Selamat membaca!*****Di rumah sakit, Yuta menunggu dengan panik, ia tak tenang, berjalan mondar-mandir di depan ruangan IGD. Tak lama dari arah pintu masuk Puspa dan Arya tiba bersamaan, keduanya telah dihubungi Yuta sejak Hasna diperiksa."Gimana Hasna?" tanya Puspa ngos-ngosan, Arya mengusap punggung wanitanya, hanya agar ia tenang. "Dia mengeluarkan banyak darah, sekarang sedang ditangani dokter," sahut Yuta, Puspa memijit dahinya dengan sebelah tangan, "Ya Tuhan, Hasna ...." gumamnya menitikkan air mata, Arya merangkulnya kemudian mengajak wanita itu duduk di bangku lobi."Tenang, Sayang," ucap Arya, Puspa menatap lelaki itu dengan mata basah."Aku harus menghubungi keluarganya, Mas, Bu Rani harus tahu," ucap Puspa seraya merogoh tas tangannya. Arya mengangguk kemudian bangkit mendekati Yuta, pria itu tampak sangat resah, ia menepuk pelan pundak Yuta, "Kau terlalu menghawatirkannya, apa aku melewatkan sesuatu?" tanya Arya penasaran.Yuta menghujam tatapan tajam pada Arya, seket
Selamat membaca!*****Sinar mentari pagi menghangatkan seluruh pelosok kota, gedung-gedung menjulang, arakan mega serta embusan sepoi udara pagi, menambah syahdu suasana pagi itu. Di dekat pintu Yuta berdiri mengamati setiap inci wajah Hasna, walau sedikit berjarak, netra tajamnya dapat memindai dengan saksama.Rani menyuapi putrinya makan, Hasna tertawa lepas kala melihat tingkah ayah dan ibunya, mereka meributkan hal-hal kecil yang membuatnya iri, orang tuanya tetap mesra di usia senja, tampak sekali bahwa mereka saling kasih-mengasihi, tanpa memandang rupa, sang ayah tetap mencintai ibunya.Yuta dikejutkan dengan tepukan pelan di bahunya, ia menoleh, terlihat Puspa dan Arya datang menjenguk, mereka membawa keranjang buah dan satu buket bunga mawar putih, mereka saling sapa."Kenapa Pak Yuta berdiri di luar?" tanya Puspa heran, pria jangkung itu sudah rapi mengenakan setelan kantornya, tetapi ia belum berangkat, lebih memilih memastikan keadaan Hasna lebih dulu. Semalam Yuta tidak
Selamat membaca!*****Pagi ini Hasna mendapat panggilan ke kantor polisi untuk dimintai keterangan, ia pergi diantar Puspa, sampai di sana ia langsung memaparkan kronologis kejadian, Yuta pun turut hadir sebagai saksi mata.Walhasil Siska dan Toha terancam hukuman penjara seumur hidup, sesuai pasal 340 KUHP. Toha sudah melakukan upaya menyewa pengacara, tetapi semua bukti memberatkannya, terutama sidik jari pada gagang pisau yang digunakan Siska untuk menusuk Hasna.Mereka digiring ke dalam sel yang terletak berdekatan, Toha menatap Siska penuh kebencian di balik jeruji, sedang wanita itu tampak santai dengan pakaian oranye khas tawanan, ia bersedekap kepuasan memancar dari wajahnya melihat Toha ikut menderita."Jalang! Kenapa kau melakukan ini padaku? Katakan!" teriaknya. Siska meringis, ia memegang telinganya."Psssst! Diam! Kau bisa merusak gendang telingaku," ucap Siska tersenyum mengejek. "Aku melakukan ini karena cinta, Sayang," ucapnya lagi, sedangkan Toha melongo tak percaya,
Selamat membaca!*****Di rumahnya, Rusni dan Rita mondar-mandir tak tenang, bagaimana tidak, sudah beberapa hari ini Toha atau Siska tak ada yang pulang pun mengabari mereka, sedangkan uang dan persediaan bahan makanan sudah menipis, selama ini hidup mereka terlalu senang ditanggung oleh Toha dan Siska."Bagaimana ini, Bu? Mau makan apa kita?" tanya Rita kelimpungan, Rusni mengembuskan napas gusar."Ibu juga nggak tau, Rit," sahut Rusni dengan alis menaut heran, ke mana kiranya anak dan menantu kesayangannya pergi? Di tengah kebingungan, terdengar telepon rumah berbunyi, gegas Rita mengangkatnya, berharap itu adalah Siska atau pun Toha."Halo!" ucap Rita bersemangat."Apa?" pekiknya tiba-tiba setelah mendengar berita di seberang sana, wanita berkulit kecokelatan itu terperangah lalu tubuhnya luruh di sofa dengan tatapan nanar."Ada apa, Rita?" tanya Rusni mulai tak tenang. Tak mendapat reaksi berarti dari Rita, secepat kilat ia menyambar gagang telepon, kemudian menanyakan apa yang t
Selamat membaca!*****Waktu terus berlalu, Toha dan Siska resmi mendekam di penjara. Kini Hasna sedang menunggu hari bahagianya datang, pesta meriah yang akan terlaksana sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, Yuta mengurus semua dengan baik dibantu Bagaskara.Pagi itu ketika matahari mulai merambat naik, Yuta menghubungi calon istrinya, dia akan mengajak Hasna fitting baju hari ini.[Bersiaplah, setengah jam lagi kita berangkat,] tuturnya saat panggilan terhubung."Ke mana?" tanya Hasna bingung, pasalnya lelaki itu tak pernah memberitahu sebelumnya, dia selalu to the point menanggapi semua masalah tanpa bertele-tele.[Fitting baju,] sahut pria itu singkat."Baiklah," sahutnya menurut, selanjutnya panggilan pun terputus. Hasna menghela napas besar, "Kenapa semua jadi sesukanya? Haaahh! Menyebalkan sekali, padahal aku ingin merancang sendiri gaun pernikahan itu," gumamnya seraya beranjak bangkit.Di ruang tengah tampak Rani dan Handoko sedang mengisi surat undangan untuk beberapa kerabat d
Selamat membaca!*****Setelah acara makan-makan, Hasna diantar pulang oleh Yuta, pria itu merasa lega sudah menyampaikan maksudnya. Hasna tak banyak membantah, dia hanya bilang akan mempertimbangkan usulan yang lebih mirip perintah dari lelaki itu.Sesampai di rumah, Hasna turun dari mobil setelah dibukakan pintu oleh Yuta. Kini ia harus terbiasa dengan ritual buka pintu itu, si calon suami memintanya untuk tetap duduk sebelum dia membukakan pintu. Hasna berdiri berhadapan dengan prianya."Kamu ... mau masuk dulu?" tanyanya ragu, walau pun mereka sudah akan menikah, tetapi kecanggungan itu tetap mendominasi ketika mereka bersama."Tidak usah, aku masih ada pekerjaan setelah ini," sahut Yuta seraya melirik jam tangannya. Hasna mengangguk paham, detik selanjutnya Bugatti mewah itu meluncur pergi meninggalkan halaman rumah Hasna.Sepeninggal Yuta, wanita berhijab itu segera memasuki rumah, di dalam sana Rani sudah menunggunya dengan Alya di pangkuan. Hasna segera mendekat, mengambil ali
Selamat membaca!*****Keesokan harinya Rusni dan Rita pergi menemui Bu Rosana yang digadang-gadang bisa melipat gandakan uang oleh mereka. Rita tak sabar menunggu, ia mendesak sang ibu untuk segera pergi hari itu juga.Tiba di rumah Rosana, mereka segera dipersilakan masuk, rumah besar bergaya modern dengan pilar-pilar menjulang. halamannya tampak luas dengan berbagai tanaman hias aglonema. Bagian dalam rumah di isi perabotan mewah yang didominasi warna gold."Silakan duduk, Bu Rusni, Rita!" seru Rosana seraya berlalu ke belakang. Ibu dan anak itu pun menduduki sofa berukir itu, tangan mereka mengusap materialnya yang empuk, dua pasang netra memindai seluruh penjuru rumah mewah yang mereka datangi, semakin bertambahlah keyakinan keduanya pada sosok Rosana yang baru dua hari dikenal Rusni."Bu, rumah ini besar sekali, mewah lagi," ucap Rita menatap ibunya. Rusni tersenyum bangga."Apa juga kata ibu, Rit! Kamu sih, nggak percaya," sahut wanita paruh baya itu ikut menyorot segala penjur
Selamat membaca!*****Keesokan harinya, Rusni mengantar uang itu ditemani Rita, mereka menjual mobil dan seluruh aset yang sudah terkumpul dengan kerja keras Toha selama ini, termasuk sertifikat rumah mereka gadaikan untuk mengumpulkan uang lebih banyak. Semakin banyak setoran, semakin banyak pula uang yang digandakan, pikir mereka.Tanpa menunggu lama, taksi yang mereka tumpangi melaju ke rumah Rosana, sesampainya dengan tergesa mereka masuk, tak sabar ingin menyerahkan satu tas besar uang ratusan juta itu pada Rosana."Cepat, Rit!" serunya mendekap tas berisi gepok rupiah itu dengan erat."Sabar, Bu! Kenapa buru-buru banget, sih!" ucap Rita kewalahan mengikuti langkah ibunya, halaman rumah yang luas agak sedikit jauh dari gerbang utama, walhasil mereka harus mengitari halaman lumayan lama."Sabar-sabar, kamu ini! Semakin cepat uang ini sampai di tangan Bu Rosana, semakin cepat digandakan, dan ... kamu tau artinya apa? Semakin cepat kita jadi miliuner, Sayang!" pekik wanita paruh ba