"Mbak bilang apa barusan?"
Pluk!
Tiara terlonjak kaget hingga martabak telur yang ada dalam genggamannya terlepas.
"Jatuh cinta pada pacar adik sendiri?" Bari menanyakan ulang perkataan yang Tiara gumamkan.
"Jangan suka suudzon. Aku lagi mikirin novel online yang judulnya seperti itu. Aneh sekali, masa jatuh cinta sama pacar adik sendiri. Gila'kan? Emangnya gak ada cowok lain?" Tiara berjalan menjauh dari Bari sambil memutar bola mata malasnya, tetapi pemuda itu menahan lengan Tiara.
"Saya tahu mana yang benar, mana yang bohong, Mbak," kata Bari berbisik, lalu melepaskan tangannya dari Tiara. Wanita itu tidak menyahut. Ia pergi meninggalkan Bari begitu saja dengan ekspresi sedatar mungkin.
Sejak saat itu, Bari tidak banyak bicara dengan Tiara. Ia yang biasanya ramah dan murah senyum, sejak malam itu tidak pernah lagi berbincang dengan Tiara. Rumi tidak curiga sedikit pun karena memang saat Bari datang, Tiara tidak menampakk
"Aku rasa, aku tidak tuli mendengar geraman Mas Bari di telepon tadi, cepat katakan, siapa yang mau Mas Bari habisi? Ya Tuhan, aku tidak percaya ini, Mas Bari yang begitu aku hormati bahkan sampai saat ini masih aku sayangi, adalah penjahat." Rumi sangat syok dengan pendengarannya. Niat ke kantor Bari untuk meluruskan masalah mereka dan menyelesaikan semua hubungan yang masih mengganjal ternyata membawanya melihat sosok lain Bari yang begitu mengerikan."K-kamu salah d-dengar, Rumi, m-me ...."Bep! Bep!Rumi menarik napas panjang lalu mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. Matanya membulat sempurna saat melihat nama Tiara yang ada di layar ponsel."Halo, Mbak, assalamualaikum.""Maaf, saya Bu Luh Sekar tetangga dari Mbak Tiara. Mbak Tiara masuk rumah sakit, Mbak, tolong kemari segera. Semoga Mbak Tiara masih bisa tertolong.""A-apa? K-kenapa Mbak saya?""Saya tidak tahu, Mbak. Dokter sedang memeriksa keadaan Mbak Tiara, cepat M
["Kamu yakin, Jo?"]["Yakin sekali, Pak. Informasi yang saya dapat cukup akurat. Lim bulan lalu keduanya menikah siri di sebuah masjid, tanpa sepengetahuan siapapun kecuali wali nikah Pak Supri namanya."]["Baik, Jo. Terima kasih atas informasi ini. Untuk sementara jangan lakukan apapun dulu, tunggu kabar dari saya."]Angkasa terdiam dengan mata berkaca-kaca. Kenapa Bari tega melakukan ini padanya, pada Rumi, dan pada Tiara? Angkasa merasa dadanya sesak dan tidak mampu berbicara. Dua petugas kepolisian dan wanita tetangga Tiara hanya bisa memandangnya dengan penasaran."Apa Pak Angkasa baik-baik saja?" tanya salah satu petugas itu."S-saya hanya sedikit lemas saja," jawab Angkasa yang tidak berani mengatakan apapun pada petugas kepolisian itu, karena jika ia mengatakannya maka Bari bisa saja langsung ditangkap untuk dimintai keterangan. Apakah ia tega pada anaknya sendiri? Keluarga besarnya tidak pernah sama sekali terbelit masalah hukum deng
Angkasa terjebak dengan ucapannya sendiri. Ia tidak menyangka Rumi berada di belakangnya tengah mendengarkan ucapannya dengan sangat jelas pada Bari. Rumi masih terus menatapnya, menanti jawaban yang keluar dari bibirnya."Sayang, kamu kenapa keluar? Ayo masuk lagi," ajak Angkasa pada Rumi. Namun Rumi menepis tangan suaminya dengan kasar."Kenapa pertanyaan saya tidak dijawab? Apa yang dilakukan Bari pada Mbak Tiara? Ceritakan, Bang, lengkap! Jangan ada yang ditutupi atau saya tidak akan pernah memaafkan Bang Angkasa." Pria dewasa itu menelan ludah sambil mengusap peluh yang membanjiri kening dan juga lehernya."Ayo kita masuk dulu. S-saya akan ceritakan semuanya di dalam. Tidak di sini karena nanti ditegur suster." Rumi berbalik badan tanpa menyahut ucapan suaminya. Dengan tubuh lemas dan hati hancur ia berjalan masuk ke dalam ruang perawatan VIP dan memilih duduk di sofa.Angkasa menutup pintu, lalu berjalan menyusul istrinya untuk duduk di
"Ya Tuhan, Bari. Apa … Oma ….” Bulan sangat sulit untuk meneruskan ucapannya. Napasnya terasa sesak dengan tubuh yang mendadak gemetar. Pengakuan cucunya membuatnya merasa ikut andil sebagai orang tua yang gagal mendidik cucunya.“Oma, Bari tidak mau dipenjara, Oma. Tolong Bari,” isak Bari dengan wajah ketakutan dan masih memeluk kedua kaki Bulan.“Lalu, waktu kamu melakukannya, apa yang ada di pikiran kamu? Kamu tidak takut Tuhan dan kamu dikuasai oleh setan. Oma tidak bisa menolong seorang pembunuh. Pergilah! Urus semua perkara ini dan jangan panggil saya Oma sampai semua masalah kamu beres.Bulan menepis tangan Bari dari kedua kakinya, lalu ia bangun dari duduk dan langsung berjalan meninggalkan lelaki yang telah menghancurkan hatinya, sekaligus nama baik keluarganya. Bari masih menangis, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak. Omanya menolak menolongnya dan ia harus minta tolong pada siapa la
"Alhamdulillah Mbak sudah sadar," ujar Rumi dengan lembut saat mendekati brangkar Tiara. Wanita yang baru saja sadar dari komanya itu menatap Rumi dan Angkasa bergantian sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu mata Tiara kembali terpejam.Angkasa dan Rumi saling pandang dengan bingung. Angkasa memutuskan untuk berlari ke meja suster yang tidak jauh dari sana, lalu berseru, "sus, saudari saya kenapa pingsan lagi?" Perawat menghampiri brangkar Tiara, lalu memeriksa tekanan darah, denyut nadi dan juga memeriksa bola mata Tiara yang kembali terpejam."Sebaiknya Bapak dan Mbak tunggu di luar dahulu ya. Saya akan panggilkan dokter untuk memeriksa keadaan ini.""Tolong segera, Sus," ujar Angkasa tak sabar."Bang, Mbak Tiara ...." Rumi baru saja bisa bernapas lega karena Tiara siuman, tetapi harus kembali menelan kecewa karena kondisi Tiara yang nampak belum benar-be
Bari sudah tiba di rumah sakit dengan pengawalan ketat oleh tiga petugas kepolisian. Tangannya tetap diborgol, walau baju kausnya sudah diganti bukan dengan baju tahanan.Bari juga masuk lewat pintu belakang, guna menghindari pusat perhatian dari banyaknya pengunjung rumah sakit.Tiara masih terbaring lemah di brangkar ICU. Selang oksigen masih terpasang di hidungnya begitu juga beberapa alat yang menempel di dadanya. Tiara tak banyak bicara. Ia lebih banyak terlelap, walau kesadarannya sudah pulih cukup baik.Rumi, Xander, dan juga Angkasa sudah menunggu kedatangan Bari dengan tak sabar. Berkali-kali wanita itu menatap pintu lift yang terbuka, namun Bari tidak kunjung muncul. Benar saja, Bari masuk lewat tangga darurat di luar gedung."Selamat siang, Pak Angkasa, Pak Xander, dan Ibu Rumi. Tersangka sudah siap dipertemukan dengan korban. Maaf, kami sedikit terlambat karena ada kecelakaan di perjalanan tadi
"Bos baru kita sudah tiba," seru Frans pada beberapa temannya yang ada di ruangan besar itu. Semua orang menoleh dengan gugup ke arah pintu. Suara ketukan sepatu dari kejauhan, kemudian semakin dekat dan tepat berhenti di depan pintu.Cklek!Semua menahan napas, termasuk Tiara yang tengah memfotokopi beberapa berkas. Ia menghentikan kegiatannya sejenak, lalu menunduk menyambut datangnya bos baru di perusahaan iklan yang sudah tiga tahun ini sudi menampungnya selama tiga tahun ini, walau hanya bekerja serabutan, seperti memfotokopi dan juga menjilid berkas.Tak jarang juga dia sebagai tenaga bersih-bersih di sana. Apapun Tiara lakukan agar dapat bertahan hidup dengan layak dan melupakan masa lalunya yang kelam."Selamat datang, Pak," seru semua staf dengan ramah."Terima kasih," jawab pria itu dengan suara begitu dalam, tetapi juga tidak terlalu kencang."Ruangannya di sebe
Kita mulai semua dari awal sebagai suami istri, Mbak mau'kan?""Tidak! Urusan kita sudah selesai!""Sejak kapan? Saya tidak merasa pernah menyelesaikannya.""Sejak kamu membunuh bayi-bayiku.""Hhah ... hhah!" Tiara terbangun duduk dengan keringat membanjiri tubuhnya. Mimpi berdebat dengan Bari;mantan suaminya yang tiba-tiba muncul sebagai bos di kantornya. Bukan mantan, mungkin masih suaminya, karena lelaki itu memang tidak pernah mengucapkan talak untuknya. Namun waktu dua tahun yang sudah ia lewati sendiri, bukankah menggugurkan statusnya sebagai istri?Tiara meremas rambutnya yang basah. Kepalanya menoleh ke kanan dan melihat kipas angin kecil kesayangannya tidak berputar lagi. Pantas saja udara di dalam ruangan sangat sesak."Ya ampun, baru jam tiga subuh," gumamnya sambil beranjak turun dari kasur busa yang memang sudah ada di lantai. Tidak ada dipan sebagai alasnya dan Tiara tidak pernah keberatan untuk menempati gudang di kantornya, w
"Ma, Helena sudah menyelesaikan semua utang almarhum, Papa. Rumah kita akan tetap menjadi milik kita. Mama cepat sembuh ya. Helena akan lakukan apapun agar keluarga kita baik-baik saja dan Mama lekas sembuh." Helena mengusap air mata yang membasahi pipinya.Wanita paruh baya yang hanya bisa terbaring tak berdaya di tempat tidur karena stroke, memandangi putri bungsunya sambil tersenyum hangat."Terima kasih, Helena, tapi ... bagaimana cara kamu bisa mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya wanita itu lirih sambil terus memperhatikan putrinya dari atas sampai bawah. Hampir setahun Helena tidak pulang dan begitu pulang tubuh putrinya menjadi sangat berisi."Payudara kamu kenapa basah, Helena? Kamu b-baru melahirkan? K-kamu punya bayi?" mulut wanita itu terbuka lebar dengan mata melotot. Ia menelan ludah susah payah mencoba menarik kembali tebakannya atas penampilan putrinya.Satu hal yang dilupakan Helena pagi
Segala cara dikerahkan Bari untuk membangunkan Tiara, tetapi istrinya bagaikan mati suri, bukan tidur. Pria itu memutuskan memberi waktu pada Tiara untuk terlelap. Hari ini mungkin istrinya sangat kelelahan mengurus Nara, sedangkan dirinya sudah puas tidur dan benar-benar belum mengantuk.Satu jam lagi ia berencana membangunkan Tiara. Kini Bari berjalan keluar kamar untuk membuat kopi. Secangkir kopi mungkin akan menurunkan sedikit kadar hormon se*s yang benar-benar mengepul di kepalanya.Tunggu! Jika ia minum kopi sekarang, maka permen herbal untuk stamina itu pasti tidak akan bekerja dengan baik. Bari yang sudah meraih toples kopi, kembali meletakkan wadah kopi di tempatnya, lalu ia menuangkan air ke dalam gelas. Dirabanya saku celana, lalu dengan tekad yang sangat bulat, ia memasukkan kapsul herbal ke dalam mulutnya.Tidak hanya dengan satu gelas air putih, tetapi Bari menggunakan dua gelas sekaligus air putih untuk men
"Oh, jadi obat yang diberikan pemilik toko herbal itu obat tidur? Pantas saja saya tidur sampai dua puluh jam. Ya ampun, Sayang, maaf ya, gara-gara saya kita tidak jadi malam pertama. Kamu gak marah'kan, Sayang?" Bari menatap wajah Tiara dengan perasaan yang tidak enak. Ia khawatir istrinya kecewa dengan kebodohan yang ia lakukan."Kenapa harus marah? Saya malah bersyukur. Dunia saya aman dari suami mesum," jawab Tiara sambil terkekeh. Bari menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu tersenyum dengan sangat manis di depan wajah Tiara."Ada apa?" tanya Tiara tidak mau membalas tatapan Bari."Kamu cantik," puji Bari lagi masih menatap senang wajah istrinya."Kamu bau, Mas. Mandi gih! Sebelum aku dan Nara muntah karena bau ketiak dan jigong kamu," balas Tiara sambil mendorong tubuh Bari menjauh."Oke, ini juga mau mandi. Bukan hanya kalian, suami tersayang kamu ini pun mau muntah mencium aroma
Tiara menoleh pada benda bundar yang menempel di dinding. Ini sudah pukul dua belas siang dan suaminya belum juga bangun. Bari tidak bisa dibangunkan. Ketika Tiara mengguncang tubuh suaminya, lelaki itu hanya melenguh dan melanjutkan tidurnya.Masih harus menunggu enam jam lagi untuk mendapat dua puluh jam. Itu tandanya jam enam sore nanti Baru bangun. Ia tidak tahu harus bagaimana keadaan suaminya nanti. Tiara khawatir Bari kelaparan setelah lama tidur. Bukan hanya lapar perutnya, tetapi juga hasratnya. Mengingat suaminya sudah istirahat dalam waktu yang sangat lama.Nara juga tidur di dalam box. Ia ingin membantu Bibik di dapur, tetapi tidak diperbolehkan. Tidak ada yang bis ia kerjakan di rumah besar suaminya selain melamun dan memandangi dua insan yang terlelap dengan sangat nyenyak.Bep! Bep!Ponselnya berdering, tanda pesan WhatsApp masuk. Keningnya berkerut saat menatap layar ponsel yang kontak peng
"Ini, silakan diminum langsung, bonus dari saya, jadi begitu sampai di rumah, permennya sudah bekerja dengan baik dan bis langsung berjuang hingga titik darah penghabisan, ha ha ha ...." Bari ikut tergelak mendengar gurauan si pemilik toko herbal. Dengan memantapkan hatinya, Bari meraih gelas yang berisi air cukup banyak. Segera dimasukkannya permen itu ke dalam mulut, lalu ia minum air sebanyak-banyaknya hingga gelas kosong."Terima kasih, Mas. Kalau cocok nanti saya langganan," ujar Bari yang sudah siap berpamitan."Ditunggu, Mas, pokoknya sering-sering aja main kemari. Dijamin tidak mengecewakan. Oh, iya, satu pesan saya, jika sedang mengonsumsi obat herbal jenis apapun untuk vitalitas pria, sebaiknya banyak minum air putih ya, agar pinggang tidak sakit," terang lelaki itu dengan senyuman terkembang.Bagaimana ia tidak senang? Bari bukan hanya membeli satu strip permen, melainkan satu dua yang berisi 20 strip permen kua
Pria bertubuh tinggi dan tidak terlalu gemuk itu melangkah santai masuk ke dalam kamar. Ia melihat Tiara tengah memberikan asi milik Helena yang memang sudah disiapkan sepuluh botol untuk Nara. Semalaman hingga pagi lagi Helena menampungnya dan hasilnya cukup mengejutkan.Sepuluh botol ukuran 110 ml dan itu bisa dikonsumsi Nara kurang lebih sepuluh hari. Tiara memberikan asi pada Nara sambil berbaring miring memunggungi pintu kamar. Terlalu asik dengan bayinya, Tiara tidak menyadari bahwa Bari sudah mengunci pintu dan berjalan perlahan menuju ranjang."Apa Nara banyak menyusu?" tanya Bari yang tiba-tiba sudah duduk di belakang tubuh Tiara. Wanita itu menoleh ke belakang, lalu tersenyum sambil mengangguk."Banyak sekali. Lihatlah, satu botol ini habis. Sekarang Nara sepertinya sangat mengantuk," jawab Tiara antusias."Saya pun sama, he he ...." Tiara merasakan perasaan yang tidak enak."Mak
Helena sudah berdandan sangat rapi. Hari ini ia boleh keluar dari rumah sakit karena kondisinya cukup baik. Melahirkan dalam keadaan normal ternyata sangat membantu seorang ibu untuk cepat pulih dan dapat beraktifitas seperti biasa, walau Helena sendiri belum berani untuk jongkok saat di kamar mandi.Polesan lipstik warna nude dan rambut yang sudah diikat tinggi, membuat wajah cantik Helena yang baru saja melahirkan bayi cantik, semakin nampak bersinar.Di dalam ruangannya sudah ada Tiara yang menimang sayang Nara. Ada juga Bulan dan suaminya, serta Bari yang tengah merapikan tas pakaian yang akan dibawa Helena pergi."Jadi mau ke bank dulu, Oma?" tanya Bari pada Bulan."Iya, kami ke Bank dulu. Tiara akan pulang bersama kamu dan Nara. Bukan begitu Helena? Kamu yakin baik-baik saja?" Bulan bertanya pada Helena yang kini tengah menunduk memakai sepatu barunya."Ya ampun, sepatu ini manis sek
"Kenapa kamu masih di sini? Pergilah ke kamar Helena, Nara pasti ingin sering ditimang oleh ayahnya," kata Tiara pada suaminya. Saat itu Bari baru saja mengirimkan pesan pada salah seorang designer interior yang ia mintakan tolong untuk mendekorasi ulang rumahnya.Lelaki itu tersenyum, lalu meletakkan ponselnya ke dalam saku. Ia berjalan mendekat pada Tiara, lalu menggenggam tangan wanita itu."Aku tidak mau kamu marah atau cemburu," kata Bari beralasan."Aku bisa sangat marah bila kamu melupakan Nara yang masih merah dan sangat membutuhkan dekapanmu. Helena juga baru saja melahirkan dan sudah memberikan anaknya pada kita. Akan sangat egois bila kita tidak memperhatikannya. Pergilah ke kamar Helena. Bermalam di sana bersama Nara. Kamu akan tahu sensasinya begadang dengan seorang bayi cantik. Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja." Bari menghela napas berat. Garis lengkung bibirnya ter
Lafaz ijab baru saja diucapkan Bari dengan lantang, hanya dengan satu kali tarikan napas. Seluruh yang hadir di sana, termasuk beberapa orang perawat dan seorang dokter yang bersedia menjadi saksi pernikahan siri Bari dan Tiara.Sah!Ketika satu kata itu terucap dari bibir penghulu yang menikahkan, maka semua orang menarik napas dengan penuh kelegaan. Tak terkecuali Tiara dan juga Bari.Lelaki itu bahkan tak sabar memajukan sedikit tubuhnya untuk mencium kening Tiara, tetapi sayang, tangan Tiara lebih cepat menghadang adegan mesum tidak tahu diri seorang Bari Pradipta."Nanti!" sinis Tiara membuat seluruh yang hadir di sana tertawa terpingkal-pingkal. Telapak tangan Tiara tepat berada di bibir Bari, menghadang salah satu anggota tubuh lelaki itu agar tidak salah arah."Pengantin wanita masih malu, Mas Bari. Mungkin nanti