BAB 23" Meninggalkan Kenangan ""Papah, mengapa sekarang kita tinggal di rumah nenek? Mengapa kita tidak pulang ke rumah mama? Terus sekolah kakak bagaimana?" Tanya Alif anakku yang pertama."Sabar ya sayang, kita sekarang di sini dulu sementara, nanti papa ajak kalian ke luar kota, nanti kita tinggal di sana, dan kakak juga bisa sekolah di sana. Kakak tahu tidak di kota itu enak, banyak tempat bermain juga. Kakak mau kan ikut papa?" Jawabku meyakinkan anak-anak.Semua memang sesuai dengan yang aku rencanakan dari awal, setidaknya atas kesabaranku selama ini ada alasan kuat bagiku membawa anak-anak dari mama. Bukan bermaksud untuk memisahkan mereka dari mamahnya. Namun, biar mamahnya belajar dari kesalahan bagaimana rasanya kehilangan tiga orang lelaki yang dia sayangi selama ini.Rencananya, aku akan bekerja di tempat pamanku di luar kota. Beliau memiliki restoran bakmi, aku bisa membantu di sana sambil mencari pekerjaan yang lebih baik juga. Sekalian aku akan membawa anak-anak kare
BAB 24" Pertemuan Nana, Yuke, Evan dan Ridwan"#POV NANA"Nana, sini kamu duduk. Dan jelaskan sama bapak apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Rafa sampai pergi membawa anak-anak dari rumah? Ada apa dengan kalian? Bapak benar-benar kecewa. Harusnya kalian itu akur tapi malah seperti ini," ucap bapakku terlihat hampir mengeluarkan air mata.Aku yang hanya diam saja tidak mau menjelaskan apapun."Semua orang hanya bisa menyalahkanku saja," ucapku dalam hati."Na, jelaskan pada kami, kamu kenapa? Ada apa yang sebenarnya terjadi?" ibu dengan lembut bertanya.Terdengar suara motor mendekat ke arah rumahku. Aku melihat dari kejauhan, ternyata yang datang Ridwan dengan Pak RT."Assalamualaikum," ucap Pak RT."Waalaikumsalam," jawab bapak sambil mempersilahkan Pak RT dan Ridwan masuk."Pak, bu, maaf mengganggu waktunya. Saya minta maaf sebelumnya. Kedatangan saya kesini tidak lain hanya ingin memberitahu perkara yang terjadi di kampung saya kemarin. Rafa menantu bapak datang kepada saya dan me
BAB 25" Hamil "#POV NANASunyi sepi yang aku rasakan, sudah beberapa minggu aku tinggal di rumah sendirian. Biasanya ada suara anak-anak terdengar. Sekarang hanya tinggal kenangan saja. Begitupun Mas Rafa yang biasanya selalu ada bermain dengan anak-anak. Hanya kenangannya saja yang masih tersisa.Aku hanya mengurung diri di dalam kamar, sesekali keluar hanya untuk makan di rumah ibu. Kadang untuk berdandan pun aku sudah tidak mau melakukannya lagi. Adik perempuanku kadang datang hanya sekedar melihat keadaanku takutnya sedang tidak baik-baik saja."Kak, sampai kapan kakak akan seperti ini, aku tidak melihat kakakku yang dulu selalu ceria. Di rumah selalu paling keras kalau lagi bercanda." Ucap Isna adik perempuanku.Aku terdiam dan tidak menjawab apa-apa, sesekali aku hanya bisa menangis. Mungkin seberapa pun aku keliru, keluarga masih tetap mendukungku agar aku bisa bangkit dari keterpurukan dan menerima semua kenyataan. Tapi pada kenyataannya aku belum bisa kehilangan ketiga oran
BAB 26" Setelah Lama Pergi Lalu Kembali " Lima tahun berlalu, akhirnya kehidupanku sudah banyak berubah. Berawal ikut membantu Om Ardi sampai aku tidak pernah sekalipun pulang, sekarang mungkin memang sudah jalannya dari Tuhan aku selalu menemui banyak keberuntungan.Sudah empat tahun aku merintis usaha dari nol dibantu Om Ardi, akhirnya aku memiliki usaha sendiri dan beberapa cabang juga. Kehidupanku sudah berubah, ada beberapa kendaraan dan juga sudah membangun rumah di tempat orangtuaku.Aku yang bekerja keras menahan rasa sakit bertahun-tahun sampai memblokir semua akses terhadap Nana dan hanya fokus membesarkan kedua anakku.Sementara rumah yang aku bangun sampai sekarang belum juga aku tempati. Namun, disini juga ada satu rumah di sebuah cluster yang aku beli. Jadi biar orangtuaku saja yang menempati rumah itu.Ada rasa ingin berumah tangga kembali, namun, rasa takut terjadi lagi kejadian masa lalu jadi takut untuk memulai kehidupan baru lagi, apalagi mana ada yang mau menikah
BAB 27"Bertemu Nana"Setelah selesai makan malam bersama, aku mengajak Isna ke sebuah tempat di mana pemandangannya sangat indah, terlihat lampu-lampu kota dari atas ketinggian. Lalu kami duduk di sebuah bangku."Isna, maafkan atas sikap ibu ya, beliau mungkin hanya bercanda saja. Jadi jangan dimasukkan ke hati juga." Ucapku pada Isna."Gak apa-apa mas, namanya juga orangtua, mungkin mereka ingin melihatmu punya pendamping hidup lagi mas, lagian aku pun merasa insecure juga mas kalau harus berdampingan sama kamu," jawab Isna sambil menunduk.Dia seorang gadis yang cantik, baik juga. Berbeda jauh dengan kakaknya. Dulu dia pendiam dan sering menghabiskan waktu di rumah. Masak, mengurus rumah, mencuci pakaian, dan lain-lain sering aku lihat dia yang mengerjakannya."Kita gak ada yang tahu takdir Tuhan seperti apa, manusia hanya berencana, sisanya Tuhan yang merestui. Kadang apa yang kita rencanakan juga Tuhan bisa memberikan yang lebih-lebih." Ucapku serasa terus memandangi kecantikan w
BAB 28"Meminta Pertanggungjawaban "#POV NANA"Van, aku positif hamil, kamu harus bertanggung jawab, kamu harus menikahiku. Karena ini anak dari perbuatan zina kita selama ini" isi chat aku ke Evan yang aku spam dan tidak pernah dibalas sekalipun.Bagaimana ini, aku akan menanggung aibku sendiri, hamil tanpa seorang suami. Dan status anakku nanti tidak ada seorang ayah."Na, kamu jujur sama bapak, itu anak siapa yang ada dalam kandunganmu, apa itu anak Rafa atau Evan?" Tanya bapakku."Anaknya Evan pak, Mas Rafa sudah lama tidak pernah mau disentuh, bahkan Nana coba memaksa pun ia tetap tidak mau, Nana sudah mencoba menghubungi Evan, tidak ada balasan apapun dari dia" jawabku terhadap bapak.Aku coba berkali-kali menghubungi Mas Rafa juga, ingin mengatakan kalau aku sedang mengandung anak dia. Meskipun hal yang mustahil Mas Rafa mau mengakuinya tapi aku butuh sosok seorang ayah untuk anakku nantinya. Namun, berkali-kali aku menghubungi nomornya sudah tidak aktif. Dan aku tidak tahu ke
BAB 29" Kecemburuan nana ""Gimana Raf Isna? Dia gadis yang baik loh nak, ibu senang melihat cara dia bersikap sama ibu sama bapak. Dan ibu juga melihat dari raut wajahnya sepertinya dia juga menyukaimu." Ucap ibu setelah aku pulang mengantarkan Isna."Siapapun yang ibu restui buat jadi istrinya aku, aku pasti akan menuruti bu. Namun, aku masih ada kekhawatiran juga sama Nana. Setidaknya mereka berdua saudara kandung bu, nanti apa yang terjadi kalau aku menikahi adiknya," jawabku.Kebetulan anak-anak sudah pada tidur di kamarnya mereka. Jadi aku menceritakan sama ibu apa yang terjadi tadi di rumah Isna."Sudah waktunya kamu ada yang urus juga Raf. Lihat tuh rambutmu sudah mulai tumbuh uban juga. Janganlah mengenang masa lalu, kalau kamu perlakukan adiknya dengan baik, dia juga pasti perlakukan kamu dengan baik juga," Ucap ibu lagi.Aku pikir-pikir ada benarnya juga ucapan ibu, apalagi ibu merasa senang dengan Isna. Namun, masih banyak pertimbangan yang harus aku pikirkan. Urusan perc
BAB 30 " Persaingan Adik dan Kakak "#POV NANA Hari-hari yang dipenuhi dengan kebahagiaan, meskipun dalam keadaan sederhana. Namun, semenjak kehadiran anakku Cila, rasanya jadi obat bagiku untuk semangat menjalani hari-hari setelah ditinggal tiga laki-laki yang sangat aku sayangi, Mas, Rafa, dan kedua anak-anakku.Kadang ada rasa rindu akan mereka yang sudah bertahun-tahun tidak ada kabar sama sekali. Sesekali aku pun menangis ketika mengenang saat kami bersama dulu."Na, coba hubungi adikmu Isna, sudah jam berapa ini, dia belum pulang juga. Tadi katanya izin sebentar untuk pergi makan," pinta ibu saat aku sedang di dalam kamar menidurkan Cila anakku. "Nomornya tidak bisa dihubungi, bu, sudahlah bu, mungkin dia lagi pacaran sama cowok," ucapku terhadap ibu."Ibu, khawatir saja Na, dia pergi sendirian. Lagian sejak kapan dia punya pacar. Tidak pernah ada seorang pun lelaki yang pernah main ke rumah ini. Dia juga pernah berkata sama ibu, dia tidak mau pacaran, kalau sudah ada jodohnya
BAB 55"Bertemu Mas Rafa dan Riska"#POV ISNAUntuk sementara, aku urungkan niat dulu untuk mencari pekerjaan. Fokus sekarang menemukan keberadaan Evan di mana. Pagi ini aku akan ke kantor polisi untuk memastikan apakah benar Mba Nana sudah keluar dari penjara. Sengaja aku menyewa mobil seharian untuk pulang pergi dan mencari keberadaan Evan. "Mir, kamu ada kerjaan nggak hari ini?" tanyaku kepada Mira. "Kebetulan aku lagi cuti tahunan, Bi. Tadinya aku mau pulang kampung. Tapi kalau Bibi mau ditemani keluar, aku mau kok, Bi. Gampang, nanti masalah pulang kampung bisa Mira undur dulu," jawab Mira. "Temani Bibi ya cari informasi tentang Mba Nana. Siapa tahu Bibi nemu titik terang," pintaku kepada Mira. Setelah Mira mengiyakan, aku langsung siap-siap untuk pergi ke kantor polisi di mana Mba Nana pernah ditahan.Berkali-kali aku coba menghubungi Mas Rafa, namun semua akses sudah dia blokir. Jadi, aku tidak bisa menghubunginya sama sekali. Sudahlah, lebih baik aku cari kebenarannya dulu
BAB 54" Aku Tidak Sebodoh Itu"#POV ISNADengan penuh rasa penyesalan, aku hanya bisa menyaksikan dari jendela melepas kepergian Mas Rafa setelah menceraikanku. "Apa yang sudah kamu lakukan terhadap suami kamu, Isna? Sampai-sampai dia mengembalikan kamu ke sini," tanya Bapak. "Isna ketahuan selingkuh, Pak. Mas Rafa memergoki aku sedang bersama lelaki lain," jawabku. "Astagfirullah, kelakuan kamu sama kakak kamu sama saja. Kenapa kamu lakukan semua itu, Is? Apa yang ada dalam pikiran kamu? Bukankah rumah tangga kamu baik-baik saja sebelumnya?" ucap Bapak sedikit marah. Aku yang tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya hanya bisa mengeluarkan air mata di hadapan Bapak. "Sudahlah, Pak. Apa yang sudah terjadi biarlah terjadi. Ini harus kita jadikan pelajaran juga. Jangan sepenuhnya menyalahkan Isna. Mungkin dia melakukan semua itu juga ada sebabnya," ucap Ibu membelaku. "Bu, Bu, anak sudah membuat muka kita malu, masih dibela juga," jawab Bapak.Aku langsung merangkul pangkuan
BAB 53"Haruskah Berpisah"Sepanjang perjalanan, aku hanya menahan amarah dan ingin sekali memarahi Isna. Namun, semua tertahan oleh rasa bersalahku juga karena sudah mengkhianati Isna.Terlihat dari kaca spion tengah, karena dia duduk di belakang, Isna menangis terisak-isak. Aku pun heran kenapa dia berani melakukan semua itu. Padahal, dia wanita baik-baik. Untung saja aku sempat pulang dan melihat mereka belum membuka semua pakaian. Tapi rasa sakit di hatiku melihat wanita yang sangat aku sayangi bersentuhan dengan orang lain rasanya seperti disambar petir di siang hari.Entah ini keputusanku yang tepat untuk mengembalikan dia kepada kedua orang tuanya, atau hanya karena kecemburuanku saja. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?"Kenapa kamu diam, Is? Setega itukah kamu sama aku yang selama ini selalu membanggakan kamu di depan semua orang? Kita menikah sudah lama, lantas apa yang membuat kamu berani mengkhianati aku dan membawa laki-laki lain ke istanaku sendiri?" tanyaku.Isna hany
BAB 52"Isna Masuk Dalam Jebakan"#POV RISKASehari sebelum semuanya terjadi, tiba-tiba Isna mengirimkan aku sebuah pesan di handphone. "Riska, apa tidak bisa kamu membuat Mas Rafa menyukaimu atau jatuh cinta terhadapmu?" pinta Isna mengirimkan aku sebuah pesan. "Itu hal yang tidak mungkin, Isna. Dia benar-benar menyayangi kamu, dia tidak akan pernah bisa tergoda oleh wanita lain," jawabku. Sejenak aku mencoba merendahkan diri di hadapan Isna agar aku terlihat meyakinkan dia untuk terus memaksaku mendekati suaminya. Sekarang dia baru tahu sifat asli dari mertuanya bagaimana. Dulu aku juga awal-awal disanjung-sanjung sebagai menantu terbaiknya. Namun, semakin lama mungkin ada kebencian karena anaknya terlalu menyayangiku. "Coba kamu berusaha dulu, Ris. Aku hanya ingin mengabulkan permintaan ibu mertuaku agar memiliki keturunan dari Mas Rafa. Kamu satu-satunya harapanku. Aku rela berbagi kasih dengan kamu. Aku rela dimadu hanya untuk membuat Mas Rafa bahagia," tegas Isna dalam
BAB 51"KARMA"Panik yang aku rasakan setelah mendengar ibu mengetuk pintu. Segera aku menyuruh Riska untuk keluar lewat jendela dan sementara bersembunyi. Aku langsung menghampiri pintu dan membukanya. Terlihat raut wajah ibu yang melihatku seperti panik dan menengok ke arah dalam kamar. "Raf, Riska kemana ya? Ibu cari-cari nggak ada," tanya ibu."Gak tahu, Bu. Rafa dari tadi hanya rebahan saja dan membaca buku. Mungkin dia sudah tidur. Kalau pintunya dikunci, kan berarti ada dia di dalamnya," jawabku meyakinkan ibu. "Ya sudah, kamu istirahat sana, lagian kan sudah malam juga," ucap ibu sebelum pergi dan kembali melirik ke arah dalam kamar. Aku yang sedari tadi sadar menginjak celana dalam Riska yang belum ia pakai. Setelah ibu pergi, aku segera mengambilnya dan memanggil Riska untuk kembali ke kamar. "Ris, sudah aman. Sekarang kamu bisa masuk," bisikku kepada Riska. "Banyak nyamuk, tahu Mas. Mana aku lupa lagi nggak pakai celana dalam, gatel ini digigit nyamuk," ucap Riska cemb
BAB 50" Ketahuan Ibu "Meeting hari ini berjalan dengan baik, meskipun pikiranku kemana-mana. Namun, Riska bisa meng-handle semuanya dengan baik.Raut wajahnya terlihat lebih ceria dari biasanya. Namun, berbeda dengan diriku sendiri. Rasa penyesalan yang sudah mengkhianati Isna, istriku sendiri, membuat pikiranku sangat kacau. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan. Isna adalah sosok istri yang sangat baik. Aku sudah mengkhianatinya, sedangkan dia sama sekali tidak pernah mengkhianatiku ataupun dekat dengan lelaki lain. "Mas, kamu kenapa? Harusnya kamu senang, akhirnya perusahaan kita bisa dapat kerjasama proyek besar. Tapi aku lihat wajahmu menunjukkan rasa tidak senang," tanya Riska dalam perjalanan. "Aku masih memikirkan kejadian semalam, Ris. Bisa-bisanya aku melakukan semua itu. Aku tidak menyalahkan kamu. Namun, aku menyalahkan diri sendiri yang terlalu gegabah. Aku tidak mau mengkhianati istriku sendiri, Ris," jawabku."Sesayang itukah kamu sama istrimu, Mas? Padahal istri
BAB 49"Rasa Yang Tidak Berubah"#POV RISKAKali ini keberuntungan selalu ada di pihakku. Dengan sengaja aku menghubungi Julia dan kebetulan klien yang akan meeting dan bekerja sama dengan perusahaan Mas Rafa masih dari anak cabang perusahaannya Julia, jadi dia bisa merubah jadwal dan tempat di mana Mas Rafa akan meeting. Dengan sengaja aku mencari tempat yang tidak jauh dari rumah orangtuanya Mas Rafa. Pikiranku mengatakan pasti Mas Rafa akan mengajak untuk menginap di rumahnya. Meskipun ya, aku juga mendapat kabar dari Julia kalau istrinya sedang ada masalah dengan ibunya Mas Rafa terkait keturunan. Jadi menurutku dia tidak mungkin akan ikut. Aku mungkin tidak akan mudah membuat kamu jatuh cinta lagi sama aku, Mas, tapi aku akan memaksa kamu untuk bisa mencintai aku lagi. "Riska, apa kabar?" ucap Isna saat aku berkunjung ke rumahnya untuk persiapan pergi ke luar kota yang tidak jauh dari rumah ibunya Mas Rafa. "Baik, Bu. Ibu apa kabar?" tanyaku balik. "Jangan panggil ibu, pang
BAB 48"Memadu Kasih""Bu, dia bukan Nana. Dia sekretaris Rafa, namanya Riska." Bisikku pada ibu saat berjalan ke ruang tamu.Memang susah kalau harus menjelaskan terhadap orang tua. Mungkin karena faktor usia juga hingga ke egoan ibu muncul lagi. Namun, aku harus bisa memberi pengertian juga.Bagaimanapun dia orang tuaku sendiri. Sesalah apapun orang tua tetap saja dia yang merawatku dan membesarkanku sampai bisa seperti sekarang.Setidaknya aku harus bisa jadi penengah tanpa melibatkan emosi. Apalagi kalau sudah salah faham dengan menantunya Isna. Kalau aku membela salah satu yang ada nantinya akan ada kecemburuan."Na, kata Rafa kamu belum bebas, tapi sekarang malah kerja di perusahaan Rafa. Kamu baik-baik saja kan?" Tanya ibu terhadap Riska."Bu, dia Riska bukan Nana." Tegasku."Maaf bu, aku Riska bukan Nana, tapi kalau ibu mau menganggap aku siapapun boleh kok, Riska gak masalah bu," jawab Riska sambil tersenyum."Tuh kan Raf, Riska aja gak masalah ibu bilang Nana, apa kamu sudah
BAB 47"Reaksi Ibu Bertemu Riska""Sayang, Mas berangkat kerja dulu ya, Mas nanti sarapan di kantor saja. Mas agak buru-buru soalnya," ucapku pada Isna."Lah Mas, aku sudah masak loh, masa kamu gak makan. Aku buatin bekal saja ya, tunggu lima menit," pinta Isna.Aku yang tidak mau membuat Isna kecewa akhirnya aku menunggu dia membuatkan bekal. Setelahnya aku pamit dan berangkat ke kantor untuk bekerja.Hari ini ada meeting penting dengan klien jadi aku sedikit buru-buru meskipun waktu masih panjang tapi aku seakan-akan dikejar oleh waktu kalau belum sampai ke kantor.Dalam perjalanan yang kebetulan melewati rumah Riska terlihat dia sedang berdiri di depan gerbang rumahnya. Aku segera menghentikan laju mobil tepat di depan dia berdiri."Riska, lagi nunggu jemputan?, atau pacar kamu yang antar kerja?" Tanyaku sambil membuka jendela mobil."Lagi nunggu ojek online pak, katanya masih jauh karena macet kalau pagi-pagi begini," jawab Riska."Ya sudah, masuk, bareng saya saja. Nanti kamu cha