan itu, biar yang muda-muda saja.” “Terus rapi sekali pagi ini, Ayah mau pergi ke mana?” Agak curiga Maira. “Ada urusan penting, demi keluarga ini juga.” Ali menyembunyikan tujuannya hari itu pada putrinya. Jika Maira tahu sedang dicarikan jodoh, bisa-bisa ia mengelak lagi. “Oh, kabari bagaimana hasilnya, ya. Aku pergi dulu.“ Pagi itu Maira menggunakan mobil polisi karena tugas besar yang ia emban. Maira memimpin tim untuk menjaga keamanan pertandingan sepak bola di salah satu stadion olahraga. Putri Ali mengawasi di tempat duduk khusus perempuan, yang

  • DILEMA DUA HATI    Pengorbanan Seorang Ayah

    Bagian 188 Pengorbanan Seorang Ayah. Gu dan tiga putrinya pulang ke kota tempat tinggal mereka menggunakan kereta cepat. Di dalam kendaraan ekpres itu, Maira hanya diam membisu memandang salju yang terus turun dari langit. Salju sebentar lagi akan berhenti, dan Hira kembali sekolah menyelesaikan pendidikannya, lalu Zahra yang masuk pendidian tingkat pertama. Maira sendiri? Tetap bekerja. Kantor tempatnya mengabdi juga mengalami revolusi besar-besaran, imbas dari kasus Gubernur Asad. Jadi sampai musim panas nanti putri Ali akan sangat sibuk. Namun, tak mengapa, dia jadi bisa melupakan Fahmi. “Kau pasti sudah kembali hidup di kota asalmu. Semoga kita tak akan pernah berjumpa lagi,” gumam Maira dalam keheningan. Ibu dan dua adik kandungnya sedang terlelap, jadi polisi wanita itu menjaga mereka dengan baik. Masalah luka hatinya, ia yakin akan membaik dengan sendirinya. Sampai juga empat perempuan beda generasi itu di stasiun. Tadinya Gu ingin menelepon Ali untuk menjemput mereka. Na

  • DILEMA DUA HATI    Selesai

    Bagian 187 Selesai Fahmi dan Maira membuka matanya perlahan-lahan ketika dua ember air dingin disiramkan ke wajah mereka. Dingin di tengah musim salju yang masih turun. Mereka saling melihat diri masing-masing. Tubuh keduanya terikat dan berada di sebuah gedung kosong juga luas. “Maira, Fahmi. Kalian dua parasit pengganggu, gara-gara kalian, saudaraku banyak yang tewas ditembak.” Lelaki itu duduk di depan keduanya. “Ya, kematian sebenarnya terlalu mudah buat kalian, tapi aku yakin di alam kubur juga kalian kena cambuk malaikat,” jawab putri Ali, sedangkan Fahmi berusaha membuka ikatan di tangannya.“Bawa mereka ke dalam mobil. Terlalu banyak bicara, bosan aku mendengarnya.” Perintah suruhan Harun. Lalu dua orang itu diangkat dalam keadaan terikat dan dimasukkan ke dalam mobil. Sebuah alat berat datang dari belakang hendak menghancurkan mobil Maira dan orangnya di dalam sekalian. Para pesuruh Harun sudah bepergian dan tinggal supir alat berat itu saja dan satu orang pengawas.“Ast

DMCA.com Protection Status