"Mau apa?" tanyanya saat ucapanku terhenti.
"Saya mau panggil istri Mas Danang. May,-" Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Maya langsung bergegas keluar ruangan.
"Maya?" ucap Alif. Aku mengangguk. Ternyata dia kenal dengan istri Mas Danang. Alif pun beralih menengok ke arah Mas Danang. Saat mata mereka bertemu, keduanya saling menyapa dengan senyuman.
Ada yang aneh. Tiba-tiba saja mata Alif mengitari hampir semua sudut ruangan. Jangan-jangan dia mencari keberadaan Maya.
"Oke semua, sekarang kita langsung buka saja acaranya ya," ucap MC. Kami pun mulai terfokus.
******
POV MAYA
POV INDAHSetelah Maya pergi aku menghampiri Luna coba untuk menenangkannya. Namun, saat kaki ini hendak bersimpuh, wanita itu menghambur erat ke pelukan Reyhan.Deg!Aku baru teringat, bahkan penyebab ia mengalami kejadian seperti ini karena patah hati pada Reyhan yang mencintaiku.Hah! Dilema itu memang saat berada di posisi antara cinta dan sahabat. Bagaimana ini? Ya Tuhan … apa aku mundur saja?"Tenang, Lun. Danang sudah berada di tangan polisi dan sedang diselidiki," tutur Reyhan mengusap rambut Luna."Bagaimana jika Luna tahu kami akan menikah? Pasti dia semakin terpuruk." Aku membatin sambil melihat Luna ya
POVINDAH"Sekarang aku harus bagaimana?! Jawab aku Indah!" Luna berteriak. Tak lama kemudian Tante Ana masuk ke kamar dan langsung duduk juga di samping Luna."Kamu! Kenapa sih dari dulu kamu itu selalu menghambat kebahagiaan aku, Ndah? Pria yang aku suka, selalu saja memilih kamu. Danang! Reyhan! Bahkan Danang tega menodai aku karena aku membela kamu! Harusnya kamu yang mengalami kejadian ini. Bukan aku! Kenapa sih dekat-dekat dengan kamu itu selalu tertimpa masalah?! Kamu memang pembawa sial tahu nggak! Aku nyesel bantuin kamu belain kamu! Aku justru tertimpa kesialan!""Lun kamu tenang. Aku minta maaf. Jujur aku tidak pernah meminta kamu untuk membela aku secara berlebihan. Bukankah aku juga sering mencegahmu jika bicaramu sudah berlebihan? Tapi dari dulu kamu memang ceplas ceplos seperti ini. Kekurangan
PART 42"Maaf, Rey. Em… ini…." Aku tidak dapat melanjutkan ucapanku."Maaf, Rey. Karena kami bertemu jadi mengganggu acara kalian," ujar Adit."Ya, Om Reyhan. Maafin Tiara. Tiara minta Papa ketemu Mama. Maaf Om. Jangan marahi Mama," timpal Tiara."Tidak, Sayang. Om Reyhan tidak akan memarahi Mama Tiara. Tiara tenang saja. Oke," ucap Reyhan penuh senyum. Tak lupa, laki-laki itupun menjawil pipi Tiara."Maaf telah mengganggu waktu kalian. Kami pamit pulang dulu," ucap Adit. Laki-laki itu pun berlalu sambil menggandeng tangan putri kecilnya."Adit tunggu!" cegah Reyhan."Apa lagi?" Aku me
"Rey, berikan ponselnya," ujarku masih terus mencoba untuk menyambar."Yang bener dong mintanya," ujar Reyhan."Mas Reyhan, aku mau baca pesan dari Maya. Tadi baru sempat baca atasnya saja," ujarku dengan nada suara yang serius. Sejenak Reyhan memandangiku. Tak peduli aku pun segera meraih ponsel dari tangannya.[Gue tadi habis dari tempat keluarga Reyhan. Gue ceritain yang sebenarnya sama mereka. Gue tanya keseriusan mereka mau terima elo apa nggak soalnya lo kan mandul. Satu lagi, gue bilang sama orang tua Reyhan kalau misalnya elo itu mudah dekat sama laki-laki lain. Intinya sih gue cuma pengen kalau mertua elo itu bisa terima elo apa adanya setelah menikah][Takutnya, mereka kaget dan nagih cucu lagi. Kan kasihan elo. Reyhan juga tanyain, mau terima elo apa
POV MayaDerrrttt….Ponselku bergetar…."Panggilan dari kantor polisi? Ada apa sih! Males banget kalau berurusan sama laki-laki tak berguna itu. Nyusahin ajah!" geramku. Ada rasa malas dan berat mengangangkat panggilan dari kantor Polisi itu. Karena sudah pasti berhubungan dengan Mas Danang."Hummhhhh….!" Aku menarik nafas panjang. Dengan berat hati ku angkat juga panggilan dari kantor polisi itu."Halo selamat siang. Kami dari kantor kepolisian bisa bicara dengan Ibu Maya?""Iya siang juga. Saya sudah tahu. Ada apa?" jawabku judes.
POV MAYA"Kami datang," ucap seseorang membuatku semakin terpana. Kasihan amat aku ini…."Luna…," ujar Indah girang. Saat Indah menoleh ke arahku mata kami jelas saling bertemu. Asli tenggorokanku benar-benar tercekat. Sebab, aku sudah mengirim pesan pada Indah. Juga telah menjelek-jelekkan Indah di depan Tante Lendia."Novi, Luna, dan Hendra langsung masuk ke salon. Mereka langsung duduk di bangku yang masih kosong. Cepat pegawai salon yang sedang tidak memegang apapun, itu menghampiri mereka."Ssstt!" Mata Novi memberi kode pada teman-temannya supaya melirik ke arahku."Udah tahu. Biarin aja," ucap Luna memandangku sinis. Begitupun Tante Lendia yang bersikap seolah tidak mengenaliku.
"Ehem!" Suara deheman membuat kami menoleh."Asyik amat ngobrolnya kalian berdua?" Luna datang di tengah-tengah kami. Aku tersenyum ke arahnya. Dia kan mau PDKT dengan Adit."Aku gabung ya?" ujarnya. Aku tersenyum. Adit mengangguk."Bagaimana keadaanmu, Lun? Sudah lebih baik?" tanya Adit saat Luna duduk di tengah-tengah kami dengan wajah ceria."Sudah. Berkat support dari kalian. Makasih banyak ya?" tuturnya penuh senyum menatap wajah Adit."Syukur kalau begitu, Lun. Aku turut bahagia. Jangan memikirkan hal apapun lagi, Lun. Kamu percaya kan selalu ada pelangi setelah hujan? Meskipun entah di sudut mana pelangi itu akan terlihat," ucap Adit. Luna mengangguk semangat.
"Sayang bangun." Kurasakan sebuah kecupan hangat menempel di keningku. Perlahan aku pun membuka mata. Rupanya sudah pukul setengah tujuh pagi. Selepas shalat subuh tadi, kami memang memutuskan untuk tidur kembali. Sebab efek begadang masih begitu terasa.Pagi ini, jantungku berdegup begitu kencang tidak seperti biasanya. Sebab teringat kalau pagi ini akan menjadi hari pernikahanku dengan Reyhan."Mama, maaf Indah kesiangan," ucapku. Novi dan Luna pun langsung beranjak bangun. "Tante," sapa mereka. Mama hanya tersenyum. "Kalian cepat mandi, terus langsung berangkat ke gedung. Nanti kami akan menyusul. Temani Indah karena dia harus di make up," ucap Mama."Bareng sama Reyhan, Tante?" tanya Luna. Mama mengangguk. "Nanti orang tua kamu dijemput sama sopir Tante.""