Tok … tok … tok ….!
Luna mengetuk pintu ruangannya dan ruangan Haris.
"Masuk," jawab Haris dari dalam.
"Gimana, Lun? Reyhan setuju?" tanya Haris. Luna sedikit tidak enak menyampaikan maksud dan tujuannya membawa Lena temannya menemui Haris.
"Gini, Ris. Reyhan minta aku yang jadi sekretarisnya. Dan Lena jadi sekretaris kamu. Katanya sih takut gak cocok lagi. Gimna?" Luna bertanya. Haris terdiam sebentar. Tidak masalah baginya jika memang Luna menjadi sekretaris kakaknya itu. Sebab, bosan juga dia tidak ada yang cocok dengan Reyhan.
"Aku si terserah kamu saja. Kamu cocok?" Haris bertanya. Luna mengangguk cepat. Memang itu sebe
"Ma--suk," lirihku terbata. Pemuda bertubuh tinggi dengan memakai jas warna hitam mendongak. Aku merintih menahan sakit. Dia menghampiriku. Mataku berlinang ada rasa haru."Pak bos?" lirihku. Pemuda itu mengangguk. Lalu meletakkan sebuah kotak yang mungkin berisi dimsum pesananku itu di atas meja. Dengan panik Pak Bos langsung menghampiriku."Kamu kenapa? Reyhan mana?" tanya Edwan."Reyhan keluar kota. Tolong bantu saya bawa ke rumah sakit, Pak," lirihku. Edwan mengangguk dan langsung membopongku ke mobilnya. Rasanya ingin bertanya kenapa bisa ada dia. Tapi rasa sakit membuatku lupa akan segalanya. "Kamu jangan ngeden ya, Ndah. Tarik nafas," ucap Edwan panik. Dia membuka pintu mobil belakang kemudian menidurkanku di jok belakang. "Tahan ya," ucapnya dengan nada p
Setelah dua hari Reyhan pun sudah tiba di Jakarta bersama Luna. Keduanya tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan beristirahat dulu di hotel. Menenangkan pikiran dan memikirkan cara untuk bicara pada Indah. Sebab di pikiran Reyhan Indah sedang hamil tua. Takut juga terjadi sesuatu pada kandungannya sehingga menyebabkan anaknya mengalami masalah."Sudah sore. Sudah siapkah menemui istri dan orang tuamu, Rey?" tanya Luna sembari memeluk Reyhan dari belakang.Reyhan menyentuh tangan Luna kemudian mengecupnya. "Siap tidak siap harus siap," jawab Reyhan mantap."Dulu kamu sangat mencintai Indah. Apa kamu sudah benar-benar melupakannya?" Luna bertanya. "Mungkin bukan cinta, tapi hanya obsesi untuk mendapatkannya. Sudahlah, tidak usah dibahas. Kan aku sudah sama kamu," ujar
POV REYHANLima menit kemudian Haris kembali dengan membawa hape Indah. Indah mulai mengutak-atiknya. Mata wanita itu melirik Luna dengan sedikit menyunggingkan senyum."Laki-laki bisa mengejar perempuan. Terlihat sangat mencintai, takut kehilangan,, tapi tidak bisa menghargai, berlindung di balik kata cinta, ternyata itu hanya ambisi. Itu adalah kamu! Hanya ingin menyalurkan dendam pada Danang bukan? Tak kusangka," ucap Indah. Meskipun aku tidak paham, kata-kata itu seolah menyindirku."Mengejar seorang perempuan, meyakinkan kemudian mengulang hal yang sama. Berusaha sekuat tenaga untuk berubah tetap tidak bisa. Karena cintanya hanya sebatas obsesi yang kalau sudah berhasil di dapatkan ya sudahlah. Seterusnya akan mengulang kesalahan yang sama. Seperti itulah kamu! Tapi aku selalu be
"Saya malu dengan kelakuan anak saya. Tolong maafkan saya," ucap Lendia langsung bersimpuh di kaki Indah."Mama jangan seperti itu," ucap Indah berusaha membangunkan Mama mertuanya itu berdiri. Lendia terus menangis. Memang perasaannya sungguh malu luar biasa. Ada ketakutan dalam dirinya."Ndah, maafkan kami," timpal Haris. Indah mengangguk. Kemudian ia pun meminta Mama mertuanya itu untuk berdiri. "Kamu yang sabar ya, Ndah. Papa minta maaf atas kelakuan Reyhan. Papa sangat malu," ucap Papa Reyhan menimpali."Mama, Papa, dan juga Haris tidak ada salah apapun. Bukan kesalahan kalian. Kalian orang baik. Hanya saja Indah minta maaf, telah menyebabkan hubungan antara orang tua dengan anaknya jadi renggang," ujar Indah setelah kembali duduk. Sementara Edwan teta
"Assalamualaikum," ucap seorang perempuan paruh baya pemilik kontrakan."Waalaikumsalam," jawab Edwan dan Indah bersamaan. "Kaget ya, sama suara teriakan tadi? Memang suka begitu. Katanya sih depresi karena kehilangan anaknya. Jadi kalau sedang tidak sadar suka teriak-teriak," ucap Bu Lasmi pemilik kontrakan."Oh begitu ya, Bu. Pantesan. Kalau depresi kenapa tidak dibawa ke rumah sakit saja?" kata Edwan menimpali. Indah membenarkan."Depresinya kadang-kadang saja, Neng. Saat teringat anaknya. Akan tenang jika sudah minum obat penenang. Suaminya tidak mau mengirim ke rumah sakit jiwa, katanya tidak tega. Istrinya juga suka dibawa terapi kok seminggu dua kali. Suaminya sangat menyayangi istrinya. Memang gitu, suka teriak minta ampun kalau misal disuruh makan tidak mau,"
Dua minggu berlalu …Panggilan sidang pertama pun datang. Namun, Indah sama sekali tidak hadir. Begitupun dengan Reyhan. Panggilan sidang kedua dan ketiga di minggu berikutnya pun Indah tidak hadir. Hanya Reyhan saja yang hadir saat sidang ketiga dan dibacakan putusan dengan membawa dua orang saksi. Tidak ada tuntutan apapun hingga memperlancar prosesnya."Kok bisa sih Indah gak datang dan gak minta hak apapun untuk anaknya?" ucap Luna membatin. Dalam hatinya dia sangat bahagia. Apalagi melihat Reyhan tenang dan seolah tidak terjadi apapun. "Gak pernah nyangka sebelumnya. Ternyata Reyhan jadi milik aku. Gak sangka juga, di luar dugaan pokoknya Reyhan milih aku daripada Indah. Di mana aku sangka Reyhan sangat mencintai Indah. Humhh! Takdir memang tidak bisa ditebak," batinya lagi kegirangan.
"Maya! Lama banget kamu di dalam kamar mandi!" Danang berteriak sambil terus menggedor pintu.Buru-buru Maya pun mengusap wajahnya sambil menatap bayangannya di cermin."Jangan mentang-mentang aku diam, lantas kamu bisa seenaknya, Danang," batinnya."Maya! Cepat!" Danang kembali berteriak. Maya sendiri sudah tahu apa yang Danang inginkan kalau seperti ini. Namun, perempuan itu tetap terdiam sembari memandang cermin dan memikirkan ide supaya bisa lekas terlepas dari Danang. Danang belum tahu kalau Indah adalah tetangga barunya. Maya akan meminta bantuan Indah. "Akan kupastikan kamu kembali membusuk di penjara, Danang!" gumamnya.Suara gedoran semakin keras. Maya pun memasang wajah biasa kemudi
POV INDAHPrang!Terdengar suara pecahan kaca. Buru-buru semua orang yang berada di dalam rumahku pun berlari keluar kamar. Padahal hari masih sangat pagi karena baru pukul 06.00."Tolonggggg!!!" teriak seorang wanita yang suaranya tak asing untukku."Suaranya kaya kenal ya?" ucap Hendra. Novi mengangguk. Hanya Edwan saja yang diam."Yuk keluar cepat," ujar Edwan. Langsung kami pun berlari keluar rumah.Saat tiba kami di teras, mataku langsung menuju ke lantai atas rumah tetanggaku. Nampak wanita berambut panjang mengeluarkan kepalanya di jendela. Terlihat tengah menghindari seseorang."Tolong! Indah! Aku Maya! Hendra! Novi tolong aku!" teriknya."Maya!" balas Hendra."Hendra selamatkan aku dari Danang! Dany adalah Danang!" teriak Maya membuat semua orang panik."Edwan telpon polisi!" teriakku. Edwan pun dengan wajah terlihat bingung langsung mengeluarkan ponsel dan menghubungi
Hari yang ditunggu telah tiba, Nadira sudah berdandan cantik, dirias oleh MUA profesional. Tak lama lagi pihak keluarga Melvin akan datang untuk melamarnya secara resmi. Jantung Nadira amaih terus berdebar-debar karena hari ini adalah momentum penentuan tanggal pernikahan mereka juga.Gebby masuk ke kamar Nadira setelah mendapat izin. Ia juga sudah berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pihak keluarga Melvin. Semua keluarga Nadira sudah berkumpul di rumah itu."Kamu cantik banget, Nad! Pasti lagi deg-degan banget, ya?""Makasih, Geb. Iya, aku beneran deg-degan banget.""Udah, bawa rileks aja. Aku ikut bahagia, aku udah bawakan kado untuk kamu. Ini," ucao Gebby seraya menyerahkan sebuah goodie bag pada Nadira."Ya ampun, Gebby ... kamu kenapa repot-repot, sih?""Enggak, lah, Nad. Kamu kan saudaraku, kalau kamu bahagia, aku juga ikut bahagia.""Makasih, ya ... sampai kapanpun kita memang saudara, Geb. Semoga kamu juga bisa segera mendapatkan lelaki baik hati yang akan jadi suami ka
Malam itu, Gebby tidur di pangkuan Ana. Ia merasa tubuhnya begitu lelah dan lemas. Ana mengusap rambut Gebby sambil bercerita dan memberikan nasihat."Nenek senang kamu sudah mau minta maaf pada mereka, Geb. Itu artinya kamu sudah berdamai dengan masa lalu. Nenek juga yakin mamamu di alam sana tak menginginkan jika kamu terus-terusan dikuasai dendam.""Iya, Nek. Sekarang aku merasa sudah jauh lebih tenang. Lelah juga ternyata selama ini berkejaran dengan nafsuku sendiri. Hati selalu panas dikuasai kebencian," jawab Gebby."Badanmu hangat, Geb! Hari ini kamu nggak lupa untuk minum obat, kan?""Aku nggak pernah lupa untuk minum obat setiap hari, karena dulu aku selalu bertekad untuk hidup lebih lama demi bisa membalaskan dendam mengenal pada keluarga Mama Indah. Tapi rasanya semakin keras aku berjuang, semakin aku merasa tak pernah tenang. Aku lelah, Nek.""Sayang ... Dulu juga nenek pernah berada di posisi seperti kamu yang selalu merasa bahwa diri nenek adalah orang yang paling benar
Gebby merenung dalam pelukan Indah, bahkan setelah ia bertindak sejahat itu pada mereka, Indah masih saja menyebutnya sebagai anak yang baik? Ya, Gebby memang baik pada mamanya, tapi tidak pada yang lain.Rumah sudah semakin ramai dengan orang-orang yang diundang di acara takziah itu. Nadira, Rashi, mereka sibuk menata makanan di atas meja yang nantinya akan disuguhkan. Sementara itu, Indah dan Maya sibuk menata bingkisan sedekah."Lihat, Geb, mereka begitu sibuk membantu kita meskipun kita tak pernah memintanya," bisik Ana pada Gebby. Gebby mengusap matanya lagi ia mengangguk dan mengakui semua itu.Acara pun dimulai. Semua orang melantunkan ayat suci Al-Qur'an lalu berdoa dengan khusyuk. Harusnya Gebby bersyukur karena masih ada orang yang bersedia mendoakan mamanya itu. Gebby juga melihat Reyhan sesekali mengusap matanya yang basah.Setelah acara selesai dan sedekah dibagikan, Indah beserta yang lain langsung berpamitan pada Ana dan Gebby."Sudah, jangan sedih terus, kasihan nanti
Gebby berjalan gontai meninggalkan area rumah sakit. Kata-kata mamanya maafin barusan benar-benar membuat hatinya hancur. Meskipun terasa begitu menyakitkan tapi Gebby tak menyangkal semua yang dikatakan oleh mamanya Melvin itu.Selama ini dirinya memang terlalu terobsesi untuk menjadi orang yang paling mendapatkan perhatian. Gebby selalu akan melakukan segala cara untuk bisa mencapai kemauannya. Bahkan seringkali ia tak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi akibat dari perbuatannya itu. Kata-kata sang nenek kembali terngiang di telinganya. Apa mungkin hidupnya sampai se menderita ini karena memang dirinya terlalu sulit untuk melupakan dendam itu?Gebby sampai ke rumahnya dan langsung memeluk sang nenek. Ia menangis sejadi-jadinya karena hatinya benar-benar sangat terluka kali ini. Cinta yang ingin ia raih harus kandas seketika itu juga. Melvin menolaknya, dan kini mamanya juga."Geb ... kamu tenangkan diri kamu, baru nanti cerita sama Nenek, ya!" ucap Ana sambil mengusap kepala c
Gebby, tunggu! Kamu mau kemana? Jangan nekat, Geb! Panggil Melvin untuk kesekian kalinya. Ana juga jadi kalut dan ikut mengejar cucunya itu,.ia takut Gebby akan melakukan hal nekat seperti yang dilakukan oleh Luna."Gebby!" Ana memanggil Gebby meski napasnya mulai terengah. Ia sudah tua, tenanganya sudah tak sekuat dulu, berlari sebentar saja ia sudah ngos-ngosan.Gebby sudah keluar dari gerbang portal kompleks dan terus berjalan di trotoar pinggir jalan raya. Melvin masih tak putus asa, ia mencoba terus mengejar. Genby sesekali menoleh ke belakang sambil terisak. Ia pun turun dari trotoar itu dan terlihat pasrah sembari merentangkan kedua tangannya dan berjalan perlahan ke arah tengah jalanan."Gebby! Jangan nekat kamu?" seru Melvin yang melihat Gebby senekat itu, ingin mencelakai dirinya sendiri dengan berdiri di tengah jalanan.Klakson kendaraan bermotor bersahutan dan sebagian ada yang marah karena ulah Gebby itu."Mau mati, Lu?" maki pengendara yang lewat."Gila, lu, woy?""Hey!
Gebby melamun di teras belakang rumah itu. Sudah dua hari Luna pergi mengahadap Yang Maha Kuasa. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada Ana dan Reyhan serta mamanya Melvin di rumah itu yang masih berbincang dan ada juga beberapa anggota kepolisian di bagian depan bersama papanya Melvin.Tak ada indikasi kekerasan dalam kematian Luna, semua orang meyakini itu merupakan murni sebagai kasus bunuh diri. Ditemukan foto Indah yang tertancap pena di dalam kamar. Polisi dan dokter menduga halusinasi Luna sempat kambuh ketika malam kejadian itu.Luna selalu bersikap impulsif dan tak peduli pada keadaan sekitar, jika sosok dalam halusinasinya muncul, ia bahkan tak tahu jika posisinya sedang di atas jurang sekalipun."Geb, kamu makan dulu, Sayang," bujuk Ana pada Gebby. Sejak kemarin tampaknya Gebby sama sekali belum makan. Ana khawatir karena Gebby tak boleh sampai melewatkan jadwal minum obatnya."Nanti saja, Nek. Belum ada selera.""Jangan begitu, dong, Geb. Kamu boleh bersedih tapi kamu juga haru
Suasana kompleks pagi itu dibuat heboh atas penemuan tubuh Luna yang menyedihkan itu. Warga langsung mencari bantuan untuk segera membawa Luna pergi ke rumah sakit karena setelah diperiksa ternyata denyut nadinya masih ada.Gebby dan Ana hanya bisa pasrah, serasa tubuh mereka lemas tak berdaya menghadapi kenyataan itu. Luna kehilangan banyak darah akibat luka di bagian kepalanya. Bahkan mereka berdua tidak tahu kapan kejadian itu terjadi karena malam itu mereka tidur sangat nyenyak. Sebenarnya Gebby sempat terbangun beberapa kali untuk mengecek keadaan mamanya itu namun tidak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah larut malam kantuk pengendara dan ia tertidur dengan sangat pulas. Gebby pin menyesal karena membiarkan mamanya itu tidur di lantai dua. Bukan tanpa sebab, mamanya dulu pernah menempati kamar itu, Gebby berharap ingatannya bisa kembali secara perlahan dengan merasakan suasana kamar itu setiap hari.Luna akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis. Gebby da
"Pa, mana uangnya yang aku minta? Transfer sekarang juga, lusa aku akan terbang bawa Mama," ucap Gebby pada Reyhan hari itu."Papa cuma bisa kasih kamu lima ratus juta dulu, Geb. Nanti kurangnya beberapa hari lagi, ya!""Log, kok gitu, sih, Pa?" seru Gebby tak senang."Bukannya kamu ya yang maksa untuk segera mencairkan dana investasi ke perusahaan Melvin? Kamu pikir uang di perusahaan kita bisa kamu atur seenaknya?""Ya ampun, Pa, aku tih cuma minta sedikit, apa susahnya sih tinggal transfer?""Semua uang pribadi papa sudah papa masukkan ke deposit berjangka. Hanya bisa diambil pada waktu yang tepat.""Papa sengaja, ya, biar aku gak bisa mintabuang sama Papa? Papa bener-bener tega, ya? Aku itu sedang berusaha supaya mama sembuh, tapi papa malah menghalang-halangi!""Kamu salah, uang papa sudah papa depositokan jauh sebelum kamu berencana mengambil mama kamu dari yayasan itu.""Papa sepertimya emang gak pernah sayang sama aku! Papa selalu aja bikin aku kecewa!""Geb, papa gak ada bila
"Hai, Vin!" sapa Gebby pada Melvin. Melvin agak terkejut saat ia melihat Gebby ada di lobby kantornya terlihat sedang menunggu."Oh, hai, Geb!""Aku dari tadi nunggu kamu, loh.""Oh, ya? Bukannya kita belum ada janji untuk bertemu sebelumnya?""Sorry, emang belum. Tapi boleh, dong, kalau aku sesekali datang ke sini untuk sekedar melihat progres kerjasama kita? Lagian aku belum pernah ke sini, aku juga ingin tahu bagaimana sistem kerja di sini.""Ooh ... Oke, boleh aja, kok. Ayo, aku ajak berkeliling," sahut Melvin."Oke," ucap Gebby senang. Ia dan Melvin pun akhirnya mengitari sekitaran kantor dan Melvin menunjukkan bagian demi bagian di kantornya itu. Padahal Gebby tidak terlalu ingin tahu tentang itu tujuan utamanya datang ke kantor Melvin adalah supaya ia dan Melvin bisa punya pertemuan yang intens sehingga Gebby punya peluang untuk bisa semakin dekat dengannya."Padahal kamu ini bisa dikatakan pemula, tapi keren, loh. Kantor kamu bagus, sistem kerja juga bagus. Aku saranin kamu bu