Selamat membaca!*****"Duduk!" titahnya pada bungsu lelaki kebanggaannya. Yuta langsung duduk di hadapan sang papa, kepalanya terangkat menatap lurus wajah berkeriput yang masih menyisakan gurat-gurat ketampanan itu, menanti reaksi apa yang akan diterimanya."Bawa wanita itu kemari!" Sontak pria jangkung itu melebarkan mata, seolah tak percaya dengan ucapan sang papa, ia menatap lekat wajah Prasetya, sorot kesungguhan terpancar di kedua bola mata yang tetap tenang dalam kondisi apa pun."Tapi untuk apa, Pa?" tanya Yuta berdecak, ia tak ingin melibatkan Hasna lebih jauh lagi dalam hidupnya, wanita itu bahkan teman-temannya tak pernah tahu, hidup yang dijalani Yuta jauh dari kata normal. Kesuksesannya kini membuat pria itu hidup berdampingan dengan maut yang bisa datang kapan saja."Berkenalan tentunya, papa suka cara kamu memilih calon istri, matang dan sukses, good!" ucapnya manggut-manggut. Sedang Yuta memutar bola mata malas, Prasetya telah salah paham."Ayolah, Pa! Itu hanya kebe
Selamat membaca!*****"Tunggu!" panggilnya, pria itu berbalik, kedua alisnya terangkat melihat Hasna mendekat. Dia menghela napas lalu bersandar di mobil seraya bersedekap, tatapannya tetap sedatar tadi. Begitu dekat, Hasna kembali merasa gugup, dicobanya menatap pria itu."Maaf ...." ucapnya lirih, hampir seperti embusan angin di telinga Yuta, pria itu tersenyum tipis, ia menganggap wanita di hadapannya kini sangat aneh."Maaf apa?" tanya dia lagi, sengaja dilakukannya untuk membuat Hasna bicara lebih banyak, wanita itu mengusik pikirannya sejak malam pesta beberapa hari lalu. Pendiam, selalu menunduk dan lumayan manis.Hasna mengangkat wajah, mengulum bibirnya sendiri, "Maaf sudah membuat Anda terlibat masalah karena menolong saya," ucapnya pelan, sarat akan rasa bersalah."Well, tapi ... permintaan maafmu sangat terlambat, Ibu desainer," ucap Yuta mendekat. Hasna gelagapan, dia berdeham beberapa kali, sangat risi dengan sikap pria jangkung itu."Maaf, saya menyesal. Bisakah kita m
Selamat membaca!*****Pagi hari di rumah Prasetya, Yuta dikagetkan dengan ketukan pintu tergesa dari luar, pria itu beranjak bangun lantas membuka pintu, ia menginap semalam."Tuan muda, tolong! T—tuan Pras tidak sadarkan diri di kamarnya," ucap pelayan itu tergagap begitu pintu terbuka, Yuta melebarkan mata, gegas ia berlari menuruni tangga, di depan kamar para pelayan yang sedang berkerumun memberinya jalan."Panggil keamanan di depan, cepat!" seru Yuta dengan suara keras, membuat para pelayan itu terperanjat."B—baik, Tuan muda," ucap wanita yang masih menggunakan apron itu seraya berbalik. Yuta panik, kesehatan Prasetya memang tengah drop akhir-akhir ini, mudah lelah dan gampang sakit. "Bangun, Pa!" Ada nada cemas dalam suaranya, wajah itu memerah. Tak lama dari arah pintu muncul tiga orang pria berperawakan tinggi besar, Yuta menatap tajam mereka."Bantu aku mengangkat papa ke mobil!" serunya emosional, mereka segera mendekat lantas mengangkat tubuh lunglai Prasetya ke mobil. Y
Selamat membaca!*****"Iya, Pak! Dia istri saya," ucap Yuta sungguh-sungguh, membuat Hasna terperangah, serta merta ia dipaksa Yuta keluar dari jok mobil, menarik tangannya ke bagian samping area kafe.Hasna menyentak hingga pegangan Yuta terlepas, akibatnya tubuh wanita itu oleng, dia kehilangan keseimbangan dan hampir saja terjerembap ke tanah, tapi Yuta merengkuh pinggangnya, tatapan mereka bertemu sesaat sebelum Hasna terkejut lantas buru-buru berdiri tegak.Dua kali ia hampir mencelakai Alya hari ini, dia mendekap erat putrinya. Lantas netranya beralih menatap Yuta, pria berkulit putih itu hanya menatap Hasna dengan perasaan lega, lega karena berhasil menahan wanita itu pergi."Apa yang Anda inginkan? Jangan berbuat aneh seperti tadi! Saya bukan istri Anda!" Hasna menekan kata terakhirnya, wajahnya menyiratkan kekesalan. Yuta membuang muka, menyembunyikan senyum terkulumnya dari Hasna, tak ingin wanita itu semakin marah dan pergi lagi."Oke, tidak masalah kalau kamu tidak mau me
Selamat membaca!*****Sesampainya di rumah, Hasna langsung menyuapi Alya bubur, anak itu makan dengan lahap, setelahnya Hasna menyusuinya, lantas menidurkan dalam box bayi, tak perlu waktu lama, Alya sudah terlelap.Gegas ia membersihkan diri, lantas bersiap-siap, ia akan pergi dengan Puspa dan Arya melayat ke rumah Prasetya. Sepuluh menit kemudian wanita itu telah rapi dengan abaya hitam dan hijab berwarna senada, gegas ia ke luar kamar, jam dinding sudah menunjuk angka tiga sore."Bi! Bi Marni!" panggilnya. Dari arah dapur Bi Marni keluar, dengan tergopoh ia menghampiri Hasna."Bi, saya titip Alya, ya. Ayah teman meninggal, Hasna mau melayat ke sana, nanti kalau dia bangun, kasihkan ASI di dalam kulkas! Saya pamit ya, Bi!" serunya, Bi Marni mengangguk paham, setelahnya Hasna berlalu keluar.Tepat saat ia mengeluarkan mobil, bunyi klakson dari mobil Arya mengagetkannya. dia mengangguk sepintas kala Puspa melambaikan tangan, setelahnya ia masuk ke dalam BMW hitam itu, lantas melajuk
Selamat membaca!*****Satu minggu berlalu, setelah meminta petunjuk kepada Allah dengan shalat Istikharah selama 3 malam berturut-turut, Hasna kini yakin untuk memenuhi janji menerima lamaran terakhir Prasetya. Malam itu, Yuta mengirikan pesan padanya.[Apa kamu yakin ingin menepati janji itu?] tanyanya.[Ya,] balas Hasna singkat, ia tak mau memperpanjang interaksi dengan pria itu, tqkut menimbulkan syahwat dan membawa mereka kepada zina hati.[Tidak, bukan itu maksudku,] jawabnya lagi.[Lantas?] Hasna mengernyit heran, kenapa dengan lelaki ini.[Apa kamu merasa terpaksa karena terikat janji dengan almarhum papa?] tanyanya setelah hening beberapa saat. Hasna menarik napas dalam membaca pesan lelaki yang menghiasi mimpinya tiga malam ini, mendadak ia merasa bahwa pria ini tengah ragu dengan pernikahan mereka.[Apa maksudmu? Jika kau tidak mau, kita bisa batalkan. Aku juga tidak mau terkesan memaksamu menikah,] tulis Hasna emosional. Dia malu dengan dirinya sendiri, mungkin saja Yuta t
Selamat membaca!*****"Kembalikan ponselku, Jalang!" teriaknya, tapi Hasna hanya membalas dengan senyum miring, ia mengangkat tinggi-tinggi ponsel berlogo Apple itu, sekali hantam benda pipih tersebut hancur berkeping-keping. Siska kalap, dengan langkah tergesa ia maju menerjang Hasna.Argh! Erang Siska saat tubuhnya tersungkur ke tanah akibat dorongan Hasna, Toha maju hendak melindungi istri mudanya, tetapi langkahnya di tahan Yuta dengan menarik kerah baju bagian belakang pria itu. Siska memungut serpihan ponselnya, dia menatap Hasna berang."Kau harus mengganti ponselku, atau ....""Atau apa?""Atau kubongkar hubungan kalian pada publik!" teriaknya. Hasna tersenyum miring, ia mendekat menyorot netra Siska tajam."Lakukan sesukamu," ucapnya, kemudian mendekat pada telinga perempuan itu, "Aku akan menikah," bisiknya kemudian menarik diri. Senyum puas terpatri di wajahnya kala melihat wajah Siska menegang."Pak Mahmud!" panggil Hasna."Iya, Neng,""Usir mereka! Lain kali jangan dibi
Selamat membaca! Jangan lupa tahan napas!*****Setelah Siska berlalu dari ruangan itu, Puspa menghampiri Hasna lantas duduk di sampingnya, ia menatap iba sahabatnya."Kasihan kamu, Has. Banyak sekali ujian yang harus kamu hadapi," ucap Puspa mengelus lembut bahu Hasna. Wanita berhijab itu tersenyum sendu."Aku tetap bersyukur, Kak. Di balik semua ini ada hikmahnya, aku ditempah menjadi wanita kuat dan pantang menyerah," sahutnya seraya menepuk pelan punggung tangan Puspa."Ceritakan bagaimana kehidupanmu belakangan ini! Kita sudah jarang bertemu," ujar Puspa menopang dagu, Hasna tersenyum simpul, kemudian menceritakan kejadian di rumah sakit dengan Prasetya pada wanita itu."Ya Tuhan, jadi bagaimana? Kau menerimanya?" tanya Puspa antusias, ia tak bisa menyembunyikan senyumannya."Aku sudah minta petunjuk sama Allah juga sudah terikat janji sama almarhum Pak Prasetya, so ...." ucap Hasna menangguk seraya tersenyum. Puspa memekik girang, ia memeluk Hasna erat, ikut bahagia untuk sahaba