“Sshhh ….”
Liceo terhenyak ketika dia mendengar suara desisan dari arah Lareina. Dia menatap wajah pucat sang gadis, yang kini sedang memegang kepala sambil berusaha duduk. Mata Lareina menatap ke sekelilingnya. Hingga tatapannya terhenti saat matanya bersirobok dengan mata elang milik Liceo. Matanya yang teduh itu seketika berkaca-kaca.Lareina menggeleng-gelengkan kepala seraya beringsut mundur. “Tidak, tolong lepaskan aku. Aku tidak mau melayanimu. Aku bukan budakmu!”Setelah mengatakan itu, dia pun bangkit dan berniat untuk melarikan diri. Namun, karena tubuhnya terasa sakit dan remuk redam, serta di bagian intinya terasa nyeri, akhirnya dia kehilangan keseimbangan dan terhuyung ke belakang.Liceo dengan sigap menahan tubuhnya. “Nona, kau kenapa?”Lareina tersentak, dengan sekuat tenaga dia berusaha melepaskan diri dari pelukan Liceo. “Lepaskan aku! Aku mau pulang!”Akan tetapi, Liceo tidak melepaskannya. Dia justru semakin mempererat dekapannya di tubuh Lareina. Kini, buliran bening itu kembali membanjiri pelupuk mata sang gadis.Lareina sudah pasrah dengan hidupnya. Tubuhnya yang sakit dan lemas, akhirnya semakin tak berdaya. Dia hanya bisa menangis tergugu. Bibirnya bergetar, matanya pun sudah nampak membengkak.“Bos, kau —”Damian yang baru sampai menghentikan ucapannya. Matanya terbelalak melihat keadaan sang bos dan sang gadis yang telah diculiknya.“Bos, apa yang terjadi? Aku sudah berhasil membawa mobil ke sini. Ayo, kita pulang. Dan gadis ini —”Damian kembali menghentikan ucapannya. Entah mengapa, tiba-tiba perasaan bersalah kini menghinggapi hatinya. Dia merasa tak tega melihat keadaan Lareina.Sementara Liceo hanya diam mematung. Seketika pikirannya kosong. Dia tengah dilema antara tindakan dan keinginannya mengenai Lareina. Dia menatap sang gadis yang tengah menangis.Awalnya dia sangat menggebu-gebu ingin memiliki Lareina. Dia ingin membawa gadis tersebut pergi dari hutan itu, dan ingin dibawa ke villa miliknya agar Lareina bisa dijadikan pemuas hasratnya. Namun, setelah dia mendengar perbincangan dua perempuan tadi, perasaannya menjadi dilema dan ragu.“Nona, di mana rumahmu? Aku akan mengantarkanmu pulang.” Akhirnya Liceo membuka suara seraya menatap lekat wajah cantik Lareina.Lareina mendongakkan wajah. Dia menatap Liceo, kemudian beralih menatap Damian. Dengan susah payah dia mencoba bangkit meskipun tubuhnya terhuyung-huyung. Liceo pun ikut berdiri.“Aku akan selalu mengingat wajah kalian berdua. Kalian manusia yang tidak memiliki hati! Kalian kejam! Hanya demi membuktikan kenormalanmu sebagai lelaki, kau tega menodaiku, menghancurkan kehormatanku, menghancurkan masa depanku!” Lareina menunjuk wajah Liceo.“Dan kau! Jika bukan karena kau yang menculikku, semua ini tidak akan terjadi pada diriku. Kau juga berperan dalam kejahatan ini. Kalian berdua sudah merencanakan semua ini. Kalian berdua jahat!” Lareina pun menunjuk wajah Damian.“Kalian tidak pernah berpikir, bahwa kalian lahir dari rahim seorang wanita, yaitu ibu kalian! Dan jika kalian memiliki saudara perempuan, bagaimana jika hal ini terjadi pada mereka? Bagaimana perasaan kalian?”Liceo dan Damian terdiam mendengarnya. Mereka merasa tertampar mendengar ucapan Lareina. Mereka berdua saling berpandangan dengan pikiran masing-masing.“Aku sangat membenci kalian berdua. Aku sangat membenci kalian!” Lareina berteriak dan berlari.Liceo dan Damian terkejut. Mereka pun berlari mengejar Lareina. Terlihat Lareina berlari dengan tertatih-tatih karena tubuhnya masih terasa sakit. Namun, dia berusaha untuk tetap berlari dan meninggalkan kedua lelaki tampan itu.“Bos, bagaimana ini? Aku khawatir jika gadis itu akan melaporkan kita pada warga desa.” Damian terlihat panik.Liceo yang sedang fokus berlari, seketika berhenti. Dia menatap sang asisten dengan wajah nyalang. Lalu, dia menarik kerah baju Damian.“Ini semua gara-gara kau, Dam! Kau yang memberi usul untuk menculik gadis itu dan untuk aku jadikan bahan percobaan! Aku waktu itu memerintahkanmu agar mencari wanita penghibur, tapi kau justru menyarankanku untuk menggagahi Lareina!” Liceo berteriak di depan wajah Damian.Dia berusaha untuk menenangkan sang bos. “Bos, tolong maafkan aku, tapi aku melakukan ini semua demi kebaikanmu, dan demi masa depanmu. Karena aku tidak ingin jika kau melepas keperjakaanmu dengan wanita yang sudah tidak virgin lagi.”“Aakkhhh! Kau menghancurkan semuanya, Damian! Sekarang apa yang harus kita lakukan? Hah!” Liceo kembali berteriak.“Bos, sekarang lebih baik kita mengejar gadis itu. A-aku tidak tega melihatnya yang berjalan dengan tertatih-tatih begitu. Aku kasihan padanya. Maafkan aku karena telah berbuat salah.”“Meminta maaflah padanya, bukan padaku! Karena memang ini semua berawal dari kesalahanmu! Aahh, sudahlah, sekarang bukan waktunya untuk berdebat.” Setelah mengatakan itu, Liceo pun bergegas mengejar Lareina.Matanya terbelalak ketika melihat sosok Lareina yang terduduk di bawah pohon besar. Gadis itu sedang memejamkan mata dan menyandarkan punggung dan kepala di pohon.Napasnya terlihat naik turun, antara menahan isak tangis dan amarah yang bercampur aduk. Perasaan Liceo semakin tak menentu melihatnya. Perlahan dia mendekati Lareina.Suara ranting kayu yang diinjak oleh Liceo, mengagetkan Lareina. Dia menatap ke arah sumber suara. Matanya yang sudah bengkak kini beradu tatap dengan mata elang Liceo.Suasana alam yang sudah mulai gelap, tetap memudahkan penglihatan Lareina terhadap sosok tinggi besar yang tengah berdiri di hadapannya. Dia pun membuang muka dengan isak tangis yang tertahan.Liceo menghela napas dengan berat. Dia berjongkok dan menatap Lareina dengan tatapan sayu. “Hari sudah gelap. Ayo, aku antarkan kau pulang. Ibumu pasti sedang menantikanmu.”Deg!Lareina menatap Liceo dengan tajam. Bibirnya bergetar. “Dari mana kau tahu tentang ibuku?”Kini, Liceo yang terhenyak. Dia menjadi salah tingkah. “A-aku teringat ucapanmu tadi.”Liceo terpaksa berbohong. Sebenarnya dia teringat perbincangan kedua perempuan tadi, tapi dia tidak berani berkata jujur karena takut Lareina akan semakin tersulut emosi.“Oh, jadi kau mendengar perkataanku tadi? Kau mendengar permohonanku? Lalu, mengapa kau tidak melepaskanku?!” Lareina berteriak.Liceo menundukkan wajah. Dia tak berani membalas tatapan Lareina yang sedang dirundung emosi. Dia benar-benar merasa sangat menyesal atas perbuatannya terhadap gadis tersebut.Tiba-tiba Lareina bangkit, lalu dia kembali melanjutkan langkahnya. Dia tidak mempedulikan panggilan Liceo yang memintanya berhenti dan ingin mengantarkannya pulang.Dengan cepat Liceo berhasil menyusul Lareina. Dia berjalan di sampingnya. Matanya terus menatap sang gadis yang hanya diam sambil terus mempercepat langkah kakinya.“Bos, ayo, naik mobil saja. Kita akan memaksa melewati jalan setapak ini.” Damian tiba-tiba sudah berada di belakang mereka dengan mengendarai mobil.Damian menghentikan laju kendaraannya dan turun. Dia membuka pintu belakang dan mempersilakan sang bos dan sang gadis. “Silakan, Bos. Silakan, Nona.”“Nona, ayo, naiklah. Kami akan mengantarkanmu pulang agar kau cepat sampai rumah.” Liceo membuka lebar pintu mobil.“Aku tidak sudi diantarkan oleh penjahat kelamin seperti kalian!”Liceo dan Damian tersentak mendengarnya. Damian hanya tertunduk, sedangkan Liceo menatap Lareina dengan sangat lekat. Damian yang sangat paham dengan karakter sang bos, merasa khawatir. Karena jika Liceo sudah tersulut emosi maka dia tidak akan memandang siapapun lawan bicaranya.Perasaan Damian sudah ketar-ketir, apalagi melihat mata Liceo yang sudah memerah dan bahkan berkaca-kaca, sementara Lareina sengaja membalas tatapan Liceo, dia terlihat begitu menantangnya.“Mengapa kau menatapku seperti itu? Apakah kau ingin marah? Kau tidak terima dengan ucapanku? Aku tidak peduli! Karena apa yang aku katakan itu semuanya benar dan kenyataan, bahwa kau dan temanmu itu penjahat kelamin!” Lareina berteriak di depan wajah Liceo.Liceo memejamkan mata. Tangannya sudah terlihat mengepal hingga urat-uratnya nampak. Damian yang melihat itu semakin khawatir. Dia mendekati sang bos. Namun, seketika langkahnya terhenti karena Liceo memberinya kode untuk berhenti.“Nona, aku tidak ingin berdebat ataup
“Ibuuu … Ibuuu … jangan tinggalkan Reina, Bu. Reina sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu. Ibu … Reina ingin ikut bersama Ibu ….”Lareina berteriak histeris. Dia menangis dengan sangat memilukan. Siang itu, ibunya sudah dimakamkan di pemakaman umum, yang terletak tidak jauh dari rumahnya.Para pelayat memenuhi rumah terakhir untuk ibu Lareina. Pemakaman tersebut dilakukan secara Islam. Sebab di desa itu memang mayoritas Muslim. Karena penduduk di desa tersebut merupakan pendatang dari Negara Albania, yang merupakan satu-satunya negara Muslim di Eropa.Para tetangga Lareina berusaha menenangkan gadis tersebut agar berhenti menangis, dan agar berhenti berteriak histeris. Namun, Lareina justru semakin histeris.Sementara Liceo dan Damian, mereka berdiri tak jauh dari makam. Tiba-tiba, mata Lareina tertuju pada kedua pemuda tampan itu. Dia menatap nyalang pada Liceo. Secepat kilat dia berlari ke arahnya.“Laki-laki iblis kau! Kau yang menyebabkan ibuku tiada. Kau jahat. Kau kej
“Kau —” Mata Lareina membola sempurna ketika ia melihat kehadiran laki-laki yang sangat dibencinya. Bola-bola kristal itu pun sudah siap meluncur dari kelopak matanya. Lareina semakin beringsut mundur, hingga tubuhnya terjatuh dari ranjang. Liceo berlari ke arahnya. “Nona Reina, kau tidak apa-apa?” Liceo mengulurkan tangan. “Jangan mendekat! Jangan sentuh aku! Menjauh dariku!” Lareina berteriak histeris. Kelima maid yang melihat pemandangan itu hanya bisa saling berpandangan. Mereka bingung dengan apa yang terjadi, sementara Lareina sudah menangis terisak. “Tuan —” Salah satu maid membuka suara. Namun, Liceo mengangkat tangannya. Dia memberi kode agar para maid itu diam dan pergi. Kelima maid itu pun bergegas keluar. Sementara Lareina menangis dengan memeluk lutut. Ia menyusupkan wajah di antara kedua lututnya. Liceo meneguk ludah dengan susah payah, tenggorokannya terasa tercekat. “Nona, a-aku mohon, tolong maafkan kesalahanku. Aku berjanji akan bertanggung jawab. A
Lareina kembali membabi-buta. Bahkan dia melempari Liceo dengan bantal guling yang ada di ranjang, dan benda apa saja yang ada di dekatnya.Masimma hanya memperhatikan tindakan Lareina terhadap cucu kesayangannya itu. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena dia belum mengetahui titik permasalahan dari keduanya.Lareina kembali histeris. Kini dia melupakan keberadaan Masimma yang masih duduk di sampingnya. Gadis tersebut berdiri dengan tatapan nyalang.“Aku ingin kembali ke rumahku. Ibuku di sana tengah menungguku. Mengapa kau membawaku ke sini, hah?! Aku tidak sudi tinggal dengan penjahat kelamin sepertimu!” Lareina terus berteriak.Masimma mengernyitkan kening mendengar Lareina mengatakan cucunya penjahat kelamin. Pertanyaan demi pertanyaan bercokol dalam benaknya.Dia menatap Liceo yang masih berdiri sambil menghalau benda-benda yang Lareina layangkan padanya.“Aku membencimu laki-laki iblis. Aku sangat membencimu ….” Suara Lareina semakin melemah, hingga akhirnya dia kembali
Malam itu di kediaman Domani family, di ruang makan yang sangat luas dan megah, terlihat Lareina sedang makan malam bersama Masimma.Setelah dengan susah payah Masimma merayu Lareina agar mau makan bersama, akhirnya gadis itu memaksakan diri untuk menerimanya. Karena dia merasa tak tega pada wanita tua tersebut.“Reina, ayo, Nak, makanlah yang banyak. Kau belum makan sejak kemarin.” Masimma menaruh berbagai menu makanan di piring Lareina.“Cukup, Oma. Ini makanannya terlalu banyak. Aku tidak terbiasa makan banyak.” Lareina menolak dengan halus.Masimma memandang wajah gadis malang itu. “Memangnya mengapa kau tidak terbiasa makan banyak?”“Karena aku —”Belum selesai Lareina menjawab pertanyaan Masimma, tiba-tiba matanya bersirobok dengan mata elang milik Liceo, yang baru saja masuk ke dalam rumah.Lareina meletakkan sendok dan garpu yang sedang dipegang. Lalu, ia bangkit dan hendak beranjak meninggalkan meja makan. Masimma mengernyitkan dahi melihat perubahan sikap Lareina. Hingga mat
“Oma, aku —”“Uuhh, sshhh ….”Ketika Liceo akan memberi jawaban pada sang oma, tiba-tiba Lareina siuman. Gadis tersebut duduk sambil memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Wajah dan bibirnya terlihat pucat pasi.“Reina, kau sudah bangun. Minum dulu.” Liceo dengan sigap memberikan segelas air putih.Lareina tidak menerimanya, dia hanya diam sambil menunduk. Masimma melihat pemandangan tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Ceo, lebih baik kau keluar, biar oma saja yang yang mengurusnya.” Masimma mengambil alih gelas tersebut.Dia memberikan air minum itu ke mulut Lareina. Gadis itu perlahan membuka mulutnya dan meminum air tersebut hingga tandas. Dia benar-benar merasakan dahaga.Masimma tersenyum melihatnya, sedangkan Liceo terlongong-longong. Dia tak habis pikir, mengapa di saat dirinya yang memberikan air minum itu, Lareina menolaknya? Tetapi ketika sang oma yang memberikannya, gadis itu langsung mau.Karena Liceo tidak ingin semuanya bertambah kacau, akhirnya dia bergegas
Semenjak Lareina dibawa ke kediaman Domani dan menempati kamar pribadi milik Liceo, lelaki tersebut mengalah dan memilih menempati kamar kosong di sebelah kamarnya.Masimma malam itu menghampiri sang cucu yang tengah melamun di balkon kamar. Dia merasa iba dan tak tega melihat cucu kesayangannya tersebut yang selalu murung dan banyak melamun.Liceo merupakan anak yang ceria dan periang. Namun, semenjak masalah yang dihadapinya dengan Lareina, membuatnya berubah. Perasaan berdosa dan bersalah selalu menghantuinya. Ucapan demi ucapan yang Lareina lontarkan padanya siang tadi, terus terngiang-ngiang di telinganya. Liceo memejamkan mata dan menghirup oksigen dengan kasar.‘Aku benar-benar iblis. Semua yang Reina katakan itu memang benar, aku menyadari dan menerimanya. Aku pemerkosa, aku pembunuh. Yaa … itu memang benar adanya.’‘Akan tetapi, aku benar-benar menyesali perbuatanku itu. Aku ingin mempertanggungjawabkannya. Namun, Reina sangat membenciku. Dia tidak sudi untuk kunikahi.”‘Lal
Lareina terlonjak kaget hingga dia melompat dari ranjang dan jatuh ke lantai. Liceo yang melihatnya ikut melompat turun.“Reina, kau tidak apa-apa?” Liceo mengulurkan tangan.Sementara Lareina menatap nyalang. Dia menepis tangan Liceo, lalu bangkit. “Dasar laki-laki mesum, penjahat kelamin! Kau sengaja kan mencari kesempatan dalam kesempitan?!”“Reina, aku —”“Kau sengaja ingin menggagahiku lagi di saat aku sedang tidur. Begitu? Kau benar-benar brengsek. Aku benar-benar sangat membencimu dan tak akan pernah memaafkanmu!”Setelah mengatakan itu, Lareina berbalik badan dan berlari keluar. Dia berlari menuruni tangga dengan cepat. Kediaman Domani yang sangat luas itu, membuatnya kesulitan mencari pintu keluar.Liceo pun tak kalah cepat mengejarnya. Matanya tertuju pada sosok Lareina yang kini sedang berdiri di belakang rumah. Tempat itu adalah tanah kosong, tapi di bagian belakangnya merupakan perkebunan buah-buahan.Mata Lareina memperhatikan keadaan sekitarnya. ‘Bagaimana caranya aku b
Achilleo seketika terdiam mendengar ucapan sang putra. Dia menatap wajah Liceo yang kini sudah memerah.Liceo sudah beranjak dan ingin pergi meninggalkan ruangan kerja sang daddy. Namun, langkahnya terhenti ketika tangan Achilleo menyentuh pundaknya.“Ceo, tunggu! Daddy mengerti dengan semua maksud dari ucapanmu itu, tapi daddy tidak bisa berbuat apa-apa, Nak. Karena semua keputusan ada di tangan mommy-mu.” Achilleo menatap sang putra.Liceo menghela napas dengan berat. Dia membalas tatapan sang daddy. “Dad, maafkan aku. Untuk kali ini saja, tolong Daddy dan Mommy jangan ikut campur urusan pribadiku, aku mohon.”“Dulu aku tidak ingin menikah dengan Sherina, tetapi demi menghormati kalian sebagai orang tuaku, aku rela mengorbankan kebahagiaanku, tapi apa yang terjadi?”“Setelah aku mengorbankan masa lajangku untuk menikahi Sherin, tetapi belum genap 24 jam usia pernikahan kami, dia menceraikanku dengan alasan aku impoten.”Liceo menundukkan wajah. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Pera
Pagi itu, Liceo terlihat sedang berjalan tergesa-gesa menuju ruang meeting di kantor Domani Company. Di sana sudah banyak para klien yang duduk sambil memperhatikan pemilik Domani Company, yang sedang fokus melakukan presentasi.Ketika Liceo masuk ruangan, mata Achilleo Domani—sang daddy, menatapnya dengan tajam. Dari raut wajahnya terlihat menyimpan kemarahan. Namun, dia tetap meneruskan acara presentasi tersebut.Sementara Liceo, kini dia sudah duduk berbaur dengan para klien. Dia nampak termenung. Pikirannya terus tertuju pada Lareina, gadis yang akhir-akhir ini sudah mengusik pikirannya.Dia teringat ketika tadi malam sang oma menemukannya bersama Lareina yang sedang berada di atas pohon mangga. Masimma sangat marah besar terhadapnya, hingga dia dihukum tidur di atas pohon mangga semalaman, sedangkan Lareina dibawa masuk olehnya.Tentu saja Liceo tidak bisa tidur semalam suntuk. Nyamuk dan serangga selalu menggigitnya. Hingga seluruh kulitnya merah dan bentol-bentol. Ketika pagi p
Lareina terlonjak kaget hingga dia melompat dari ranjang dan jatuh ke lantai. Liceo yang melihatnya ikut melompat turun.“Reina, kau tidak apa-apa?” Liceo mengulurkan tangan.Sementara Lareina menatap nyalang. Dia menepis tangan Liceo, lalu bangkit. “Dasar laki-laki mesum, penjahat kelamin! Kau sengaja kan mencari kesempatan dalam kesempitan?!”“Reina, aku —”“Kau sengaja ingin menggagahiku lagi di saat aku sedang tidur. Begitu? Kau benar-benar brengsek. Aku benar-benar sangat membencimu dan tak akan pernah memaafkanmu!”Setelah mengatakan itu, Lareina berbalik badan dan berlari keluar. Dia berlari menuruni tangga dengan cepat. Kediaman Domani yang sangat luas itu, membuatnya kesulitan mencari pintu keluar.Liceo pun tak kalah cepat mengejarnya. Matanya tertuju pada sosok Lareina yang kini sedang berdiri di belakang rumah. Tempat itu adalah tanah kosong, tapi di bagian belakangnya merupakan perkebunan buah-buahan.Mata Lareina memperhatikan keadaan sekitarnya. ‘Bagaimana caranya aku b
Semenjak Lareina dibawa ke kediaman Domani dan menempati kamar pribadi milik Liceo, lelaki tersebut mengalah dan memilih menempati kamar kosong di sebelah kamarnya.Masimma malam itu menghampiri sang cucu yang tengah melamun di balkon kamar. Dia merasa iba dan tak tega melihat cucu kesayangannya tersebut yang selalu murung dan banyak melamun.Liceo merupakan anak yang ceria dan periang. Namun, semenjak masalah yang dihadapinya dengan Lareina, membuatnya berubah. Perasaan berdosa dan bersalah selalu menghantuinya. Ucapan demi ucapan yang Lareina lontarkan padanya siang tadi, terus terngiang-ngiang di telinganya. Liceo memejamkan mata dan menghirup oksigen dengan kasar.‘Aku benar-benar iblis. Semua yang Reina katakan itu memang benar, aku menyadari dan menerimanya. Aku pemerkosa, aku pembunuh. Yaa … itu memang benar adanya.’‘Akan tetapi, aku benar-benar menyesali perbuatanku itu. Aku ingin mempertanggungjawabkannya. Namun, Reina sangat membenciku. Dia tidak sudi untuk kunikahi.”‘Lal
“Oma, aku —”“Uuhh, sshhh ….”Ketika Liceo akan memberi jawaban pada sang oma, tiba-tiba Lareina siuman. Gadis tersebut duduk sambil memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Wajah dan bibirnya terlihat pucat pasi.“Reina, kau sudah bangun. Minum dulu.” Liceo dengan sigap memberikan segelas air putih.Lareina tidak menerimanya, dia hanya diam sambil menunduk. Masimma melihat pemandangan tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Ceo, lebih baik kau keluar, biar oma saja yang yang mengurusnya.” Masimma mengambil alih gelas tersebut.Dia memberikan air minum itu ke mulut Lareina. Gadis itu perlahan membuka mulutnya dan meminum air tersebut hingga tandas. Dia benar-benar merasakan dahaga.Masimma tersenyum melihatnya, sedangkan Liceo terlongong-longong. Dia tak habis pikir, mengapa di saat dirinya yang memberikan air minum itu, Lareina menolaknya? Tetapi ketika sang oma yang memberikannya, gadis itu langsung mau.Karena Liceo tidak ingin semuanya bertambah kacau, akhirnya dia bergegas
Malam itu di kediaman Domani family, di ruang makan yang sangat luas dan megah, terlihat Lareina sedang makan malam bersama Masimma.Setelah dengan susah payah Masimma merayu Lareina agar mau makan bersama, akhirnya gadis itu memaksakan diri untuk menerimanya. Karena dia merasa tak tega pada wanita tua tersebut.“Reina, ayo, Nak, makanlah yang banyak. Kau belum makan sejak kemarin.” Masimma menaruh berbagai menu makanan di piring Lareina.“Cukup, Oma. Ini makanannya terlalu banyak. Aku tidak terbiasa makan banyak.” Lareina menolak dengan halus.Masimma memandang wajah gadis malang itu. “Memangnya mengapa kau tidak terbiasa makan banyak?”“Karena aku —”Belum selesai Lareina menjawab pertanyaan Masimma, tiba-tiba matanya bersirobok dengan mata elang milik Liceo, yang baru saja masuk ke dalam rumah.Lareina meletakkan sendok dan garpu yang sedang dipegang. Lalu, ia bangkit dan hendak beranjak meninggalkan meja makan. Masimma mengernyitkan dahi melihat perubahan sikap Lareina. Hingga mat
Lareina kembali membabi-buta. Bahkan dia melempari Liceo dengan bantal guling yang ada di ranjang, dan benda apa saja yang ada di dekatnya.Masimma hanya memperhatikan tindakan Lareina terhadap cucu kesayangannya itu. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena dia belum mengetahui titik permasalahan dari keduanya.Lareina kembali histeris. Kini dia melupakan keberadaan Masimma yang masih duduk di sampingnya. Gadis tersebut berdiri dengan tatapan nyalang.“Aku ingin kembali ke rumahku. Ibuku di sana tengah menungguku. Mengapa kau membawaku ke sini, hah?! Aku tidak sudi tinggal dengan penjahat kelamin sepertimu!” Lareina terus berteriak.Masimma mengernyitkan kening mendengar Lareina mengatakan cucunya penjahat kelamin. Pertanyaan demi pertanyaan bercokol dalam benaknya.Dia menatap Liceo yang masih berdiri sambil menghalau benda-benda yang Lareina layangkan padanya.“Aku membencimu laki-laki iblis. Aku sangat membencimu ….” Suara Lareina semakin melemah, hingga akhirnya dia kembali
“Kau —” Mata Lareina membola sempurna ketika ia melihat kehadiran laki-laki yang sangat dibencinya. Bola-bola kristal itu pun sudah siap meluncur dari kelopak matanya. Lareina semakin beringsut mundur, hingga tubuhnya terjatuh dari ranjang. Liceo berlari ke arahnya. “Nona Reina, kau tidak apa-apa?” Liceo mengulurkan tangan. “Jangan mendekat! Jangan sentuh aku! Menjauh dariku!” Lareina berteriak histeris. Kelima maid yang melihat pemandangan itu hanya bisa saling berpandangan. Mereka bingung dengan apa yang terjadi, sementara Lareina sudah menangis terisak. “Tuan —” Salah satu maid membuka suara. Namun, Liceo mengangkat tangannya. Dia memberi kode agar para maid itu diam dan pergi. Kelima maid itu pun bergegas keluar. Sementara Lareina menangis dengan memeluk lutut. Ia menyusupkan wajah di antara kedua lututnya. Liceo meneguk ludah dengan susah payah, tenggorokannya terasa tercekat. “Nona, a-aku mohon, tolong maafkan kesalahanku. Aku berjanji akan bertanggung jawab. A
“Ibuuu … Ibuuu … jangan tinggalkan Reina, Bu. Reina sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu. Ibu … Reina ingin ikut bersama Ibu ….”Lareina berteriak histeris. Dia menangis dengan sangat memilukan. Siang itu, ibunya sudah dimakamkan di pemakaman umum, yang terletak tidak jauh dari rumahnya.Para pelayat memenuhi rumah terakhir untuk ibu Lareina. Pemakaman tersebut dilakukan secara Islam. Sebab di desa itu memang mayoritas Muslim. Karena penduduk di desa tersebut merupakan pendatang dari Negara Albania, yang merupakan satu-satunya negara Muslim di Eropa.Para tetangga Lareina berusaha menenangkan gadis tersebut agar berhenti menangis, dan agar berhenti berteriak histeris. Namun, Lareina justru semakin histeris.Sementara Liceo dan Damian, mereka berdiri tak jauh dari makam. Tiba-tiba, mata Lareina tertuju pada kedua pemuda tampan itu. Dia menatap nyalang pada Liceo. Secepat kilat dia berlari ke arahnya.“Laki-laki iblis kau! Kau yang menyebabkan ibuku tiada. Kau jahat. Kau kej