Seorang perempuan berpakaian merah, berumur 20 tahun, berdiri di tepi jurang. Sedikit lagi jika ia maju maka riwayat perempuan itu akan berakhir. Pada pukul 20:07, seorang lelaki juga berada di sana.
Lelaki berumur 27 tahun itu tadinya juga akan berteriak untuk mengungkapkan kekesalannya, tapi di saat ia melihat perempuan itu sedikit lagi dalam bahaya, ia segera berseru, "Hey, apa yang kau lakukan di sana?"
Perempuan itu terkejut. Ia segera berbalik untuk meninggalkan tempat itu.
Lelaki ini segera mengejar perempuan itu. "Kenapa kamu tadi ingin melompat ke jurang?"
Perempuan ini berhenti, tetapi tidak berbalik untuk menatap si lelaki. Ia mengusap air matanya setelah itu melangkah pergi.
Lelaki itu kebingungan melihat perempuan itu. Ia menggaruk kepalanya sambil melihat ke arah jurang. "Di zaman seperti ini apa masih ada orang yang ingin mati seperti itu?"
***
Pada pukul 12:00, Alisha Luna, perempuan yang malam itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke jurang, kini terdiam sambil melihat jalan yang kini ramai dengan kendaraan yang melewatinya. Perempuan ini menyeka air matanya lalu menarik napas panjang setelah itu dengan mantap ia berjalan sambil memejamkan mata, berniat akan mengakhiri diri di jalan itu.
"Hei, ingin mati, ya? Minggir!" teriak seorang supir truk. Ia terpaksa harus menghentikan mobilnya dan itu mengakibatkan mobil di belakangnya tidak sengaja menabraknya.
"Mau mati jangan di sini, hei!" teriak seorang perempuan berbaju kuning. Ia mengendarai motor. Hampir saja ia menabrak gadis itu.
Semua orang memakinya, tapi perempuan itu tidak peduli. Ia tetap berjalan hingga berhasil menyebrangi jalan itu. Ia kecewa karena mereka tidak melindasnya. Di tengah-tengah makian mereka, ia melihat seorang lelaki berumur 29 tahun sedang berada di mobil bersama seorang perempuan berumur 25 tahun. Kedua orang itu terlihat mesra.
"Anjas!" panggilnya. Alisha segera berlari untuk mendatangi Anjas. Namun, mobil hitam Anjas segera meninggalkannya. "Anjas!" teriaknya.
Alisha berlari sambil memanggil Anjas. Ia tidak peduli walau kini dirinya menjadi pusat perhatian semua orang yang berada di sana.
Lelaki yang bertemu dengan Alisha di tepi jurang, kini terkejut dan segera menghentikan mobil ketika tidak sengaja mobilnya hampir menabrak Alisha. "Dia?"
Alisha terkejut. Suara klakson kendaraan membuatnya tersadar kembali.
"Jangan berdiri di jalanan yang kami lewati, Dek!" teriak seorang lelaki pengendara bermotor.
Alisha segera berlari ke tepi jalan lalu melihat ke sekitarnya. Dia baru menyadari bahwa kini dirinya telah ditatap marah oleh mereka yang merasa terusik oleh kehadirannya.
"Pulang sana!" teriak salah seorang pengendara bermotor sambil berlalu perlahan.
Suara mereka membuat kepalanya pusing. Pandangannya kini berputar. Tubuh Alisha melemah kemudian jatuh. Beruntung lelaki yang ditemuinya di jurang segera menangkap tubuhnya lalu membawanya ke mobilnya.
***
Pukul 20:12. Di sebuah rumah megah. Bercat putih, memiliki taman bunga dan kolam di samping kiri rumahnya. Dua mobil terparkir rapi di halaman rumahnya. Rumah itu memiliki balkon. Dani Syamsul membawa Alisha Luna ke rumahnya. Lelaki tampan ini meminta para pelayan untuk merawat Alisha sedangkan dirinya kini sedang membersihkan diri di kamar mandi.
Dua jam Alisha tidak sadarkan diri, akhirnya ia terbangun. Perempuan ini awalnya merasakan sakit pada kepalanya ketika akan duduk. Setelah sakitnya mereda ia baru menyadari bahwa ia sekarang tidak berada di kamarnya.
"Di mana aku?" Ia merintih sambil menyentuh keningnya.
Tidak ada siapapun di kamar itu, jadi ia berinisiatif untuk mencari tahu. Perlahan ia berjalan menuju ke luar kamar. Rumah itu terasa asing baginya.
"Nak," tegur seorang pelayan berumur 40 tahun.
Alisha terkejut, hampir saja ia terjatuh karena tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih. Beruntung ia segera berpegangan pada pagar pembatas kamar lantai dua. "Siapa Anda dan di mana aku?"
"Pak Dani, yang membawamu kemari. Ini adalah rumahnya."
"Pak Dani?" Perempuan ini berkerut dahi. Ia tidak mengenali Dani, tetapi merasa sering mendengar nama itu. "Siapa dia?"
"Anda sama sekali tidak mengenalnya?" Pelayan ini balik bertanya. Ia heran mengapa majikanya sampai bisa membawa perempuan asing ke rumahnya.
Alisha menggeleng.
"Sebaiknya Anda kembali ke kamar tidur karena saya akan mengabarinya tentang kondisi Anda saat ini."
Alisha teringat dengan kejadian siang tadi. "Saya harus pulang. Kedua orang tua saya pasti sedang mencari saya."
"Saya akan memberitahukan ini kepada bapak. Jadi tetaplah berada di kamar," nasihatnya. Setelah itu pelayan ini segera pergi.
Dani sedang membalas pesan singkat dari rekan bisnisnya. Ia mendengar langkah kaki pelayannya mendekat lalu lelaki ini mengalihkan pandangannya untuk melihat pelayan itu. "Ada apa, Bu?"
"Dia sudah bangun, Pak."
"Kalau begitu apakah dia sudah makan?"
"Dia ingin pulang, Pak."
"Suruh dia makan baru aku akan mengantarnya pulang." Setelah berkata dia kembali membaca pesan singkat yang baru saja diterimanya.
"Baiklah, Pak."
"Bu," panggil Dani sebelum pelayan itu beranjak meninggalkannya.
"Ya, Pak."
"Biar aku saja."
Pelayan ini hanya mengangguk. Dia membiarkan majikannya pergi untuk melihat Alisha.
Alisha sedang merenung. Air matanya mengalir tanpa disadarinya. Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Alisha segera menyeka air matanya.
Dani memasuki kamar itu lalu berdiri di hadapan Alisha yang kini berdiri di samping tempat tidur. "Bagaimana keadaanmu?"
Alisha mencoba mengingat wajah Dani. Setelah ingat dia merasa malu. "Aku baik-baik saja."
"Apakah kamu merasa lapar?"
"Nggak." Alisha menggeleng, tetapi perutnya justru berbunyi memberikan isyarat bahwa kini ia memang sedang kelaparan. Wajah perempuan ini memerah malu.
"Aku juga belum makan."
"Aku mau pulang," ucap Alisha cepat. Ia tidak ingin lelaki itu sampai bertanya tentang dirinya yang ingin bunuh diri siang tadi.
"Makan dulu baru pulang." Dani tersenyum lalu melirik pelayannya yang kini datang membawa makan untuknya dan Alisha.
Alisha terpaksa makan walau malu tapi perutnya memang harus diisi. Perempuan ini makan dengan malu-malu. Menu yang disiapkan hanyalah nasi goreng sosis dan telur.
"Terima kasih, karena sudah menolongku," ucap Alisha pelan.
Dani makan dengan lahap sambil melihat ke arah cermin. Di sanalah ia dapat melihat pantulan Alisha. "Di mana rumahmu?"
Alisha terkejut karena dia sedang makan sambil melamun. "Apa?"
Dani mengalihkan pandangannya untuk melihat Alisha. "Di mana rumahmu?"
"Aku tinggal di sekitar di Balikpapan."
Dani mengangguk. "Sekarang kamu berada di Tenggarong."
Alisha terkejut, padahal tadi ia berada di Samarinda. Berniat untuk mengakhiri hidupnya di tempat yang jauh dari keluarganya agar mereka tidak mencegah dirinya. Tidak disangka ia malah berada di tempat yang lebih jauh lagi. "Tenggarong?"
"Ya."
"Aku mau pulang."
"Kenapa kamu mau pulang? Padahal tadi kamu ingin mati."
Alisha terdiam malu sekaligus sedih.
Dani telah menyelesaikan makannya. Kini ia menatap wajah murung Alisha yang sedang menunduk. "Aku akan mengantarmu pulang asal kamu berjanji untuk nggak melakukan hal ta---"
Tiba-tiba Alisha merasa mual. Ia segera berlari ke kamar mandi. Alisha memuntahkan semua makanan yang baru saja masuk ke perutnya. Setelah itu perempuan ini membasuh wajahnya. Ia kembali menangis sambil menyentuh perutnya.
Dani merasa cemas karena Alisha muntah-muntah di dalam. Ia mengira mungkin Alisha sedang sakit."Apa kamu perlu obat?" tanya Dani di depan pintu kamar mandi.Alisha membuka pintu lalu perlahan keluar dari kamar mandi. "Aku nggak perlu obat.""Aku khawatir karena kamu muntah.""Aku nggak papa. Bisa tolong antarkan aku pulang?''"Sebaiknya telepon ibumu agar tidak cemas sebab aku akan mengantarmu besok pagi." Alisha mengangguk sambil menerima ponsel dari Dani. Ia sedikit menjauh dari lelaki itu untuk menelepon ibu tirinya. "Halo, Ibu.""Ke mana saja kamu, hah? Pasti kamu di luar sana lagi nginep sama lelaki, ya? Anjas sering mengadu tentang kelakuanmu itu." Suara ibu tiri Alisha.Alisha mencoba bersikap tegar. Ia ingin menangis, berteriak sekaligus marah, tapi ia tidak mungkin bersikap demikian di dekat Dani. "Sekarang kamu ada di mana, hah? Bapakmu sudah mencari kamu ke mana-mana sampai lupa kerja. Pasti gaji yang didapat bapakmu bulan ini berkurang karena harus mencari anak yang ng
Dani terkejut dan menyudahi makanannya lalu mengambil kunci mobilnya yang berada di atas meja makan. "Kabari aku kalau dia sudah kembali. Aku akan mencarinya di luar sana.""Iya, Pak." Dani segera memasuki mobil kemudian melajukan kendaraannya untuk mencari Alisha. Di sepanjang jalan tidak luput dari penglihatannya. Namun, sosok Alisha tidak terlihat olehnya. Dani menyesal karena tidak memiliki foto perempuan itu, sebab saat dia berhenti dan bertanya kepada salah seorang pejalan kaki di depan sebuah toko. Dani kebingungan untuk menjelaskan fisik Alisha. Ia hanya bisa mengatakan warna baju dan umur perempuan itu yang dikira-kiranya baru berumur 20 tahun.***Alisha berjalan di tengah keramaian kota Tenggarong sambil membayangkan kejadian pilu sebelum dirinya hamil. Seorang lelaki tiba-tiba memasuki kamarnya. Tepat di saat ayah dan ibunya sedang berada di luar kota karena mengunjungi rumah salah seorang keluarga ibu tirinya yang sedang mengadakan hajatan. Lampu kamar sengaja dipadamka
Alisha terdiam bingung karena meragukan mereka, tapi juga tidak berani untuk meminta Dani untuk menemaninya."Tunggu dulu!" cegah Dani sambil menarik tangan Alisha agar tidak dibawa oleh mereka. "Apaan, sih, kamu sudah dengar tadi, kan?" tanya lelaki baju putih."Aku ikut sama kalian untuk memastikan kalau cewek ini nggak sedang kalian tipu," jawab Dani."Astaga, Bro. Kami serius mau bawa dia ketemu sama, Anjas," keluh lelaki baju ungu dengan sikapnya yang terlihat serba salah."Aku akan pulang kalau sudah melihat lelaki itu langsung," kata Dani.Kedua lelaki itu saling melirik. Mereka memberikan isyarat yang sulit dimengerti oleh Dani, tetapi Dani tidaklah bodoh, sebab ia memiliki firasat buruk dengan kedua lelaki itu."Aku cuma mau pergi kalau dia ikut denganku," sela Alisha.Dani melirik Alisha lalu tersenyum. Merasa jika dirinya telah menang karena Alisha berpihak kepadanya. "Oke. Ayo, berangkat!" ajak lelaki baju biru.Alisha dan Dani segera memasuki mobil Dani sedangkan kedua
Alisha berteriak seraya mencoba untuk mengambil ponsel dari ayahnya. Namun, Anjas segera menangkap tubuhnya sehingga ia tidak dapat mencegah kemarahan ayahnya. "Ayah, ini tidak seperti yang kau---" Plak! Penjelasan gadis ini terhenti mana kala ayahnya menampar keras wajah kirinya. Gadis ini merasakan sakit dan tiba-tiba merasakan pusing. "Dasar anak durhaka! Inikah balasanku selama ini?" Indra membentak sambil memperlihatkan rekaman video Alisha sedang tidur bersama tiga orang lelaki di kamar hotel. Alisha terkejut karena ia mengenali bahwa kamar itu adalah kamar yang semalam ditempatinya. "Nggak, itu bukan aku, Pak!" "Ini jelas-jelas kamu.'' Nadya mengambil alih ponsel Anjas dari tangan suaminya lalu memaksa Alisha untuk memperhatikan video itu. "Anjas, bela aku!" desak Alisha. "Aku awalnya nggak nyangka, tapi itulah kenyataannya,'' jawab Anjas dengan wajah lesu dan kecewa. Alisha tidak menyangka bahwa ibunya dan Anjas akan merencanakan neraka untuknya. Gadis ini menangis hi
Alisha terdiam saat ia melihat rumah kosong yang sepi jauh dari rumah penduduk sekitar. "Ini rumah, Om?" "Iya. Masuklah!" Madin masuk lebih dahulu. Alisha tampak ragu melangkah masuk ke rumah itu. "Masuklah." "Apa tidak ada tempat lain, Om? Terus terang saya takut di sini. Gelap dan sepi." Ia melihat ke sekitarnya."Bermalam dulu di sini. Besok aku akan antar kamu ke tempat kerja lalu kita akan mencari tempat tinggal untukmu."Luna mengusap perutnya yang mulai bergerak. Nyawa bayi dalam perutnya berdenyut. "Apa kamu lapar? Kita sudah makan tadi." Madin heran melihat Luna yang kini menyentuh perutnya."Nggak, Om. Saya cuma kekenyangan." "Oh, kukira tadi kamu lapar lagi." Madin tertawa. "Ayo, masuk." Alisha memberanikan diri untuk masuk ke rumah itu. Tidak buruk juga seperti yang ia pikirkan beberapa menit yang lalu. Rumah itu terlihat nyaman ditempati walaupun dinding rumahnya tidak diberi cat. Ia meletakkan tas berisi pakaiannya di atas ranjang. "Tidurlah. Aku harus pergi untu
Madin bingung melihat reaksi Alisha yang tiba-tiba menangis ketika melihat Deni."Kamu kenapa?" tanya Madin.Alisha menggelengkan kepalanya, tidak ingin menceritakan tentang dirinya dan Deni bertemu beberapa hari yang lalu."Dia teman lama, Pak. Mungkin kangen sama sekolah dulu," kata Deni.Madin tertawa, merasa lucu karena seharusnya reaksi Alisha tidak begitu saat bertemu teman lama. "Kupikir tadi apa?""Kami sempat musuhan dulu, pas ketemu sayanya sukses. Mungkin dia malu." Alisha tertawa sambil mengusap air matanya. "Astaga, cuma itu saja," kata Madin sambil melirik Alisha."Berhubung saya dan dia sudah saling kenal, Bapak nggak perlu khawatir. Dia akan saya beri tempat tinggal."Madin menatap Luna. "Baik-baik bekerjanya, ya?"Luna menganggukkan kepala. "Terima kasih.""Sama-sama. Saya masih ada kerjaan. Permisi." Setelah berkata, Madin segera pergi.Alisha itu kini hanya berdua dengan Deni. Alisha hanya berdiri mematung. Dalam hati ia sangat malu karena telah mengabaikan nasiha
"Aduh, sakit," rengek Alisha, sambil menutupi lukanya."Apa ini?" Deni melihat jari telunjuk Alisha yang terluka. Ia lalu melihat pisau yang digunakan oleh perempuan itu. "Kamu ngapain, sih? Sini jarimu!""Aku mencoba membantumu." Ia meringis sambil menyerahkan tangannya untuk dirawat oleh Deni."Ayo, duduk dulu!" Deni mengajak Alisha duduk di kursi dekat pintu menuju ruang makan. "Tunggu sebentar." Alisha menyedot darah di jarinya, kemudian ia melihat jarinya yang masih mengeluarkan darah. "Ish..."Deni datang dengan kotak obat. Ia menyeret kursi lalu duduk di hadapan Alisha. "Tahan, rasanya agak perih.""Auh!" Deni menatap Alisha saat perempuan itu menjerit. Ia tersenyum, kemudian berkata, "Kamu cantik bila sedang meringis."Alisha merenggut karena itu artinya Deni tengah mengejeknya. "Kamu suka seperti itu, ya? Suka bila aku sakit.""Maaf-maaf. Aku cuma bercanda." Deni tertawa.Alisha sejenak terpesona menatap wajah bahagia Deni. Deni segera menghentikan tawanya, kemudian menaik
Alisha tidak dapat tidur. Ia mengalami mimpi buruk. Di dalam mimpinya ia mendapatkan perlakuan buruk dari ibunya Deni. Perempuan ini terbangun ketika ibunya Deni akan menampar wajahnya. Keringat mengalir deras dari pelipis kiri hingga ke dagunya. Ia menelan ludah sambil menggosok wajah. Kilatan cahaya petir tanpa suara kini menerobos masuk dari celah ventilasi di atas jendela. Rupanya tengah ada pemadaman listrik bergilir. Ia mencari sesuatu di laci meja. "Alisha," panggil Deni.Alisha menoleh ke arah pintu." Ya.""Aku membawa lilin." Alisha melihat dengan memanfaatkan penerangan dari cahaya kilatan yang memasuki ventilasi. Ia membuka pintu dan melihat wajah Deni yang diterangi oleh lilin. "Ini lilin untukmu." Deni memberikan lilin yang sudah menyala. "Terima kasih. Em, apa kamu ada? "Aku ada. Pakai saja lilin itu." "Hem, oke." Hatinya berdenyut ketika tidak sengaja menyentuh tangan Deni. "Kamu nggak papa, kan?" Deni heran melihat Alisha yang sepertinya salah tingkah padanya.
Pintu terkunci ketika Alisha akan masuk ke kamar. Cukup dua ketukan dan sekali dorongan saja, ia sudah sadar diri bahwa dirinya telah membuat malu dan marah Dani. Perempuan ini hanya mampu meneteskan air mata. "Sini kamu!" Tiba-tiba Ibunya Dani menyeret Alisha menjauh dari kamar itu. "Mau ke mana, Ma?" Alisha tak berani melawan."Jangan berisik!" Alisha menatap pintu kamarnya yang telah jauh. Ia berharap Dani keluar dari kamar dan langsung menyelamatkannya dari perempuan itu."Sini!" Ia menempatkan Alisha di depan pintu utama.Alisha terkejut, dan langsung menatap ke luar. "Apa ini, Ma?" "Nggak sudi aku dipanggil mama olehmu. Sekarang keluar dari rumah ini atau aku akan mendorongmu!" Alisha menggeleng sambil mencoba menerobos pertahanan mertuanya. "Eh, mau ke mana? Keluar kataku!" Ia merentang kedua tangan, mencegah Alisha melewatinya."Dani harus tahu!" teriak Alisha. "Diam!" Ia membentak, tapi tidak berani lantang sebab Dani akan mendengar keributan itu. "Pergi kamu!" Ia beru
Segepok uang telah diterima, hanya tinggal menjalankan perintah dari calon mertua idamannya saja. Ya, Delia, perempuan licik penuh muslihat ini tengah memikirkan cara agar Dani tidak mencurigainya sebagai penyebab insiden yang akan terjadi beberapa jam nanti.Sedangkan kini, Dani dan Alisha tengah keluar dari supermaket. Tak sengaja mereka berpapasan langsung dengan pacarnya Anjas. Perempuan itu langsung menatap ke arah perut Alisha. "Kamu yang di... ah, aku lupa." Ia menekan keningnya dengan tangan kanan sambil mengingat-ingat Alisha. "Oh, iya. Kamu yang pernah ada di Rumah sakit itu, kan?" Alisha melirik Dani. Ia tidak ingin berurusan dengan perempuan yang memiliki hubungan dengan Anjas.Dani rupanya mengerti, ia segera menjawab pertanyaan perempuan itu. "Iya, memangnya ada apa, ya?" "Kenal sama yang namanya Anjas?" tanya perempuan itu."Gak." Dani dengan tegas menggelengkan kepala."Oh, maaf. Kukira kalian saling kenal." Ia tertawa malu, kemudian pergi."Kalau dia di sini berart
Deli cemberut sambil memakan makanan yang ia masak tadi siang. Sedikitpun Alisha belum juga memintanya untuk menyajikan makanan. Perempuan itu beralasan bahwa sudah kenyang makan masakan yang dibuatnya sendiri tadi pagi, dan sambil membayangkan betapa mesra dan romantisnya sikap Dani kepada majikan perempuannya itu, ia menggerutu juga. Tak ayal juga nasi terkadang terkeluar dari mulutnya tanpa ia sadari, dan setelah melihat itu semua, ia segera menghentikan makannya, lalu kembali menggerutu."Nungguin dia makan, dan aku makan sisanya, itu bisa bikin aku mati kelaparan. Huh, dasar, perempuan pucat!" Tidak lama terdengar suara seorang perempuan dari ruang tamu, dan dengan tergesa-gesa Delia membersihkan meja makan, lalu mencuci piring bekasnya tadi. Ia segera mendatangi suara perempuan tadi. Ternyata Dani datang bersama ibunya. "Ini ibuku, Delia." Dani memerkenalkan ibunya pada Delia yang sedikit bingung dengan status perempuan itu."Iya, saya Delia, Bu." Delia tersenyum manis, tetapi
Alisha BlmSudah dua hari Alisha tidak berselera makan. Ia hanya terus merenungi nasibnya. Terutama Dani yang masih belum menegurnya sejak kejadian itu (saat menemukan fakta Riski berkhianat). Perempuan itu melirik suaminya yang tengah berjalan di belakangnya. Memang posisinya saat ini alisha tengah berbaring membelakangi Dani dan lelaki itu sedari tadi hanya bolak-balik di kamar itu. Tak berani juga ia menegur kecuali lelaki itu datang untuk menyapa lebih dahulu."Halo, Pak." Terdengar suara Dani tengah menelepon. Alisha jadi penasaran dan menoleh. "Iya, Pak. Saya akan datang besok." Alisha kembali seperti tadi saat tatapan Dani tertuju padanya. Merasa seperti maling yang tertangkap basah, perempuan itu pejamkan mata dan pura-pura tertidur. Dani mendatangi istrinya kemudian menyentuh pundak kirinya. Alisha merasa inilah yang ditunggu sedari tadi. Diperlakukan seperti biasanya. "Iya, ada apa?" "Mama akan bebas."Alisha terkejut, dan segera bangkit. "Tapi kita?" "Tenang dulu." "M
Alisha dipaksa membuat pilihan. Merupakan dilema baginya. Jika dituruti ia akan terhina dan jika menolak, ia akan memermalukan Dani dan dirinya sendiri. "Jangan lama-lama mikirnya," bisik Riski yang tiba-tiba saja membuat Alisha merinding karena lelaki itu hampir menempelkan bibirnya ke pipi kanan perempuan ini. "Jangan dekat-dekat!" "Jangan jauh-jauh!" Ia segera menahan lengan kanan Alisha, sebelum perempuan itu menjauh darinya."Tolong jangan seperti ini," mohonnya, sambil meronta."Sebelum dia pulang, kita masih sempat main." "Aku dijebak oleh mereka. Aku gak salah dan gak pernah mau punya nasib seperti ini. Tolong jangan buat aku memilih." "Aku gak mau tahu!" desisnya sambil menekan lengan Alisha sehingga perempuan itu merintih sakit. "Kamu gak punya pilihan. Ayo!" "Aku gak mau!" Ia diseret ke kamar. Perempuan ini meronta, tetapi ia segera digendong dan mulutnya dibungkam oleh lelaki itu. Pintu kamar langsung dikunci setelah ia melempar Alisha ke ranjang. Alisha segera berl
Alisha terdiam malu ketika Dani membelai rambutnya. Ia pasrah jika Dani memang menginginkan malam pertama dengannya, tetapi Dani justru menghentikan sikap romantis itu ketika mendengar suara dari luar. "Siapa?" tanya Dani. Ia melihat bayangan seseorang dari sela bawah pintu. "Siapa?" bisik Alisha."Biar kulihat," kata Dani yang segera menuju ke luar kamar. Lelaki itu tidak menemukan siapa-siapa di rumahnya. "Ada siapa, Dani?" tanya Alisha yang ingin beranjak keluar kamar juga."Gak tahu siapa itu," kata Dani yang mengejutkan Alisha dengan kedatangannya yang tiba-tiba. "Aku udah memeriksa semuanya, tapi gak ada siapapun. Bahkan semua jendela dan pintu sudah dikunci." "Atau mungkin cuma perasaan kita aja, soalnya Anwar belum ketangkap oleh polisi," kata Alisha. "Hem, mungkin." Dani menggaruk kepalanya. "Oh, ya, aku mau ngambil sesuatu di rambutmu." Dani mengambil benang putih di antara rambut Alisha. Rupanya benang itu tadi yang selalu membuat Dani menaruh perhatian lebih pada Ali
Yeni meradang saat tahu Alisha dan Dani kini tinggal bersama lagi, tetapi ia tidak tahu bahwa Alisha dan Dani hari ini akan menikah. Perempuan cantik ini tidak diberikan kabar bahagia itu karena takut ia akan kecewa pada sahabatnya itu. "Bapak, dari mana saja? Saya sudah menelepon beberapa kali," ungkap kesal Yeni saat ia berhasil menghubungi Dani. "Kamu masih di kantor, kan? Tolong, semua dokumen penting dikirim lewat kurir saja, ya. Saya masih banyak urusan penting." Yeni menghembus napas jengah. Tak tahan rasanya diabaikan begini. Lain ditanyakan lain pula tanggapan Dani terhadapnya, membuatnya makin emosi saja. "Iya, nanti saya ke sana langsung." "Jangan kamu. Kurir saja." "Bapak, gak mau ketemu saya?" "Saya gak di rumah." "Oh, okeh-okeh." Ia menganggukkan kepalanya beberapa kali sambil menutup rapat bibirnya. Hidungnya membesar karena harus lebih menghirup napas segar untuk menghilangkan kekesalannya. "Saya tutup dulu. Kalau ada yang cari suruh telepon langsung saja." Ye
Alisha berupaya melepaskan dirinya dari Siah, tetapi perempuan itu terlalu kuat darinya. Kini pinggangnya tertekan di pinggiran cincin sumur. Terasa amat sakit ketika perutnya turut tertekuk ke belakang. Kini tubuhnya lebih condong ke arah sumur. "Kamu mau macam-macam sama perempuan mandul, kan? Kamu pikir aku akan pasrah diperlakukan begitu, kan? Kamu salah pilih lawan, Lisha! Hari ini habis kamu!" Alisha berusaha melepaskan cekikan kedua tangan Siah pada lehernya. "Tolong!" teriaknya dengan suara yang serak."Lisha!" Tiba-tiba terdengar suara lelaki di belakang mereka, sekaligus mengejutkan Siah. Suara lelaki itu membuat Alisha senang karena akan ada yang akan menolongnya, tetapi ia malah lengah sehingga terjatuh ke sumur. "Aaaa!" "Alisha!" seru Dani sambil berlari ke arah sumur, sementara Siah yang panik langsung lari dari sana.Alisha membentur dinding sumur, kemudian tenggelam, tetapi untung batas air tidak sampai mencapai dadanya. Ia masih bisa berdiri walaupun hampir pingsa
Alisha terbangun di tengah malam, ia mendengar suara orang berbisik di dekat jendela kamar. Perempuan ini perlahan mendekati jendela, kemudian menempelkan telinganya di daun jendela. "Kamu yakin dia bakal kirim uang itu malam ini? Sudah dua jam kita nunggu, tapi belum ada kiriman juga?" Terdengar suara seorang lelaki yang tidak asing lagi bagi Alisha. "Apa itu dia?" Alisha terkejut, ia segera mencari celah untuk mengintip, tetapi ia tidak melihat siapa pun kecuali pohon belimbing wuluh di luar sana. Pandangannya tidak leluasa untuk melirik ke sekelilingnya, tapi meski begitu Alisha yang penasaran kini mencari cara agar bisa melihat ke luar.Perempuan ini mengambil kursi yang berada di samping lemari kemudian perlahan agar tidak terdengar oleh mereka, ia meletakkan kursi di dekat jendela. Dengan masih menahan nyeri di perutnya, ia paksakan untuk naik ke kursi. Akhirnya ia berhasil mengintip lewat ventilasi jendela itu. Alisha melihat Anwar dan Anjas tengah berdiri sambil mengetik seb