CINTA IBU SAMBUNGBAB 18"Ow, iya. Mama lupa kalau kamu sama Satria sudah tidak bersama lagi. Tapi Mama selalu berdoa yang terbaik untuk kamu dan juga Satria. Harapan Mama kalian bisa kembali bersatu!""Maaf, Tante. Jika Tante datang kemari untuk meminta Tania kembali pada Mas Satria. Tania mohon maaf, Tania sedang sibuk!" ****Raut wajah Mia terlihat berubah. Ada rasa kecewa ketika mendengar ucapan Tania baru saja. Padahal ada harapan besar baginya untuk meminta Tania kembali pada Satria. Meskipun dia sadar, kesalahan Satria amat besar. Bermain serong dengan Ibu sambung calon istrinya. Andai Satria bukan anak kandungnya sendiri, mungkin sudah dicaci oleh Mia. "Nak Tania, kenapa kita tidak bicarakan semua baik-baik. Kita bisa memulai semuanya dari awal. Satria sudah berubah, Mama yakin dia akan menjadi suami yang baik untukmu!"Astaga, wanita itu tidak pernah putus asa. Tidak menyerah untuk meminta Tania kembali dengan Satria."Kembali? Dengan putera Tante?" tanya Tania tidak percay
DESAHAN IBU SAMBUNGBAB 19"Ow jadi ini pemilik butik ini?" sahut laki-laki itu yang terlihat begitu marah."Iya, saya sendiri. Kenapa ya, Mas?" tanya Tania, alisnya saling bertautan. Kebingungan mendapati laki-laki itu sudah merah padam.***"Adik saya kemarin pesan baju disini, karena pernikahannya gagal jadi saya minta mengembalikan uang muka. Tapi Mbaknya ini bilang uang muka sudah tidak bisa di ambil!""Maaf, Mas. Tapi memang seperti itu aturannya, kita akan meminta uang muka untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Contohnya seperti ini, uang muka yang sudah masuk pada kami tidak bisa di kembalikan. Memangnya kapan seharusnya baju itu jadi, Mbak? Tolong kamu cek!" Tania terlihat meminta salah satu karyawan nya memeriksa kapan seharusnya baju itu selesai."Minggu depan, Mbak Tania.""Ok, terima kasih. Mas dengar sendiri kan, bahwa baju yang Adik Anda pesan sudah hampir selesai. Jika Anda membatalkan sepihak seperti ini dan secara mendadak, bagaimana dengan kerugian saya? Sia
DESAHAN IBU SAMBUNGBAB 20"Ada apa, Kang?" tanya Juminten, wanita itu mengejar Udin setelah mematikan semua kompor nya."I-itu, Yu." jawab Udin dengan terbata-bata.***"Haduh, Kang. Kacanya pecah, gimana ini?" tanya Juminten sembari meremas kain lap yang sedari tadi dibawanya."Mana saya tahu, Yu? Sepertinya dilempar batu." Udin segera berlari keluar pagar, berharap masih bisa melihat siapa pelakunya. Namun sayang, tidak ada satu orang pun yang terlihat di jalanan."Ini kita diteror namanya! Seperti yang ada di sinetron-sinetron ikan terbang!""Hust, ngawur kamu itu, Kang. Jangan bikin saya takut!" "Ada apa ini?" Tiba-tiba Sukma datang dari dalam rumah. Seketika dua orang itu menoleh ke arahnya."Ini, Nyonya. Ada yang melempar batu. Kena kaca," jawab Udin sembari terus saja memandangi kaca yang berserakan."Lha itu apa ya?" Udin menghampiri, berniat mengambil sesuatu yang dilihatnya seperti batu yang dibungkus kertas. Namun alangkah terkejutnya Udin, ketika Sukma langsung menyahut
CINTA IBU SAMBUNGBAB 21Semua yang ada pada meja makan diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing, hanya terdengar sendok dan garpu saling beradu. Sesekali aku melirik ke arah Ayah, lalu Alma berganti dengan Tante Sukma. Benarkah setelah malam ini semuanya akan berubah? Apakah Ayah akan kembali pada wanita itu? Ah, rasanya rumah ini akan kembali seperti dulu. Aku menghela napas panjang lalu membuangnya perlahan. Meletakan sendok dan garpu diatas piring kosong. Meneguk air putih yang sudah disiapkan Simbok. "Sup nya masih banyak, kamu nggak nambah, Tania? Itu kan makanan kesukaan kamu!" tanya Alma. Membuat aku mengarahkan pandangan kepadanya. Ada rasa malas untuk menjawab. Namun Ayah menatapku, memberi isyarat bahwa aku harus menjawab pertanyaan wanita itu."Sudah kenyang!" jawabku apa adanya."Sok baik!" sahut Tante Sukma dengan nada sedikit ketus. Aku tahu itu ucapan yang sengaja ia tujukan pada Alma. Karena selama ini Alma jauh dari kata baik, perubahannya yang begitu cepat. Justr
CINTA IBU SAMBUNGBAB 22Duar Mata Alma membulat sempurna ketika mendengar ucapan Sukma baru saja. Meskipun berulang kali Alma di hina. Namun kali ini Tante Sukma mengatakannya dengan suara cukup keras. Membuat mata Alma berkaca-kaca. "Maafkan, Ibu. Tania,""Ibu? Yah?" Kini pandanganku beralih pada lelaki yang bergelar kepala keluarga itu. ****Ayah terlihat menghela napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Ketakutan terbesarku adalah ketika nanti beliau mengatakan bahwa Alma akan kembali lagi ke rumah ini. Aku tidak bisa menerima itu, meskipun pada kenyataannya nanti aku akan dipaksa menerimanya. Wanita itu entah terbuat dari apa hatinya, hingga kurasa tidak lagi memiliki rasa malu sedikit pun. Setelah apa yang ia lakukan padaku. Jika itu terjadi, berarti Ayah benar-benar sudah tidak peduli dengan hatiku. Hatiku yang masih sakit ketika melihat wajah perempuan itu.Ah, meskipun Mas Satria kini bukan lagi calon suamiku. Namun tetap saja, dia laki-laki yang pernah mengisi hari-h
CINTA IBU SAMBUNGBAB 23"Semua itu tergantung dari masing-masing. Kalau dia memang berubah, kenapa nggak dikasih kesempatan?" Tiba-tiba suara laki-laki itu menyela. Membuatku dan juga Karin seketika menoleh ke sumber suara.****Aku tersenyum lalu kembali duduk di kursi."Memaafkan bukan berarti memberi kesempatan kedua. Berpisah belum tentu membenci. Jadi kalau memang sudah terlanjur sakit kenapa harus menerima kembali? Bisa jadi akan mengalami sakit yang sama!" ucapku sedikit ketus. Bukan berarti marah, hanya saja mendengar ucapan lelaki itu membuatku sedikit berasap."Kalau tidak dicoba, kita mana tahu apa yang terjadi?"Tanpa menjawab lagi ucapannya. Aku melipat tangan di depan dada. Tersenyum sinis dan membuang muka ke samping. Lelaki itu semua sama saja."Rin, saya pamit ya. Terima kasih lho sudah mau di repotin.""Iya, nggak papa. Sama-sama," jawab Karin sembari mendekat dengan lelaki itu. Bersalaman lalu memberikan senyuman. Sedangkan aku? Aku masih setia duduk di kursi. Hin
CINTA IBU SAMBUNGBAB 24POV TaniaJam menunjukan pukul tujuh malam. Aku keluar kamar setelah selesai membersihkan diri. Hari ini begitu sibuk, hingga membuatku sedikit merasa lelah. Maka dari itu aku memutuskan untuk pulang ke rumah sebelum magrib. Aku menyapu seluruh ruangan, mencari keberadaan Ayah namun tidak juga aku temui sosoknya."Mbok, ayah mana?" tanyaku pada Simbok yang tengah menyapu lantai. Simbok menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan pandangannya ke arahku. "Tadi Simbok buatkan kopi di meja depan. Kali saja, Mbak. Bapak masih di depan." "Ya sudah, terima kasih. Aku coba kesana!" Aku segera bergegas menuju teras. Mungkin Ayah sedang menikmati udara malam. Masalah yang akhir-akhir ini datang silih berganti membuat suasana di rumah ini menjadi sedikit tegang.Kudapati lelaki tua itu tengah duduk sedang memainkan benda pipih miliknya. Matanya terus saja fokus ke layar."Yah," ucapku pelan. Membuat Ayah mendongak, netra kami saling bersirobak. "Apa, Tania?" tanya Ayah
CINTA IBU SAMBUNGBAB 25"Bye … bye … Alma …." sahut Sukma sembari melambaikan tangan ke arah Alma. Tania pun menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi. Ada perasaan lega yang kini dirasakan. ****POV Alma."Sialan, wanita tua itu benar-benar minta di beri pelajaran!" Aku terus saja mencaci Sukma selama diperjalanan. Kini tanganku sibuk mengotak-atik benda pipih di tangan. "Jemput sekarang!" Aku berteriak pada seseorang yang ada di seberang telepon. Segera aku keluar dari pekarangan rumah milik Tania. Berjalan dengan langkah kasar dan terus saja merutuki kebodohanku dalam hati. Aku tertipu dengan mulut manis Sukma. Berjanji tidak akan membocorkan kepada siapapun dan berjanji akan menghapus foto yang kemarin dia ambil di restoran. Namun sayang, Sukma tidak menepati janjinya. Dia justru memberikan semua foto dan video itu pada Tania. Membuat Tania melapor pada Ayahnya. Hingga Anton kembali murka, dan mengurungkan niatnya kembali denganku.Padahal semua ini sudah aku rencanakan dengan matan
Desahan Ibu SambungBab 44Aku menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Merasa paru-paru maupun napas ini tidak bisa menghirup oksigen sebagaimana mestinya. Entah mimpi apa aku semalam yang pasti hari ini aku akan membuat sebuah keputusan. Keputusan besar yang akan merubah hidupku kelak. Keputusan yang akan aku pertanggungjawabkan pada Tuhan kelak. Keputusan yang harus aku ambil tanpa adanya paksaan maupun belas kasih. Tulus dari dalam hati.Aku menatap nanar Damar maupun Reza, kedua laki-laki itu baik. Mereka memiliki kelebihan masing-masing. Aku memiliki satu nama, nama diantara mereka yang mampu membuat hatiku sedikit terusik. Pandanganku kini berpindah pada Gladis, putri Reza. Parasnya begitu menawan mungkin mirip dengan Ibunya. "Tan, aku nggak mau kamu terbebani. Jika memang dia yang kau pilih. Tak masalah, aku mundur. Kebahagiaanmu jauh lebih penting," ucap Damar ketika mataku terus saja menatap Reza.Aku mengarahkan pandanganku ke arah laki-laki itu. Laki-laki yang pernah membay
Desahan Ibu SambungBab 43"Kenapa nggak bisa, Tania? Uang kamu banyak kan?" Kini wanita itu tidak lagi sungkan meminjam uang. Malah terkesan memaksa.Aku berfikir sejenak, mencerna ucapan wanita itu. Haruskah aku meminjamkan uang dengan alasan kemanusiaan? Atau aku biarkan wanita itu kebingungan, entah apa yang ia katakan itu benar adanya atau tidak aku juga tidak tahu.****"Tania, bagaimana?" Wanita tua itu kembali memastikan bahwa aku akan memberinya pinjaman. "Maaf, Tante. Untuk uang sebesar itu Tania tidak bisa bantu. Lebih baik Tante berurusan dengan Karin. Nanti dia akan bantu. Kalau begitu Tania pergi dulu, Tan. Masih ada urusan, maaf." Aku berpamitan lalu meninggalkan Tante Mia yang masih memegangi gagang sapu. Aku harap wanita itu tidak tersinggung dengan sikapku, aku juga berharap dia mengerti akan sikapku. Aku membereskan semua pekerjaanku yang sudah selesai. Menaruh beberapa lembar kertas ke dalam map. Lembaran kertas ini adalah desain-desain pakaian terbaru yang akan
Desahan ibu SambungBab 42"Kalau kamu gimana Damar?" tanya Tante Mila membuat semua orang mengalihkan pandangannya ke arah Damar.Damar pun melihat ke arahku, mataku sengaja aku lebarkan dan sedikit menggelang, aku harap lelaki itu mengerti akan kode yang aku berikan."Damar …."****"Damar sih terserah gimana Tania nya aja," ucap lelaki itu sembari tersenyum. Entah mengapa membuatku justru ingin menjambak rambutnya yang lebat nan hitam itu. Bagaimana tidak, aku sudah memberinya kode dengan melebarkan mata dan juga gelengan kepala. Dia masih tidak mengerti, dasar laki-laki.Kini semua pandangan tertuju padaku, aku yang masih mengunyah sisa mie dalam mulut hanya bisa nyengir. HahMati aku, sudah aku bilang kan aku tidak mau dijodohkan. Kenapa justru seperti ini."Mereka masih muda, kasihlah kesempatan untuk kenalan. Mengenal lebih dekat satu sama lain, biar keputusan mereka yang ambil. Lagian, menikah itu sekali seumur hidup yang jalani juga mereka. Kita selaku orang tua hanya bisa m
DESAHAN IBU SAMBUNGBab 41Aku duduk di kursi paling ujung bersama Ayah. Malam ini kami memutuskan makan malam di restoran. Sudah cukup lama aku dan juga ayah jarang makan malam berdua, menikmati kebersamaan semenjak kedatangan Alma. Dulu sebelum Ayah menikah dengan wanita itu, kami kerap melakukannya. Karena dengan cara itulah, aku dan juga ayah semakin dekat. Semenjak kepergian Ibu, aku benar-benar merasa kesepian.Ayah selalu pulang larut malam. Menyibukan diri bekerja, agar tidak terlalu mengingat mendiang istrinya. Namun sayang, dia lupa akan diriku. Untuk mengganti semua waktu yang ia habiskan di kantor, ia selalu mengajakku keluar hanya sekedar makan malam. Berbagi cerita dan juga mendengar keluhku.Ayah adalah sosok yang hangat, adanya dia selalu disampingku aku tidak merasakan kesepian lagi. Namun wanita itu datang, merenggut senyum Ayah dariku. Aku kembali kosong, tapi tidak sekarang. Ayah benar-benar sudah kembali seperti dulu, semua hal yang berhubungan dengan Alma sudah
Desahan Ibu SambungBab 40"Kang, temennya Mbak Tania yang kemarin ganteng ya?" ucap Juminten ketika pisau yang ia pegang tengah mengiris wortel.Srutt ah …Udin menyeruput kopi hitam. "Yang mana sih, Yu?" tanya Udin sembari tangannya meletakkan cangkir di atas lepek."Alah, yang nganter Mbak Tania sama Simbok pulang itu lho. Masak Ndak tahu?!""Ow yang itu? Ganteng sih, beda tipis sama Mas Satria.""Halah, sama Mas Satria? Beda jauh Yo, Kang. Mas Satria itu nggak ada apa-apanya dibandingkan Mas Damar, lagian Mas Satria itu tingkahnya nggak bermoral. Coba sekarang gimana kabarnya Mas Satria, Kang Udin tahu tidak?""Ya mana saya tahu tho, Mbok. Wong bukan anakku kok!""Lha iya, Mas Satria itu lembaran buku yang seharusnya ditutup lalu disimpan di gudang. Sudah nggak perlu dicari keberadaanya. Cukup, cari buku baru," tutur Juminten panjang lebar. Membuat Udin tertawa cekikikan. "Bahasamu itu lho, Mbok. Sok puitis, kebanyakan nonton sinetron ini.""Iya, simbok paling suka nonton sinetr
Desahan Ibu SambungBab 39"Minta tolong apa ya, Tan?" tanya Tania. Mona dan juga Susi pun terlihat sikut menyikut. Mona hanya bisa memainkan bibirnya dan kedua alisnya. Membuat Susi yang daya tangkapnya rendah kebingungan."Begini Tania, maksud kedatangan Tante ke sini, mau minta tolong sama kamu buat …."*****"Dam, cantik ya Tania?" Mila bertanya pada Damar setelah meninggalkan kediaman Tania."Cantiklah, Bu. Namanya juga perempuan," jawab Damar benar adanya. Kalau laki-laki tentunya ganteng."Ibu serius, kamu sepertinya juga suka sama dia. Iya kan? Dari cara kamu menatap Tania, Ibu sudah bisa membaca kalau kamu juga suka sama dia.""Ibu bisa aja. Itu cuma perasaan Ibu saja.""Masak?" Bibir Mila mencebik seolah mengejek putra keduanya itu. Ya Mila memiliki dua putra, anak pertama sudah menikah dia bernama Bagas, sedangkan istrinya bernama Sarah, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Revan. Adam Margono adalah suami Karmila. Kini tengah berada di luar negeri. Ada bebera
Desahan Ibu SambungBab 38"Apa isinya ya?" Tania bermonolog.Satu persatu kertas pembungkus itu ia robek, hingga memperlihatkan sebuah kotak berwarna coklat."Apa ini?" ****Tania mulai membuka sebuah kotak berwarna coklat itu. Jam tangan berwarna silver sangat cantik melingkar di tempatnya. Sepertinya keluaran terbaru dari merek cukup terkenal, tentunya dengan harga yang mahal.Tania menghela napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Dia memperhatikan jam tangan itu, mengusap lembut lalu mencoba di pergelangan tangan sebelah kiri. Cantik, pas ditangan Tania. Namun segera ia lepaskan dan kembali meletakkannya di tempat semula. Memandangnya lalu menaruhnya kembali di meja rias.Tania kini kembali berdiri berjalan menuju kamar mandi. Menyegerakan niatnya membersihkan diri yang tadi sempat tertunda. Tania nampak menikmati gemericik air yang membasahi seluruh tubuhnya, tentunya setelah ia melepas semua pakaian.Segera Tania keluar kamar mandi ketika ritualnya sudah selesai. Memilih paka
DESAHAN IBU SAMBUNGBab 37"Ya Allah." Udin berteriak, membuat Juminten dan juga Tania mendatangi lelaki itu."Ada apa, Kang," tanya Juminten, lalu Tania menangkupkan kedua tangannya pada wajahnya setelah melihat kepanikan Udin.***"Bannya kempes," jawab Udin lalu melangkah ke belakang. Membuka pintu belakang berharap ada ban serep. Lagi-lagi, lelaki tua itu menggeleng. Lalu menutup pintu dan berjalan menghampiri Tania. Kedua wanita itu nampak menunggu dengan sedikit gelisah."Maaf, Mbak. Ban nya lupa Pak Udin bawa. Maaf ya," tutur Udin sembari tangannya menyilang pada perut bagian bawah."Astaga, Pak Udin. Terus gimana ini?""Ya terpaksa Mbak Tania sama simbok cari taksi online saja. Biar cepat nyampe rumahnya.""Terus Pak Udin?""Saya mengurus ban kempes ini dulu, terpaksa saya harus bawa ke bengkel dulu," jawab Udin sedikit sungkan. Karena kelalaiannya, majikannya harus mencari taksi online. "Ya sudah, Pak. Saya cari taksi dulu. Besok lagi kalau mau pergi, di cek dulu. Gimana m
DESAHAN IBU SAMBUNGBab 36POV Damar.Namaku Damar Aji Margono, usia 30 tahun. Masih single, yang pasti berpenampilan menarik. Haist. Kalau bukan diri sendiri siapa yang mau memuji.Di usiaku yang sudah matang, namun belum juga ada gadis yang menarik perhatianku. Hingga bapakku harus turun tangan berniat mencarikan jodoh. Namun aku menolaknya, bukan karena tidak suka tapi gengsi. Bagaimana tidak, aku seorang pengusaha muda lumayan tampan tapi tidak bisa menarik hati wanita. Haist, namanya juga belum jodoh mau gimana lagi? Kita bisa apa jika Tuhan belum mempertemukan kita dengan tulang rusuknya. Bukan tidak mau berusaha, tapi pekerjaan membuatku tidak memiliki waktu hanya sekedar jalan-jalan di mall. "Damar, kita makan yuk. Aku yang traktir." Tiba-tiba wanita berpakaian minimalis itu menjulurkan lidahnya, bergaya berlebihan. Membuatku geli melihatnya. "Nggak, terima kasih. Lagian saya ada acara.""Acara? Setahuku kamu nggak ada pacar. Kamu mau makan sama siapa?" tanya wanita itu, ta