Share

Rencana Busuk

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2024-05-29 21:30:54
POV : RIANA (2)

Tak ingin terlihat semakin penasaran dengan kehidupan Lana, aku pun pamit pergi. Pekerjaanku untuk keliling nasabah satu ke nasabah yang lain masih cukup banyak dan aku harus menyelesaikan tugas ini sampai jam lima sore. Aku nggak mau sampai telat lagi dan lagi. Rasanya capek jika harus lembur tiap hari dengan upah tak seberapa ini.

Namun, di mana lagi aku harus mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi jika aku hanya lulus menengah atas saja? Kuliah hanya sampai semester tiga dan terpaksa berhenti setelah papa terjerat hutang ratusan juta hingga membuatnya sakit bertahun-tahun lamanya.

Papa sakit parah, mama yang terbiasa hidup bergelimang harta pun depresi hebat saat menerima kenyataan kebangkrutan papa dan Amir yang harus kuliah karena dia akan menjadi tukang punggung keluarga memaksaku bekerja serabutan.

Sebenarnya aku malu jika teman-temanku tahu tentang kehidupanku saat ini. Beruntung Ratna tak membocorkan pada mereka. Dia sangat bisa dipercaya dan tak m
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
wkwkwkwkkkkkk dasar Riana ini.. dia yg miskin malahenghina orang lain miskin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   DUA LELAKI

    "Jangan dekati anak saya atau kejadian serupa akan terulang kembali." Kata-kata yang diucapkan mamanya Dikta itu kembali terngiang di benak. Aku masih mencoba berpikir jernih, tapi berulang kali berusaha selalu gagal. Tetap saja menduga-duga dan mengaitkan kejadian satu dengan yang lainnya hingga akhirnya pertanyaan itu muncul kembali. Mungkinkah kecelakaan Ryan ada hubungannya dengan Tante Delima? Jika memang itu terjadi, betapa teganya dia sebagai seorang wanita dan ibu. Mengapa harus adikku yang dia jadikan korban. Dia tak ada sangkut pautnya dengan perasaanku pada Dikta. Jika memang Tante Delima masih tetap melarang hubungan ini, harusnya dia melarang anak lelakinya untuk mendekatiku. Bukan lantas mencelakakan adikku hanya agar aku menjauhi putra sulungnya itu. "Mbak, ada tamu." Ucapan Ryan dari ambang pintu kamar cukup mengagetkanku. Aku menoleh lalu mengangkat kedua alis."Mas Radit. Di anaknya wali kelas Mbak Lana dulu itu kan?" Ryan mencoba mengingat, aku pun mengiyakan. "

    Last Updated : 2024-05-30
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   AJAKAN MENIKAH

    "Kenapa, Mbak?" Tiba-tiba Ryan menoleh lalu menatapku cukup lekat. Aku tak tahu sejak kapan dia dan Mas Radit menghentikan obrolan. Fokus berbalas pesan dengan Ike membuatku tak sadar jika kopi mereka bahkan sudah habis tak bersisa. "Eh, nggak kok, Yan. Ini cuma baca pesan dari Ike," balasku sedikit gugup. "Ada masalah?" sambungnya cepat. "Nggak. Cuma cerita seperti biasanya." Aku tersenyum tipis lalu buru-buru mengalihkan obrolan. "Mau kopi lagi? Biar Mbak buatkan." "Nggak, Mbak. Tadi Mas Radit bilang mau ajak Mbak Lana makan di luar." Aku tercekat seketika mendengar ucapan Ryan. "Iya, Lan. Sudah lama nggak makan bakso di warung langganan." Mas Radit menimpali lalu tersenyum tipis ke arahku. "Sekalian bapak nitip beliin juga soalnya, Lan," sambung Mas Radit cepat. Tak ingin mengecewakan, akhirnya aku pun mengiyakan. Lagipula nyaris jam lima sore Dikta belum juga datang. Mungkin dia memang nggak jadi ke sini dan lupa ngasih kabar atau mamanya melarang berhubungan denganku mak

    Last Updated : 2024-05-30
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   APA KAMU MENYUKAINYA?

    "Dikta?!" Spontan aku memanggil namanya. Laki-laki itu masih berdiri di belakang Mas Radit sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Dikta?" Mas Radit balik bertanya lalu kubalas dengan anggukan kepala. Setelahnya, dia menoleh ke belakang. Dua lelaki saling tatap lalu Mas Radit mempersilakan Dikta untuk duduk di sampingnya. Keduanya tak saling kenal, hanya saja Dikta tahu jika Mas Radit adalah anak lelaki Pak Anwar, wali kelas kami saat SMA dulu. Setelah bersalaman, Mas Radit menawarinya untuk memesan makanan. Mas Radit tak terlihat canggung, biasa saja dan begitu ramah meski baru saja berkenalan dengan Dikta. "Soal tadi, aku tunggu jawaban kamu ya." Mas Radit menatapku dengan senyum tipisnya, sementara Dikta masih bergeming di tempat duduknya sembari mengalihkan pandangan. "Iya, Mas. Aku mau istikharah dulu," ujarku singkat lalu kembali mengaduk-aduk jus jambu di gelas."Iya. Nggak harus dijawab sekarang kok, Lan. Aku beri kamu waktu sampai siap dengan jawabanmu. Semoga

    Last Updated : 2024-05-31
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   NYARIS CELAKA

    Kata-kata Dikta kembali terngiang di benak hingga membuatku tersenyum lagi dan lagi. Setelah membeli beberapa snack dan minuman dingin, Dikta membayar ke kasir. "Masih marah?" tanyanya saat aku dan dia keluar dari mini market. "Duduk dulu, mau adzan sepertinya," pintanya sembari menarik kursi di depan mini market untukku. "Makasih," balasku singkat. "Kembali kasih, sayang dan cinta." Kupukul lengannya cepat karena selalu dan terus membuat degub jantungku berlompatan tak karuan. Lagi-lagi Dikta terkekeh geli melihat tingkahku yang mungkin cukup lucu baginya. "Selalu lucu dan menggemaskan seperti dulu." "Selalu menyebalkan, iya," balasku lagi. Dikta manggut-manggut lalu membukakan minuman dingin untukku. "Makasih," ujarku lagi. "Kembali kasih, sayang dan cinta." Kata-kata itu terulang kembali dari bibirnya. Spontan membuatku tertawa juga pada akhirnya. "Gitu dong ketawa. Jangan cemberut terus. Kalau ketawa kadar cantiknya naik delapan puluh persen." Aku mencebik. "Bisa naik s

    Last Updated : 2024-05-31
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   SPESIAL

    Bakda shalat maghrib, aku dan Dikta masih duduk santai di teras masjid. Banyak orang yang beribadah di masjid ini. Di depan masjid pun ada beberapa penjual makanan yang menjajakan dagangannya. "Masih sakit?" tanyaku saat melihat Dikta melipat celana bagian bawahnya. "Nggak. Lebih sakit jika kamu yang terluka," balasnya santai lalu mendongak ke arahku yang buru-buru mengalihkan pandangan. Aku nggak mau kedua mata kami bertemu. "Isshhh, ditanya beneran malah bercanda.""Siapa yang bercanda sih, Lan? Serius ini." Aku kembali mencebik, meski dalam hati berbunga-bunga. "Rasa itu masih sama seperti dulu, Lan. Nggak ada yang berubah. Aku tak tahu bagaimana perasaanmu setelah perpisahan kita lima tahun lalu, tapi entah mengapa aku merasa yakin dengan hatiku sendiri. Aku percaya pilihanku tak salah jika kamu memang perempuan yang terbaik." Dikta menghela napas panjang lalu kembali menoleh ke arahku. Aku hanya meliriknya sekilas lalu kembali menundukkan kepala. "Apa karena ucapan Mas Radi

    Last Updated : 2024-06-01
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   HASIL ISTIKHARAH

    Seminggu belakangan aku sudah istikharah, berusaha menetralkan hati, tapi entah mengapa tetap condong pada Dikta. Mungkin hatiku memang tak sepenuhnya netral jadi masih berat sebelah. Sejak ungkapan cintanya di warung bakso minggu lalu, Mas Radit benar-benar memberiku kelonggaran waktu untuk memberikan keputusan. Dia tak menghubungiku sama sekali, padahal sebelumnya nyaris tiap hari bertukar pesan. [Sudah yakin dengan keputusanmu kan, Lan? Kalau memang yakin, kita perjuangkan cinta ini. Aku nggak mau kehilangan jejakmu lagi, Lana. Aku takut kamu menghilang seperti dulu.] Pesan dari Dikta membuatku kembali menghela napas. Mau tak mau aku memang harus segera memutuskan masalah ini agar tak ada yang terlalu lama menunggu dan berharap lebih. Mas Radit bukanlah lelaki yang buruk, hanya saja hati tak bisa dibohongi. Aku tak bisa mencintainya sebab hati ini sudah menunjuk nama lain dan itu bukan dia. Semoga saja keputusanku nanti tak terlalu menyakiti hatinya. [Sudah, Dik. Aku sudah sia

    Last Updated : 2024-06-02
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   TUDUHAN MENJIJIKKAN

    "Kamu?! Ngapain kamu ke sini?!" tanya wanita paruh baya itu sembari menunjuk wajahku. "Jadi kamu masih berhubungan dengan perempuan miskin dan tak tahu diri itu Dikta?!" sentak Tante Delima membuat dadaku berdebar seketika. "Aku cinta sama Lana sejak dulu dan aku hanya akan menikah dengannya, Ma." Dikta melangkah tergesa mendekatiku dan Ryan yang kembali berdiri saat melihat tuan rumah datang. Adik lelakiku itu mulai mendekat dan kini berada tepat di depanku. Dia genggam erat tanganku, seolah menjadi benteng untukku jika tiba-tiba wanita itu menyerang dengan buasnya, seperti dulu. Dikta yang kini berada di samping Ryan pun menatapku beberapa saat lalu mengedipkan matanya berusaha menenangkan. Kuhela napas panjang, terus menata hati jika sewaktu-waktu kata-kata menyakitkan itu terucap kembali. "Kamu anak Erwin Wicaksono, Dikta. Seorang pengusaha yang sukses dan cukup ternama di kota ini. Apa kata orang kalau kamu menikah dengan gembel seperti dia!" tunjuk wanita itu lagi ke arahku

    Last Updated : 2024-06-02
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KEPUTUSAN DIKTA

    "Kamu?! Ngapain kamu ke sini?!" tanya wanita paruh baya itu sembari menunjuk wajahku. "Jadi kamu masih berhubungan dengan perempuan miskin dan tak tahu diri itu Dikta?!" sentak Tante Delima membuat dadaku berdebar seketika. "Aku cinta sama Lana sejak dulu dan aku hanya akan menikah dengannya, Ma." Dikta melangkah tergesa mendekatiku dan Ryan yang kembali berdiri saat melihat tuan rumah datang. Adik lelakiku itu mulai mendekat dan kini berada tepat di depanku. Dia genggam erat tanganku, seolah menjadi benteng untukku jika tiba-tiba wanita itu menyerang dengan buasnya, seperti dulu. Dikta yang kini berada di samping Ryan pun menatapku beberapa saat lalu mengedipkan matanya berusaha menenangkan. Kuhela napas panjang, terus menata hati jika sewaktu-waktu kata-kata menyakitkan itu terucap kembali. "Kamu anak Erwin Wicaksono, Dikta. Seorang pengusaha yang sukses dan cukup ternama di kota ini. Apa kata orang kalau kamu menikah dengan gembel seperti dia!" tunjuk wanita itu lagi ke arahku

    Last Updated : 2024-06-02

Latest chapter

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KEJUTAN SPESIAL [END]

    "Cantik." Suara itu terdengar di ambang pintu kamar saat Mbak Agnes fokus merapikan kebaya berwarna salem dengan taburan swarovski yang membuatnya semakin terlihat elegan.Mbak Agnes ikut menoleh lalu tersenyum lebar."Siapa dulu calon suaminya," ujarnya memuji. Kulihat sosok itu dari cermin yang kini memantulkan bayanganku dengan balutan kebaya yang kupilih, senada dengan jas dan celana panjangnya. Dikta, lelaki itu terlihat semakin tampan dengan penampilannya sekarang. Dia masih bersedekap sembari menatapku lekat."Ngapain ke sini, Dikta? Harusnya kamu di luar menyambut tamu, sebentar lagi penghulu juga datang," ujarku sedikit gugup. Aku mendadak salah tingkah saat ditatap begitu lekat olehnya. Mbak Agnes pun tak henti menggodaku, membuat wajah ini mulai memerah seperti tomat matang."Nggak apa-apa, Lana. Calon suami mau lihat calon istrinya masa nggak boleh. Takut diculik mungkin." Mbak Agnes kembali terkekeh."Jangan digoda lagi, Mbak. Calon istriku itu memang pemalu. Takutnya ng

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   WILL YOU MARRY ME?

    Aku dan Dikta berjalan beriringan keluar bioskop, sementara Denada dan teman-teman yang lain sepertinya sudah pulang sejak beberapa menit lalu. Kulihat jarum jam menunjuk angka setengah sembilan malam. Weekend begini jalanan masih ramai bahkan padat di beberapa tempat. "Kita ke taman Bianglala dulu, Lan. Mau?" tanya Dikta tiba-tiba setelah menghentikan mobilnya perlahan karena terjebak lampu merah. "Jadi kangen taman itu ya setelah nonton film kita." Aku dan Dikta bersitatap lalu sama-sama tersenyum. "Ternyata kamu seromantis itu, Lan. Mengingat semua momen kebersamaan kita dulu. Novelmu cukup detail menceritakan kisah kita dan ternyata ending yang kamu tulis nyaris sama dengan kejadian aslinya. Hanya saja kita belum menikah, sementara dalam novelmu Dikta dan Lana sudah menikah dan hidup bahagia." Dikta menatapku sekilas lalu kembali fokus dengan stirnya. "Iya, Dik. Kita sudah lamaran dan sebentar lagi kamu akan menikahiku bukan? Itu artinya imajinasiku dulu akan menjadi kenyataan

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KADO YANG MANIS

    "Mbak Lana!" Aku dan Dikta yang masih duduk santai di lantai atas menoleh seketika. Di samping tangga kulihat gadis cantik dengan hijab cokelatnya tersenyum lebar ke arahku. Aku menatap Dikta beberapa saat lalu kembali pada perempuan modis itu."Denada," ujar Dikta membuatku kembali tersenyum. Baru kali ini aku melihat adik Dikta yang cantik itu. Usianya menginjak dua puluh satu tahun. Beda empat tahun dibandingkan kakaknya. Meski jarak usia mereka tak terlalu dekat, tapi kulihat keduanya cukup akrab. Denada datang dengan wajah cerianya lalu menyalamiku dan Dikta. "Buat calon kakak iparku yang cantik sekaligus penulis favoritku." Denada sedikit berteriak sembari memberikan sebuah kado untukku. Dikta tersentak melihatku yang sudah akrab dan terlihat cocok dengan adiknya. Dia pasti bingung dan tak menyangka kami seakrab ini. "Kalian akrab banget kaya sudah kenal lama." Dikta mulai curiga. Dia menatapku dan Denada bergantian. "Memang sudah kenal lama kakakku sayang." Denada merangkul

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   YOU ARE MINE

    "You are mine." Lagi kudengar kalimat spesial darinya, membuatku semakin berbunga. "Iya, iya. Semoga saja prosesnya tak membutuhkan waktu yang lama. Nanti kamu ikut aku buat urus ini itu kan?" Aku menoleh ke arahnya yang masih menyandarkan punggung ke sofa sembari menatapku lekat. Senyum tulusnya kembali terukir di bibir. Dia mengangguk lalu mengedipkan kedua matanya yang bening itu. "Tentu aku akan selalu dampingi kamu, Lana. Aku benar-benar bangga memiliki kamu. Perempuan hebat, mandiri dan istimewa." Lagi, pujiannya membuat hidungku kembang kempis. Gegas mengalihkan pandangan sebab tak ingin dia tahu jika wajahku kali ini pasti sudah memerah seperti tomat karena pujiannya yang berlebihan. "Kita nonton bareng saat gala premiere." Dikta berucap yakin sembari mengangguk pelan saat aku menoleh. "Makasih banyak ya, Dik. Kamu selalu menjadi pendukung pertama selain Ryan di setiap hal yang kulakukan." Aku berkaca. Tiap kali mengingat momen-momen membahagiakan kami di masa lalu maupun

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BANGGA

    Kebahagiaan mulai datang silih berganti. Setelah Dikta kembali dan restu dari mamanya kugenggam, muncul kabar lain yang tak kalah membahagiakan. Novel berjudul Bianglala yang mengisahkan tentang perjalanan cintaku sendiri dengan Dikta ternyata dipinang sebuah rumah produksi ternama. Production House yang biasa meminang novel-novel terbaik menurutnya. Kulihat ekspresi bangga di wajah Dikta saat aku menjelaskan kabar bahagia yang kudengar dari Pak Abdullah. Tante Delima dan Om Erwin pun terlihat bangga sembari mengucapkan selamat untukku. Akhirnya kini aku bisa membuktikan pada mereka jika aku bisa mandiri dan sukses dengan caraku sendiri. Setidaknya sekarang aku merasa lebih layak bersanding dengan Dikta dan tak merasa terus rendah diri saat bersamanya. Meski Dikta tetap menerimaku apa adanya dan tak pernah memandang dari segi karir yang kupunya, tapi aku ingin membuatnya bangga dan merasa lebih bersyukur memilikiku sebagai calon pendamping hidupnya. "Tante bangga sama kamu, Lana. I

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   SEGENGGAM RESTU

    "Aku bawa nampannya. Kamu pasti masih shock dengan kabar bahagia ini." Dikta mengambil alih tugasku membawa nampan berisi empat cangkir teh hangat dan camilan itu. Aku pun mengikutinya kembali ke ruang tamu. "Maaf menunggu lama, Om, Tante." Aku kembali tersenyum lalu menata cangkir dan piring berisi camilan itu ke atas meja dan menyimpan nampan di bawah mejanya. "Nggak apa-apa, Lana. Justru kami yang minta maaf karena sudah mengganggumu pagi-pagi begini." Om Erwin tersenyum tipis lalu menoleh ke arah istrinya yang ikut mengangguk pelan."Nggak masalah kok, Om, Tante. Lagipula saya nggak ada kerjaan. Saya merasa beruntung sekali pagi ini karena mendapatkan tamu spesial." Aku tersenyum tipis lalu melirik Dikta yang ikut manggut-manggut dengan senyumnya yang menawan. "Langsung saja ya, Lana. Kedatangan Om dan Tante ke sini selian untuk silaturahmi, Tante juga mau minta maaf sama kamu atas sikap buruk Tante selama ini. Kepergian Dikta lima hari belakangan karena penculikan itu membuat

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KABAR BAIK

    POV : LANA "Assalamualaikum, Lana!" Salam terdengar dari luar gerbang. Aku buru-buru menyambar hijab dan membuka pintu utama. Kulihat sosok yang selama lima hari ini kurindukan. Dikta. Dia benar-benar datang dengan begitu bersemangat dan senyum lebarnya. "Wa'alaikumsalam, Dikta. Akhirnya ketemu kamu juga." Aku ikut semringah saat membuka gerbang. Namun, senyumku tiba-tiba padam dan mendadak salah tingkah saat melihat Tante Delima dan Om Erwin sudah ada di belakang Dikta. Mereka saling tatap lalu tersenyum tipis ke arahku. "Eh, Om dan Tante ikut juga. Maaf sudah menunggu lama, silakan masuk." Aku mendadak kikuk saat mempersilakan orang tua Dikta untuk duduk di ruang tamu. Saat pamit ke belakang untuk menyiapkan minuman, aku sempat melotot ke arah Dikta yang hanya senyum-senyum tipis. Sengaja banget dia tak memberi tahuku lebih dulu jika akan datang ke sini dengan kedua orang tuanya. "Aku bantu, Lan." Dikta beranjak dari sofa lalu mengikutiku ke dapur, meninggalkan kedua orang tuany

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   TERBONGKAR

    Lima hari Dikta tak ada kabar. Entah mengapa kini di grup alumni ramai dengan foto-foto Riana dan mamanya yang digelandang polisi. Aku benar-benar tak tahu berita apapun karena sengaja jaga jarak dengan teman-teman yang lain. Aku nggak mau terlalu membuka diri di depan mereka semua. Apalagi sejak fotoku bersama Mas Radit tersebar, aku cukup berhati-hati untuk berteman dengan siapapun. [Riana jualan daster sama jadi rentenir, Gaes. Ternyata selama ini kita tertipu! Dia dan keluarganya sudah bangkrut sejak lama, tapi selalu berlagak hedon. Kasihan Lana, selalu dijadikan bahan ejekan. Padahal Lana sekarang sukses loh. Rizal yang cerita kalau Lana nggak seperti yang diceritakan Riana] Pesan pertama yang membuatku membulatkan mata seketika. Entah siapa, aku tak menyimpan nomornya. Sempat aku intip foto profil di WhatsAppnya, tapi tetap tak bisa kutebak. Dia tak memamerkan foto asli melainkan hanya foto kucing yang mungkin dia ambil dari media sosial. Keterkejutanku bertambah saat meliha

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   PENCULIKAN

    POV : DIKTA Kedua kakiku diikat kuat sementara kedua tangan juga diikat ke belakang. Tak hanya itu saja bahkan mulutku dilakban hingga tak mampu berteriak keras. Mereka benar-benar keterlaluan. Rasa haus membuatku mencoba berteriak dan menyenggol kursi di sampingku hingga terjatuh.Dua lelaki membuka pintu. Lagi-lagi aku tak bisa menebak siapa mereka sebenarnya karena tertutup masker. Meskipun bisa, kemungkinan besar aku tak mengenalnya. Kuyakin jika mereka bukan pelaku utama. Apa mungkin Riana lagi pelakunya? Dia tak berhasil menjauhkanku dengan Lana karena foto-foto itu, lantas sekarang berusaha menculikku balik agar Lana mengira aku membencinya? Jika memang iya, Riana benar-benar kelewat batas. Dia memang pantas mendekam ke penjara atas semua yang dia lakukan. "Jangan ribut! Mau ngapain kamu?!" sentak salah seorang penjaga itu dengan suara garangnya. Aku mencoba mengucap minum meski suaranya tak terlalu ketara. "Dia minta minum, Bang." Laki-laki lain tahu apa yang kuinginkan.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status