Share

Part 57

Penulis: Manda Azzahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari ini sesuai janji, aku dan Paman mengajak Ayah untuk pergi berlibur. Kolam air panas di kaki gunung Sibayak menjadi pilihan kami. Ayah bilang ingin mengendurkan urat-urat syarafnya yang tegang. Mungkin ada enaknya setelah kedatangan terakhir kami ketika Nenek dan yang lainnya datang kemarin.

Teringat saat Ayah menikmati pijatan Om Juar tempo hari. Saat itu, Om Juar berendam di dalam kolam, sementara Ayah duduk di tepian degan kedua kaki terjulur di dalam air. Ayah terlihat merasakan kelegaan, mungkin sakitnya sedikit berkurang karena pijatan itu.

.

Paman bersemangat menyetir mobil yang diidam-idamkannya selama ini. Wajah Ayah yang duduk di sampingnya juga terlihat sumringah. Terlebih lagi gadis yang tidak mau kalah yang kini duduk di samping kiriku. Pipi cabinya terlihat merona memandangi wajah Paman dari kursi belakang tempat kami duduk.

Belum lagi gadis yang memakai headset yang kini duduk di samping kananku. Ditambah lagi tiga orang sekawanannya yang tiada henti bercerita dan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
iya paman baik tapi aku jg kasihan kepada andar . walau dia bersalah tapi dia gak sengaja melakukannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DIA AYAHKU   Part 58

    Jatuh sudah air mata kebahagiaanku melihat sesekali Ayah mengusap pucuk kepala Paman. Hubungan mereka memang lebih pantas sebagai Ayah dan anak. Hanya karena tuturan silsilah, kini mereka terjebak dalam hubungan Abang beradik. Aku terus memandangi kegiatan mereka sambil merendam kakiku di sumber mata air gunung Sibayak di tanah Karo ini. Dinginnya udara terbayar dengan kakiku yang kini mulai menghangat. "Hei, kenapa tidak bergabung di sana?" suara Hana mengagetkanku sembari menyentuh pundakku. "Tidak ada. Aku hanya tak ingin mengganggu aktivitas mereka," sahutku tanpa mengalihkan pandangan. "Paman kau itu begitu penyayang," pujinya sambil ikut menurunkan kaki di hangatnya air belerang. "Kau menyukainya?""Kau tahu aku menyukai semua pria tampan.""Kalau begitu, kenapa tak kau perdulikan penampilanmu itu?""Tidak cukupkah kalau aku kaya saja?"Aku tertawa kecil. Hana benar-benar sedang menguji kesabaranku. "Ya, itu cukup," sindirku. "Cukup untuk morotin semua milikmu, setelah itu

  • DIA AYAHKU   Part 59

    Standar motor telah diturunkan. Helm berwarna merah senada dengan warna kendaraan, juga dia lepaskan. Diulurkan tangan ke arah Ayah, langsung meraih dan menciumnya sebelum Ayah menyambutnya. Dia seperti sudah terlihat akrab dan merasa diterima. Kupandangi wajah Paman yang sama sekali tak menyukai keadaan itu. Sorot matanya tajam kepada lelaki yang mungkin akan merusak suasananya malam ini. Pintu pagar telah tergeser dibuatnya. Paman diam saja, lalu masuk meninggalkan kami. Entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal di hatiku atas kediamannya. "Masuklah!" pinta Ayah kepadanya. "Sudah malam, Yah. Ayah tidak lihat wajah Paman tadi?" sahutku cepat sebelum Andar merasa kedatangannya kami sambut. "Tidak enak dilihat orang, bicaralah di dalam. Jangan berbicara di pinggir jalan seperti ini.""Tidak akan lama, Yah. Dia akan segera pulang. Benarkan, Andar?" yakinku. Andar menatapku, kemudian mengangguk ke arah Ayah. ."Apa kau tidak lelah?" ucapku saat Ayah sudah menyusul Paman ke dalam rum

  • DIA AYAHKU   Part 60

    "Dia Pamanku. Sama halnya seperti Ayahku. Jangan usik lagi masalah status hubungan kami, atau aku tak akan bicara lagi padamu," ancamku. "Ya. Aku akan mencobanya. Tapi kau tak akan menghindariku lagi, bukan?""Itu cukup bagimu?" "Ya. Aku akan terus datang. Kau tahu aku tak akan menyerah secepat itu.".Aku bersiap untuk berangkat kerja. Ini adalah minggu terakhir liburan semester. Minggu depan adalah tahun ajaran baru dan aku akan naik ke tingkat berikutnya. Otomatis jadwal kerjaku akan kembali normal seperti biasanya. Jam kerjaku akan dimulai sepulang kuliah, dan akan pulang pada malam hari. Sepeda motorku yang mirip dengan kepunyaan Paman, akan beraksi kembali menemaniku melintasi jalan. Namun waktuku akan kembali tersita dan hanya punya sedikt waktu untuk Ayah. Aku keluar dari kamar setelah mengenakan pakaian keseharianku. Kemeja lengan panjang dan juga celana bahan berwarna hitam. Kulihat Ayah duduk di meja makan seorang diri. Menghadapi masakan yang kusiapkan tadi, sebelum ma

  • DIA AYAHKU   Part 61

    "Kau menungguku?" pria dengan kaos putih, berbalut kemeja kotak-kotak lengan panjang yang tidak dikancing itu bicara asal. Aku memutar bola mata malas, dan tak menjawabnya. "Kau sudah berjanji untuk tak mengacuhkanku!" tuntutnya. Dengan terpaksa aku mengalah dan mengikutinya masuk. Aku juga merasa lelah menegangkan urat leher yang baru saja kuterapi di sumber mata air panas kemarin. "Kau sudah pulang kerja?" aku memberikan daftar menu saat dia duduk dan meletakkan ransel itu di atas meja. "Kau lupa, kalau aku tak punya kantor dan jam kerja? Aku bisa mengerjakan tugasku dimana saja," dia mulai menyulut rokok. Andar memanglah bukan pegawai seperti kami. Dia hanya meneriman pekerjaan dari satu pesanan ke pesanan yang lain. Dengan koneksi dan juga hasil kerja yang memuaskan, tentulah pekerjaan itu dengan mudah dia dapatkan. Belum lagi, waktu dan tempat yang sama sekali tidak mengikat, membuat dia betah dengan profesinya sebagai designer ruangan itu. Tak lama pesanannya datang, aku

  • DIA AYAHKU   Part 62

    Aku kembali mengendalikan kendaraan roda dua berbodi besar ini. Meluncur dengan kecepatan sedikit meninggi dari biasanya. Tak sabar rasanya ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Apa lagi kesalahanku kali ini. Paman tak pernah lagi merajuk setelah kedatangan Nenek tempo hari. Setelah tahu sifatnya seperti itu, aku juga tak pernah menggodanya hingga melewati batas. Aku bahkan selalu meminta maaf atas sikapku yang mungkin sedikit nakal telah menggodanya. Paman juga sudah mengampuni saat kemarin aku memberikan kakiku kepadanya. Dia tak marah sama sekali atas sikap kurang sopanku waktu itu. Terlebih lagi, dia bahkan mengajakku berenang bersama di kolam renang air dingin yang letaknya tepat bersebelahan dengan kolam air panas tempat kami tadi. Ayah merasa terhibur saat melihat kami melucur dari atas perosotan itu. Paman sengaja mengambil posisi di depan agar aku saja yang menimpa tubuhnya jika terjatuh. Dan benar saja, begitu dia meluncur kebawah, aku menyusul dan langsung menenggelamkan t

  • DIA AYAHKU   Part 63

    Sudah beberapa hari ini Paman masih saja mendiamkanku. Berbagai macam cara sudah kulakukan untuk mencoba mengajaknya berbicara. Mulai dari mengantar susu panas setiap malam ke kamarnya, bahkan mengelap debu-debu di motornyapun aku rela. Namun hasilnya tetap sama. Dia tetap saja mengabaikanku. Dia bahkan terus menghindari pertemuan kami. Pernah aku berpikir bahwa dia benar-benar bosan dengan kehadiranku dan Ayah. Namun melihat sikapnya yang masih seperti biasa dan masih perhatian terhadap Ayah, membuatku berpikir bahwa ini adalah murni kesalahanku. Ini mungkin rekor terlamanya sama sekali tak berbicara. Biasanya hanya bertahan satu hari saja, begitu aku merengek dan minta dimaafkan. Dia hanya cemberut dan mengomel layaknya Nenek. Namun kali ini keadaanya berbeda. Paman sama sekali tak ingin melihat wajahku. Aku jadi merindukan tatapan yang biasanya tersenyum atau bahkan cemberut sekalipun. Aku benar-benar merindukannya. Aku mencoba mengulik kembali kejadian-kejadian yang mungkin m

  • DIA AYAHKU   Part 64

    Sejak kejadian itu aku tak pernah lagi berhubungan dengan Dara. Dia pun tak lagi datang untuk menggangguku. Lalu dari mana dia mendapatkan uang yang disebutkan Ibu tadi? Atau jangan-jangan, dia kini berhubungan dengan Andar dan meminta uang darinya sebagai bentuk tanggung jawab? Memalukan. Gadis itu benar-benar membuatku muak. Pantas saja pria yang kini menjadi mantan kekasihku itu terus saja datang dan berharap aku akan kembali. Apakah dia berpikir dengan membayar Dara, dia jadi bisa bersikap sesuka hati terhadapku? Tak lama, terdengar suara klakson mobil dari arah pagar. Ibu segera bangkit dan membukakannya dengan lebar. Pintu kaca depan terbuka setengahnya, wanita paruh baya yang masih tampak awet muda itu memandangku dari balik kacamata hitam besarnya tanpa ekspresi.Aku membalas tatapannya dalam diam, kemudian melihatnya berlalu pergi sambil kembali menurunkan kaca mobil. "Apa dia akan memarahi Ibu jika tahu aku ke sini?" tanyaku melihat Ibu yang dari tadi hanya diam. "Dia ba

  • DIA AYAHKU   Part 65

    Aku kembali melajukan kendaraan setelah berpamitan pada Ibu. Sedikitpun tak ada lagi hasrat tuk menemui, bahkan berbicara lagi pada Dara. Cukup sudah, Ibu benar. Aku juga berhak untuk bahagia.Motor berjalan pelan saat masih di kawasan kompleks perumahan Tante Retno. Aku menghentikan laju kendaraan ketika berada di persimpangan. Tante Retno seperti sedang menungguku. Aku membuka helm perlahan. Menanti apa yang ingin dia sampaikan. Tentu bukan tanpa maksud dan tujuan dia menungguku di sini. Dia keluar dari balik kemudi dan mendekatiku. Dibukanya kacamata hitam yang tadi bertengger di hidung mancungnya. Belum terlihat kerutan di wajahnya, mungkin karena sering perawatan dan selalu teratur menjaga makanan. "Bagaimana kabarmu?" dia bertanya dengan suara lugas nan elegan. Tapi kini tak terkesan sinis dan benci melihatku. "Tante mau apa?" aku enggan menjawab pertanyaan basa-basi tersebut. Dia menarik nafas dalam-dalam, seperti ragu-ragu dalam perkataan. Mungkin menurutnya segala sesuat

Bab terbaru

  • DIA AYAHKU   Part 111 ( Ending )

    Kami kembali ke rumah Paman setelah acara akad selesai. Meninggalkan Ayah untuk menjalani prosesi kekeluargaan yang sangat sederhana. Entah bagaimana cara Tante Retno meyakinkan orang tuanya, bahwa pilihannya secara logika yang tak masuk di akal. Benarkah ada cinta yang serupa itu? Ah, beruntungnya Ayahku. Buah dari kesabaran dan juga ketulusan hatinya selama ini. Hingga bertemu pula lah dia dengan wanita yang punya hati sehebat itu. .Aku merebahkan diri di atas ranjang, menumpahkan segala rasa yang sulit aku ungkapkan. Bahagia, sedih, kecewa, aku bahkan tak tahu harus menangisi perihal yang mana. Untuk kali kedua, Ibu dan Dara meninggalkan kami. Tidak ada alasan lagi bagiku untuk mencari-cari, karena itu adalah keinginan mereka sendiri. Kelak, Dara sendirilah yang akan mengemis dan mencari-cari Ayah sebagai satu-satunya wali untuk menikahkannya. Menemukan kami, bukanlah hal yang sulit. Teringat saat kami masih di kampung, setelah Nenek memberikan restu untukku dan juga Paman, A

  • DIA AYAHKU   Part 110

    Di kamar ini, aku menatap cermin untuk berhias diri. Ditemani Hana yang juga tampil menawan tanpa kacamata. Sebuah gaun brokat berwarna coklat muda menempel sempurna di tubuhku, dengan bawahan rok span batik berwarna senada. Hari ini, hari yang membuatku begitu gugup. Dimana kami akan menapaki kehidupan yang berbeda dari sebelumnya. Semua orang sudah bersiap-siap menunggu di luar. Menyambut hari bahagia di tempat yang sudah ditentukan. Aku melirik wajah Hana, rona bahagia juga terpancar di wajahnya. Hana menyentuh bahuku dengan perasaan yang entah bagaimana. Yang jelas, untuk saat ini aku tak mau mendengar kata-kata mutiara dari mulutnya, yang akan membuat maskaraku luntur karena air mata.Kami melangkah keluar dari kamar. Menuju para sanak saudara yang sudah berbaris rapi dengan corak baju yang serupa. Kupandangi sosok Ayah dengan kemeja putih lengan panjang yang dimasukkan ke dalam celana bahan, serta ikat pinggang. Dipakaikan juga oleh Nenek sebuah jas berwarna hitam, tentu saja

  • DIA AYAHKU   Part 109

    "Nenek bilang apa, Paman?" aku menemani Paman memancing di sungai yang agak jauh dari rumah. Bukan perkara tidak ada lauk, tapi ini kebiasaannya saat pulang kampung yang sulit untuk dihilangkan. Mungkin juga untuk menghindari pertemuan dengan Nenek seperti yang Unde katakan tadi. "Tidak tahu. Biarkan saja. Tidak usah dipikirkan," gerutunya. Wajahnya terlihat tidak sedang baik-baik saja. "Paman bertengkar?""Tidak.""Jangan bohong, aku melihat Paman menghindar saat Nenek lewat tadi.""Kau bicara apa?" dia menggoyang-goyangkan pancingannya. "Jangan lagi seperti itu. Paman bilang, sudah dewasa. Tidak baik mendiamkan Nenek terus-terusan. Kalau tahu begini, aku tidak akan bilang pada Paman yang sebenarnya," aku mengancam. "Kau marah?""Iya. Katanya mau bicara. Kalau hanya diam-diam begini, kapan selesainya?" "Wah, kau ini agresif sekali. Sudah tidak sabar, ya?" dia tersenyum nakal."Benar, aku ingin bebas melakukan apapun terhadap Paman. Kenapa? Apa aku terlihat seperti wanita nakal?

  • DIA AYAHKU   Part 108

    Selesai mandi dan makan malam, kami semua berkumpul di ruang tengah yang sangat luas. Sengaja di buat seperti itu karena kebanyakan sanak famili yang datang lebih suka duduk bersila, ketimbang di kursi. Suasana kekeluargaan akan lebih terjalin dengan akrab. Alena dan Raya duduk di sebelahku, merasa senang karena membawakan mereka oleh-oleh berupa tas slingbag dan masing-masing sepatu sneakers yang kami beli bersama Tante Retno. Kedua remaja yang kini duduk di bangku kelas dua SMP itu begitu sumringah, terlebih lagi Raya. Helm kuda poni yang kemarin sempat ku ambil kembali, kini khusus kubawakan untuknya. Tak ada lagi gunanya bagiku untuk menyimpan masa lalu. Kedua Undeku datang bersama keluarga dengan membawa makanan yang sangat banyak. Dibawakan juga buah manggis dari ladang. Sungguh kami benar-benar merasa disambut oleh keluarga ini. Kami membicarakan banyak hal. Mulai dari kaki Ayah, pekerjaan Ayah, dan juga menyangkut pautkan wanita yang kini duduk di seberang Ayah. Aku juga b

  • DIA AYAHKU   Part 107

    Paman melajukan mobil dengan sangat handal. Sesekali melirikku dari balik kaca spion sambil tersenyum. Aku membalas senyum manis itu, seolah-olah kami saling berbicara tanpa suara. Entah bagaimana dengan Tante Retno dan juga Ayah, apakah mereka juga melakukan hal yang sama atau tidak. Bukankah yang namanya jatuh cinta itu tidak pernah memandang dari segi usia? Semua orang bisa saja berbuat konyol dan hal-hal tidak masuk akal lainnya. Seperti kami ini misalnya. Nekat pulang kampung layaknya satu keluarga, padahal belum ada ikatan apa-apa. Perjalanan yang melelahkan membuat kami sesekali berhenti. Banyak tempat pemberhentian di tepi-tepi jalan, dengan pondok es kelapa muda sebagai pemikatnya. Kami lebih memilih makan siang di tempat seperti itu, ketimbang berhenti di rumah makan atau restoran. Hal ini juga demi menghormati pengorbanan Tante Retno yang sudah memasak dari jam empat subuh tadi. Demi apa akupun tak tahu, sampai melakukan hal semacam ini. "Demi rasa kekeluargaan, kita h

  • DIA AYAHKU   Part 106

    Aku tak tahu kisah apa yang kini telah kujalani. Bisa-bisanya aku menjalin hubungan akrab dengan Tante Retno, begitu aku berhasil membujuk Ayah untuk pergi ke acara reuni bersamanya. Tak jarang Tante Retno mengajakku untuk menemaninya menemui klien. Bertukar pikiran dengan gambar fashion yang kini sedang di kelolanya. Dia terlihat sangat baik dan ramah, juga tulus. Selalu mengunjungi Ayah dan membantuku memasak layaknya seorang Ibu. Pernah Paman menyinggung soal pernikahan di depan keduanya, Tante Retno terlihat malu-malu, sementara Ayah, seperti biasa terlihat datar dan tanpa ekspresi."Ada-ada saja kau, Harun. Menikah denganku sama saja mendaftarkan diri menjadi pembantu," tegas Ayah. "Apa yang bisa diharapkan lagi dariku ini.""Tapi, Bang. Itu... " Paman sedikit menggaruk rambutnya. "Ada apa?""Itu... ""Itu apa?""Maksudku..., masih bisa kan, membuat adik buat Sarah?" wajah polosnya begitu serius seperti tanpa dosa. Sementara wajah Tante Retno dan Ayah tampak tegang dan juga me

  • DIA AYAHKU   Part 105

    "Karena kau cantik," teriaknya dengan kuat. Dia terdengar seperti orang yang baru jatuh cinta. Aku tersenyum bahagia. "Paman juga pernah memuji Hana cantik, Paman juga pernah menyukainya?" aku kembali menggoda. "Kau bicara apa? Itu karena aku cemburu saat kau bilang sudah punya pacar. Kau puas?""Belum. Ayo puji aku lagi.""Kau baik.""Lagi?""Kau cerewet.""Eh...itu bukan pujian.""Katakan saja yang ingin kau dengar, nanti aku iya kan.""Ah.. Paman curang.""Kau galak.""Eh... Paman.... " Aku mencubit perutnya, lalu semakin mengeratkan pelukan hingga sampai ke depan kampus. .Sepulang kuliah kami berbelanja di swalayan itu lagi. Membeli keperluan bulanan dengan uang yang diberi Ayah pagi tadi. Kehidupanku kini berjalan hampir sempurna. Pergi kuliah, jalan-jalan, dan berbelanja dengan uang saku dari orang tua. Aku merasa seperti remaja lagi. Masa-masa muda yang hilang karena harus terbebani dengan pekerjaan. Tuhan sungguh adil, memberiku kesempatan menikmati yang juga gadis-gadis

  • DIA AYAHKU   Part 104

    Kami kembali duduk saling bersisian di ruang tamu. Paman duduk bersandar pada sandaran sofa, sementara kepalaku sudah tenggelam di dada bidangnya. Semua terjadi setelah aku menceritakan segala pertemuan dengan Unde dan Nenek tempo hari. Paman bersikeras untuk pergi, membawa serta hatiku yang telah dia curi. Bagaimana aku bisa hidup tanpa dia dan juga segala rasa cintanya padaku selama ini. Maka, kuputuskan untuk mengingkari janji, dan berterus terang tentang semuanya. Dalam tangis aku memeluk dan tak ingin melepaskannya, hingga keluarlah segala ocehan Nenek yang membuatku terpaksa berbohong dan memutuskan ikatan itu. Paman meradang, ingin langsung bicara dan mempertanyakan semuanya. Meminta Nenek untuk bertanggung jawab atas semua kekacauan yang sudah terjadi. Hampir dua minggu lamanya aku dan Paman terlibat perang dingin. Saling tak bisa mengungkapkan perasaan dan saling menyentuh satu sama lain. Saling menghindar, hingga hampir berpisah tuk selamanya. Kini semua telah terbuka.

  • DIA AYAHKU   Part 103

    Hari-hari terus saja berlalu, kini akupun ikut menghindarinya. Takut hal kemarin terulang kembali. Bukannya tak ingin, hanya takut melanggar janjiku pada Nenek. Ayah kini sering bepergian. Memanfaatkan fasilitas dan inventaris kantor milik Om Dimas. Mencoba peruntungannya kembali di dunia pekerjaan, melalui usaha yang baru dirintis oleh sahabatnya itu. Paman kembali merasakan amarah mendengar jawabanku malam itu. Meski saling menikmati, aku tetap tak mungkin melanjutkan hubungan ini, kecuali Nenek mati. Ya, sifat egoisku kembali membuat hatiku seperti batu yang tak lagi merasakan kasih sayang terhadap orang tua itu..Suara motor sudah terdengar, Paman mungkin tak akan suka jika aku berkeliaran di sekitarnya. Dia hanya akan berbicara pada Ayah di teras depan, tanpa harus aku ikut serta di dalamnya. Aku berselisih pandangan dengannya saat hendak keluar dari dapur. Kulihat dia masuk membawa bagpapper dengan ukuran besar dan mendekapnya di dada. Aku ingin menyapa, namun takut dia tak a

DMCA.com Protection Status