Sore hari Alvino tiba di rumah. Dia sengaja berlama-lama di luar demi mencari tahu sesuatu sekaligus berharap agar Rena segera pulang. Meskipun gadis itu baik dan bersedia membantu, tetapi Alvino harus mengerti keadaan juga. Dia harus fokus pada tugas kuliah dan tidak perlu terlibat dalam masalah besar yang diciptakan orang lain karena dendam kesumat.Benar saja, Rena sudah pulang karena sang bunda terlihat sibuk sendirian di dapur. Rasa lapar yang mendera membuat lelaki itu langsung menyambar hidangan untuk makan siang tadi.Zanna yang masih sibuk memasak lauk bertanya tanpa menoleh, "Dari mana aja kamu, Al? Kenapa baru pulang?""Tadi abis ngurus sesuatu. Bunda ... masih ingat sama Tante Nila?"Wanita paruh baya itu menghentikan gerakan tangannya, mematikan kompor karena memang sudah cukup matang. Sekarang dia beralih duduk di depan sang putra yang sedang menikmati makan sore."Ada apa? Tadi kamu ketemu sama dia, Al?""Tidak, Bun."Alvino pun mulai menceritakan apa saja yang dia bica
"Za-zanna, sejak kapan kamu di sini?" Suara Sandra terdengar gemetaran.Wanita itu mendengkus kesal. Bagaimana bisa dia menanyakan hal itu? Sekarang dia beralih menatap tamu pertama, mengukir senyum seramah mungkin. "Lama tidak ketemu. Makin cantik aja. Sudah berapa anaknya?" sapa Zanna langsung menuju kursi untuk duduk di sampingnya, sementara Alvino memilih duduk di kursi teras."Zanna, lama sekali tidak ketemu. Anak aku sudah lima. Setelah pisah dari Mas Gun, aku menikah sama sepupu jauh dari keluarga Ibu. Sekarang kami bahagia.""Aku nggak nyangka kita bakal ketemu di sini, Mbak Vit. Memangnya ada urusan apa sama Sandra?"Wanita paruh baya yang selalu cantik karena merawat diri dengan baik itu menjawab, "Aku ke sini untuk menyelesaikan kisah di masa lalu. Sandra harus membayar semuanya. Dia menyusun rencana bersama Nila untuk mencelakaimu dan ... Alvino, bagaimana kabarnya?""Dia baik. Mbak Vit tahu dari mana kalau Sandra sama Nila menyusun rencana itu?""Selama setahun terakhir, a
Xavier berhasil mengejar Nila dan membawa wanita itu ke suatu tempat dalam keadaan terikat. Dia sengaja memungut tali rafiah di pinggir jalan tadi. Sekarang dia berada di rumah orang tua angkat Xavier yang kebetulan sedang tidak di rumah karena mengunjungi suatu kota sebagai agenda tahunan selama seminggu terakhir.Hanya ada mereka berdua dan seorang asisten rumah tangga di sana. Xavier menatap penuh kebencian pada wanita yang berusia jauh di atas dirinya itu. Tepat di belakang rumah ada sebuah ruangan berukuran dua meter persegi sebagai tempat penyimpanan barang yang tidak lagi terpakai."Jangan mengira aku akan membiarkanmu keluar dari ruangan ini dalam keadaan hidup. Kamu telah membunuh Mama dan nyawa harus dibalas dengan nyawa!" ucap Xavier menatap tajam, serupa elang yang siap menerkam mangsa.Nila justru tersenyum miring. Wanita itu bisa memastikan bahwa nyawanya justru akan diselamatkan oleh Xavier sendiri. Dia telah lama hidup, menikmati pahit, manis serta asinnya kehidupan. S
Waktu bergulir begitu cepat, sejak saat itu Xavier lebih banyak diam dan mengamati sekitar, hanya mengaku pada mereka semua bahwa Nila telah berhasil melarikan diri. Setelahnya, dia memposisikan dirinya sebagai anak dari jenazah yang baru saja tertimbun tanah.Lelaki itu memasang wajah murung pada semua orang yang bertemu pandang dengannya sebab amarah di dalam dada kian bergejolak. Setiap kali Alvino mengajak berbicara, pasti keinginan untuk membalas dendam semakin membara. Xavier pasti mengepalkan kedua tangannya.Sekarang, satu per satu pelayat meninggalkan kuburan yang beberapa detik lalu ditaburi bunga beragam warna dengan harum semerbak. Tertinggal Rosaline, Xavier, Alvino dan juga Vita. Sementara Rena bergegas menyusul Zanna dan ibunya menuju mobil karena ingin membicarakan sesuatu.Mendengkus kesal, Xavier membuka suara. "Aku tidak tahu harus percaya kepada siapa karena Mama telah tiada. Rosaline, menurutmu ... apa Mama itu orang baik? Katakan saja, aku tidak akan menaruh dend
Sepekan telah berlalu, Rosaline mulai tersenyum seperti biasa karena selalu dihibur sang kakak semata wayang. Rupanya mereka lebih memilih tinggal berdua di rumah peninggalan orang tua karena gadis itu merasa sungkan pada keluarga kakaknya.Setiap hari dia akan dimasakkan menu spesial yang bisa Xavier masak. Sepulang dari bekerja, dia pasti datang membawa makanan kesukaan sang adik, memberinya bunga mawar merah karena tahu bahwa perempuan memang senang diberi hadiah.Kehidupan mereka berdua berlangsung seperti orang normal pada umumnya. Kakak adik itu saling menyayangi, walau Rosaline masih sedikit sungkan. Bagaimana tidak, mereka adalah saudara yang bertemu di usia dewasa.Nila diam-diam bertemu Xavier, gadis itu tidak pernah mengetahuinya. Meski demikian, pikirannya tentang masa lalu mulai berubah. Dia membenci Alvino dan orang-orang dekatnya karena hasutan sang kakak yang disetir Nila. Tentang pernikahan yang membuatnya jadi janda di usia muda akan selalu dikenang sebagai mimpi bur
Sabtu pagi ketika Zanna, Akmal dan Oma Siska sudah berada dalam mobil, lelaki jangkung itu mulai resah. Dia sengaja tidak ikut dan memilih menyusul satu atau dua jam ke depan karena sudah berjanji pada Rena untuk menemuinya.Namun, sebelum dia kembali masuk, sebuah mobil justru berhenti di depan sana. Dia memicingkan mata dan melihat Xavier tengah melebarkan senyum padanya. Seperti biasa, seolah-olah tidak ada masalah kemarin. Apa memang dia sudah sembuh dari luka?"Al, tadi aku liat mobil kamu keluar. Ga ada siapa-siapa di sini?""Iya, tar aku nyusul mereka. Ada apa?" Alvino menggaruk kening karena merasa salah ucap. "Maksud aku apa kabar?""Aku baik, Rosa juga baik. Kamu penasaran sama dia, 'kan?"Alvino hanya mengulum senyum. Ketika tahu bahwa Ivan dan Xavier adalah orang yang sama, dia seperti harus menjaga jarak. Bukan karena kesalahan orang tua mereka di masa lalu, melainkan tentang pernikahan yang harus berujung perpisahan.Andai saja tahu bahwa Sandra akan meninggal dan ternya
"Kalian sudah lama menunggu?" Rosaline datang dengan membawa empat paper bag beda warna. Bibirnya tidak lepas dari senyuman yang merekah indah."Sudah.""Dari tadi malah. Kamu lama banget di luar. Mereka nungguin, lho!" Xavier menambahkan karena mendengar jawaban Rena yang terdengar kaku.Gadis cantik itu segera mengempas bokong di lantai serta meletakkan ke empat paper bag. "Biru punya Xavier, Pink punya Rena dan putih untuk Al. Itu buat kalian."Sebenarnya Alvino merasa tidak enak. Dia telah menyakiti hati gadis itu dengan menjatuhkan talak padanya di hari pernikahan. Sekarang dia menerima hadiah? Tidak, itu terasa berat.Melihat pada Rena, dia juga tersenyum kikuk. Raut wajah yang dia tunjukkan menjadi jawaban bahwa dia merasa sungkan menerima pemberian tersebut."Kok, nggak dibuka? Cek aja dulu. Aku sama Xavier mau ke dapur sebentar. Sebentar doang, kok. Santai aja ya, anggap rumah sendiri."Adik dan kakak itu segera ke dapur. Rena memicingkan mata, dia merasa ada yang tidak beres
Hari-hari berlalu seperti biasanya, Zanna akan tetap memantau karyawan dari rumah kecuali jika ingin berkunjung langsung secara tiba-tiba. Alvino pun mulai paham tentang dunia bisnis karena bimbingan sang ayah, sedangkan Oma Siska terkadang ikut melihat menantu yang menjadi adik madu Nafiza.Rosaline dan Xavier pun hidup seperti biasa. Tidak jarang dari mereka diajak makan malam bersama demi membalas budi serta mengeratkan tali persaudaraan. Ada sesal di hati sebagian insan yang melihat kedamaian itu karena pada akhirnya kembali pada konsekuensi bahwa tidak ada rujuk setelah talak tiga.Rena dan Lucky semaki disibukkan oleh tugas kuliah apalagi mereka mulai menyusun skripsi. Entah apa yang terjadi pada dua anak manusia itu karena kemarin kembali membicarakan tentang cuti. Kemungkinan ada agenda yang harus diselesaikan.Jika ingin segera lulus demi mendapat pekerjaan, maka itu bukan tujuan utama keduanya sebab hidup berkecukupan. Lagi pula orang tua tidak pernah menuntut mereka mencari
“Mencintai itu insan. Rasa luka itu insan. Namun, masih mencintai di kala terluka adalah malaikat.”—Maulana Jalaluddin Rumi____________________________Cinta sejati tidak selalu lahir dari pertemuan indah yang melahirkan kenangan paling romantis. Cinta sejati bisa juga bermula dari kisah kelam, saling menghunus pedang, saling membunuh dengan harapan menang.Itu pernah terjadi di masa lalu dan dialami oleh banyak pasang manusia. Bukan hanya cinta jadi benci, tetapi benci jadi cinta pun ada. Itu kenyataan, bukan sebatas dongeng yang sering diceritakan oleh para manusia pecinta buku.Seperti Rosaline. Perempuan bergelar janda kembang itu senantiasa mengunjungi mantan suaminya bahkan kerap kali membantu Zanna untuk mengurus Alvino. Sejak dua hari yang lalu, keajaiban turun atas kemurahan hati Sang Pencipta. Lelaki itu membuka mata, keadaannya pun kian membaik. Sekarang tengah berada di ruang perawatan.Saat waktunya makan siang dan Zanna masih mengurus pekerjaan, Rosaline langsung mengam
"Minggir!" teriak Alvino sekeras mungkin di antara derasnya hujan.Enam manusia itu langsung menoleh bersamaan. Salah satu dari mereka tertawa kencang ketika yang lain mengunci pergerakan perempuan itu. Jika Alvino taksir, mungkin sekitar tiga puluh tahun.Seorang lelaki memakai ikat kepala merah di tengah. Sial. Mereka kembali bertemu. Namun, saat ini mungkin tidak ada gadis pembawa traffic cone karena sedang menuju rumah bersama kakaknya.Situasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Apakah ada yang memahami perasaan Alvino saat ini? Tentu saja dia ingin menyelamatkan perempuan itu. Dia paling tidak bisa melihat kekacauan apalagi mengingat bahwa dulu sang bunda pernah menderita.Tolong-menolonglah dalam kebaikan. Begitu nasihat yang selalu ayahnya tekankan."Kamu mau jadi pahlawan?!" bentak lelaki itu. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar daripada Alvino sendiri.Dalam derasnya hujan, rasa takut mendominasi. Amarah membara di dalam dada menepis rasa dingin yang seharusnya membuat mereka s
Pada tahun itu, dia tidak melakukan kesalahan. Hanya keadaan yang memaksanya pergi; mengikuti takdir yang berjalan.Melepaskan sosok yang dicintai adalah pengorbanan besar—terutama jika demi kebaikanmu—lalu berjuang untuk lepas dari rasa sakit.Membunuh perasaan sendiri?Oh, tidak. Wajahmu telah terlukis indah di hatinya, tidak akan terlupakan, kecuali hati itu telah mati .... Kamu percaya dengan apa yang aku katakan?Jangan! Terkadang aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas dibenarkan.~ Rosaline_________________Janda muda yang masih berstatus gadis itu menyempatkan diri untuk mengunggah status di Insta-gram ketika menepikan mobil karena minta oleh Xavier. Lelaki yang hatinya tengah menangis pilu itu ingin mengademkan siri di alfa dengan membeli minuman kesukaan juga beberapa roti.Sudah bukan hal baru apabila mendapat masalah, maka Xavier akan mengademkan diri, berusaha untuk memendam sendiri serta meninggalkan makan sekalipun terasa lapar. Rosaline sendiri duduk merenung du dala
“Keindahan yang kamu miliki telah terlukis dalam hati, Tuan. Aku tidak akan melupakannya kecuali hati ini telah mati.”—Rosaline.____________________________"Kamu yakin?" Rosaline mencekal pergelangan tangan sang kakak yang baru saja menyambar kunci mobil.Lelaki tampan, hidung bangir dan tubuh jangkung itu telah siap. Cukup memakai kemeja dan celana jeans serta tatanan rambut rapi tanpa lupa menyemprot parfum pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. Sudah hampir pukul delapan malam dan dia harus segera ke sana karena Jenni bilang belum memberi tahu kakak dan papanya.Dia ingin pura-pura terkejut sehingga mereka tidak tahu bahwa malam itu ada rencana yang harus disusun. Lagi pula, semuanya sesuai saran dari Rena yang telah memahami betul bagaimana sifat Lucky dan papanya. Malam itu ... bisa menjadi jalan mereka bersama."Xavier!" panggil Rosaline lagi. Dia geram karena merasa diabaikan."Iya, yakin. Aku sudah bicara sama Jenni, kan? Tidak ada pilihan lain. Ini ibarat kesempatan terakhir da
“Cinta dan benci adalah dua hal yang tidak bisa bersatu seperti minyak dan air dalam satu wadah. Mustahil ada cinta kalau berselimutkan benci, mustahil membenci kalau ada cinta sekalipun pujaan hati melakukan sebuah kesalahan. Jika benih cinta mulai tumbuh, maka rasa benci seketika memudar. Begitupun sebaliknya, cinta akan terkikis apabila benci sudah mulai mendominasi.”—Bintu Hasan.____________________________Waktu bergerak begitu lambat bagi Xavier karena belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih bersarang di otak. Pikiran terusik. Keinginannya untuk mempersunting Jenni semakin bulat agar tidak ada lagi alasan untuk berpisah. Sayang sekali, setitik keraguan tentang restu justru makin menyebar.Serupa virus yang menjangkiti sesuatu untuk merusaknya. Begitu juga prasangka buruk, merusak pola pikir. Xavier menghela napas panjang. Dia menyempatkan diri curhat pada Rosaline tadi dan juga ibu angkatnya. Mereka setuju untuk membuat jalinan cinta itu menyatu dengan kua
“Oh, Tuhan ... selamatkan aku dari kerinduan yang terus tumbuh.”—Jenni._______________________________Aku lelah. Rasanya terlalu pusing menjalani kehidupan setelah kejadian beberapa hari ini. Aku pikir, pulang ke rumah hanya untuk mengenang tentang Mama Naf dan Mama Lisa, berdamai dengan Papa dan juga Kak Lucky.Entah bagaimana akhir kisah cinta yang terjalin cukup lama ketika mereka justru berbalik menentang. Tidakkah cukup ketulusan Xavier—terlukis di kedua matanya—menjadi jawaban?Ini berat. Sepanjang perjalanan tadi, Kak Rena hanya sibuk meracau. Aku tidak tahu bagaimana akan memberi respon, selain kami belum terlalu dekat semenjak aku tinggal di Makassar, dia juga belum tentu benar-benar berpihak.Bercerita tentang dendam dari masa lalu, semoga Tuhan mengampuni dosa kami. Aku sudah sering mendengar cerita dari mereka ketika berkumpul di rumah. Tentu saja yang dibahas adalah hal menarik, tetapi terkadang Kak Alvino meminta saran pada Kak Lucky dan Kak Rena.Aku penasaran, pura-p
Hati atau raga, mana yang lebih penting?Kalimat itu terngiang-ngiang. Ya, tadi Xavier mengiriminya sebuah pesan, tepat ketika azan asar berkumandang merdu di semua tempat peribadatan umat muslim.Jam masih menunjuk angka lima sore dan Akmal tetap setia menunggu adiknya selesai mengurus pekerjaan yang katanya tinggal sedikit. Pembicaraan mereka tentang dua anak manusia yang saling mencintai harus terhenti karena ada panggilan dari orang penting dan Akmal bisa memahami hal demikian.Bagaimana jika ternyata Ricky menolak untuk memberi restu setelah tahu bahwa putrinya jatuh cinta pada seorang anak yang di dalam dirinya mengalir darah seorang Sandra? Siapa pun—termasuk Akmal sendiri—pasti memiliki rasa khawatir jika ternyata di kemudian hari terjadi hal-hal buruk.Sebut saja tentang pembalasan dendam. Dari wajah saja sudah tergambar dengan jelas bagaimana perangai Xavier. Garis wajah tegas menunjukkan bahwa prinsipnya tidak mudah digoyahkan, mungkin pengecualian jika dia sedang dilanda b
"Cinta itu bukan sebatas siapa yang paling berkorban, tetapi juga berjuang. Jika masih bisa diusahakan bersama, mengapa harus melangkah mundur?"—Bintu Hasan.________________________________Harapan itu menjelma menjadi sepasang sayap yang mengepak indah, melambung begitu tinggi saat kata-kata romansa lahir dari mulut-mulut mereka yang mengaku cinta, baik tulus ataupun tidak.Ketika sayap dipatahkan dengan satu atau banyak akibat, maka sulit untuk terbang sebelum luka kembali pulih. Sakit? Tentu saja. Seketika dunia terasa seperti penjara di mana anak manusia tidak lagi bisa melangkah ke mana pun dia ingin.Malam-malam meskipun dipenuhi dengan jutaan bintang serta cahaya dewi malam, tetap terlihat mendung. Tidak, mata tidak patut disalahkan, hati lah yang menjadi penyebabnya. Seseorang yang sedang dirundung duka, dia pasti menganggap bumi seolah-olah berhenti berputar.Tidak ada perbedaan besar antara kaum Adam dan Hawa. Mereka sejatinya sama. Akan tetapi, sebagian lain begitu mampu m
PoV JenniMungkin memang benar bahwa kita tidak boleh memaksakan cinta karena sesuatu yang dipaksakan selalu berakhir menyakitkan. Aku Jenni, anak bungsu dari dua bersaudara. Terlahir dari keluarga ... sulit dijelaskan apalagi sampai menggambarkan dengan kata-kata indah.Tidak ada yang indah, semua hanya kesemuan, menyakiti hati kami anak-anaknya. Andai saja boleh membuka suara, sudah lama kuminta Mama Naf untuk berpisah dari papa karena melihat bagaimana lelaki bergelar suami dan ayah itu lebih condong pada istri muda.Ini bukan tentang siapa yang melahirkan karena pada hakikatnya Mama Naf mengambil banyak peran penting dalam hidup. Lupakan tentang keluarga, aku pun selalu kalah dalam masalah cinta dan semoga kali ini memenangkannya.Jatuh cinta pada sosok lelaki yang aku kenal dari grup Whats-App karena diajak kenalan, mengobrol singkat. Sebenarnya aku tidak cinta, tetapi dia mengutarakan rasa dan katanya sudah lama dipendam. Entah seberapa lama, tetapi bagi aku baru sebentar.Sebag