Selamat membaca!*****"Tunggu!" panggilnya, pria itu berbalik, kedua alisnya terangkat melihat Hasna mendekat. Dia menghela napas lalu bersandar di mobil seraya bersedekap, tatapannya tetap sedatar tadi. Begitu dekat, Hasna kembali merasa gugup, dicobanya menatap pria itu."Maaf ...." ucapnya lirih, hampir seperti embusan angin di telinga Yuta, pria itu tersenyum tipis, ia menganggap wanita di hadapannya kini sangat aneh."Maaf apa?" tanya dia lagi, sengaja dilakukannya untuk membuat Hasna bicara lebih banyak, wanita itu mengusik pikirannya sejak malam pesta beberapa hari lalu. Pendiam, selalu menunduk dan lumayan manis.Hasna mengangkat wajah, mengulum bibirnya sendiri, "Maaf sudah membuat Anda terlibat masalah karena menolong saya," ucapnya pelan, sarat akan rasa bersalah."Well, tapi ... permintaan maafmu sangat terlambat, Ibu desainer," ucap Yuta mendekat. Hasna gelagapan, dia berdeham beberapa kali, sangat risi dengan sikap pria jangkung itu."Maaf, saya menyesal. Bisakah kita m
Selamat membaca!*****Pagi hari di rumah Prasetya, Yuta dikagetkan dengan ketukan pintu tergesa dari luar, pria itu beranjak bangun lantas membuka pintu, ia menginap semalam."Tuan muda, tolong! T—tuan Pras tidak sadarkan diri di kamarnya," ucap pelayan itu tergagap begitu pintu terbuka, Yuta melebarkan mata, gegas ia berlari menuruni tangga, di depan kamar para pelayan yang sedang berkerumun memberinya jalan."Panggil keamanan di depan, cepat!" seru Yuta dengan suara keras, membuat para pelayan itu terperanjat."B—baik, Tuan muda," ucap wanita yang masih menggunakan apron itu seraya berbalik. Yuta panik, kesehatan Prasetya memang tengah drop akhir-akhir ini, mudah lelah dan gampang sakit. "Bangun, Pa!" Ada nada cemas dalam suaranya, wajah itu memerah. Tak lama dari arah pintu muncul tiga orang pria berperawakan tinggi besar, Yuta menatap tajam mereka."Bantu aku mengangkat papa ke mobil!" serunya emosional, mereka segera mendekat lantas mengangkat tubuh lunglai Prasetya ke mobil. Y
Selamat membaca!*****"Iya, Pak! Dia istri saya," ucap Yuta sungguh-sungguh, membuat Hasna terperangah, serta merta ia dipaksa Yuta keluar dari jok mobil, menarik tangannya ke bagian samping area kafe.Hasna menyentak hingga pegangan Yuta terlepas, akibatnya tubuh wanita itu oleng, dia kehilangan keseimbangan dan hampir saja terjerembap ke tanah, tapi Yuta merengkuh pinggangnya, tatapan mereka bertemu sesaat sebelum Hasna terkejut lantas buru-buru berdiri tegak.Dua kali ia hampir mencelakai Alya hari ini, dia mendekap erat putrinya. Lantas netranya beralih menatap Yuta, pria berkulit putih itu hanya menatap Hasna dengan perasaan lega, lega karena berhasil menahan wanita itu pergi."Apa yang Anda inginkan? Jangan berbuat aneh seperti tadi! Saya bukan istri Anda!" Hasna menekan kata terakhirnya, wajahnya menyiratkan kekesalan. Yuta membuang muka, menyembunyikan senyum terkulumnya dari Hasna, tak ingin wanita itu semakin marah dan pergi lagi."Oke, tidak masalah kalau kamu tidak mau me
Selamat membaca!*****Sesampainya di rumah, Hasna langsung menyuapi Alya bubur, anak itu makan dengan lahap, setelahnya Hasna menyusuinya, lantas menidurkan dalam box bayi, tak perlu waktu lama, Alya sudah terlelap.Gegas ia membersihkan diri, lantas bersiap-siap, ia akan pergi dengan Puspa dan Arya melayat ke rumah Prasetya. Sepuluh menit kemudian wanita itu telah rapi dengan abaya hitam dan hijab berwarna senada, gegas ia ke luar kamar, jam dinding sudah menunjuk angka tiga sore."Bi! Bi Marni!" panggilnya. Dari arah dapur Bi Marni keluar, dengan tergopoh ia menghampiri Hasna."Bi, saya titip Alya, ya. Ayah teman meninggal, Hasna mau melayat ke sana, nanti kalau dia bangun, kasihkan ASI di dalam kulkas! Saya pamit ya, Bi!" serunya, Bi Marni mengangguk paham, setelahnya Hasna berlalu keluar.Tepat saat ia mengeluarkan mobil, bunyi klakson dari mobil Arya mengagetkannya. dia mengangguk sepintas kala Puspa melambaikan tangan, setelahnya ia masuk ke dalam BMW hitam itu, lantas melajuk
Selamat membaca!*****Satu minggu berlalu, setelah meminta petunjuk kepada Allah dengan shalat Istikharah selama 3 malam berturut-turut, Hasna kini yakin untuk memenuhi janji menerima lamaran terakhir Prasetya. Malam itu, Yuta mengirikan pesan padanya.[Apa kamu yakin ingin menepati janji itu?] tanyanya.[Ya,] balas Hasna singkat, ia tak mau memperpanjang interaksi dengan pria itu, tqkut menimbulkan syahwat dan membawa mereka kepada zina hati.[Tidak, bukan itu maksudku,] jawabnya lagi.[Lantas?] Hasna mengernyit heran, kenapa dengan lelaki ini.[Apa kamu merasa terpaksa karena terikat janji dengan almarhum papa?] tanyanya setelah hening beberapa saat. Hasna menarik napas dalam membaca pesan lelaki yang menghiasi mimpinya tiga malam ini, mendadak ia merasa bahwa pria ini tengah ragu dengan pernikahan mereka.[Apa maksudmu? Jika kau tidak mau, kita bisa batalkan. Aku juga tidak mau terkesan memaksamu menikah,] tulis Hasna emosional. Dia malu dengan dirinya sendiri, mungkin saja Yuta t
Selamat membaca!*****"Kembalikan ponselku, Jalang!" teriaknya, tapi Hasna hanya membalas dengan senyum miring, ia mengangkat tinggi-tinggi ponsel berlogo Apple itu, sekali hantam benda pipih tersebut hancur berkeping-keping. Siska kalap, dengan langkah tergesa ia maju menerjang Hasna.Argh! Erang Siska saat tubuhnya tersungkur ke tanah akibat dorongan Hasna, Toha maju hendak melindungi istri mudanya, tetapi langkahnya di tahan Yuta dengan menarik kerah baju bagian belakang pria itu. Siska memungut serpihan ponselnya, dia menatap Hasna berang."Kau harus mengganti ponselku, atau ....""Atau apa?""Atau kubongkar hubungan kalian pada publik!" teriaknya. Hasna tersenyum miring, ia mendekat menyorot netra Siska tajam."Lakukan sesukamu," ucapnya, kemudian mendekat pada telinga perempuan itu, "Aku akan menikah," bisiknya kemudian menarik diri. Senyum puas terpatri di wajahnya kala melihat wajah Siska menegang."Pak Mahmud!" panggil Hasna."Iya, Neng,""Usir mereka! Lain kali jangan dibi
Selamat membaca! Jangan lupa tahan napas!*****Setelah Siska berlalu dari ruangan itu, Puspa menghampiri Hasna lantas duduk di sampingnya, ia menatap iba sahabatnya."Kasihan kamu, Has. Banyak sekali ujian yang harus kamu hadapi," ucap Puspa mengelus lembut bahu Hasna. Wanita berhijab itu tersenyum sendu."Aku tetap bersyukur, Kak. Di balik semua ini ada hikmahnya, aku ditempah menjadi wanita kuat dan pantang menyerah," sahutnya seraya menepuk pelan punggung tangan Puspa."Ceritakan bagaimana kehidupanmu belakangan ini! Kita sudah jarang bertemu," ujar Puspa menopang dagu, Hasna tersenyum simpul, kemudian menceritakan kejadian di rumah sakit dengan Prasetya pada wanita itu."Ya Tuhan, jadi bagaimana? Kau menerimanya?" tanya Puspa antusias, ia tak bisa menyembunyikan senyumannya."Aku sudah minta petunjuk sama Allah juga sudah terikat janji sama almarhum Pak Prasetya, so ...." ucap Hasna menangguk seraya tersenyum. Puspa memekik girang, ia memeluk Hasna erat, ikut bahagia untuk sahaba
Selamat membaca!*****Di rumah sakit, Yuta menunggu dengan panik, ia tak tenang, berjalan mondar-mandir di depan ruangan IGD. Tak lama dari arah pintu masuk Puspa dan Arya tiba bersamaan, keduanya telah dihubungi Yuta sejak Hasna diperiksa."Gimana Hasna?" tanya Puspa ngos-ngosan, Arya mengusap punggung wanitanya, hanya agar ia tenang. "Dia mengeluarkan banyak darah, sekarang sedang ditangani dokter," sahut Yuta, Puspa memijit dahinya dengan sebelah tangan, "Ya Tuhan, Hasna ...." gumamnya menitikkan air mata, Arya merangkulnya kemudian mengajak wanita itu duduk di bangku lobi."Tenang, Sayang," ucap Arya, Puspa menatap lelaki itu dengan mata basah."Aku harus menghubungi keluarganya, Mas, Bu Rani harus tahu," ucap Puspa seraya merogoh tas tangannya. Arya mengangguk kemudian bangkit mendekati Yuta, pria itu tampak sangat resah, ia menepuk pelan pundak Yuta, "Kau terlalu menghawatirkannya, apa aku melewatkan sesuatu?" tanya Arya penasaran.Yuta menghujam tatapan tajam pada Arya, seket
Selamat membaca!*****Sore hari, Hasna diperbolehkan pulang, Yuta dengan setia menemaninya. Rani mendapat kabar bahwa mereka menginap di hotel semalaman, hingga tidak pulang. Hasna benar-benar menyembunyikan kebenaran tentang ia yang hampir celaka oleh Selena, wanita itu tak ingin ibu dan ayahnya khawatir.Tiba di rumah, Hasna segera istirahat, ia mengatakan sedang tidak enak badan, dua orang tuanya percaya saja, mereka membiarkan Hasna istirahat untuk beberapa saat."Mas pergi sebentar, ya?" Hasna mengangguk. Yuta mengusap lembut kepalanya, "Mas nggak akan membiarkan Selena begitu saja, dia akan membayar mahal semua ini," ucap pria itu dengan sorot dingin. Wanita yang tengah berbaring di ranjang itu mengernyit bingung."Maksud Mas gimana?" tanyanya, Yuta menggeleng, " Biar mas yang urus semua, kamu tunggu dan lihatlah," ucapnya dengan rahang mengeras, dia beranjak bangkit, namun Hasna menahan langkah pria itu dengan menarik tangannya."Tunggu, Mas!" Yuta berbalik, kembali duduk di s
Selamat membaca!*****Selena berjalan semakin dekat, wajah wanita itu penuh dendam, matanya gelap penuh amarah. Hasna mulai khawatir, ia memindai seluruh ruangan, sementara selena menyeringai licik.Hasna mengambil ancang-ancang, saat jarak mereka hanya satu langkah lagi, Selena mengeluarkan botol parfum dari tasnya, kemudian melemparkan ke belakang Hasna, walhasil cermin itu jatuh berhamburan seiring pekikan Hasna.Tawa mengerikan Selena menggema memenuhi ruang itu. Hasna ketakutan, bagaimana pun ia pernah menjadi korban percobaan pembunuhan, ketika melihat tawa Selena, seketika wajah psikopat Siska terbayang, 'Ya Allah, apa aku akan dibunuh untuk kedua kalinya?' batinnya."Selena, jangan nekat! Apa yang kamu lakukan?" pekik wanita berhijab itu saat melihat Selena mengambil sepotong pecahan kaca runcing."Ini ... bagaimana kalau bagian runcing kaca ini menembus lapisan kulitmu? Pasti sangat menyenangkan," ucapnya menyeringai, dia tertawa lagi."Tidak! Jangan Selena! Kau akan masuk p
Selamat membaca!*****Malam pesta kantor telah tiba, Yuta sedang bercanda dengan Alya di ruang tengah. Hasna tengah bersiap-siap di kamarnya, ia mengenakan gamis dengan bawahan kembang payung, kombinasi bahan polos dan sedikit kain tile pada bagian lengan kiri dan bagian depan atas.Dipermanis dengan tali pinggang bertabur payet kristal, Hasna tampak anggun dan berkali lipat lebih cantik. Apalagi ia merias wajahnya sedikit lebih bold, senada dengan gaun merah marun miliknya, sangat cocok untuk acara pesta malam hari, keduanya hendak membawa serta Alya, tetapi bayi itu menangis kejer karena mengantuk."Sudah, Nak! Kalian pergi saja, ya! Biar Alya sama ibu dulu, sepertinya dia mengantuk," ucap Rani, mereka akhirnya menurut juga, kemudian berpamitan pada Rani.———Di mobil, Yuta tak henti melirik wanitanya, rasa itu kian bertambah kala ia melihat betapa sempurna wanita di sampingnya. Keibuan, cantik, taat beragama, sukses dan sangat classy. Dia merasa sangat bersyukur dijodohkan Allah d
Selamat membaca!*****Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa sudah sebulan usia pernikahan Yuta dan Hasna, mereka hidup bahagia serta harmonis."Sayang, malam lusa kamu ikut mas ke pesta kantor, ya?" tanya Yuta, Hasna yang tengah mendraping gaun menoleh sesaat, mengangguk seraya melempar senyum."Oh, ya? baju yang kamu desain waktu itu sudah jadi?" tanya pria itu lagi."Sudah, Mas! Kamu mau pakai baju itu?" tanya Hasna ragu, ternyata ia benar-benar menepati perkataannya waktu itu. Pria itu mengangguk pertanda ia serius."Baiklah, nanti aku suruh jahit yang pas di ukuran badan kamu," terang wanita itu, Yuta pamit ke kantor setelahnya, hari ini akan ada meeting penting dengan Bimaswara. Tiga minggu lalu, saat perusahaan Yuta ingin mengakhiri kontrak kerja dengan Bimaswara, pria itu menolaknya, menuntut profesionalitas agar tak melibatkan masalah pribadi dan bisnis."Apabila Pak Yuta tidak nyaman dengan sekretaris saya, makan akan kami ganti, tolong jangan sembarangan mengakhiri kontrak
Selamat membaca!*****Pagi biru itu masih menyisakan syahdu semalam, dua insan yang baru mengecap indahnya ikatan halal masih bergelung dalam selimut, Hasna mengerjap saat ponselnya bergetar di bawah bantal, dengan mata setengah terbuka ia meraih dan menonaktifkan alarm yang selalu di aturnya agar tidak melewatkan shalat Subuh.Kedua sudut bibir ranum itu tertarik ke samping kala merasakan tangan kekar Yuta melingkari pinggangnya posesif, ia menyingkirkan perlahan, beringsut turun dari ranjang kemudian berlalu ke kamar mandi. Tak lama ia keluar dari sana, berjalan ke samping ranjang dengan kelopak mawar yang sudah berserakan. Dia mengulum senyum lantas segera mengenakan mukena."Mas, bangun! Shalat subuh dulu," lirihnya, Yuta mengerjap, lelaki yang masih bertelanjang dada itu mengulas senyum menawan dengan muka bantalnya. Dia merengkuh pinggang Hasna, menarik tubuh wanita itu hingga terjatuh kembali tepat dalam pelukannya."Eh!" seru Hasna terkejut, dia berusaha bangkit, tetapi Yuta
Selamat membaca!*****Dalam ruangan serba putih dengan dekorasi khas pengantin baru Hasna dihinggapi kecanggungan, terlebih Yuta berdiri dengan kedua tangan disaku celana, menatapnya tanpa kedip. Baju pengantin masih melekat di tubuhnya, ia hanya bisa membunuh canggung itu dengan menyapu pandang ke seluruh sudut ruangan.Tak dipungkiri, walau pun canggung wanita itu terpana dengan suasana yang begitu romantis, lilin beraroma terapi berbaris di sudut-sudut ruangan, menyuluh wajah dua insan yang baru sah dalam ikatan halal, ranjang ukuran king size berdiri kokoh di tengah ruangan, taburan kelopak mawar merah kontras dengan warna seprei putih gading menambah keindahan suasana.Yuta berjalan mendekat, tangan kekar itu melingkari perut wanitanya. Hasna terpaku, dapat dirasakan pria itu tubuhnya menegang, dia mengulum senyum."Kau ... mandilah lebih dulu," lirihnya pelan, serupa sapuan angin di telinga Hasna, wanita berhijab itu sampai menahan napas saking gugupnya. Yuta melepas lingkaran
Selamat membaca!*****"Ananda Yuta Bima Prasetya, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan Hasna Anandita binti Handoko dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan emas seberat tujuh ratus gram dibayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya Hasna Anandita binti Handoko dengan mas kawin tersebut tunai.""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!" Iringan doa untuk kedua mempelai menggema memenuhi aula, Hasna menitikkan air mata, suara lantang lelakinya tatkala mengucapkan ijab kabul membuatnya terharu.Dia dituntun hingga tiba di samping suaminya, mereka menandatangani surat nikah. Jari manis Hasna dipasangkan cincin sebagai tanda serah terima mahar, pergelangan tangannya juga dilingkari gelang emas nan indah, wanita berhijab itu meraih tangan Yuta kemudian menciumnya takzim. Pria itu membacakan doa sembari menyentuh kepala sang istri."Cium keningnya!" seru teman-teman Yuta. Wajah keduanya memanas, terlebih Hasna, ia masih malu dengan pria yang baru dikenalnya beberapa bulan terakhir. Yuta menye
Selamat membaca!*****Setelah dari kafe itu, Hasna lebih sering termenung, entah kenapa ia merasa sangat penasaran dengan Selena, kini ia menunggu informasi dari Puspa tentang identitas wanita itu dan apa hubungannya dengan Yuta.Dan seperti keinginannya, Puspa menghubungi wanita itu keesokan harinya, mereka sepakat bertemu bertiga dengan Arya, Puspa sengaja mengajak kekasihnya itu agar Hasna lebih puas menanyakan langsung pada pria itu.Hasna langsung berangkat tatkala Puspa mengirimkan lokasinya, ia menitipkan Alya pada Rani, beralasan ada hal penting yang harus di urusnya, ia sengaja tak memberi tahukan yang sebenarnya, takut sang ibu salah paham dan kepikiran."Hati-hati, Sayang! Besok adalah hari pernikahanmu, jaga diri baik-baik," ucap Rani mengingatkan, Hasna mengangguk seraya tersenyum lantas meraih tangan sang ibu, menciumnya takzim.———Setibanya di kafe tempat biasa bertemu Puspa, Hasna langsung masuk, netranya menyapu seluruh bagian dan meja, ia melihat lambaian tangan Pu
Selamat membaca!*****Keesokan harinya, Rusni mengantar uang itu ditemani Rita, mereka menjual mobil dan seluruh aset yang sudah terkumpul dengan kerja keras Toha selama ini, termasuk sertifikat rumah mereka gadaikan untuk mengumpulkan uang lebih banyak. Semakin banyak setoran, semakin banyak pula uang yang digandakan, pikir mereka.Tanpa menunggu lama, taksi yang mereka tumpangi melaju ke rumah Rosana, sesampainya dengan tergesa mereka masuk, tak sabar ingin menyerahkan satu tas besar uang ratusan juta itu pada Rosana."Cepat, Rit!" serunya mendekap tas berisi gepok rupiah itu dengan erat."Sabar, Bu! Kenapa buru-buru banget, sih!" ucap Rita kewalahan mengikuti langkah ibunya, halaman rumah yang luas agak sedikit jauh dari gerbang utama, walhasil mereka harus mengitari halaman lumayan lama."Sabar-sabar, kamu ini! Semakin cepat uang ini sampai di tangan Bu Rosana, semakin cepat digandakan, dan ... kamu tau artinya apa? Semakin cepat kita jadi miliuner, Sayang!" pekik wanita paruh ba