Elle mundur menjauh, ketakutan melihat sosok Serena yang tanpa ragu menarik rambut Soraya. Teman Elle menjerit-jerit minta tolong, tapi tidak ada yang berani menolong.Mereka tahu siapa Serena. Nona muda di keluarga Alexander. Meski banyak orang di kediaman itu mencibir soal asal usul Serena, tapi mereka tetap tak berani berbuat apa-apa.Terlebih tuan besar dan tuan muda mereka sangat mengayomi Serena."Tolong, tolong saya tuan Alexander," mohon Soraya. Akting memukau Soraya suguhkan, siapa tahu Nandito Alexander atau Ravi terpikat padanya. Namun tebakan Soraya salah, dua pria keluarga Alexander terlalu lurus untuk dia goda."Kalau Paman membelanya, aku juga akan benci Paman," ancam Serena. Dia gulung rambut Soraya hingga perempuan itu menjerit kesakitan lebih lantang."Siapa yang mau membelanya. Terserah kau mau melakukan apa padanya."Bola mata Soraya nyaris melompat keluar dari tempatnya mendengar jawaban Nandito. Pria itu bahkan mendukung tindakan Serena, sinting.Serena menyungg
Serena menghentikan langkah, dia berbalik hingga pandangannya bertemu dengan pria yang tadi siang dikenalkan padanya. Marvel Delayota. Serena mengerutkan dahi, apa yang pria itu lakukan di sini."Apa yang Anda lakukan?" Serena bertanya tanpa basa basi.Dia sudah muak dengan segala tipu daya, pura-pura atau sejenisnya.Marvel mendekati Serena. "Untuk bertemu dengan Anda," balas Marvel to the poin."Saya? Kenapa? Bukan mencari Riva?" Riva adik Ravi, dua tahun di bawah Serena, lima tahun di bawah sang kakak."Saya tidak punya urusan dengan Riva. Urusan saya dengan Anda," tandas Marvel. Dia suka tampilan Serena yang apa adanya. Kaos longgar dengan celana training. Serta rambut dicepol asal. Cantik dalam pandangan Marvel.Paras natural tanpa make up. Sungguh pemandangan langka, di tengah maraknya para wanita yang ingin tampil cantik dengan riasan berlebihan di wajah."Soal saya? Saya dan Anda baru bertemu satu kali dan Anda sudah menyebut kita ada urusan."Marvel menggulung senyum, dia la
Serena mengangkat jemarinya di mana sebentuk cincin melingkar di sana. Dari tampilannya saja sudah terlihat kalau cincin itu bernilai tinggi."Siapa suamimu? Beraninya dia meminangmu tanpa menemui kami. Apa ibumu tahu kamu menikah?"Serena menunduk. Dia tidak bisa membeberkan identitas Alterio Inzaghi. Lelaki itu melarangnya."Aku tidak bisa memberitahu siapa dia. Saat itu aku dijadikan penebus hutang oleh keluarga Hernandez," balas Serena sendu.Nandito langsung mengepalkan tangan. "Beraninya mereka lakukan itu! Rav, kenapa kamu tidak cegah waktu itu. Kamu kakaknya, kamu wajib melindungi Serena."Ravi juga yang jadi korban. Lelaki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Jangan salahkan kak Ravi, Paman. Serena yang larang dia buat nolongin Rena waktu itu. Soalnya mereka ngancam bakal nyakitin ibu. Sekarang semua sudah terlambat. Serena salah, ibu meninggal karena Serena."Duka kembali menggelayut di paras Serena. Semakin ditelaah, semakin Serena merasa kalau kepergian Nereida karen
Awalnya Serena ingin acuh soal perjodohannya dengan Marvel Delayota. Namun saat dia berniat kembali ke kamar, dia melewati ruang baca, di mana Nandito dan Elle terlibat perdebatan sengit.Dari hasil menguping Serena jadi tahu kalau dampak dari dirinya menolak perjodohan itu, Alexander Grup bisa mengalami kerugian.Elle jelas tidak terima, tapi sang paman meyakinkan Elle kalau mereka bisa mengatasinya. Tante Serena sibuk menyalahkan dirinya."Satu triliun," gumam Serena. Perempuan itu duduk sambil memeluk lutut di kasur. Dia pandangi cincin cantik yang melingkar di jari manisnya.Dia sudah tidak punya urusan dengan Al. Ibunya telah meninggal, soal utang Anthony, biarlah pria itu urus sendiri. Al pasti bisa menemukan cara untuk menagihnya."Bercerai. Itu jalan paling baik. Janda? Tidak ada yang tahu aku menikah, selain penghuni The Palace. Jadi janda pun tidak masalah."Maka begitulah, Serena menghubungi Al. Mengutarakan keinginannya untuk berpisah. Al diam saja waktu Serena menyinggun
"Kenapa mukamu? Kayak mau makan orang." Pertanyaan Felix membuat Al mendengus kesal. Dia tidak menjawab. Hanya satu perintah yang mengalun setelahnya. "Berikan aku data tentang Alexander Grup." Tanpa banyak protes, Felix langsung melakukannya. Tangannya bergerak cepat di depan laptop. Sementara Al sibuk dengan urusannya sendiri. "Marvel Delayota, keluarga Delayota." Netra sekelam malam Al memicing, jarinya lincah memainkan tombol di keyboard. Sampai dia berhenti ketika Felix memberikan hasil penyelidikannya. "Keuangannya kurang bagus. Ada dana, tapi tak bisa dicairkan. Sepertinya itu dana bersyarat, maksudnya ada syarat tertentu supaya dana itu bisa diberikan." "Asal dana dari keluarga Delayota?" "Tepat sekali." Felix mengkonfirmasi setelah mencaritahu sebentar. "Kamu tahu syaratnya apa?" Al seperti sedang ingin bermain teka teki. "Bagian saham, akuisisi, lebih mengerikan pengambilalihan perusahaan," tebak Felix. "Salah, syaratnya Serena Valencia harus menikah dengan Marvel
Kantor Alexander Grup.Nandito memijat pelipisnya yang mendadak pening. Begitu dia menolak perjodohan dengan Marvel Delayota, keluarga itu langsung meminta dana yang sejatinya sudah ada di rekening perusahaan, untuk dikirimkan kembali pada mereka.Syarat cairnya dana tersebut cuma jawaban "iya" dari Serena. Mereka sudah sepakat, jadi ketika Nandito sadar sudah melanggarnya dia tidak bisa berbuat apa-apa."Tuan, investor lain telah menarik diri," lapor sang asisten takut-takut.Nandito hanya mengangguk, dia paham situasinya sangat sulit. Tapi dia juga tidak akan memaksa Serena. Memaksa sang keponakan menerima perjodohan ini sama saja dengan menjual Serena.Serena baru saja kehilangan ibunya, masih berduka. Dan ini kali pertama Serena pulang ke mansion Alexander. Tidak! Nandito tidak mau membuat perasaan Serena tidak nyaman.Semua pebisnis pernah mengalami masa sulit. Tak terkecuali Alexander Grup dan dirinya. Dia akan menemukan cara untuk membangkitkan perusahaanya.Meski caranya sanga
"Lepas!""Tidak! Sebelum kau beritahu aku, kenapa kau sebut aku pembohong!"Al kembali menahan tangan Serena, dia tidak suka dituduh melakukan hal yang tak pernah dia lakukan."Masih tanya? Kau tidak sadar sudah ingkar janji. Kau bilang mau bantu pamanku. Mana? Tante Elle sampai menamparku, dia bilang aku anak haram, pembawa sial. Gara-gara aku perusahaan Paman dalam bahaya."Serena tidak tahu kenapa dia jadi begitu blak-blakan. Entah kenapa waktu melihat Al dia auto curhat.Bahkan Serena sampai menangis kala menumpahkan uneg-uneg di kepalanya. "Diam saja? Berarti benar kau cuma bohong padaku. Harusnya aku tidak percaya padamu."Al terbengong melihat Serena menepis cekalan tangannya, kemudian berjalan menjauhinya. Namun pria itu segera mengejar. Kembali dia tarik tangan Serena.Gadis tersebut berontak, tapi Al tak melepaskannya kali ini. Al justru mendekap erat tubuh Serena. Meski terus meronta, tapi Al tidak peduli."Kamu kalau ngambek lucu juga. Aduhh." Al meringis ketika Serena me
Beberapa waktu sebelumnya. Nandito dibuat tercengang, nyaris syok ketika Paul dan Felix mengatakan kalau tuan mereka bersedia jadi investor bagi Alexander Grup yang nyaris kolaps.Gustav bahkan sampai menganga mendengar jumlah dana yang akan digelontorkan pada mereka."Dua triliun," gumam Gustav tidak percaya.Dengan jumlah sebesar itu mereka bisa merampungkan semua proyek yang sempat tertunda karena masalah modal. Bahkan rencana merambah dunia game virtual bisa mereka wujudkan.Lebih mengherankan lagi ketika Nandito bertanya dengan investasi sebesar itu apa ada syarat khusus yang harus mereka penuhi. Jaminan saham, atau bagi hasil sekian persen atau sejenisnya.Saat Paul dan Felix mengatakan mereka hanya meminta kontrak kerja sama biasa, Nandito seketika jadi curiga."Apa ada alasan khusus kenapa kalian membantu kami?""Anda memang jeli, Tuan Alexander," puji Felix terus terang.Di awal sejak Paul dan Felix memperkenalkan diri, Nandito sudah curiga kalau dua pria di depannya tidak se
Hembusan napas lega terdengar saat dia melihat Al tidur dengan posisi tengkurap. Pria itu pilih tak mengenakan atasan. Hingga bekas luka yang ditutup perban itu terlihat jelas. Satu lagi cidera yang bakal menambah koleksi bekas luka yang Al miliki. Tangan Serena sempat gemetar ketika tadi diminta mengambil proyektil yang tenggelem di punggung Al. Benda itu sudah merobek kulit Al, tapi tertahan oleh lapisan daging di bawahnya. "Bakal sakit," kata Serena ragu. "Lebih sakit waktu benda itu menembus kulitku. Kalau tidak diambil justru nyeri bisa bikin infeksi. Lakukan." Al cuma meringis ketika Serena sedikit menyeruak area kiri dan kanan peluru. Serena ingin berhasil dalam sekali percobaan. Dan iya, dia sukses mengambilnya. "9 mm Luger Parabellum, Glock 19," gumam Serena tanpa sadar, seperti orang kerasukan. Al cukup terkejut mendengar pengetahuan Serena. "Beita sudah mengajarkan hal itu padamu?" "Belum," Serena menggelindingkan benda tadi di atas meja. "Terus kamu tahu dari man
Malam merayap datang. Serena makan malam sendiri, sepertinya semua orang sedang sibuk. Hanya dirinya saja yang nganggur.Dia tadi pulang dijemput Lalita. Perempuan yang kini Serena tahu adalah salah satu bawahan Al. Lalita langsung pergi sebelum Serena sempat bertanya mau ke mana.Dorongan napas kasar terdengar dari arah Serena. Dia bosan memandangi ponselnya yang sejak tadi masih membahas soal Marvel.Begitu video panas muncul dan viral, lelaki itu langsung menghilang dari peredaran. Akunnya juga tidak aktif dengan kolom komentar ditutup.Tak kehilangan akal. Netijreng kini getol menghujat Marvel melalui akun media sosial adiknya. Yang tak lama kemudian ikutan tidak aktif.Serena memandang pohon besar yang ada di seberang kamarnya. "Masak iya malam-malam begini mau manjat pohon. Nanti dikirain kunti beneran."Tapi Serena suka di sana. Betah seharian duduk di dahannya. Apalagi Al sekarang membangun semacam rumah pohon di sana. Masih sederhana tapi cukup nyaman.Pikirannya yang sedang
Serena bergumam kesal, meski hubungannya dengan Paul masih kaku, tapi setidaknya pria itu tidak sedingin Beita."Gara-gara kau, kami harus kerja ekstra." Satu cibiran membuat Serena menoleh.Ah satu lagi manusia menyebalkan yang sampai saat ini belum bisa diajak damai oleh Serena. Salah nding, Serena tak pernah punya niat memperbaiki hubungan dengan perempuan bernama Arabella Sachez.Istri Paul, wanita yang entah sampai kapan akan tetap Serena anggap sebagai hama. Perempuan itu tahu benar, kalau Ara masih terus berusaha mencuri kesempatan untuk mendekati Al.Cemburu? Kata Serena sih tidak. Dia cuma beranggapan, ada ya perempuan tidak tahu malu. Sudah punya suami tapi masih mengincar suami orang lain.Padahal, orang lain bisa menganggap Serena cemburu pada Ara."Kan itu tugas kalian. Kalian dibayar kan untuk melakukan ini semua. Ingat, dibayar." Serena melangkah pergi setelah menekankan kata dibayar.Ara menghentak kesal. Bagaimanapun yang dikatakan Serena benar. Sebagai anak buah Alte
Cukup mengejutkan waktu melihat Marvel Delayota muncul di RD. Serena awalnya "jantungan" tapi kemudian dia mampu menguasai diri.RD adalah kawasan anak buah Al, dia aman. Serena yakin itu."Lalu kenapa? Ada hubungannya denganmu?" Pertanyaan Serena bagai tantangan bagi Marvel.Pria itu sejenak dibuat terpana oleh tampilan cantik Serena. Sembab masih terlihat di wajah Serena. Marvel tahu, gadis di depannya masih bersedih soal ibunya.Namun secara keseluruhan Serena tetap cantik. Dibanding Thalia, jauh."Tentu saja. Dengan begitu, aku lebih mudah menemukanmu," balas Marvel. Sorot matanya tak lepas dari tubuh Serena."Suamimu akan mencongk*l matanya," suara Max terdengar di telinga Serena."Sayangnya dia sedang dinas keluar," sambung Felix memberi info.Serena seketika sadar makna pesan Al tadi pagi. "Cara dia pamit begitu ya," batin Serena. "Bukannya kamu tahu aku ada di sini dari Thalia. Pacarmu itu." Serena begitu santai menghadapi Marvel. Apalagi setelah dia tahu Felix dan Max memant
Serena tak ambil pusing ketika dia masuk kantor RD keesokan harinya, sejumlah temannya berbisik-bisik saat dia masuk ruangan. Sudah biasa dibuli membuat mental Serena sekarang sekuat baja.Gadis itu memang mengalami peningkatan karakter dibandingkan dulu. Sebelum masuk The Palace, Serena tak seberani sekarang. Namun kini, dia siap menghadapi semua yang bakal menyerangnya."Serena, turut berduka ya," ucap Pevi diikuti Nicky. Lisa menyusul setelah keduanya."Terima kasih," balas Serena, dia abaikan Vasti dan Thalia yang saling melempar pandang penuh makna."Maaf, gak bisa hadir di pemakaman ibu kamu," kali ini Nicky yang bicara."Tidak masalah, lagi pula rumahku jauh.""Jauh ya, tapi sempat tu main ke klub malam," celetukan Thalia menarik perhatian."Sempatlah, kenapa? Iri ya cowoknya nguber aku," sindir Serena balik.Thalia lekas mengepalkan tangan. Sungguh dia tidak menyangka jika Serena sudah dijodohkan dengan Marvel Delayota. Salah satu pria yang jadi idaman wanita, bahkan Thalia re
"Eh, jangan keluar! Nanti hilang!" Alterio berteriak kala Serena yang berhasil menghindari tindihannya, pilih kabur.Pria itu turut mengejar, di depan pintu dia melihat Lalita yang tampak bengong."Di mana Serena?""Di-dikejar Sergie," tergagap Lalita menjawab."Ren! Jangan kabur! Nanti digodain gig*lo kamu!" Al memperingatkan Serena lewat antingnya."Kau sama mereka apa bedanya. Hobi nyosor aja. Aduhhh!" Teriakan Serena di ujung sana mematik kepanikan Al. Tempat ini bukan tempat yang tepat untuk Serena. Bahaya bisa datang dari sekitar untuk gadis baik-baik macam Serena."Ren! Kamu di mana? Jawab!"Mode mafia Al on. Pria itu bergerak cepat, mengikuti langkah Lalita berdasar petunjuk Sergie.Di tempat lain, ada Serena yang menganga melihat Thalia sedang berada di pangkuan seorang pria. Meski kerap mendengar cerita soal kelakuan Thalia. Serena tetap syok waktu menyaksikan sendiri bagaimana Thalia berciuman juga menggoyangkan bokongnya di atas paha sang lelaki."Wah lihat siapa ini? An
Uhuk! Serena langsung terbatuk begitu kakinya melangkah masuk ke sebuah tempat, yang aromanya seketika membuat perutnya mual.Felix terbahak dengan Al menggulung senyum."Ini baru pintu masuknya," bisik Al di telinga Serena."Di dalam lebih parah?" Serena memastikan."Bagi kami biasa, entah buatmu." Felix menjawab dari sebelah kiri.Al dan Felix seperti pengawal dengan Sergie dan Lalita mengikuti dari arah belakang. Meski mood Serena masih didominasi sedih, tapi gadis itu bisa tertawa kala melihat Lalita ikut dengannya."Jadi bagaimana? Mau putar haluan?" Tawar Al. Mata elangnya yang tadi sibuk memindai kini kembali memandang Serena.Al tahu benar wajah dibalik masker itu menyembunyikan berbagai ekspresi yang mungkin lucu andai digabung jadi satu.Al bisa melihat raut kepo, cemas, antusias, sekaligus takut berganti-ganti di paras sang istri."Gak ah, sekali-kali pengen tahu yang namanya diskotik, klub malam. Biar gak disebut cupu, udik."Balasan Serena membuat Al dan Felix saling pand
"Kamu ngawasin aku! Aku bukan tahanan!"Serena memandang lurus Al yang menunjukkan anting safir di tangannya."Ini cuma ada buat alat komunikasi, tidak ada kameranya. Pakai!""Tidak mau!"Al memejamkan mata, dia coba meredam emosi yang sempat mencuat naik. Rasa yang muncul setelah Al lega luar biasa melihat Serena baik-baik saja."Boleh tidak tolong aku sekali ini saja. Pakai ini, dengan ini kita bisa terhubung meski tanpa ponsel. Jika ada bahaya macam tadi, kamu bisa kasih tahu aku."Serena mengerutkan dahi, tampak berpikir. "Ayolah, Ren. Edgar itu orangnya nekat. Makanya aku belum publish pernikahan kita. Sebelum urusanku sama Edgar selesai.""Ye, aku gak ngarep divalidasi ya."Al menepuk jidatnya. Seharusnya dia tahu kalau Serena tidak peduli, pernikahannya diketahui orang banyak atau tidak. Tidak adanya landasan cinta di antara keduanya, terlebih Serena.Membuat gadis itu begitu santai menjalani hari, meski statusnya istri. Awalnya Al begitu, tapi belakangan ini hatinya ... beru
Seharian berada di rumah ternyata membuat Serena bosan. Dia pikir akan menyenangkan saat Al memberinya cuti.Gadis itu hanya berkabar dengan Ravi, yang akan mengurus pengambilalihan Eternal Diamond dari tangan Anthony secepat mungkin.Pengacara sedang memprosesnya. Serena setuju Eternal Diamond kembali padanya tapi syaratnya harus Ravi yang meng-handlenya.Serena hanya ingin mendesain tanpa mau pusing memikirkan managemen, marketing dan sebagainya.Ravi jelas ingin menolak tapi Nandito mencegahnya. Memang lebih baik ED diurus olehnya dulu. Pelan-pelan mereka bisa membujuk Serena untuk kembali ke kantor.Bagaimanapun ED adalah milik Nereida, perempuan itu membangunnya dari nol dengan tangannya sendiri sejak belasan tahun lalu. Kalaupun Ravi yang mengurusnya, dia pun hanya sebagai perpanjangan tangan Serena."Haish bosannya!" Gerutu Serena, dia melempar buku berisi draft desain ke atas kasur. Masalahnya, semakin dia diam tanpa kesibukan. Bayangan kepergian sang ibu, kian nyata di benakn