Terima kasih untuk pembaca yang sudah baca cerita ini ya, jangan lupa tinggalkan bintang limanya.
Prang! Bunyi asbak yang terbuat dari kaca menabrak dinding beton menjadi hancur berkeping – keping.Kemarahan Devon kali ini tak bisa dibendung lagi, dia tak menyangka bila Waldi sudah mengantisipasi semuanya. Ruko empat petak yang disewakan pak Sanjaya, ayah Waldi semasa hidup pada pedagang suku bugis makassar yang menjual barang campuran dan pakaian ternyata sudah dibalik nama atas nama Waldi dan sudah didaftarkan dalam asuransi pula.Sia – sia anak buahnya membakar ruko itu. Karna sama saja mengganti bangunan ruko itu dengan uang tunai.Bukan Cuma itu anak buahnya yang berjumlah tujuh orang semalam, babak belur dihajar Waldi dan Ibrahim.Sejak kecil Waldi memang diajar beladiri oleh ayahnya untuk melindungi diri.“Kamu laki – laki harus bisa banyak hal dalam dunia ini, termasuk bela diri, dapat kamu gunakan untuk melindungi diri dan keluargamu suatu hari nanti.” Begitu kata pak Sanjaya suatu malam saat beliau mengajari Waldi, Davon dan beberapa sahabat Waldi. Semuanya masih berhub
“Saya minta maaf.” Waldi menghapus air mata Karmila saat sudah mendudukkan wanitanya itu di ranjang king size mereka yang berseprei berwarna saleem. “Aku ada salah apa Mas?.” Karmila masih menghapus air matanya. Terkejut bukan main tadi dibentak sedemikian rupa.“Jangan begitu lagi.” Waldi tak menjawab pertanyaan Karmila.“Iya nggak akan lagi beli minuman kalau jalan sama Mas.” Karmila masih sendu mengucap itu.“Bukan itu.” Sanggah waldi.Karmila bingung.“Jangan menangis lagi di hadapanku seperti tadi.”Karmila semakin bingung.“Saya tak suka melihat kamu menangis.”“Tapi Sayang yang bikin aku nangis.” Karmila ingat permintaan Waldi bila harus dipanggil sayang bila hanya berdua.Hati pria temperamen itu menghangat.“Saya janji tidak akan bikin kamu nangis lagi.” Waldi mengecup pipi yang dialiri air mata tadi.“Tanganmu juga terluka lagi, bisa sayang janji, pulang dengan tanpa terluka lagi?” Karmila menyentuh jemari yang menghantam tembok tadi.Waldi diam sesaat.“Maaf kalau itu belu
Suara motor dan mobil bersahutan, deruman gas dan decitan ban memekikkan telinga malam ini.Waldi yang memakai jaket kulit warna hitam dan celana jeans biru tua nampak siap menanti lawannya.Tak sendiri, namun ada Ibrahim dan Resa yang menemani dan beberapa anak buah berjaga di belakang gedung. Mereka sudah mengantisipasi, akan rencana jahat Davon.Sebenarnya timbul rasa khawatir tadi di benak Waldi saat meninggalkan Karmila di kamar mereka.Padahal dulu – dulu tidak demikian, mau malam ataupun subuh ditinggalkannya rumah dengan Karmila yang tidur sendiri di kamar belakang.Mungkin dulu rasa dan hasrat belum ada.Bila demikian, sungguhlah cinta mampu merubah seseorang seperti kata para pujangga dalam sajak – sajak cinta.Diciuminya tadi Karmila berulang – ulang bahkan masih sempat menyesap bibir mungil itu.“Perginya jangan lama,” ucap Karmila tadi sambil memperbaiki kerah jaket Waldi.“Iya.” Singkat saja jawaban Waldi.“jangan terluka lagi,” Karmila memegang kedua tangan suaminya lal
Betapa terkejut Waldi saat membuka pintu rumah dua lantai itu, hanya kegelapan saja. Bahkan lampu dapur pun sudah dimatikan. Namun lampu di ruang kerjanya menyala. Waldi melangkah cepat keatas namun penuh dengan perhitungan. Benar – benar takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Karmila. Dan...“Kamu sudah pulang?” ada mama Ranti yang baru saja selesai menerima telepon dari orang kepercayaannya.Jantung Waldi serasa mau copot, lega dan bersyukur ada mamanya datang, itu berarti Karmila dalam keadaan aman dan baik – baik saja.Tak menjawab pertanyaan mamanya, Waldi luruh terduduk, meremas rambut cepaknya.Darah menetes dari buku jarinya, memar di pelipis dan celana yang sobek akibat perkelahian tadi tak diperdulikannya.Diam dan heran dengan diri Dan perasaannya sendiri.Sampai kapan akan begini terus. Hanya karna harta harus melewati jalan pahit seperti ini, dipaksa dewasa oleh keadaan, ya dia harus dewasa sebelum waktunya, demi menjaga harta orang tuanya. Sedangkan dulu – dulu
"Bagaimana keadaan Resa?” Waldi menanyakan kabar anak buahnya itu pada Ibrahim dan Murat yang baru tiba. Mereka berada di ruang kerja Waldi, membahas tentang peristiwa kemarin malam.“Dia sementara masih ditahan Bos, namun tetap tak mengaku mengapa mengkhianati kita.” Lapor Murat yang tadi bertemu langsung dengan Resa di kantor polisi.“Entah ada dendam apa dia dengan kita, bukankah selama ini pengobatan ibunya ditanggung Bos?, namun mengapa dia tergiur dengan tawaran Davon yang hanya menjadikannya kambing hitam.” Ibrahim pun heran dengan perubahan Resa ini. Padahal anak ini terlihat baik dan selalu bisa diandalkan, bahkan beberapa kali ikut Ibrahim menggagalkan misi besar Davon untuk menghancurkan usaha bosnya. “Selidiki terus, mungkin dia dibawah ancaman.”“Siap bos.” Ibrahim dan Murat mengangguk patuh.“Saya berharap, ini kali terakhir kita ribut dengan Davon atau pun preman lainnya Im, usiaku sudah tiga pulu lebih, rasanya Lelah juga, harta banyak namun bila harus berdarah – dara
Pak Darsi memeluk putrinya yang baru saja turun dari mobil Bersama suaminya, mobil yang terbilang mewah karna di kampung mereka tak ada orang yang menggunakan mobil mewah seperti milik menantunya itu.“Kamu Bahagia nduk?” pertanyaan pak Darsi tentu menanyakan kebahagian Karmila dengan pernikahannya dengan Waldi, sedikit banyak orang tua ini mengetahui kabar menantunya yang suka berantem, bahkan pernah dibumbui bahwa Waldi juga pengedar obat-obat terlarang, tentu Pak Darsi tak langsung mempercayai cerita putri tirinya. Ya Mirna yang menghembuskan kabar itu, entah darimaba didengarnya. Pak Darsi pun mengetahui tentang kebencian putri tirinya itu pada putri kandungnya sendiri, namun sifat sukan mengalah dari almarhum istrinya telah menurun kepada putrinya itu. Sebab selama ini Karmila tak pernah sekalipun melaporkan kelakuan Mirna padanya. Padahal pak Darsi mengatahuinya.“Alhamdulillah senang pak, mas Waldi memperlakukan Mila dengan baik, mama mertua Mila juga baik.Waldi sedang ke mobi
“Mikir apa?” Waldi mendekati Karmila yang tampak duduk termenung di dekat jendela, padahal gulita telah menyapa. Sementara pak Darsi yang jarak naik mobil jauh, sudah beristirahat di kamar tamu lantai bawah. Waldi pun telah memberitahu bu Ranti akan kedatangan ayah Karmila dan telah menceritakan semua kejadian yang tadi siang terjadi di rumah ayah mertuanya itu. Bu Ranti mengatakan akan ke rumah Waldi sepulang dari butik beliau esok sore.“Ingat bu Sukiya Mas,” Karmila menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik suaminya itu yang sedang memeluknya dari belakang.“Koq sayang mikirin mereka?” Waldi mengernyit tak suka.“Aku kasihan mas, kemana mereka akan tinggal, biar Mira jahat dan tak suka padaku tapi bu Sukiya juga pernah mengurus Bapak dengan baik.”Waldi heran sendiri dengan perasaan yang dimilik istrinya ini, mengapa harus memikirkan orang – orang yang jelas menyakitinya. Biarpun bu Sukiya baik katanya, namun beliau tak mampu melerai putrinya saat menyakiti Karmila.“Tapi bu Su
Sungguh kabar yang cukup mengejutkan bagi Waldi, demi mendengar kabar tentang Davon yang tertangkap, lebih mengejutkan lagi sebab tertangkapnya bukan karna pemalsuan surta-surat seperti yang Waldi laporkan namun tertangkap karna ternyata Davon terbukti menjadi bandar narkoba, salah satu anak buahnya membocorkan pada tim kepolisian yang menangkap mereka.Waldi memang curiga dari dulu, darimana Davon bisa hidup mewah sedangkan penghasilannya hanya berasal dari satu properti sewa saja. Pernah Waldi mengajaknya bekerja sama di perusahaan namun di tolaknya dengan angkuh. Ah Waldi hanya kepikiran bibinya, ibu Davon, entah orang tua itu tahu atau tidak dengan pekerjaan haram putranya itu, kalau dengan istrinya, tentu Waldi tak memikirkan lagi apalagi khawatir.__Dua hari ini Waldi bersama Ibrahim berada di pusat kota guna mengurus surat – surat properti miliknya yang telah dipalsukan oleh Davon. Niatnya akan melaporkan Davon dengan tindak kejahatan pemalsuan surat dan pemerasan. Sebab yang
“Nakal, nggak anak ayah hari ini, hum?” Danu dekati dan mencium bertubi perut membola Abel yang tampak semakin membuatnya seksi. “Nakal, Mas, aku dibikin muntah sampai tiga kali.” Keluh Abel sambil bersandar di sofa ruang tamu rumah pribadinya. Hari ini cuti Danu akan berakhir, besok sudah harus balik lagi ke Papua. Untuk bekerja dan mengajukan surat mutasi, agar kiranya bisa dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta saja. agar tak jauh jika harus bolak balik melihat istri dan ibunya. Danu baru saja kembali, dia tadi habis mengecek pembangunan rumah kost-kostan yang didirikan di lahan yang dulu rumahnya berdiri. Mereka memutuskan tinggal di rumah peninggalan orang tua Abel. Gajinya yang lebih dari cukup di pertambangan juga penghasilan Abel dari membantu mertuan di toko baju, mereka gunakan untuk merenovasi rumah kecil Abel dulu, sekarang menajfi dua lantai dengan empat kamar. Dua kamar di atas, dan dua kamar di bawah. Abel merasa nyaman sudah kembali tinggal di kotanya, dekat dengan me
Hera terkejut bukan main, melihat laporan keuangan perusahaan yang ia rebut dari pak Subroto. Sudah lima bulan ini penghasilan mereka minus terus. Namun bulan ini yang paling parah, bahkan Hera sudah merumahkan sebagian karyawannya, karna tak adanya proyek yang didapat. Padahal suaminya, Arham sering dinas keluar kota demi melobi proyek di daerah.Hera mulai curiga pada ayah dari putranya itu. Benarkah selama ini Arham jalan dinas, atau jalan yang lainnya. Lalu diam-diam ia mulai menyelidiki tingkah laku suaminya di luar sana.Ia coba menelpon nomor suaminya namun lagi-lagi tidak aktif. Alasan Arham jika dinas luar, sinyal di daerah tersebut kurang bagus, harus ganti kartu lagi dengan provider yang berbeda, kilah Arham, saat Hera bertanya mengapa ponselnya tak aktif.Selain alasan sinyal kurang, tentu hantaman seks di kemaluan Hera, juga jadi senjata ampuh Arham untuk mengambalikan mood istrinya itu lagi. Istri yang ia bodohi setahun ini. Hera rela meninggalkan pak Subroto yang ulet b
Hari ini ada pengajian kompleks menyambut tahun baru hijriah. Pengajian dan ceramah di laksanakan di gedung serbaguna yang ta jauh dari kompleks itu, sengaja di lakukan di gedung sebab panitia mengundang banyak majelis taklim dan masyarakat sekitar.Ramai hari itu ibu-ibu yang hadir, semuanya nampak cantik dalam balutan busana muslimah. Tak terkecuali dengan Helena, ia ikut dengan saran ibu-ibu di kompleksnya agar mereka semua menggunakan gamis seragam pengajian mereka. Gamis panjang warna putih dengan jilbab lebar warna ungu muda. Helena nampak manis. Tadi sempat pak Subroto memberinya kecupan sayang di dahi dan bibirnya sebelum mereka turun dari mobil dan masuk ke gedung, sementara did alam gedung sana mereka harus berpisah. Pak Subroto dengan rombongan bapak-bapak dan Helena bersama ibu-ibu rombongan pengajian.Tak hanya ibu-ibu pengajiandi kompleks itu saja yang diundang, namun ada juga dari kompleks lain. Pokoknya ibu-ibu berdandan secetar mungkin. Ada yang sengaja datang memang
Sudah tiga bulan ini Bara terbaring di rumah sakit, akibat kecelakaan yang menimpanya. Kedua kakinya mengalami kelumpuhan, tangan sebelah kirinya mengalami patah tulang, alat vitalnya bahkan harus di potong karna tertancap beling tajam dari pecahan kaca depan, bahkan tulang lehernya harus dioperasi tiga kali agar bisa lurus kembali, jangan ditanya dengan giginya, hampir semua giginya hancur karna benturan yang sangat kuat tepat di bagian wajahnya. Wajah tampannya yang dulu memikat Helena dan perempuan lainnya kini hancur tak terbentuk, organ tubuhnya yang gagah dengan ukuran yang cukup panjang dan besar yang dulu ia gunakan untuk memuaskan perempuan lain dan bahkan buat Helena yang ingin setia pada pak subroto jadi selingkuh kiri kanan karna tergila-gila itu, kini sudah tak dapat ia fungsikan. Bahkan untuk buang air kecil dan besar saja Bara harus di bantu.Rasanya lebih baik mati saja daripada hidup namun menderita luar biasa seperti ini.Bara menangis tanpa bisa mengeluarkan suara,
Penolakan Firda pada Bara buat lelaki itu, tak lagi mengantar jemput Firda bila ingin pulang melihat anaknya. Bukan apa-apa, masa lalu Bara yang buruk dalam rumah tangganya jadi pertimbangan Firda untuk menerima pria yang agak mirip dengan almarhum suaminya itu.“Saya janda, Pak. Nggak enak kalau Bapak sering antarin saya, dan saya mohon, jangan ajarin Gavin lagi untuk manggil papa sama Bapak,” ucapan Firda tempo hari terngiang kembali di telinganya. Bara tak ingin memaksa, meski ada rasa tertarik pada Firda yang berwajah ayu itu. namun bayangan Gavin yang memanggilnya papa, buat hatinya menghangat dan tiba-tiba malam ini dia teringat dengan kandungan Helena. Bila ditarik waktunya, Helena sudah melahirkan tiga bulan lalu, begitu pikir Bara, namun mengapa wanita itu tak juga menghubunginya, padahal Bara yakin anaknya yang Helena kandung adalah benihnya, bukan benih bandot tua itu.Bara tiba-tiba tergelitik, ingin menghubungi nomor Helena, ingin menanyakan kabar bayi mereka.___________
Abel berdebar dengan hebatnya, saat ia menunggu suaminya di dalam kamar. Ini pernikahannya yang kedua, namun ini adalah pertama kalinya akan melewati malam pertama. Malam pertama dengan suami kedua ceritanya.Jam sepuluh pagi tadi Danu sudah menghalalkan Abel dalam akad nikah yang sakral dan begitu syahdu, status Abel yang sudah yatim piatu membuat banyak orang menitikkan air mata. Andai orang tuanya masih hidup, tentu mereka bahagia luar biasa, sebab yang meminang putrinya adalah pria baik-baik yang selama ini menjadi tetangga mereka sendiri, laki-laki yang begitu terjaga adabnya, meski godaan sebagai pekerja tambang juga luar biasa. Bukan hanya anak gadis, bahkan ada istri orang yang pernah terang-terangan mengungkapkan perasaannya pada Danu, namun laki-laki ini juga punya prinsip sendiri.Danu juga bukan laki-laki yang terjaga sholat lima waktunya, namun sebisa mungkin ia tetap menunaikan sholat yang bisa ia dapat. Sebab pekerjaannya sebagai mekanik alat berat di perusahaan tembaga
“Koq melamun terus, istriku.” Pak Subroto mendekati Helena yang baru saja selesai mandi dan keramas. Semakin hari kondisi tubuhnya semakin pulih dan fit, namun untuk hatinya? Entahlah.“Maaf , Pa. mama nggak denger.” Helena merasa tak enak hati. Beberapa bulan ini dia tak melayani pak Subroto dengan baik, meski minggu lalu mereka sudah menikah secara siri. Salah seorang kawan pak Subroto menyarankan demikian, agar tak menambah dosa keduanya. Tak ada juga hubungan intim diantara mereka sejak kejadian itu, kadang-kadang Helena merasa bersalah, sebab tak memenuhi kebutuhan batin pak Subrot.Kadang timbul rasa marah di hatinya pada Bara, entah marah karna apa, Helena merasa Bara tak bertanggung jawab dengan apa yang telah ia lakukan pada Helena selama ini, juga pada anak yang dia lahirkan, kadang Helena menangis diam-diam bila pak Subroto sudah berangkat kerja. Banyak hal yang membebani pikiran Helena, mulai dari perselingkuhannya dengan Bara, yang ia tahu betul bahwa pria itu adalah lak
Bara menjalani hari-harinya dengan perasaan yang begitu nelangsa. Sungguh penyesalan yang besar kini melanda hidupnya. Tak menyangka, perselingkuhannya dengan Helena akan membawanya pada titik terendah dalam hidup ini.Pria ini sungguh tak menyangka ia bisa menyia-nyiakan Abel, wanita baik dan begitu terjaga adabnya. Beberapa kali ia coba mengunjungi Abel, mulai dari sekadar menanyakan kabar hingga terang-terangan memintanya untuk rujuk. Namun Abel bukanlah wanita yang sama yang dulu hidup dengannya. Di jemari Abel melingkar cincin dengan hiasan safir biru, sebagai tanda ikatan dari Danu. Cincin yang begitu indah, dan membuat Bara jadi cemburu.Masih pantas kah Bara cemburu?Rasanya ia menjadi pria yang begitu egois, setelah melihat sendiri bagaimana Helena bermain api bersama pak Subroto di belakangnya, rasanya begitu ingin kembali membina rumah tangga yang tenang bersama Abel."Bel, balik sama aku, Kita bina rumah tangga kita lagi, percayalah aku, menyesali semuanya." ucap Bara saa
Flashback Hera dan Subroto“Aku nggak mau punya anak sama kamu ya. Kamu bikin aja sama perempuan lain!” Hera berteriak histeris dihadapan Pak Subroto, suaminya yang baru pulang kerja sore itu. usaha yang semakin menanjak sukses dengan puluhan tender proyek juga puluhan anak buah di kantor, buat pak Subroto semakin disegani oleh kawan maupun lawan usahanya di luar sana. Namun pak Subroto yang memang dasarnya senang hidup sederhana, tetap bersahaja dengan segala pencapaian yang sudah di raih. Sikap bersahaja dengan tubuh dan wajah yang terjaga di usia menjelang empat puluh tahun justru buat banyak perempuan lain tergila-gila padanya. Mulai dari anak SMU dan Mahasiswi yang terang-ternag menggoda hingga rekan kerja yang berusaha menarik perhatian pria dewasa ini. usia hampir empat puluh namun uban belum ada di rambutnya satupun.Tentu pak Subroto juga senang berolahraga dan mengkonsumsi vitamin demi kebugaran dan kesehatan tubuhnya.“Kenapa kamu nggak mau punya anak Hera?” keluh pak Subro