POV INDAH "Mba, beneran mau pindah, Mbak?" tanya Rumi. Aku mengangguk cepat. Meskipun semua terasa berat. Tapi aku tidak mau berhubungan dengan masa lalu apapun. Aku ingin hidup damai saja bersama anak-anakku. "Mba serius?" tanya Rumi lagi. Aku mengangguk. "Kau tinggali saja rumah ini, dan aku percayakan untuk butik serta konveksi kamu yang mengatur. Lagi pula kamu kan akan menikah dengan Haris. Jadi, setelah menikah kalian tinggal saja di rumah ini. Aku akan mengabarimu kemana aku dan kedua anakku pergi. Dan kamu, jangan pernah beritahu siapapun aku pergi kemana. Aku dan anak-anak ingin menata hidup baru. Toh aku juga sudah mandiri rasanya tidak perlu menikah lagi. Malu juga janda dua kali," ucapku. Wajah Rumi terlihat sedikit keberatan. "Tapi, Mbak? Kenapa bisa seperti ini?" tanyanya. "Aku sendiri tidak tahu, Rum. Yang aku tahu, aku hanya ingin hidup tenang bersama kedua anakku. Tidak ingin juga bertemu dengan siapapun. Malas, di kota ini di lingkungan ini masih saja berada di l
Exstra Part"Kenapa tidak mau menerimaku?" tanya Edwan saat laki-laki itu sudah duduk tepat di samping Indah. Indah hanya tersenyum."Aku butuh jawabanmu, bukan senyummu," ujar Edwan lagi. Indah pun menarik nafas panjang. "Huh!" Hanya itu yang keluar dari mulut Indah. "Apa jawabanku tidak cukup?" Indah balik bertanya. Edwan menggeleng. "Aku belum puas. Sekarang hanya ada aku dan kamu di sini, aku mohon dengan sangat kejujuran kamu," pinta Edwan terus memaksa. Edwan memang tidak yakin pada jawaban Indah karena laki-laki itu merasa Indah mencintainya. "Kenapa? Sebenarnya kamu masih mencintai Reyhan? Gak apa-apa. Kamu jujur aja sama aku." Kata-kata Edwan barusan membuat Indah sedikit tersinggung. "Kenapa harus Reyhan? Bukankah kalau aku masih mau sama Reyhan aku bisa dengan mudah mendapatkannya kembali? Tapi aku tidak mau. Aku tidak ada rasa apapun pada laki-laki itu, meskipun dulu aku sangat mencintainya. Jadi aku mohon sama kamu, tolong jangan pernah sangkut pautkan aku dengan Reyha
POV INDAH"Mama!" teriak Rashi dan Nadira bersamaan. Ini tahun pertama mereka masuk sekolah dasar berbasis internasional. Keduanya sekolah di tempat yang sama di daerah bintaro sektor IX di tangerang. Seharusnya Rashi satu tahun di atas Nadira. Tapi aku memilih dua tahun untuk TK Rashi supaya bisa bareng dengan Nadira. Toh usia mereka juga tidak berbeda jauh. Tidak terasa saja waktu bergulir begitu cepat. Kedua anak yang kupantau pertumbuhan dan perkembangannya ternyata kini mereka sudah memasuki usia pendidikan dasar. 7 tahun lamanya aku benar-benar tidak pernah berurusan lagi dengan orang-orang di masa lalu. Termasuk juga berhubungan dengan Edwan. Atau keluarga Mas Reyhan. Terakhir kali sebelum akhirnya aku memilih pindah, pada saat pernikahan Rumi dan Haris jelas terlihat bahwa keluarga Reyhan sudah dapat menerima keberadaan Luna dan anaknya. Mereka terlihat akrab. Hingga aku tak ingin lagi berurusan dengan mereka. Tanpa memberi tahu Rumi, aku bahkan menjual rumah dan pindah secar
"Nanti bila sudah waktunya, kalian akan tahu. Sekarang kamu ke kamar ya. Hibur Nadira. Mama percaya sama Rashi. Rashi bisa menenangkan Nadira," ucapku. Rashi menurut dan lekas berlari ke kamar. Saat Rashi tak terlihat lagi, aku coba melangkah ke kamar anak-anak. Saat tiba di depan kamar mereka, aku coba menguping. Kutempelkan telinga di depan pintu. Beruntung pintu sedikit terbuka hingga aku bisa mengintip mereka. Terlihat Rashi menghampiri Nadira yang sedang melipat kedua tangannya dengan muka manyun. "Kamu kenapa? Kasihan Mama Dira," ujar Rashi. Nadira menarik nafas panjang. Bola matanya memerah. Perlahan air mata jatuh membasahi pipinya. "Kak Rashi, aku hanya ingin tahu, siapa Papaku dan dimana dia? Kenapa sampai saat ini Mama tak pernah memberitahu kita? Kalau Papa kita sudah meninggal, dimana kuburannya? Mama tidak pernah memberitahu kita. Setiap kali kita bertanya, Mama hanya diam. Dan selalu menjawab jika sudah saatnya kita pasti akan tahu. Cuma itu dan selalu jawaban itu yan
"Oh iya, Rashi kita belum cerita sama Mama," ucap Nadira sambil berjalan ke sofa melewatiku. Gadis kecil itu pun langsung duduk sambil menepuk wajahnya. "Iya, ya. Kita belum cerita sama Mama." Rashi menimpali dan menyusul Nadira duduk. Sedangkan aku ditinggalkan sembari menuntut jawaban. Dua anak ini semakin tumbuh dewasa semakin menggemaskan. "Ih kalian ini, Mama tanya. Om Tampan siapa?" tanyaku lagi kembali menghampiri mereka dan duduk di samping keduanya. "Kalian jangan asal dekat sama orang yang tak dikenal yah. Apalagi laki-laki dewasa seperti itu. Gak boleh. Kalau kalian di culik gimana? Mama gimana? Jangan asal kalian. Kalau kalian sembarangan kenal-kenal orang begitu, kalian gak bakal Mama izinin keluar rumah lagi tanpa pengawasan dari Mama! Paham!" tekanku karena takut terjadi sesuatu pada mereka. Sebab modus penculikan anak kadang ada saja. Belum lagi anak kecil pasti kalau dibaikin langsung luluh. "Ih Mama, kita gak boleh berburuk sangka sama orang. Om Tampan itu baik, b
Aku betul-betul terus kepikiran ucapan Luna tadi. Rasanya malu sekali dibilang seperti itu. Hampir tak mampu menjawab cibirannya. Ya allah, padahal bukan karena tidak ada yang mau denganku. Hanya saja aku yang menikmati kesendirianku bersama anak-anak. Aku merasa tak butuh laki-laki untuk menemani. Apa yang aku inginkan sudah terpenuhi. Aku juga sudah pernah menikah. Hidupku bahagia. Tidak pula harus merasakan sakit hati, apalagi bertengkar dengan suami seperti dulu. Intinya, dalam kesendirian ini aku benar-benar menikmati hidupku. Aku bisa pergi kemana aku mau, belanja bebas, intinya fokus pada kebahagiaan diri dan anak-anak. Tidak ada yang mengengkang aku ingin seperti apa. Daripada memiliki suami justru membuat hidupku menjadi rumit. Aku tidak siap itu. Dengan kemewahan dan kecukupuan yang aku punya sekarang ini, benar-benar aku tidak menginginkan sebuah pernikahan lagi. Sebuah pernikahan yang pasti akan membuatku menjadi terikat oleh aturan seperti dulu. Iya kalau aku bisa dapat s
Tok… tok ….! Aku coba membuka mata secara perlahan saat beberapa kali mendengar suara ketukan pintu. Dengan rasa malas aku coba bangun dan berjalan untuk membuka pintu. Ternyata aku ketiduran. Kulirik jam tangan sudah pukul 19.00. Mungkin mereka sudah menunggu makan malam. Terlebih sedang ada tamu di rumahku. "Mbak Indah!" Terdengar suara ART-ku terus memanggil. "Iya, Wit ," jawabku menyahut. Trakt!Pintu terbuka. Wiwit langsung tersenyum menyapaku. "Makan malam sudah siap, Mbak. Semua menunggu di meja makan," ucapnya. Aku hanya mengangguk. Kuperhatikan pembantuku yang ini sedikit berbeda. Mungkin karena masih muda. Tapi tidak jugalah. Usianya sudah hampir menginjak 30 tahun, tapi dia belum menikah. Katanya masih ingin menyendiri menikmati masa muda. "Kamu panggil suster Dewi dan Susan ya. Kalian ikut makan malam bersama juga," titahku. Aku pun berjalan meninggalkan Wiwit dan langsung menuju meja makan. Sampai di meja makan, aku melihat Rashi nampak begitu dekat dengan Maya. Sek
POV LUNA"Iyalah. Itu harus, Mas. Apalagi kita kan terkenal orang berduit. Masa sih mau rayain ulang tahun Gebby seadanya malulah," balasku. Mas Reyhan mengangguk kemudian memejamkan matanya. Masih 2 bulan lagi sebenarnya ulang tahun Gebby yang ke 6 tahun. Tapi aku membicarakannya sekarang. Padahal, itu hanya alasan untuk berkilah saja. Sialan! Wajah janda sialan itu memenuhi isi kepalaku. Tak ada ketenangan sedikitpun. Terlebih kata-katanya. "Aku bahkan bisa membuatmu menjadi janda kalau aku mau! Ingat yah, kalian bisa menikmati apapun yang kalian inginkan saat ini, itu karena kebaikan hati kami. Saat usia Nadira 25 tahun, hati-hati kalian hidup susah lagi!" Kata-kata Indah itu benar-benar mampu membuat pikiranku tidak tenang. "Kenapa gak mati aja sih mereka itu!" lirihku mengumpat. "Siapa, Ma?" tanya Mas Reyhan. Aku menoleh ke arahnya sambil menahan kekesalan. "Kok Mas belum tidur?" balasku balik bertanya. "Ya Mama kaya gelisah gitu! Bikin Papa gak nyaman. Ada apa sih?" Wajah Mas
Hari yang ditunggu telah tiba, Nadira sudah berdandan cantik, dirias oleh MUA profesional. Tak lama lagi pihak keluarga Melvin akan datang untuk melamarnya secara resmi. Jantung Nadira amaih terus berdebar-debar karena hari ini adalah momentum penentuan tanggal pernikahan mereka juga.Gebby masuk ke kamar Nadira setelah mendapat izin. Ia juga sudah berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pihak keluarga Melvin. Semua keluarga Nadira sudah berkumpul di rumah itu."Kamu cantik banget, Nad! Pasti lagi deg-degan banget, ya?""Makasih, Geb. Iya, aku beneran deg-degan banget.""Udah, bawa rileks aja. Aku ikut bahagia, aku udah bawakan kado untuk kamu. Ini," ucao Gebby seraya menyerahkan sebuah goodie bag pada Nadira."Ya ampun, Gebby ... kamu kenapa repot-repot, sih?""Enggak, lah, Nad. Kamu kan saudaraku, kalau kamu bahagia, aku juga ikut bahagia.""Makasih, ya ... sampai kapanpun kita memang saudara, Geb. Semoga kamu juga bisa segera mendapatkan lelaki baik hati yang akan jadi suami ka
Malam itu, Gebby tidur di pangkuan Ana. Ia merasa tubuhnya begitu lelah dan lemas. Ana mengusap rambut Gebby sambil bercerita dan memberikan nasihat."Nenek senang kamu sudah mau minta maaf pada mereka, Geb. Itu artinya kamu sudah berdamai dengan masa lalu. Nenek juga yakin mamamu di alam sana tak menginginkan jika kamu terus-terusan dikuasai dendam.""Iya, Nek. Sekarang aku merasa sudah jauh lebih tenang. Lelah juga ternyata selama ini berkejaran dengan nafsuku sendiri. Hati selalu panas dikuasai kebencian," jawab Gebby."Badanmu hangat, Geb! Hari ini kamu nggak lupa untuk minum obat, kan?""Aku nggak pernah lupa untuk minum obat setiap hari, karena dulu aku selalu bertekad untuk hidup lebih lama demi bisa membalaskan dendam mengenal pada keluarga Mama Indah. Tapi rasanya semakin keras aku berjuang, semakin aku merasa tak pernah tenang. Aku lelah, Nek.""Sayang ... Dulu juga nenek pernah berada di posisi seperti kamu yang selalu merasa bahwa diri nenek adalah orang yang paling benar
Gebby merenung dalam pelukan Indah, bahkan setelah ia bertindak sejahat itu pada mereka, Indah masih saja menyebutnya sebagai anak yang baik? Ya, Gebby memang baik pada mamanya, tapi tidak pada yang lain.Rumah sudah semakin ramai dengan orang-orang yang diundang di acara takziah itu. Nadira, Rashi, mereka sibuk menata makanan di atas meja yang nantinya akan disuguhkan. Sementara itu, Indah dan Maya sibuk menata bingkisan sedekah."Lihat, Geb, mereka begitu sibuk membantu kita meskipun kita tak pernah memintanya," bisik Ana pada Gebby. Gebby mengusap matanya lagi ia mengangguk dan mengakui semua itu.Acara pun dimulai. Semua orang melantunkan ayat suci Al-Qur'an lalu berdoa dengan khusyuk. Harusnya Gebby bersyukur karena masih ada orang yang bersedia mendoakan mamanya itu. Gebby juga melihat Reyhan sesekali mengusap matanya yang basah.Setelah acara selesai dan sedekah dibagikan, Indah beserta yang lain langsung berpamitan pada Ana dan Gebby."Sudah, jangan sedih terus, kasihan nanti
Gebby berjalan gontai meninggalkan area rumah sakit. Kata-kata mamanya maafin barusan benar-benar membuat hatinya hancur. Meskipun terasa begitu menyakitkan tapi Gebby tak menyangkal semua yang dikatakan oleh mamanya Melvin itu.Selama ini dirinya memang terlalu terobsesi untuk menjadi orang yang paling mendapatkan perhatian. Gebby selalu akan melakukan segala cara untuk bisa mencapai kemauannya. Bahkan seringkali ia tak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi akibat dari perbuatannya itu. Kata-kata sang nenek kembali terngiang di telinganya. Apa mungkin hidupnya sampai se menderita ini karena memang dirinya terlalu sulit untuk melupakan dendam itu?Gebby sampai ke rumahnya dan langsung memeluk sang nenek. Ia menangis sejadi-jadinya karena hatinya benar-benar sangat terluka kali ini. Cinta yang ingin ia raih harus kandas seketika itu juga. Melvin menolaknya, dan kini mamanya juga."Geb ... kamu tenangkan diri kamu, baru nanti cerita sama Nenek, ya!" ucap Ana sambil mengusap kepala c
Gebby, tunggu! Kamu mau kemana? Jangan nekat, Geb! Panggil Melvin untuk kesekian kalinya. Ana juga jadi kalut dan ikut mengejar cucunya itu,.ia takut Gebby akan melakukan hal nekat seperti yang dilakukan oleh Luna."Gebby!" Ana memanggil Gebby meski napasnya mulai terengah. Ia sudah tua, tenanganya sudah tak sekuat dulu, berlari sebentar saja ia sudah ngos-ngosan.Gebby sudah keluar dari gerbang portal kompleks dan terus berjalan di trotoar pinggir jalan raya. Melvin masih tak putus asa, ia mencoba terus mengejar. Genby sesekali menoleh ke belakang sambil terisak. Ia pun turun dari trotoar itu dan terlihat pasrah sembari merentangkan kedua tangannya dan berjalan perlahan ke arah tengah jalanan."Gebby! Jangan nekat kamu?" seru Melvin yang melihat Gebby senekat itu, ingin mencelakai dirinya sendiri dengan berdiri di tengah jalanan.Klakson kendaraan bermotor bersahutan dan sebagian ada yang marah karena ulah Gebby itu."Mau mati, Lu?" maki pengendara yang lewat."Gila, lu, woy?""Hey!
Gebby melamun di teras belakang rumah itu. Sudah dua hari Luna pergi mengahadap Yang Maha Kuasa. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada Ana dan Reyhan serta mamanya Melvin di rumah itu yang masih berbincang dan ada juga beberapa anggota kepolisian di bagian depan bersama papanya Melvin.Tak ada indikasi kekerasan dalam kematian Luna, semua orang meyakini itu merupakan murni sebagai kasus bunuh diri. Ditemukan foto Indah yang tertancap pena di dalam kamar. Polisi dan dokter menduga halusinasi Luna sempat kambuh ketika malam kejadian itu.Luna selalu bersikap impulsif dan tak peduli pada keadaan sekitar, jika sosok dalam halusinasinya muncul, ia bahkan tak tahu jika posisinya sedang di atas jurang sekalipun."Geb, kamu makan dulu, Sayang," bujuk Ana pada Gebby. Sejak kemarin tampaknya Gebby sama sekali belum makan. Ana khawatir karena Gebby tak boleh sampai melewatkan jadwal minum obatnya."Nanti saja, Nek. Belum ada selera.""Jangan begitu, dong, Geb. Kamu boleh bersedih tapi kamu juga haru
Suasana kompleks pagi itu dibuat heboh atas penemuan tubuh Luna yang menyedihkan itu. Warga langsung mencari bantuan untuk segera membawa Luna pergi ke rumah sakit karena setelah diperiksa ternyata denyut nadinya masih ada.Gebby dan Ana hanya bisa pasrah, serasa tubuh mereka lemas tak berdaya menghadapi kenyataan itu. Luna kehilangan banyak darah akibat luka di bagian kepalanya. Bahkan mereka berdua tidak tahu kapan kejadian itu terjadi karena malam itu mereka tidur sangat nyenyak. Sebenarnya Gebby sempat terbangun beberapa kali untuk mengecek keadaan mamanya itu namun tidak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah larut malam kantuk pengendara dan ia tertidur dengan sangat pulas. Gebby pin menyesal karena membiarkan mamanya itu tidur di lantai dua. Bukan tanpa sebab, mamanya dulu pernah menempati kamar itu, Gebby berharap ingatannya bisa kembali secara perlahan dengan merasakan suasana kamar itu setiap hari.Luna akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis. Gebby da
"Pa, mana uangnya yang aku minta? Transfer sekarang juga, lusa aku akan terbang bawa Mama," ucap Gebby pada Reyhan hari itu."Papa cuma bisa kasih kamu lima ratus juta dulu, Geb. Nanti kurangnya beberapa hari lagi, ya!""Log, kok gitu, sih, Pa?" seru Gebby tak senang."Bukannya kamu ya yang maksa untuk segera mencairkan dana investasi ke perusahaan Melvin? Kamu pikir uang di perusahaan kita bisa kamu atur seenaknya?""Ya ampun, Pa, aku tih cuma minta sedikit, apa susahnya sih tinggal transfer?""Semua uang pribadi papa sudah papa masukkan ke deposit berjangka. Hanya bisa diambil pada waktu yang tepat.""Papa sengaja, ya, biar aku gak bisa mintabuang sama Papa? Papa bener-bener tega, ya? Aku itu sedang berusaha supaya mama sembuh, tapi papa malah menghalang-halangi!""Kamu salah, uang papa sudah papa depositokan jauh sebelum kamu berencana mengambil mama kamu dari yayasan itu.""Papa sepertimya emang gak pernah sayang sama aku! Papa selalu aja bikin aku kecewa!""Geb, papa gak ada bila
"Hai, Vin!" sapa Gebby pada Melvin. Melvin agak terkejut saat ia melihat Gebby ada di lobby kantornya terlihat sedang menunggu."Oh, hai, Geb!""Aku dari tadi nunggu kamu, loh.""Oh, ya? Bukannya kita belum ada janji untuk bertemu sebelumnya?""Sorry, emang belum. Tapi boleh, dong, kalau aku sesekali datang ke sini untuk sekedar melihat progres kerjasama kita? Lagian aku belum pernah ke sini, aku juga ingin tahu bagaimana sistem kerja di sini.""Ooh ... Oke, boleh aja, kok. Ayo, aku ajak berkeliling," sahut Melvin."Oke," ucap Gebby senang. Ia dan Melvin pun akhirnya mengitari sekitaran kantor dan Melvin menunjukkan bagian demi bagian di kantornya itu. Padahal Gebby tidak terlalu ingin tahu tentang itu tujuan utamanya datang ke kantor Melvin adalah supaya ia dan Melvin bisa punya pertemuan yang intens sehingga Gebby punya peluang untuk bisa semakin dekat dengannya."Padahal kamu ini bisa dikatakan pemula, tapi keren, loh. Kantor kamu bagus, sistem kerja juga bagus. Aku saranin kamu bu