Share

Bab 16

Penulis: Pipit Aisyafa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Nggak papa, Bik. Memang aku yang ceroboh. Aku takut kalau Riris kenapa-kenapa jadi panik dan tak memikirkan tentang apa yang akhirnya membuat aku ceroboh." Aku tersenyum, Bik Uti pun terlihat sedikit lega, mungkin dia takut kalau aku sampai memecat atau mengusir anaknya dari sini.

"Mari, Non. Saya antar keatas?" Bik Uti bergegas mengulurkan tangan.

"Nggak usah, Bik. Saya bisa sendiri." Kutolak bantuanya secara halus. Bik Uti hanya mengangguk.

"Bu... Aku mau menyiram bunga bareng Om yusuf ya?" Riris berkata hingga aku menghentikan langkah seketika.

Kutatap wajah Riris yang terlihat antusias. Tak tega rasanya jika aku menolak permintaannya. Pasti dia sangat kecewa. Namun untuk mengijinkannya dengan laki-laki asing yang baru di kenal itu juga bukan keputusan terbaik. Bukankah disini kita belum tau siapa kawan dan siapa lawan?

Kupandang juga sosok laki-laki yang tengah berdiri tak jauh, dia tersenyum meyakinkan. Apakah aku harus curiga juga pada setiap orang?

"Ya sudah tapi jangan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 17

    Aku masih tak percaya dengan apa yang disampaikan Riris, benarkah demikian? Bukankah orang yang sudah meninggal itu tak akan dapat kembali kecuali itu hanya jin khorinya. Jin yang menyerupai si orang itu. Kini aku kembali dirasa was-was. Bagaimana kalau benar orang-orang jahat itu kembali ingin mencelakai Riris. Bahkan motif pembunuhan kedua orang tuanya saja aku belum tau. Apa sebenarnya yang terjadi? "Ya sudah, sekarang masuk yuk! Ibu ingin ngobrol dengan Riris." kuajak Riris masuk kedalam rumah. Membawanya menuju kamar. "Riris tahu nggak kalau orang yang Riris gambar itu sudah meninggal?" tanyaku pelan agar Riris tak kaget. Sedikit dia berfikir kemudian mengangguk, "Tahu, Bu. Kan mereka bilang bahwa pembunuh mereka juga sekarang ingin menculik Riris."Kalau Riris tahu mereka sudah meninggal kenapa tak ada rasa takut padanya. Apa dia belum paham apa itu meninggal? "Kalau Riris tahu mereka sudah meninggal kenapa Riris tak takut? apalagi dengan penampilan mereka yang penuh darah.

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 18

    "Mbak... Mbak...!" tuh kan benar, dia curiga padaku. Aku tak menghiraukan panggilannya. Segera saja terus berjalan tanpa menengok kebelakang. Aku harus segera pergi dari sini. "Ayo, Suf. Cepat jalan!" perintahku buru-buru. Tak kupedulikan lagi wajah Yusuf yang menampakan kebingungan. Motor berjalan, aku meminta Yusuf lebih cepat lagi karena takut jika ternyata mereka mengikutiku. Ya Allahhh... Tolong hambamu ini. "Ada apa si, Syah? Kok kelihatan panik begitu!" Yusuf bertanya setelah tiba dirumah. Aku masih melihat kearah gerbang takut laki-laki tadi mengikutiku sampai kesini!"Syah!" "Eh... Iya, Suf. Maaf... Ngga ada apa-apa, kok. Cuma tadi aku sedikit trauma kalau melihat preman." aku sengaja berbohong. Tak mungkin kuceritakan sebenarnya. "Bener hanya itu? Kamu terlihat panik banget loh!" "Iya, ngga papa, makasih ya... Sudah antar saya." segera aku mengambil tas belanjaan dan masuk kedalam. Pikiranku masih kacau hingga aku sendiri tak terlalu konsentrasi pada Yusuf untuk sekeda

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 19

    "Astahfirullah!" aku terperanjat kaget, ternyata aku bermimpi. Aku hampir saja membunuh orang, atas dorongan Belinda. Apakah pertanda mimpi itu? 'Bunuh atau kau yang dibunuh!' kata-kata itu masih tergiang-ngiang ditelingaku. Haruskah aku yang melakukan tindakan kriminal? Kulihat jam dinding, sudah waktu subuh. Semalam mengobrol dengan Yusuf sampai tengah malam. Aku tersenyum mengingat obrolan dengan Yusuf. "Berarti hatimu kosong dong, mungkin boleh kuisi." kata-kata terakhir dari Yusuf itu membuat aku salting, hingga akhirnya memutuskan pura-pura sudah ngantuk, hingga izin masuk kekamar. Padahal wajah ini pasti sudah bersemu merah. 'Mungkinkah Yusuf jodohku?' rasanya masih segan untuk membuka hati. Teringat akan perlakuan keluarga Mas Azmi."Eh! Ngomong-ngomong bagaimana kabar Mas Azmi dan keluarganya?" gumamku. Aku tak dendam pada mereka, hanya saja aku harap apa yang difitnahkan terhadapku dan Riris semoga semua memberi jalan bahwa itu tak benar. ***"Pagi, Non," sapa Bik Uti

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 20

    PoV AzmiBenar juga, aku harus bertemu Aisyah dan mengiba padanya. Pura-pura bahwa aku sangat merasa kehilangan setelah ia pergi. Ah! Andai saja dulu aku percaya sama Aisyah. Bukankah selama menikah dia tak pernah berbohong. Kenapa dulu aku begitu terbawa emosi. Bahkan aku pun menalaknya. Pernikahan yang hanya siri otomotis sudah langsung jatuh talak tanpa harus ribet mengurus ke KUA. "Az, pinjam motornya. Mbak mau kesalon. Kan besok kita mau ke acara besar." "Iya, Mbak. Mbak sama ibu kan? Di rumah ada orang nggak?" tanyaku pada Mbak Ratih sebelum ia pergi. "Iya dong sama ibu, ada Mas Sodikin dirumah. Memang kamu mau pulang?""Iya, Mbak. Mau siap-siap juga buat ketemu Aisyah besok.""Cie... Yang kangen!""Apaan si, Mbak. Kan biar Aisyah terpesona lagi dan tinggal minta balikan deh, semua hanya demi satu... Uang!" sengaja kata terakhir hanya kubisikan. Mbak Ratih tersenyum senang dan mengacungkan jempol. Mbak Ratih melajukan motorku, aku kembali ke pos satpam. "Jo, nanti jam 2 ak

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 21

    Aku tak menyangka jika Yusuf mengaku sebagai penusuk Yanto. Ingin rasanya aku tentang pengakuan itu dan mengatakan bahwa aku lah yang menusuknya. "Tadi kami berkelahi, Pak, dan saya membela diri karena dia menggunakan pisau juga ingin menusukku!" Perkataan Yusuf membuatku melonggo. "Baik, karena keterangan Anda, jadi kami tahan. Kita jelaskan lebih rinci di kantor polisi." dengan pasrah Yusuf di giring kemobil polisi. "Tung... " belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Kakek dan Mang Tejo menarik tanganku. "Sudahlah, tak perlu kamu mengatakan yang sebenarnya. Justru itu akan membuat polisi berfikir negatif.""Tapi, Kek. Ini salah, dia... Dia... Dia tak pantas untuk menanggung kesalahanku. Ini semua... "Mang Tejo mendekat, "kalau Yusuf sudah mengambil keputusan itu tandanya dia sudah pikirkan masak-masak. Sekarang lebih baik pikirkan agar Yusuf tak perlu terlalu lama di penjara. Pihak polisi pasti nanti memanggil kita untuk dimintai keterangan." Akhirnya akupun menurut, dengan tu

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 22

    PoV Azmi. Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam, terlihat Ibu dan Mbak Ratih terus saja mengoceh. Dia sudah tak sabar ingin segera sampai. Dari makanan enak sampai pakaian bagus bahkan sampai berkhayal tentang tidur dalam tumpukan uang menjadi bahan obrolan menemani kami dalam perjalanan. 'Sungguh aku sangat nervous, apa kata yang pertama kali kuucapkan pada Aisyah.' sekilas senyum manis Aisyah mengembang dalam anganku. 'Rindu! Lama aku merindukanmu, Sah.' tentunya kata itu hanya bisa berteriak dalam hati. Tak ingin Ibu dan Mbak Ratih tahu kalau sebenarnya aku telah lama menginginkan Aisyah kembali dalam hidupku. "Masih lama, Az?" tanya Ibu membuyarkan senyum Aisyah yang menari diangan-angan. "Enggak kok, Bu. Kalau nggak salah jalan tinggal sekitar 10 menit lagi.""Coba pake maps saja, Az!" perintah Mbak Ratih. Benar juga kenapa tak terfikirkan dari tadi. Aku terlalu gugup untuk bertemu dengan Aisyah. "Ini sepertinya, Az. Lihat ada dekorasi juga.""Sepertinya iya, Mbak.

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 23

    "Kamu? Maksudnya apa?" aku merasa menjadi orang yang bodoh karena tak maksud. Aku tak ingin GR dulu. Seketika Yusuf memegang tanganku, ada getar didada tentang apa yang baru saja dilakukan oleh Yusuf. Akankah aku sudah jatuh cinta? "Aku ingin kamu dan aku.... " Yusuf menghentikan ucapannya. Sangat terlihat ada rasa gugup di sana. Bahkan kulihat wajahnya sedikit berkeringat. Aku masih bergeming, menatap netranya. Mencari jawaban atas apa yang akan selanjutnya ia katakan. 'Ayo... Lanjutkan kata-katamu.' batinku berteriak tak sabar mendengar ia berkata. "Aku ingin aku dan kamu menjadi.... " lagi, dia mengantung ucapannya. Hufh... Aku menghembuskan nafas lembut, sepertinya dia itu sulit sekali berucap, apakah ini pengalaman pertamanya bersama perempuan. Benarkah dia tak pernah dekat atau memiliki pacar, hingga merangkai kata yang sederhana diucapkan saja seolah kesusahan. "Maaf, aku terlalu gugup. Sungguh ini pengalaman pertamaku bersama seorang wanita yang spesial bagiku." dia men

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 24

    "Bagaimana, boleh kan, Sah?" sepertinya Mbak Ratih tak mau menyerah, Mas Azmi menyenggol lengan kakanya itu, mungkin dia malu dengan perilakunya. "Boleh, Mbak. Silahkan saja, lagian persediaan dibelakang banyak kok." kubuat setenang mungkin. Sedikit heran dengan orang-orang seperti mereka. Aku melangkah meninggalkan mereka. "Eh... Aisyah, tunggu!" seketika aku berbalik. "Apa lagi, Mbak?" tanyaku. "Eee... Minta plastiknya dong." aku menepok jidatku. Aduh...!"Minta saja kebelakang, Mbak. Mintalah pada bagian catering." aku langsung ambil langkah seribu, takut kalau Mbak Ratih bertanya lagi. Bisa-bisa aku stres kalau menghadapi satu orang tak tahu malu macam dia. "Bagaimana, Mbak. Kita lanjutkan riasannya ya?" MUA berkata. Aku hanya mengangguk dan duduk saja. Berdiam diri sambil memikirkan kenapa mereka sampai tiba di sini dan yang lebih heran Mas Azmi meminta rujuk. Hampir satu jam aku di rias. Pakaian kebaya panjang yang sebelumnya tak pernah kubayangkan memakainya kini melekat

Bab terbaru

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 30

    Aku terpaku pada sosok yang tergeletak di atas tempat tidur umum rumah sakit. Dada ini bergemuruh, antara benci marah dan trauma juga jijik. Jijik jika ingat tubuh ini selalu ia gauli dengan bengis."Kamu!" kali ini tanganku yang tengah memegang gunting mengeras. Siap mengangkat benda tajam itu dan menghujam ke hati. Orang tak punya hati nurani lebih baik kuambil hatinya. Percuma punya hati namun tak berfungsi."Aisyah! Aaaa ... " tiba-tiba manusia biadab itu bangun dan kaget. Hingga ia berteriak.Saat gunting sudah sampai pada ujung tertinggi aku ayunkan, tiba-tiba tanganku diraih paksa."Lepaskan!" rintihku."Keluar dari jasad Aisyah, Bel!" kali ini Mas Yusuf berkata sambil memlintir tanganku."Lepaskan! Aku sangat tak suka dengan manusia jenis sepertinya!"Kulihat manusia biadab itu sudah kembali memejamkan mata. Apa dia pingsan ketika melihatku ingin membunuhnya."Keluar atau aku keluarkan!" Mas Yusuf kembali dengan tegas berkata."Innalilahi wainnailahi roji'un ... " seorang dokt

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 29

    Sepanjang jalan pikiranku kalut, apa yang terjadi pada Mas Yusuf, kenapa dia sampai dirumah sakit? Berbagai pertanyaan bergelut dalam otakku. Kakek juga terlihat panik.Sampai dilobi rumah sakit aku segera berjalan ke IGD sesuai apa yang disampaikan oleh Mas Yusuf. Langkahku sedikit tergesa karena jujur aku sangat panik. Mungkin akan kembali tenang setelah melihat keadaanya.Didepan IGD tepat saat dokter keluar, aku langsung menghampirinya."Bagaimana keadaan Mas Yusuf, Dok?" tanyaku langsung. Dokter tak menjawab hanya terlihat sedikit bingung. Kemudian tak lama ada seorang memanggilku."Aisyah, Kakek!" aku langsung membalikan badan dan menghadap kearah sumber suara."Mas Yusuf!" Mas Yusuf menghampiri kami dengan sedikit memegangi perut, wajahnya nampak beberapa luka lebam jalanpun tertatih. Aku heran jika Mas Yusuf disini terus siapa didalam?"Kamu ngga papa, Mas?" tanyaku yang langsung menubruknya karena dia berjalan sedikit oleng. "Bagaimana kondisinya, Dok?" kali ini Mas Yusuf be

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 28

    Kuusap kedua netra mataku yang basah, berucap istighfar agar diberi ketenangan hati."Astagfirullah!" Kembali kutatap Mas Yusuf. Dia masih pada posisinya. Aku bingung harus bagaimana."Mas!" Kucoba memegang pundaknya. Tanpa respon."Mas!" Kali ini nada suaraku sedikit kutinggikan."Eh iya, Syah," ucapnya tanpa menoleh ke arahku. Tangannya sibuk mengusap matanya. Dia menangiskah?"Mas kenapa? Apa kecewa dengan masa laluku?" tanyaku hati-hati.Tanpa menjawab dia justru tersenyum,"jangan berfikir begitu, setiap manusia memiliki masa lalu. Justru Mas sangat sedih dan terpukul dengan nasib yang menimpamu, Syah. Sekarang yang terpenting jangan sampai masa lalu itu terulang ataupun justru kembali mengusik kehidupanmu yang sekarang. Kamu sembuh dari traumatis cukup lama jadi Mas tak ingin kamu kembali pada keadaan dulu!" Mas Yusuf mengusap lembut kepalaku.Aku tersenyum, dalam hati bersyukur bisa bersama orang yang nyatanya mengerti tentang perasaan dan kondisiku. Semoga dia memang benar jodo

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 27

    Aku terbangun pagi ini, rasanya kenapa aku merasa sangat lelah sekali, bahkan aku tak ingat kapan memejamkan mata. Bergegas mandi dengan mengguyur seluruh badanku. Saat tengah menyampo rambut aku teringat bahwa semalam aku pergi bersama Mas Yusuf kejadian demi kejadian aku ingat sampai aku juga teringat ketika ada telfon yang ternyata dari Om Aceng. Dia mengingatkan pada kejadian tempo dulu yang membuat aku traumatis berat. Kini tubuhku seketika menggigil namun aku segera mengucap istighfar, agar di beri ketenangan hati. Alhamdulillah...akhirnya aku dapat mengontrol perasaanku. Namun, apa yang terjadi semalam? Apa aku?Pasti semalam Mas Yusuf dan kakek begitu mencemaskanku. Harus kujawab apa kalau mereka bertanya tentang apa penyebab aku hilang kendali dan ketakutan luar biasa.Segera aku menguyur tubuhku dan langsung bergegas untuk keluar kamar mandi. Aura masuk dan langsung tersenyum kearahku."Ibu, nanti aku mau ke Mall sama Kakek, Ibu mau ikut?" tanyanya."Nggak, Aura. Kamu pergi

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 26

    PoV YusufAku melihat Aisyah pucat pasi. Kukira dia akan senang dan kita bisa melihat kota dari atas sana. Nyatanya salah, ternyata Aisyah phobia ketinggian. Hampir saja aku membuatnya pingsan. Aku jadi merasa sangat bersalah. Kutenangkan dia, kuberi minum agar jantungnya kembali memompa dengan normal. duh! kok aku jadi seceroboh itu.Hp Aisyah berdering ketika kita akan melangkah untuk sekedar jalan-jalan saja. Aku kapok mengajak Aisyah menaiki wahana. Lebih baik sekarang aku bertanya dulu, jangan gegabah. 'Ah! Ada yang jual bunga. Lebih baik aku membelinya. Sedikit romantis kan ngga papa.'Kubergegas membeli satu tangkai bunga mawar merah. setelah membayar aku bergegas menuju Aisyah yang masih menelfon. Kusodorkan bunga padanya. Betapa aku kaget melihat raut wajah Aisyah yang lebih pucat dari yang tadi. Kenapa dia? Phobia bunga juga?"Kamu kenapa, Syah?" tanyaku yang langsung membuang bunga itu.Bibirnya bergetar hebat, raut ketakutan terpampang jelas pada wajahnya. Dia...dia kenap

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 25

    Aku yang akan sempat lari menuju kamar Kakek berubah haluan kembali ke depan."Tolong panggil kan dokter!" Perintahku pada salah satu penjaga keamanan.Aku melihat kedepan, disana suasana sudah terasa tak kondusif. Bahkan para tamu sedikit terlihat panik."Ada apa dengan Riris?" tanyaku."Ini, Non. Tadi tamu yang pulang lebih awal karena di usir Non. Memaksa Riris ikut dengannya kemudian kami merebutnya hingga akhirnya terjadi baku hantam."Aku yakin yang dimaksud pasti Mas Azmi. Apa maunya dia? Apa dia ingin menculik Riris?"Terus kenapa Riris berteriak?""Tadi saat terjadi tarik menarik dia terjatuh, Non."Aku segera menuju dimana Riris tengah diobati."Habis ini bawa Aura masuk! Kemudian perketat penjagaan. Aku mau lihat kondisi kakek dulu."Sungguh, semua kenapa jadi kacau seperti ini. Kakek pingsan dan tak tau sebabnya sekarang Mas Azmi pun tak menyerah. Andai boleh memilih, lebih baik hidup sederhana namun aman, dari pada seperti ini. Hidup serba ada tapi rasanya banyak sekali m

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 24

    "Bagaimana, boleh kan, Sah?" sepertinya Mbak Ratih tak mau menyerah, Mas Azmi menyenggol lengan kakanya itu, mungkin dia malu dengan perilakunya. "Boleh, Mbak. Silahkan saja, lagian persediaan dibelakang banyak kok." kubuat setenang mungkin. Sedikit heran dengan orang-orang seperti mereka. Aku melangkah meninggalkan mereka. "Eh... Aisyah, tunggu!" seketika aku berbalik. "Apa lagi, Mbak?" tanyaku. "Eee... Minta plastiknya dong." aku menepok jidatku. Aduh...!"Minta saja kebelakang, Mbak. Mintalah pada bagian catering." aku langsung ambil langkah seribu, takut kalau Mbak Ratih bertanya lagi. Bisa-bisa aku stres kalau menghadapi satu orang tak tahu malu macam dia. "Bagaimana, Mbak. Kita lanjutkan riasannya ya?" MUA berkata. Aku hanya mengangguk dan duduk saja. Berdiam diri sambil memikirkan kenapa mereka sampai tiba di sini dan yang lebih heran Mas Azmi meminta rujuk. Hampir satu jam aku di rias. Pakaian kebaya panjang yang sebelumnya tak pernah kubayangkan memakainya kini melekat

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 23

    "Kamu? Maksudnya apa?" aku merasa menjadi orang yang bodoh karena tak maksud. Aku tak ingin GR dulu. Seketika Yusuf memegang tanganku, ada getar didada tentang apa yang baru saja dilakukan oleh Yusuf. Akankah aku sudah jatuh cinta? "Aku ingin kamu dan aku.... " Yusuf menghentikan ucapannya. Sangat terlihat ada rasa gugup di sana. Bahkan kulihat wajahnya sedikit berkeringat. Aku masih bergeming, menatap netranya. Mencari jawaban atas apa yang akan selanjutnya ia katakan. 'Ayo... Lanjutkan kata-katamu.' batinku berteriak tak sabar mendengar ia berkata. "Aku ingin aku dan kamu menjadi.... " lagi, dia mengantung ucapannya. Hufh... Aku menghembuskan nafas lembut, sepertinya dia itu sulit sekali berucap, apakah ini pengalaman pertamanya bersama perempuan. Benarkah dia tak pernah dekat atau memiliki pacar, hingga merangkai kata yang sederhana diucapkan saja seolah kesusahan. "Maaf, aku terlalu gugup. Sungguh ini pengalaman pertamaku bersama seorang wanita yang spesial bagiku." dia men

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 22

    PoV Azmi. Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam, terlihat Ibu dan Mbak Ratih terus saja mengoceh. Dia sudah tak sabar ingin segera sampai. Dari makanan enak sampai pakaian bagus bahkan sampai berkhayal tentang tidur dalam tumpukan uang menjadi bahan obrolan menemani kami dalam perjalanan. 'Sungguh aku sangat nervous, apa kata yang pertama kali kuucapkan pada Aisyah.' sekilas senyum manis Aisyah mengembang dalam anganku. 'Rindu! Lama aku merindukanmu, Sah.' tentunya kata itu hanya bisa berteriak dalam hati. Tak ingin Ibu dan Mbak Ratih tahu kalau sebenarnya aku telah lama menginginkan Aisyah kembali dalam hidupku. "Masih lama, Az?" tanya Ibu membuyarkan senyum Aisyah yang menari diangan-angan. "Enggak kok, Bu. Kalau nggak salah jalan tinggal sekitar 10 menit lagi.""Coba pake maps saja, Az!" perintah Mbak Ratih. Benar juga kenapa tak terfikirkan dari tadi. Aku terlalu gugup untuk bertemu dengan Aisyah. "Ini sepertinya, Az. Lihat ada dekorasi juga.""Sepertinya iya, Mbak.

DMCA.com Protection Status