“Oma … kenapa Mama belum datang juga?” tanya Nadira pada sang Oma. Wanita paruh baya itu hanya bisa mengusap pipi Nadira untuk menenangkannya.“Sabar, ya, kalian harus sehat dulu, Oma yakin nanti kalian akan bertemu dengan Mama cepat atau lambat,” jawab sang oma sambil menahan getir di hatinya. Ia sendiri tak tahu harus bicara apa lagi, sampai saat ini memang keberadaan Indah belum diketahui apakah masih hidup atau justru sudah meninggal dunia.“Oma … papa Edwan juga kenapa belum ke sini?” tanya Rashi pula.“Papa Edwan juga masih dalam perawatan dokter, Sayang. Papa Edwan kemarin menjalani operasi di kakinya, sebab kaki papa Edwan terluka cukup parah. Oma minta kalian berdua jangan putus mendo’akan papa mama kalian, ya! Kalian anak baik, minta sama Allah supaya papa lekas sembuh, boleh?” tanya sang oma.“Iya, Oma,” jawab Nadira dan Rashi bersamaan.“Pintar cucu-cucu Oma, sekarang kalian harus makan lalu minum obatnya, ya! Supaya kalian lekas sembuh,” bujuk sang oma lagi.Tak lama kemu
“Gebby! Buka pintunya!” ujar Reyhan sambil menggedor pintu kamar Gebby. Anak ini benar-benar sangat sulit diatur, batin Reyhan.“Aku gak mau!” teriak Gebby dari dalam.“Gebby, dengar! Kamu tak berhak menentang keputusan Papa! Nadira dan Rashi akan tetap tinggal di sini, titik!”Brakk!! Terdengar suara benda dihempaskan ke daun pintu dari dalam kamar. “Papa jahat!” pekik Gebby. Reyhan sudah hampir kehabisan kesabaran, ia memilih mengalah dan pergi saja dari rumah. Ia menitipkan Gebby pada ART dan memintanya memastikan Gebby tetap meminum obatnya.Reyhan kembali memacu mobilnya ke area tempat kejadian kecelakaan yang menimpa Indah dan Edwan.Tim SAR masih terus berupaya melakukan pencarian termasuk di sekitar kampung yang ada di dekat aliran sungai.“Bagaimana, Pak, apakah sudah ada titik terang?” tanya Reyhan pada salah satu petugas yang sedang bersiaga.“Belum, Pak, kita masih terus berupaya melakukan pencarian. Jika memang korban meninggal, seharusnya jasadnya sudah mengambang dan d
Pak Trisno membopong tubuh istrinya ke dalam gerobak kayu yang biasa dia gunakan untuk membawa kayu bakar. Hujan perlahan mereda, ia menutupi bagian atas gerobak dengan tripleks bekas dan dilapisi kain. “Bapak, hati-hati di jalan, segeralah pergi supaya Ibu bisa cepat mendapatkan penanganan,” pesan Indah. “Bapak berutang budi padamu, Nak. Akan segera Bapak carikan bantuan juga untukmu nanti.”“Baik, Pak. Hati-hati,” ulang Indah saat Pak Trisno mulai mendorong gerobaknya menembus gerimis. Perjalanan sekitar satu kilometer itu bagaikan puluhan kilometer karena jalanan setapak yang becek dan juga akar-akar pohon yang menonjol membuat perjalanan Pak Trisno tak bisa cepat.“Bertahanlah, Bu!” pekik Pak Trisno sambil terus mendorong gerobaknya sekuat tenaga.Untungnya hujan sudah reda, hanya tersisa rintik hujan yang membuat air mata Pak Trisno kini terlihat jelas. Ia tak ingin suatu hal buruk terjadi pada istrinya. Baru kemarin ia melihat istrinya tertawa, ia tak ingin kehilangan istrinya
Pak Trisno masih kebingungan antara bingung dan juga senang karena ada orang yang mau membanru menjemput Indah, namun ia sendiri masih tetap harus mengurus administrasi untuk perawatan istrinya yang sedang dalam kondisi kritis."Bagaimana, Pak? Bapak harus punya penjamin supaya pasien tetap bisa dirawat di rumah sakit ini, kami tidak bermaksud mempersulit Bapak, yang penting ada identitas ataupun Bapak memiliki penjamin," jelas si petugas adinistrasi."Pak biar saya menjadi penjamin!" tegas Wildan, lalu ia pun bertanya kepada Pak Trisno."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Wildan, ia tak tahu karena ia sendiri itu baru datang dan tidak megerti dengan apa yang terjadi pada Pak Trisno."Istri saya, Mas, istri saya ketimpa runtuhan dapur, sekarang masih di ruang darurat," jawab Pak Trisno bermaksud menjelaskan ruang IGD, tubuhnya masih bergetar karena kebingungan. Ia sama sekali tak pernah berada dalam kondisi yang membingungkan seperti ini."Baik kalau begitu ini KTP saya, saya yang akan men
"Sekarang Mbak tenang dulu ya, kita harus segera membawa Mbak Indah ke rumah sakit karena Mbak Indah saat ini cedera, bahkan sudah beberapa hari dan sama sekali belum mendapatkan perawatan medis," ujar Wildan."Iya, Wil. Terima kasih ya bapak-bapak karena sudah berusaha mencari saya sampai ke sini," ujar Indah dnegan air mata mengambang."Kami benar-benar tidak menyangka kalau ternyata di dalam hutan ini masih ada orang yang tinggal, sehingga kami sama sekali tidak melakukan pencarian ke daerah ini, selama ini kami hanya menyusuri sungai dan mencari di perkampungan yang memang letaknya tak jauh dari bantaran sungai saja," jelas salah satu anggota tim SAR."Ya sudah kalau gitu cepat kita bawa korban dengan menggunakan tandu darurat, sepertinya Ibu Indah tidak bisa berjalan," ujar seseorang yang melupakan tim medis."Bisa, tapi rasanya sakit sekali," jawab Indah."Baik kalau begitu biar kami bantu Bu Indah pakai tandu saja."Akhirnya mereka pun berusaha mengangkat tubuh Indah ke atas ta
Tim dokter yang saat ini sedang menangani Indah benar-benar dibuat takjub karena biasanya pasien yang terlambat di tangani luka-lukanya akan mengalami infeksi sehingga sulit untuk dijahit, namun berbeda serafus delapan puluh derajat dengan apa yang terjadi pada Indah. Entah daun-daunan herbal apa yang telah diberikan padanya sehingga sebagian lukanya bahkan sudah mengering.Benar-benar sebuah mukjizat, di saat semua orang sudah beranggapan bahwa Indah tak bisa diselamatkan, namun ternyata saat ini Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup melalui bantuan dari tangan Pak Trisno.Setelah beberapa waktu akhirnya kondisi Indah sudah dinyatakan stabil dan bisa dipindahkan ke ruang perawatan. Kabar itu tentu saja membuat anggota keluarganya sangat senang dan langsung meminta izin pada pihak rumah sakit untuk bertemu dengan Indah.Pihak Rumah Sakit pun memberikan izin karena memang anak-anak mereka yang sebenarnya sudah diizinkan untuk pulang ke rumah, dan Edwan juga sudah seharusnya men
Nadira dan Rashi hanya bisa mengangguk sambil menahan air mata karena kehadiran mereka jelas membuat Gebby merasa tidak senang."Kalian istirahat saja dulu, Papa harus pergi mengecek laporan di kantor. Beberapa hari ini Papa tidak ke kantor, jadi kalian Papa tinggal dulu, ya! Kalian mau Papa belikan apa?" tanya Reyhan."Gak usah, Pa, kita berdua gak mau merepotkan Papa," jawab Nadira."Enggak, dong, Sayang." Reyhan mengusap kepala Nadira, ia merasa menyesal karena dulu pernah menyiakan putrinya itu."Nadira sama Rashi mau istirahat saja, Pa," ujar Nadira lagi."Ya sudah, kalau begitu gimana kalau nanti pulang dari kantor Papa belikan boneka? Rashi mau apa, Nak?""Terserah Papa saja," jawab Rashi sambil tersenyum. Begitu teduh wajahnya, membuat Reyhan menyadari arti ketulusan yang tanpa sengaja telah mereka ajarkan untuknya.Nadira dan Rashi benar-benar jauh berbeda dengan Gebby. Entahlah, Reyhan merasa mungkin memang ini semua adalah kesalahannya, dia pernah mengabaikan anak sebaik Nad
Kita Berpisah Sementara Waktu"Mas, apakah benar kamu hari ini juga harus sudah berangkat ke Singapura?" tanya Indah menahan getir di dalam hatinya. Ia memang rela Edwan pergi ke Singapura, namun sebagai seorang istri tetap saja ia merasakan kesedihan karena harus berpisah, namun Indah berusaha terlihat tegar di depan Edwan."Iya, Sayang. Maafin Mas, ya, kita harus berjauhan untuk sementara waktu.""Iya nggak papa, kok, Mas. Pokoknya di sana Mas harus bener-bener menjalani apa yang dikatakan oleh dokter supaya bisa lekas sembuh dan pulang lagi ke Indonesia. Aku dan anak-anak akan menunggu kamu pulang dalam keadaan sehat.""Iya Mas janji, tapi gimana kalau nanti Mas tidak bisa berjalan lagi dan harus selamanya di atas kursi roda?" tanya Edwan sedih.Edwan menggenggam tangan Indah erat, kesedihan di dalam hatinya begitu terasa saat melihat keadaan Indah yang tidak berdaya namun harus ditinggalkan, siapapun yang berada dalam situasi seperti itu sudah pasti akan merasakan kegalauan yang l