Berita kecelakaan yang dialami Edwan dan Indah kini sedang hangat disiarkan di semua stasiun televisi. Kecelakaan mengerikan itu menyebabkan mobil milik Edwan rusak parah, sebagian besar badan mobil sudah berada di dalam air. Tim terkait sedang berusaha mengevakuasi bangkai mobil dari dalam sungai.Edwan saat ini sedang berada di ruang UGD Rumah Sakit. Ia masih terus meratapi hanyutnya istri tercinta yang terjadi di depan matanya. Rasa trauma mendalam kini dialami Edwan dan juga kedua anaknya. Beruntung Nadira dan Rashi hanya mengalami luka di bagian luar tubuh saja, hal itu diketahui dari hasil CT Scan di rumah sakit tersebut. Edwan meminta pada pihak rumah sakit untuk melakukan yang terbaik bagi anak-anaknya.Edwan sendiri mengalami cedera serius di bagian kaki akibat sempat terjepit badan mobil yang ringsek. Edwan sama sekali tak peduli dengan keadaan dirinya, pikirannya sedang sangat kacau mengingat Indah masih belum ditemukan.“Indah … ya Allah, selamatkan Indah ….” Edwan menangi
Reyhan tak bisa lagi berkata-kata melihat Gebby yang masih sekecil itu namun punya pikiran yang di luar nalar. Mungkin benar kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sikap Luna melekat erat pada diri Gebby.“Papa gak suka kamu bersikap kurang ajar seperti itu, Gebby! Kamu jangan seperti Mama kamu yang selalu berpikiran buruk pada orang lain!”“Pokoknya Gebby benci sama Mama Indah! Mama Indah orang jahat!” pekik Gebby sekuat-kuatnya, membuat emosi Reyhan memuncak. Rahangnya mengeras menahan amarah.“Ingat! Papa gak mau kamu jadi anak nakal yang selalu membuat masalah dan tak bisa menjaga ucapan!” Reyhan menatap Gebby dengan tatapan tegas, ia berharap anaknya itu masih bisa berubah suatu hari nanti. Mungkin saat ini Gebby masih merasa tertekan karena Luna harus mendekam di dalam penjara. Hal itu menjadi pukulan berat bagi Gebby karena harus terpisah dari sang mama.Gebby membanting pintu kamarnya dan mengunci diri. Reyhan mengusap rambutnya dengan kasar. Ia lebih baik bergegas m
Pagi pun menjelang, Reyhan terpaksa harus bangun cepat meskipun matanya masih terasa sangat berat, entah jam berapa ia mulai bisa terlelap tadi malam. Pikirannya masih terus tertuju pada hilangnya Indah.Reyhan menuju ke meja makan setelah ia selesai mandi. Ia melihat Gebby sudah berada di meja makan menunggunya. Wajahnya masih terlihat kesal pada sang papa.“Aku mau ketemu Mama hari ini!” ujar Gebby tanpa basa-basi.“Hari ini? Gimana kalau besok saja sepulang sekolah?” ucap Reyhan.“Gak! Aku mau ketemu Mama sekarang!” tolak Gebby.“Tapi hari ini Papa masih mau pergi mencari keberadaan Mama Indah.”“Selalu saja Mama Indah! Papa gak mikirin aku sama sekali!” gerutu Gebby. Reyhan menarik nafasnya panjang. Ia tak ingin membuat hubungan dengan putrinya itu semakin menjauh.“Bukan begitu, Geb! Papa mau anterin kamu ketemu Mama, tapi please, jangan sekarang! Papa masih harus mencari Mama Indah, Papa sudah janji pada Nadira dan Rashi.”“Ooh … jadi sekarang Papa lebih mentingin mereka daripad
Di rumah gubuk dalam hutan, Indah menatap langit-langit gubuk yang terbuat dari kayu seadanya. Sepanjang malam ia tak bisa memejamkan mata karena menahan nyeri dan juga memikirkan kondisi suami serta anak-anaknya.“Ya Allah … semoga mereka sudah mendapatkan pertolongan dalam keadaan baik-baik saja, semoga ada orang yang datang ke sini untuk membantuku,” lirih Indah.Ia menoleh ke arah tangan kanannya yang kini sedang dalam balutan kain yang sudah diberi obat dari dedaunan alami. Tubuhnya merasa lebih baik sekarang meskipun masih terasa nyeri di beberapa bagian. Ia kembali teringat kejadian mengerikan itu lagi. Kalau saja saat itu ia masih punya tenaga untuk sekedar meraih tangan Edwan, mungkin saat ini ia sudah dibantu orang-orang untuk dibawa ke rumah sakit.“Mai, makan dulu, Nduk!” ucap Istri Pak Trisno sembari berjalan terbungkuk-bungkuk dan meraba dengan tongkatnya, lamunan Indah seketika buyat. Di belakangnya ada Pak Trisno yang sedang membawa sepiring makanan juga sebuah cangki
“Oma … kenapa Mama belum datang juga?” tanya Nadira pada sang Oma. Wanita paruh baya itu hanya bisa mengusap pipi Nadira untuk menenangkannya.“Sabar, ya, kalian harus sehat dulu, Oma yakin nanti kalian akan bertemu dengan Mama cepat atau lambat,” jawab sang oma sambil menahan getir di hatinya. Ia sendiri tak tahu harus bicara apa lagi, sampai saat ini memang keberadaan Indah belum diketahui apakah masih hidup atau justru sudah meninggal dunia.“Oma … papa Edwan juga kenapa belum ke sini?” tanya Rashi pula.“Papa Edwan juga masih dalam perawatan dokter, Sayang. Papa Edwan kemarin menjalani operasi di kakinya, sebab kaki papa Edwan terluka cukup parah. Oma minta kalian berdua jangan putus mendo’akan papa mama kalian, ya! Kalian anak baik, minta sama Allah supaya papa lekas sembuh, boleh?” tanya sang oma.“Iya, Oma,” jawab Nadira dan Rashi bersamaan.“Pintar cucu-cucu Oma, sekarang kalian harus makan lalu minum obatnya, ya! Supaya kalian lekas sembuh,” bujuk sang oma lagi.Tak lama kemu
“Gebby! Buka pintunya!” ujar Reyhan sambil menggedor pintu kamar Gebby. Anak ini benar-benar sangat sulit diatur, batin Reyhan.“Aku gak mau!” teriak Gebby dari dalam.“Gebby, dengar! Kamu tak berhak menentang keputusan Papa! Nadira dan Rashi akan tetap tinggal di sini, titik!”Brakk!! Terdengar suara benda dihempaskan ke daun pintu dari dalam kamar. “Papa jahat!” pekik Gebby. Reyhan sudah hampir kehabisan kesabaran, ia memilih mengalah dan pergi saja dari rumah. Ia menitipkan Gebby pada ART dan memintanya memastikan Gebby tetap meminum obatnya.Reyhan kembali memacu mobilnya ke area tempat kejadian kecelakaan yang menimpa Indah dan Edwan.Tim SAR masih terus berupaya melakukan pencarian termasuk di sekitar kampung yang ada di dekat aliran sungai.“Bagaimana, Pak, apakah sudah ada titik terang?” tanya Reyhan pada salah satu petugas yang sedang bersiaga.“Belum, Pak, kita masih terus berupaya melakukan pencarian. Jika memang korban meninggal, seharusnya jasadnya sudah mengambang dan d
Pak Trisno membopong tubuh istrinya ke dalam gerobak kayu yang biasa dia gunakan untuk membawa kayu bakar. Hujan perlahan mereda, ia menutupi bagian atas gerobak dengan tripleks bekas dan dilapisi kain. “Bapak, hati-hati di jalan, segeralah pergi supaya Ibu bisa cepat mendapatkan penanganan,” pesan Indah. “Bapak berutang budi padamu, Nak. Akan segera Bapak carikan bantuan juga untukmu nanti.”“Baik, Pak. Hati-hati,” ulang Indah saat Pak Trisno mulai mendorong gerobaknya menembus gerimis. Perjalanan sekitar satu kilometer itu bagaikan puluhan kilometer karena jalanan setapak yang becek dan juga akar-akar pohon yang menonjol membuat perjalanan Pak Trisno tak bisa cepat.“Bertahanlah, Bu!” pekik Pak Trisno sambil terus mendorong gerobaknya sekuat tenaga.Untungnya hujan sudah reda, hanya tersisa rintik hujan yang membuat air mata Pak Trisno kini terlihat jelas. Ia tak ingin suatu hal buruk terjadi pada istrinya. Baru kemarin ia melihat istrinya tertawa, ia tak ingin kehilangan istrinya
Pak Trisno masih kebingungan antara bingung dan juga senang karena ada orang yang mau membanru menjemput Indah, namun ia sendiri masih tetap harus mengurus administrasi untuk perawatan istrinya yang sedang dalam kondisi kritis."Bagaimana, Pak? Bapak harus punya penjamin supaya pasien tetap bisa dirawat di rumah sakit ini, kami tidak bermaksud mempersulit Bapak, yang penting ada identitas ataupun Bapak memiliki penjamin," jelas si petugas adinistrasi."Pak biar saya menjadi penjamin!" tegas Wildan, lalu ia pun bertanya kepada Pak Trisno."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Wildan, ia tak tahu karena ia sendiri itu baru datang dan tidak megerti dengan apa yang terjadi pada Pak Trisno."Istri saya, Mas, istri saya ketimpa runtuhan dapur, sekarang masih di ruang darurat," jawab Pak Trisno bermaksud menjelaskan ruang IGD, tubuhnya masih bergetar karena kebingungan. Ia sama sekali tak pernah berada dalam kondisi yang membingungkan seperti ini."Baik kalau begitu ini KTP saya, saya yang akan men