Terima kasih untuk pembaca Dikejar Cinta Manta Suami. jangan lupa kasi love dan komentar nya ya teman-teman readers.
Karmila menghangatkan makanan yang semalam belum sempat dimakan suaminya lalu menyiapkan semua di meja makan berpelitur coklat. Dengan rambut yang masih basah Karmila mendatangi kamar suaminya di lantai atas mengetuk dan menunggu dibukakan oleh pemiliknya, namun beberapa menit Waldi tak kunjung membuka. Karmila memutuskan mendorong pintu namun tak mendapati Waldi tidur ataupun di kamar mandi. Karmila beranjak keluar menuju ruang kerja yg berada di samping kamar utama itu. Setahun tinggal bersama membuat Karmila tahu kebiasaan Waldi Pria itu bila sudah di ruang kerja, terkadang tak keluar hingga berjam – jam, apalagi bila Ibrahim sang asisten datang, bisa dari pagi sampai pagi mereka di dalam sana, entah membahas apa. Kadang Karmila mendengar suaminya menelpon dan marah atau terkadang suara Ibrahim yang menelpon dan memaeahi seseorang. Apa mereka ini kumpulan orang pemarah atau bagaimana, Karmila bingung sendiri. Karmila jengkel sendiri melihat Waldi yang hanya menggunakan kaos sing
Mengingat percintaan panas yang diberikan suaminya tadi, Karmila jadi berfikir berapa banyak perempuan di luar sana yang sudah dipuaskan oleh suaminya ini.Seketika rasa sedih menyeruak dihatinya. Sementara makanan yang sudah dingin kembali tak dihidangkan lagi oleh Karmila, dia memilih masak makanan yang baru. Sop ayam dan ayam goreng tepung serta sambal dan lalapan dibuatnya untuk makan sore saja, tidak mungkin makan siang lagi, percintaan pertama mereka saja tadi selesai hampir jam dua, dan terburu sambil menahan nyeri Karmila mandi dan menunaikan sholat Dhuhur. Sementara Waldi tidur dengan nyenyaknya. Hal yang paling jarang didapatnya sekarang. Tidur nyenyak. __“Kar, kita beli baju online sajalah, ini panas banget.” Keluh Sukma yang siang itu duduk di gazebo belakang rumah Karmila. Mereka berdua akan datang ke pesta pernikahan kawan pengajian mereka. Faria namanya. “Ya udah terserah kamu, cari yang paling murah aja.” Karmila menimpali sambil menggeser bumbu rujak ke depan Sukm
Prang! Bunyi asbak yang terbuat dari kaca menabrak dinding beton menjadi hancur berkeping – keping.Kemarahan Devon kali ini tak bisa dibendung lagi, dia tak menyangka bila Waldi sudah mengantisipasi semuanya. Ruko empat petak yang disewakan pak Sanjaya, ayah Waldi semasa hidup pada pedagang suku bugis makassar yang menjual barang campuran dan pakaian ternyata sudah dibalik nama atas nama Waldi dan sudah didaftarkan dalam asuransi pula.Sia – sia anak buahnya membakar ruko itu. Karna sama saja mengganti bangunan ruko itu dengan uang tunai.Bukan Cuma itu anak buahnya yang berjumlah tujuh orang semalam, babak belur dihajar Waldi dan Ibrahim.Sejak kecil Waldi memang diajar beladiri oleh ayahnya untuk melindungi diri.“Kamu laki – laki harus bisa banyak hal dalam dunia ini, termasuk bela diri, dapat kamu gunakan untuk melindungi diri dan keluargamu suatu hari nanti.” Begitu kata pak Sanjaya suatu malam saat beliau mengajari Waldi, Davon dan beberapa sahabat Waldi. Semuanya masih berhub
“Saya minta maaf.” Waldi menghapus air mata Karmila saat sudah mendudukkan wanitanya itu di ranjang king size mereka yang berseprei berwarna saleem. “Aku ada salah apa Mas?.” Karmila masih menghapus air matanya. Terkejut bukan main tadi dibentak sedemikian rupa.“Jangan begitu lagi.” Waldi tak menjawab pertanyaan Karmila.“Iya nggak akan lagi beli minuman kalau jalan sama Mas.” Karmila masih sendu mengucap itu.“Bukan itu.” Sanggah waldi.Karmila bingung.“Jangan menangis lagi di hadapanku seperti tadi.”Karmila semakin bingung.“Saya tak suka melihat kamu menangis.”“Tapi Sayang yang bikin aku nangis.” Karmila ingat permintaan Waldi bila harus dipanggil sayang bila hanya berdua.Hati pria temperamen itu menghangat.“Saya janji tidak akan bikin kamu nangis lagi.” Waldi mengecup pipi yang dialiri air mata tadi.“Tanganmu juga terluka lagi, bisa sayang janji, pulang dengan tanpa terluka lagi?” Karmila menyentuh jemari yang menghantam tembok tadi.Waldi diam sesaat.“Maaf kalau itu belu
Suara motor dan mobil bersahutan, deruman gas dan decitan ban memekikkan telinga malam ini.Waldi yang memakai jaket kulit warna hitam dan celana jeans biru tua nampak siap menanti lawannya.Tak sendiri, namun ada Ibrahim dan Resa yang menemani dan beberapa anak buah berjaga di belakang gedung. Mereka sudah mengantisipasi, akan rencana jahat Davon.Sebenarnya timbul rasa khawatir tadi di benak Waldi saat meninggalkan Karmila di kamar mereka.Padahal dulu – dulu tidak demikian, mau malam ataupun subuh ditinggalkannya rumah dengan Karmila yang tidur sendiri di kamar belakang.Mungkin dulu rasa dan hasrat belum ada.Bila demikian, sungguhlah cinta mampu merubah seseorang seperti kata para pujangga dalam sajak – sajak cinta.Diciuminya tadi Karmila berulang – ulang bahkan masih sempat menyesap bibir mungil itu.“Perginya jangan lama,” ucap Karmila tadi sambil memperbaiki kerah jaket Waldi.“Iya.” Singkat saja jawaban Waldi.“jangan terluka lagi,” Karmila memegang kedua tangan suaminya lal
Betapa terkejut Waldi saat membuka pintu rumah dua lantai itu, hanya kegelapan saja. Bahkan lampu dapur pun sudah dimatikan. Namun lampu di ruang kerjanya menyala. Waldi melangkah cepat keatas namun penuh dengan perhitungan. Benar – benar takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Karmila. Dan...“Kamu sudah pulang?” ada mama Ranti yang baru saja selesai menerima telepon dari orang kepercayaannya.Jantung Waldi serasa mau copot, lega dan bersyukur ada mamanya datang, itu berarti Karmila dalam keadaan aman dan baik – baik saja.Tak menjawab pertanyaan mamanya, Waldi luruh terduduk, meremas rambut cepaknya.Darah menetes dari buku jarinya, memar di pelipis dan celana yang sobek akibat perkelahian tadi tak diperdulikannya.Diam dan heran dengan diri Dan perasaannya sendiri.Sampai kapan akan begini terus. Hanya karna harta harus melewati jalan pahit seperti ini, dipaksa dewasa oleh keadaan, ya dia harus dewasa sebelum waktunya, demi menjaga harta orang tuanya. Sedangkan dulu – dulu
"Bagaimana keadaan Resa?” Waldi menanyakan kabar anak buahnya itu pada Ibrahim dan Murat yang baru tiba. Mereka berada di ruang kerja Waldi, membahas tentang peristiwa kemarin malam.“Dia sementara masih ditahan Bos, namun tetap tak mengaku mengapa mengkhianati kita.” Lapor Murat yang tadi bertemu langsung dengan Resa di kantor polisi.“Entah ada dendam apa dia dengan kita, bukankah selama ini pengobatan ibunya ditanggung Bos?, namun mengapa dia tergiur dengan tawaran Davon yang hanya menjadikannya kambing hitam.” Ibrahim pun heran dengan perubahan Resa ini. Padahal anak ini terlihat baik dan selalu bisa diandalkan, bahkan beberapa kali ikut Ibrahim menggagalkan misi besar Davon untuk menghancurkan usaha bosnya. “Selidiki terus, mungkin dia dibawah ancaman.”“Siap bos.” Ibrahim dan Murat mengangguk patuh.“Saya berharap, ini kali terakhir kita ribut dengan Davon atau pun preman lainnya Im, usiaku sudah tiga pulu lebih, rasanya Lelah juga, harta banyak namun bila harus berdarah – dara
Pak Darsi memeluk putrinya yang baru saja turun dari mobil Bersama suaminya, mobil yang terbilang mewah karna di kampung mereka tak ada orang yang menggunakan mobil mewah seperti milik menantunya itu.“Kamu Bahagia nduk?” pertanyaan pak Darsi tentu menanyakan kebahagian Karmila dengan pernikahannya dengan Waldi, sedikit banyak orang tua ini mengetahui kabar menantunya yang suka berantem, bahkan pernah dibumbui bahwa Waldi juga pengedar obat-obat terlarang, tentu Pak Darsi tak langsung mempercayai cerita putri tirinya. Ya Mirna yang menghembuskan kabar itu, entah darimaba didengarnya. Pak Darsi pun mengetahui tentang kebencian putri tirinya itu pada putri kandungnya sendiri, namun sifat sukan mengalah dari almarhum istrinya telah menurun kepada putrinya itu. Sebab selama ini Karmila tak pernah sekalipun melaporkan kelakuan Mirna padanya. Padahal pak Darsi mengatahuinya.“Alhamdulillah senang pak, mas Waldi memperlakukan Mila dengan baik, mama mertua Mila juga baik.Waldi sedang ke mobi