POV REYHAN
Pukul 00.30 kami tiba di rumah orang tua Novi.
"Pak, semisal nanti orang tua saya nanya, Bapak siapa, boleh tak saya jawab calon suami saya?" pinta Novi.
"Loh, kok malah semakin jauh? Bukankah perjanjiannya cuma ngaku di depan laki-laki yang mau dijodohin sama kamu? Jangan begini, takutnya nanti jadi semakin rumit," ucapku. Novi mendengus. "Tolong, Pak."
"Kalau nanti orang tua kamu berharap dan nanti memaksaku untuk segera menikahimu bagaimana? Gak mau saya! Ribet nanti. Saya juga punya istri! Ngawur kamu!"
"Sumpah itu jadi urusan saya, Pak. Tolong!"
"Kamu bisa memaksa saya tapi kenapa tidak bisa memaks
"Loh, perempuan itu mau kemana?" tanya Novi. Saat melihat perempuan yang duduk di samping laki-laki itu, berdiri dari tempat duduknya kemudian beranjak. Mungkin ke toilet."Ya udah buru. Kamu bukan ingin bertemu perempuan itu kan? Tapi mau bertemu calon jodohmu?" ujarku. Novi pun mengangguk dan kami langsung menghampiri laki-laki itu."Permisi," ucap Novi. Laki-laki itu menoleh ke arah kami. Betapa terkejutnya aku ternyata laki-laki itu adalah Edwan. Temanku."Edwan!" ucapku girang langsung melepaskan tangan Novi."Reyhan!" Kami saling berjabat tangan dan saling berpelukan. Novi sendiri terlihat bingung. "Nov, laki-laki yang mau dijodohkan sama kamu ini sahabatku!" ujarku sambil menepuk bahu
"Kok bisa kebetulan gini ya, Nov?" ucap Edwan."Mana gue tahu!" jawab Novi sinis. Ribet ini kalau sudah begini."Ternyata Indah istri sahabat gue sendiri. Sekalinya suka sama cewek, malah punya orang," keluh Edwan membuat kedua bola mata Novi mendelik."Kalau gak ada perempuan lain, gak apa-apalah gue sama elo aja, Vi. Daripada gue disangka gak normal," lanjutnya lagi."Gue udah punya pacar. Biarpun dia nunggu sukses dulu. Ogah gue juga nikah sama cowok dingin kaya elo!" balas Novi sambil melihat keluar kaca."Gue gak dingin. Manis begini," ucap Edwan. Terlihat menghibur padahal hatinya luar biasa hancur. Shock mengetahui wanita yang
"Lalu bagaimana? Hah? Apa kamu mau ikut kembali sama aku atau enggak?!" Reyhan yang sudah bingung mau berbuat apa untuk meyakinkan Indah pun hanya bisa pasrah dengan jawaban Indah. Meskipun tidak bisa dipungkiri kalau di dalam hatinya ada harapan supaya Indah mau ikut bersamanya.Indah yang bingung dengan hati bergemulut, hanya bisa terdiam. Karena ia memang membutuhkan waktu untuk berpikir. Bagaimana lagi? Hatinya sudah terlampau sakit. Banyak hal yang harus Indah pikirkan. Saat ini dia tidak bisa memutuskan."Kamu pergilah, Reyhan. Aku minta waktu selama tiga hari untuk berpikir. Tidak semudah itu aku memberi jawaban. Sekarang silahkan pergi. Aku mau beristirahat," pinta Indah. Reyhan melepas tangan Indah, kemudian ia langsung berdiri. Membalikkan badan dan berjalan ke arah pintu. Ind
"Itu si wanita brengsek sialan!" gumam Danang saat melihat Maya baru saja keluar dari mall Grand Indonesia. Danang yang sudah melakukan operasi plastik bertransformasi menjadi Dany. Semata-mata agar aku bisa bebas berkeliaran. Danang hadir dengan identitas baru. Semua mudah karena dia melakukan semua dengan uang untuk menyogok oknum tertentu.Beruntung dirinya memiliki sebuah Vila yang bisa dijual dan digunakan untuk berinvestasi di beberapa perusahaan yang pasti menguntungkan. Seperti perusahaan Reyhan juga Adit. Selain itu Danang juga bisa mengintai Indah. Apa dia bahagia dengan rumah tangganya? Atau dia berhasil membuat hidup Indah menderita karena membuatnya menikah dengan Reyhan. Laki-laki yang ia tahu tidak akan pernah bisa berdamai dengan masa lalu Indah.Danang menghampiri Maya, berusaha mendekatinya. Semata-mata
"Halo, Pak Bos." Dengan santai Indah menjawab telepon. Mendengar suara indah, Edwan begitu bersemangat."Halo, gimana kabar kamu? Baik-baik saja kan? Kenapa tidak pamitan sama saya kalau kembali ke Jakarta hari ini?" Edwan bertanya diseberang telepon. Sementara Reyhan pura-pura cuek meskipun kupingnya menguping. "Gak mungkin Edwan jadi saingan gue. Dia kan tahu Indah istri gue. Masih berani nelpon. Parah," batin Reyhan. "Kalau saja tidak sedang ingin meyakinkan Indah pasti udah gue ambil hape itu dan gue banting supaya mereka gak bisa komunikasi lagi," ucapnya lagi dalam hati."Maaf, Pak Bos. Saya baik-baik saja. Terima kasih untuk kebaikannya selama ini. Maaf tidak sempat berpamitan," ucap Indah."Iya, Ndah. Tidak apa-apa. Kamu sehat-sehat di sana. Bahagia selalu. Kau punya masalah atau butuh bantuan saya suatu saat nanti, saya siap membantu. Saya akan selalu ada untuk kamu kapanpun kamu butuh bantuan saya. Pokoknya kamu sehat-sehat. Jag
"Sampai kapan kamu diemin aku seperti ini? Ya Allah! Ini kita suami istri tapi kenapa seperti orang asing?" keluhku kesal. Tapi hanya bicara di dalam hati. Sebab, aku enggan untuk mengatakannya. Berat bibir serasa. Bagaimana tidak? Setiap aku ajak bicara, berujung diam. Lelah aku pun sama memilih diam. Hingga akhirnya dua manusia ini tidak saling bicara. Ternyata rasanya diabaikan itu tidak enak. Seperti orang bodoh yang harus terus mengalah. Seperti inikah perasaan Indah dulu?Sejak awal bulan, sampai sekarang akhir bulan, baru dua kali ini seingatku bicara dengan Indah. Ya masa dia diem aku suruh nyerocos kaya burung beo? Hancur wibawaku sebagai seorang laki-laki. Ya tapi tak bisa kupungkiri ini semua sangat membuatku lelah dan ingin menyerah. Sulit banget… sumpah demi tuhan aku ingin sekali melempar makanan ini. Tapi aku tidak mungkin melakukannya. Yang ada aku sendiri repot membereskan bekasnya. Indah tidak mau ada pembantu di rumah ini. Jadi kalau aku melakukan in
Tok … tok … tok ….!Luna mengetuk pintu ruangannya dan ruangan Haris."Masuk," jawab Haris dari dalam."Gimana, Lun? Reyhan setuju?" tanya Haris. Luna sedikit tidak enak menyampaikan maksud dan tujuannya membawa Lena temannya menemui Haris."Gini, Ris. Reyhan minta aku yang jadi sekretarisnya. Dan Lena jadi sekretaris kamu. Katanya sih takut gak cocok lagi. Gimna?" Luna bertanya. Haris terdiam sebentar. Tidak masalah baginya jika memang Luna menjadi sekretaris kakaknya itu. Sebab, bosan juga dia tidak ada yang cocok dengan Reyhan."Aku si terserah kamu saja. Kamu cocok?" Haris bertanya. Luna mengangguk cepat. Memang itu sebe
"Ma--suk," lirihku terbata. Pemuda bertubuh tinggi dengan memakai jas warna hitam mendongak. Aku merintih menahan sakit. Dia menghampiriku. Mataku berlinang ada rasa haru."Pak bos?" lirihku. Pemuda itu mengangguk. Lalu meletakkan sebuah kotak yang mungkin berisi dimsum pesananku itu di atas meja. Dengan panik Pak Bos langsung menghampiriku."Kamu kenapa? Reyhan mana?" tanya Edwan."Reyhan keluar kota. Tolong bantu saya bawa ke rumah sakit, Pak," lirihku. Edwan mengangguk dan langsung membopongku ke mobilnya. Rasanya ingin bertanya kenapa bisa ada dia. Tapi rasa sakit membuatku lupa akan segalanya. "Kamu jangan ngeden ya, Ndah. Tarik nafas," ucap Edwan panik. Dia membuka pintu mobil belakang kemudian menidurkanku di jok belakang. "Tahan ya," ucapnya dengan nada p
Hari yang ditunggu telah tiba, Nadira sudah berdandan cantik, dirias oleh MUA profesional. Tak lama lagi pihak keluarga Melvin akan datang untuk melamarnya secara resmi. Jantung Nadira amaih terus berdebar-debar karena hari ini adalah momentum penentuan tanggal pernikahan mereka juga.Gebby masuk ke kamar Nadira setelah mendapat izin. Ia juga sudah berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pihak keluarga Melvin. Semua keluarga Nadira sudah berkumpul di rumah itu."Kamu cantik banget, Nad! Pasti lagi deg-degan banget, ya?""Makasih, Geb. Iya, aku beneran deg-degan banget.""Udah, bawa rileks aja. Aku ikut bahagia, aku udah bawakan kado untuk kamu. Ini," ucao Gebby seraya menyerahkan sebuah goodie bag pada Nadira."Ya ampun, Gebby ... kamu kenapa repot-repot, sih?""Enggak, lah, Nad. Kamu kan saudaraku, kalau kamu bahagia, aku juga ikut bahagia.""Makasih, ya ... sampai kapanpun kita memang saudara, Geb. Semoga kamu juga bisa segera mendapatkan lelaki baik hati yang akan jadi suami ka
Malam itu, Gebby tidur di pangkuan Ana. Ia merasa tubuhnya begitu lelah dan lemas. Ana mengusap rambut Gebby sambil bercerita dan memberikan nasihat."Nenek senang kamu sudah mau minta maaf pada mereka, Geb. Itu artinya kamu sudah berdamai dengan masa lalu. Nenek juga yakin mamamu di alam sana tak menginginkan jika kamu terus-terusan dikuasai dendam.""Iya, Nek. Sekarang aku merasa sudah jauh lebih tenang. Lelah juga ternyata selama ini berkejaran dengan nafsuku sendiri. Hati selalu panas dikuasai kebencian," jawab Gebby."Badanmu hangat, Geb! Hari ini kamu nggak lupa untuk minum obat, kan?""Aku nggak pernah lupa untuk minum obat setiap hari, karena dulu aku selalu bertekad untuk hidup lebih lama demi bisa membalaskan dendam mengenal pada keluarga Mama Indah. Tapi rasanya semakin keras aku berjuang, semakin aku merasa tak pernah tenang. Aku lelah, Nek.""Sayang ... Dulu juga nenek pernah berada di posisi seperti kamu yang selalu merasa bahwa diri nenek adalah orang yang paling benar
Gebby merenung dalam pelukan Indah, bahkan setelah ia bertindak sejahat itu pada mereka, Indah masih saja menyebutnya sebagai anak yang baik? Ya, Gebby memang baik pada mamanya, tapi tidak pada yang lain.Rumah sudah semakin ramai dengan orang-orang yang diundang di acara takziah itu. Nadira, Rashi, mereka sibuk menata makanan di atas meja yang nantinya akan disuguhkan. Sementara itu, Indah dan Maya sibuk menata bingkisan sedekah."Lihat, Geb, mereka begitu sibuk membantu kita meskipun kita tak pernah memintanya," bisik Ana pada Gebby. Gebby mengusap matanya lagi ia mengangguk dan mengakui semua itu.Acara pun dimulai. Semua orang melantunkan ayat suci Al-Qur'an lalu berdoa dengan khusyuk. Harusnya Gebby bersyukur karena masih ada orang yang bersedia mendoakan mamanya itu. Gebby juga melihat Reyhan sesekali mengusap matanya yang basah.Setelah acara selesai dan sedekah dibagikan, Indah beserta yang lain langsung berpamitan pada Ana dan Gebby."Sudah, jangan sedih terus, kasihan nanti
Gebby berjalan gontai meninggalkan area rumah sakit. Kata-kata mamanya maafin barusan benar-benar membuat hatinya hancur. Meskipun terasa begitu menyakitkan tapi Gebby tak menyangkal semua yang dikatakan oleh mamanya Melvin itu.Selama ini dirinya memang terlalu terobsesi untuk menjadi orang yang paling mendapatkan perhatian. Gebby selalu akan melakukan segala cara untuk bisa mencapai kemauannya. Bahkan seringkali ia tak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi akibat dari perbuatannya itu. Kata-kata sang nenek kembali terngiang di telinganya. Apa mungkin hidupnya sampai se menderita ini karena memang dirinya terlalu sulit untuk melupakan dendam itu?Gebby sampai ke rumahnya dan langsung memeluk sang nenek. Ia menangis sejadi-jadinya karena hatinya benar-benar sangat terluka kali ini. Cinta yang ingin ia raih harus kandas seketika itu juga. Melvin menolaknya, dan kini mamanya juga."Geb ... kamu tenangkan diri kamu, baru nanti cerita sama Nenek, ya!" ucap Ana sambil mengusap kepala c
Gebby, tunggu! Kamu mau kemana? Jangan nekat, Geb! Panggil Melvin untuk kesekian kalinya. Ana juga jadi kalut dan ikut mengejar cucunya itu,.ia takut Gebby akan melakukan hal nekat seperti yang dilakukan oleh Luna."Gebby!" Ana memanggil Gebby meski napasnya mulai terengah. Ia sudah tua, tenanganya sudah tak sekuat dulu, berlari sebentar saja ia sudah ngos-ngosan.Gebby sudah keluar dari gerbang portal kompleks dan terus berjalan di trotoar pinggir jalan raya. Melvin masih tak putus asa, ia mencoba terus mengejar. Genby sesekali menoleh ke belakang sambil terisak. Ia pun turun dari trotoar itu dan terlihat pasrah sembari merentangkan kedua tangannya dan berjalan perlahan ke arah tengah jalanan."Gebby! Jangan nekat kamu?" seru Melvin yang melihat Gebby senekat itu, ingin mencelakai dirinya sendiri dengan berdiri di tengah jalanan.Klakson kendaraan bermotor bersahutan dan sebagian ada yang marah karena ulah Gebby itu."Mau mati, Lu?" maki pengendara yang lewat."Gila, lu, woy?""Hey!
Gebby melamun di teras belakang rumah itu. Sudah dua hari Luna pergi mengahadap Yang Maha Kuasa. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada Ana dan Reyhan serta mamanya Melvin di rumah itu yang masih berbincang dan ada juga beberapa anggota kepolisian di bagian depan bersama papanya Melvin.Tak ada indikasi kekerasan dalam kematian Luna, semua orang meyakini itu merupakan murni sebagai kasus bunuh diri. Ditemukan foto Indah yang tertancap pena di dalam kamar. Polisi dan dokter menduga halusinasi Luna sempat kambuh ketika malam kejadian itu.Luna selalu bersikap impulsif dan tak peduli pada keadaan sekitar, jika sosok dalam halusinasinya muncul, ia bahkan tak tahu jika posisinya sedang di atas jurang sekalipun."Geb, kamu makan dulu, Sayang," bujuk Ana pada Gebby. Sejak kemarin tampaknya Gebby sama sekali belum makan. Ana khawatir karena Gebby tak boleh sampai melewatkan jadwal minum obatnya."Nanti saja, Nek. Belum ada selera.""Jangan begitu, dong, Geb. Kamu boleh bersedih tapi kamu juga haru
Suasana kompleks pagi itu dibuat heboh atas penemuan tubuh Luna yang menyedihkan itu. Warga langsung mencari bantuan untuk segera membawa Luna pergi ke rumah sakit karena setelah diperiksa ternyata denyut nadinya masih ada.Gebby dan Ana hanya bisa pasrah, serasa tubuh mereka lemas tak berdaya menghadapi kenyataan itu. Luna kehilangan banyak darah akibat luka di bagian kepalanya. Bahkan mereka berdua tidak tahu kapan kejadian itu terjadi karena malam itu mereka tidur sangat nyenyak. Sebenarnya Gebby sempat terbangun beberapa kali untuk mengecek keadaan mamanya itu namun tidak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah larut malam kantuk pengendara dan ia tertidur dengan sangat pulas. Gebby pin menyesal karena membiarkan mamanya itu tidur di lantai dua. Bukan tanpa sebab, mamanya dulu pernah menempati kamar itu, Gebby berharap ingatannya bisa kembali secara perlahan dengan merasakan suasana kamar itu setiap hari.Luna akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis. Gebby da
"Pa, mana uangnya yang aku minta? Transfer sekarang juga, lusa aku akan terbang bawa Mama," ucap Gebby pada Reyhan hari itu."Papa cuma bisa kasih kamu lima ratus juta dulu, Geb. Nanti kurangnya beberapa hari lagi, ya!""Log, kok gitu, sih, Pa?" seru Gebby tak senang."Bukannya kamu ya yang maksa untuk segera mencairkan dana investasi ke perusahaan Melvin? Kamu pikir uang di perusahaan kita bisa kamu atur seenaknya?""Ya ampun, Pa, aku tih cuma minta sedikit, apa susahnya sih tinggal transfer?""Semua uang pribadi papa sudah papa masukkan ke deposit berjangka. Hanya bisa diambil pada waktu yang tepat.""Papa sengaja, ya, biar aku gak bisa mintabuang sama Papa? Papa bener-bener tega, ya? Aku itu sedang berusaha supaya mama sembuh, tapi papa malah menghalang-halangi!""Kamu salah, uang papa sudah papa depositokan jauh sebelum kamu berencana mengambil mama kamu dari yayasan itu.""Papa sepertimya emang gak pernah sayang sama aku! Papa selalu aja bikin aku kecewa!""Geb, papa gak ada bila
"Hai, Vin!" sapa Gebby pada Melvin. Melvin agak terkejut saat ia melihat Gebby ada di lobby kantornya terlihat sedang menunggu."Oh, hai, Geb!""Aku dari tadi nunggu kamu, loh.""Oh, ya? Bukannya kita belum ada janji untuk bertemu sebelumnya?""Sorry, emang belum. Tapi boleh, dong, kalau aku sesekali datang ke sini untuk sekedar melihat progres kerjasama kita? Lagian aku belum pernah ke sini, aku juga ingin tahu bagaimana sistem kerja di sini.""Ooh ... Oke, boleh aja, kok. Ayo, aku ajak berkeliling," sahut Melvin."Oke," ucap Gebby senang. Ia dan Melvin pun akhirnya mengitari sekitaran kantor dan Melvin menunjukkan bagian demi bagian di kantornya itu. Padahal Gebby tidak terlalu ingin tahu tentang itu tujuan utamanya datang ke kantor Melvin adalah supaya ia dan Melvin bisa punya pertemuan yang intens sehingga Gebby punya peluang untuk bisa semakin dekat dengannya."Padahal kamu ini bisa dikatakan pemula, tapi keren, loh. Kantor kamu bagus, sistem kerja juga bagus. Aku saranin kamu bu