Meskipun aku sangat bingung dengan perkataan Pak Hari, tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena beliau langsung berjalan cepat, menjauhiku.Kulihat beliau mengobrol dengan seorang wanita. Tapi kakiku langsung berlari mengejar wanita itu ketika sudah melihat wajahnya. Tidak salah lagi, dia adalah Bu Tika. Istri Pak Hari.Ketika mengejar, mereka tampak beradu mulut lumayan lama dan selang beberapa detik, mereka tiba-tiba lenyap di depan mata. Hilang entah kemana.Ah, sial!Aku kehilangan jejak mereka.Kembali aku chat pesan ke kotak yang bernama Ibu itu dengan ponsel Kiara.[Aku sudah menunggu di restoran Amirisa, meja nomor delapan.][Kiara]Secepat kilat aku langsung mendapatkan balasannya.[Jangan bohong kamu! Aku sekarang tahu siapa kamu. Lihat saja, aku akan membuat istri dan anakmu menderita]Balasnya mengancam dan ditambah beberapa emoticon ketawa.Dasar wanita jahat.Aku benar-benar takut kalau wanita ini akan melakukan sesuatu yang buruk pada istri dan anakku jika merek
Dibalik perubahan istrikuBeberapa hari ini aku lewati dengan susah payah. Walaupun sekuat tenaga aku mencoba untuk tidak bicara dengan Kiara, bahkan terkesan menjaga jarak, tetap saja tidak bisa.Lidahku terasa kelu jika tidak bicara, meskipun hanya sekedar iya dan tidak."Sepertinya istrimu memang tidak biasa," Reyhan pun menilai Kiara hanya polos diluar ketika aku mengatakan tentang percakapan Kiara dan Jasmin.Aku pun menilainya demikian. Namun, entahlah. Karena sangat bingung. Antara percaya dan tidak percaya.Tapi itu dikatakan langsung dari mulut Kiara."Aku rasa sebaiknya kalian bercerai," lanjutnya.Deg ... bercerai?Apa aku harus menjauh dari Kiara dan Della? "Kalau tidak mau menjauh, janganlah percaya apa yang kau lihat dan dengar beberapa waktu lalu itu!" Sultan menepuk pundak kiri."Dan kau, jangan ikut campur dalam masalah rumah tangga orang lain. Kisah percintaanmu yang kandas jangan disamakan dengan kisah orang lain," ucapnya lagi pada Reyhan yang hanya menunduk usai
Diam membisu. Begitulah Kiara saat ini. Padahal rekaman ini membuktikan kalau Kiara berada dalam ancaman, tapi dia sama sekali tidak marah."Kenapa kau tidak marah, sayang?" tanya Mama. "Bukankah seharusnya kau marah dan meminta suamimu untuk menebus kesalahannya karena telah berpikiran negatif padamu?"Tapi Kiara malam semakin diam. Sifatnya itu membuatku dan Mama terasa ngilu dan rasa bersalahku teramat dalam."Bicaralah, Sayang," bisik Mama di telinganya.Kiara mengembuskan napas panjang, "Aku lelah, Ma. Lelah tiap waktu dicurigai, setiap aku menjelaskan, Mas Raksa tidak pernah percaya padaku. Tetap saja harus mencari bukti," jelas Kiara. Setiap katanya yang keluar membuat ulu hatiku semakin sakit.Bukannya aku tidak percaya, tapi aku hanya ingin mengungkap kebenarannya kalau Ara-ku tidak terlibat sama sekali.Memang benar Kiara yang sudah menabrak Jasmin, tapi itu tidak sengaja. Mobil yang Kiara pakai mengalami rem blong dan tepat di depan Jasmin sedang membelakangi mobil yang Kia
Disaat aku telah selesai membanting beberapa barang lalu kembali duduk, laki-laki itu menatapku tajam."Sudah tidak diharapkan, emosian lagi. Kayaknya Kiara rugi banget punya suami sepertimu," ucapnya lagi.Sudah tahu aku masih emosi, bisa-bisanya dia memprovokasi. Seketika aku sudah berdiri di sampingnya, kutarik kerah bajunya, dan kulayangkan tangan untuk meninjunya.Tapi nihil, laki-laki itu berhasil menghindar dengan santainya."Jangan banyak omong kosong!""Lah, kau tidak terima? Dasar egois. Pantas saja Kiara tidak tahan hidup bersama dengan lelaki sepertimu," ucapnya lagi.Kutinju dia beberapa kali. Tapi sayang, bukan dia yang kutinju, melainkan hanya udara. Karena dia dengan cepat bisa menghindar. Bahkan terkesan santai."Dokter Dafa! Ada seorang wanita yang sedang mencarimu," seorang pengawal Sultan yang bertugas di luar tiba-tiba berjalan cepat menghampiri kami.”Kakak urus semuanya di sini, aku akan memperjuangkan apa yang harus aku perjuangkan," bisiknya pada Sultan.Merek
"Jangan!!!"Belum sempat aku menjawab pertanyaan Mama, terdengar teriakan Kiara dari atas."Kiara!" Mama dan aku berlari menaiki tangga secepat mungkin.Aku mohon kau harus baik-baik saja, Kiara.Kubuka pintu kamar, tidak ada apapun. Mama langsung mendekat ke arah Kiara di tempat tidur dan memeluknya erat. Kini kondisinya sangat memperihatinkan.Mungkin tadi dia hanya bermimpi. Benar kata Mama, aku harus percaya sepenuhnya pada Kiara seperti dulu dan memberikan ibu beserta anaknya itu pelajaran yang setimpal."Mama!" panggilnya terisak.Lagi-lagi Kiara memanggil Mama dengan suara yang sangat membuatku tersayat."Kau harus memberantas keluarga benalu itu! Bisa-bisanya mereka memanfaatkan anak Mama," ucap Mama marah.Jari-jari lentiknya mengelus rambut Kiara lembut dan juga wajahnya yang berlinang air mata."Pasti, Ma. Aku akan membuat mereka merasakan posisi berada di tempat Kiara, bahkan lebih."Kududuk di sebelah kiri Kiara dan menyentuh pundaknya pelan. "Mulai saat ini dan seterusny
"Kenapa mundur?" tanyaku padanya. Sengaja dengan sedikit dikeraskan."Syut, jangan berisik," dia mencoba menutupi bibir dengan telunjuknya."Heh, ternyata datang sama suaminya toh. Gimana, enak gak punya suami tapi hatinya enggak denganmu?" tanya salah satu dari mereka."Ngapain takut, aku ada di sini untukmu. Bukan untuk wanita lain. Apalagi orang-orang yang tidak tahu malu!” ucapku lantang. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Kiara."Lebayyy,” jawabnya menohok.Satu kata, tapi bagai ribuan jarum menusuk dada."Intinya kamu harus percaya diri, Sayang. Jangan minder, tunjukkan kalau kau pantas diperlakukan baik."Beberapa teman Jasmin menatapku tidak percaya. Karena selama ini yang mereka tahu, aku punya sikap yang dingin dan menjaga jarak terhadap wanita. Tidak seperti sekarang, lembut dan perhatian.Tapi itu hanya untuk Kiaraku. Bukan yang lainnya. Catat!!!"Apa benar dia itu Raksa?" salah satu teman Jasmin menyenggolnya.Beberapa detik terdiam, "Te-tentu saja." Jasmin tertawa canggung.
"Mencari gimana, Ma?" tanyaku mencoba untuk tetap tenang."Mereka mengatakan kalau mereka adalah keluarga Kiara," jelas Mama dengan sedikit ketakutan di wajahnya.Brakkk...Terdengar bunyi sesuatu yang jatuh di kamar mandi. Apa itu Kiara?Tidak, kumohon kau baik-baik saja. Segera aku membuka pintu kamar. Benar saja, Kiara sudah terduduk tidak berdaya di lantai yang begitu dingin.Kedua tanganku sudah siap untuk mengangkat tubuhnya, namun Kiara menahan tanganku. "Jangan temui orang-orang itu, Mas," lirihnya pelan."Orang-orang?" tanyaku heran. Meskipun beberapa kali tanganku ditepis, tapi beberapa kali juga aku kembali mencoba untuk mengangkatnya. Mana mungkin aku tega membiarkannya terduduk seperti ini dengan keadaan yang acak-acakan."Bagaimana Raksa? Apa perlu kita memanggil dokter?" Mama terlihat lebih khawatir daripada aku."Itu harus, Ma."Lagi-lagi Kiara menahan tanganku yang akan mengambil ponsel, "Tidak perlu memanggil dokter, Mas. Aku tidak apa-apa," ucapnya lemah.Yah, aku h
Aku sudah memberi perintah kepada orang-orangku untuk bersiap, tapi wanita tua itu kembali menyembunyikan benda itu dan duduk dengan tenang. Tentu saja bersama dengan istri dan anakku.Sepertinya aku sudah menyepelekan mereka, ternyata orang yang datang dengan mereka sangat banyak. Tentunya dengan membawa senjata api."Kita di sini tidak akan berlama-lama. Tidak masalah jika wanita itu tidak mau menemui kita, asal kau sebagai suami yang rela berkorban untuk istrimu mau berganti posisi dengannya," ucapnya panjang, tanpa kuminta sama sekali. Sumpah, bahkan jika aku punya pilihan, lebih baik tidak membiarkan wanita ini bicara."Apa yang kalian inginkan?” "Kau masih bertanya apa yang kuinginkan? Ternyata kau bukan laki-laki yang cerdas, sungguh membuatku kecewa.""Katakan saja, mungkin aku bisa melakukannya, daripada berbicara panjang lebar tapi intinya belum masuk," ucapku menahan geram.Bisa-bisanya wanita ini mengajak diskusi seorang Raksa, dia pikir dia siapa. Mau orangtua sekalipun,
Mama menatapku dengan tajam setelah beberapa hari kepergiannya. Kini kita duduk berhadapan, benar-benar membuat diri ini canggung. Sekaligus merasa bersalah, takut kalau Mama akan segera mengetahuinya."Jelaskan apa ini!" ucap Mama tegas, sama sekali tidak ada tanda-tanda marah. Namun, jantungku malah berdetak tidak menentu."Apa, Ma?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.Mama mengerahkan ponselnya yang berisikan deretan pesan di aplikasi chatting berwarna hijau.'Asslamu'alaikum, Ma. Maaf kalau Kiara baru bisa menghubungi Mama. Kejadian baru-baru ini sangat membuat Kiara terpukul, Ma. Kiara minta maaf kalau selama ini tidak bisa menjadi menantu Mama yang baik dan terima kasih atas segala yang sudah Mama berikan untuk Kiara. Termasuk segenap kasih sayang dan cinta Mama.''Ma, ternyata Kiara tidak bisa menjaga cucu Mama dengan baik. Karena Della sudah meninggalkan kita semua tepat ketika Mama pergi dari rumah karena urusan pekerjaan, tapi Mama tidak perlu khawatir, ya. Karena Della di mak
"Assalamu'alaikum."Suara salam kembali terdengar setelah Kiara dan Jasmin pergi. Kali ini tubuhku langsung bercucuran keringat.Tentu saja karena aku tahu siapa yang baru saja mengucapkan salam itu.Mama.Bagaimana jika dia bertanya tentang Kiara Della? Apa yang harus aku katakan? Kupikir semuanya akan berjalan dengan mudah. Tapi ternyata tidak seperti jalan tol."Bukannya jawab salam, kamu malah nyelonong begitu saja. Enggak sopan!" kesalnya ketika aku malah berjalan semakin cepat ketika mendengar koper Mama memasuki rumah."Em, enggak, Mah.""Kamu kenapa, sakit?" tanyanya sambil mengeluarkan beberapa paper bag dari dalam koper."Ini semua hadiah untuk anak perempuan Mama tercinta dan yang besar ini untuk cucu Mama yang paling cantik!" serunya sambil bernyanyi-nyanyi kecil.Baru saja beberapa detik, Mama pun langsung berjalan ke arah tangga. Sudah kupastikan kalau Mama pasti bermaksud untuk bertemu dengan dua orang yang baru saja disebutnya.Bagaimana jika Mama tahu Kiara, gadis yan
Perkataan yang keluar dari mulut Kiara sudah sangat keterlaluan. Tubuhku mendadak gemetar, takut jika harus berpisah dengannya."Kamu tidak boleh begitu, Kiara. Della masih membutuhkan kasih sayang orang tua yang utuh," ucapku mencoba untuk menenangkannya.Melihat penampilannya yang berantakan, aku bisa mengambil kesimpulan kalau dia sedang tidak baik-baik saja."Membutuhkan kamu bilang, Mas? Terus selama ini dimana kamu dimana, Mas?" teriaknya."Kamu bahkan sudah tidak pulang berhari-hari. Jangankan hanya sekedar menanyakan kabar, melihat Della saja kamu tidak pernah!" lanjutnya memaki.Ya, itu benar. Aku memang salah. Tapi bukan ini yang kuinginkan."Maafkan Mas, Kiara, maaf," lirihku memohon. Aku hanya berharap dia akan memaafkan aku dan kita kembali menjalani kehidupan seperti dulu lagi.Meksipun sekarang sudah ada kehadiran Sukma, tapi kau tetap istriku Kiara."Kau nikahi wanita yang bernama Sukma itu saja, Mas. Aku tidak berhak ada di Antara kalian. Ya, aku memang tidak seharusn
Aku terdiam ketika membaca pesan dari Hana, seorang resepsionis yang baru saja menjadi temanku beberapa hari yang lalu. Dia mengatakan kalau Mas Raksa, suamiku sedang ditunggu wanita cantik.Sebetulnya dia juga tidak berani mengatakannya, tapi sudah terlanjur janji padaku akan memberitahuku semua gerak-gerik Mas Raksa, terutama tentang masalah wanita.Mata ini menyipit ketika melihat foto seorang wanita cantik yang dikirimkan Hana, katanya dia baru saja mencari, suamiku.Kupikir wanita itu hanya sekedar teman atau rekan bisnis. Tapi ternyata tidak sesederhana itu.Ketika aku menunjukan foto tersebut pada Jasmin, dia langsung membungkam mulutnya dengan tangan."Aku akan menyerah untuk mengejar Raksa jika wanita itu masih mencoba untuk mengejarnya," ucapnya waktu itu."Kenapa?""Karena di hati Raksa, wanita itu sangat istimewa.""Apa aku tidak?" "Ayolah, Kiara. Kita sedang mengatakan kenyataannya, bukan hal-hal yang tidak penting."Setelah itu, aku tidak berani berkata apapun. Kupikir
Badanku mendadak gemetar, lidah pun terasa kelu untuk bicara. Apa yang harus aku lakukan, padahal masalah Jasmin saja masih belum selesai. Bapak mertuaku juga masih menunggu kami jemput, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?Jasmin menyadari kedatanganku, dia menatapku dari bawah sampai atas. Semoga saja dia tidak sadar dengan perubahan pada diriku."Bukankah kalau pulang biasanya mengucap salam?" ucapnya tiba-tiba, kupikir dia tidak akan bicara.Mendengar suara Jasmin, Mama dan Kiara langsung membalikkan tubuhnya dan menghampiriku."Kok kamu enggak bilang-bilang kalau sudah pulang, Mas?" tanya Kiara sambil mencium takzim tanganku."Em, iya, banyak pekerjaan," jawabku singkat dengan seulas senyum. Agar mereka tidak curiga kalau aku menyimpan sesuatu."Apa di kantor ada masalah?" ucap Mama menimpali."Tidak ada kok, Ma. Semuanya baik-baik saja."Aku berharap Mama dan Kiara tidak tahu kalau aku baru saja bertemu dengannya. Bisa bahaya kalau mereka sampai tahu."Yakin kamu, Mas?" Ja
Tapi aku sama sekali tidak takut dengan wanita berumur. Sekali dorong saja, dia akan mengalami sakit yang amat.[Kata-kata itu, aku kembalikan padamu. Jangan lupa ingat umur!!!]Aku tersenyum sendiri setelah mengirimkan balasan, bisa kupastikan setelah ini dia akan semakin marah. Tapi aku tidak peduli.Mungkin dia baru sadar kalau tawanannya sudah berada di tanganku, eh, maksudnya ibu mertua.Wanita yang sudah berjuang antara hidup dan mati demi untuk membiarkan anaknya selamat dan melihat, betapa indahnya dunia ini.Tapi, sayangnya dia belum pernah melihat seperti apa rupa anak yang dilahirkannya. Apakah berjenis kelamin laki-laki atau perempuan dan bagaimana wajah dan tubuhnya. Bahkan sampai puluhan tahun lamanya.Sungguh keji orang-orang itu, dengan entengnya mereka melakukan hal seperti ini kepada manusia, yang bahkan hewan pun tidak layak diperlakukan seperti ini."Anakku!!" Ibu langsung berlari ke arahku, memelukku erat. Seolah kita sudah lama tidak bertemu dan saling melepas ri
Aku berjalan di sekitar koridor yang panjang di sebuah rumah sakit. Hening dan sepi. Bukan karena aku penakut, tapi aku sangat menyayangkan ini. Bagaimana mungkin pasien bisa sembuh jika begini."Kalian harus segera urus masalah koridor ini!” "Sudah kami urus, Pak. Tapi kami masih membutuhkan waktu," kedua orang di belakangku berbicara bersamaan."Bagus. Kalian pantas untuk mendapatkan bonus bulan ini.""Terimakasih BOSSA.""Hentikan panggilan gila itu! Apa kalian tidak ingat dokter itu menertawakan?""Mungkin saja dia hanya iri, Bos.""Benarkah?""Tentu.""Kalian jangan menilai negatif, dosa!"Tapi bisa saja itu memang benar, karena dia tidak berhasil mendapatkan Kiaraku dan akulah yang beruntung bisa bersamanya."Apa itu?" tanyaku menunjuk seorang wanita yang sedang duduk di taman. Wajahnya memancarkan cahaya, meksipun tertutupi dengan penampilannya yang berantakan. Tapi cahaya di wajahnya tetap saja terlihat."Iya, Bos.""Kalian tunggu di sini, aku akan masuk sendiri," pintaku pad
Aku masih menimbang untuk memberitahukan kepada Raya kalau papanya masih hidup. Takut nanti dia akan terus kepikiran, terlebih lagi masalah Jasmin juga masih belum selesai."Kamu kenapa Mas, kok wajahnya kusut gitu?" Kiara mendekat dengan wajah penasaran. "Kayak pakaian yang baru diangkat dari jemuran tapi enggak langsung ditindak."Apa? Jemuran? Emang wajahku sekusut itu?Untuk membuktikan, aku menjauh dari Kiara dan mendekat ke arah cermin."Kusutnya sebelah mana? Orang tampan gini juga."Kiara ada-ada saja, mana ada kusut dalam wajah Raksa yang tampan enggak ketulungan ini."Beneran, Mas."Seperti biasa Kiara mulai cengar-cengir. Dasar.Kembali aku teringat tentang papanya Kiara, mertuaku. Kembali aku mendadak diam."Kamu kenapa, sih, Mas? Kok semenjak pulang berubah banget.""Maaf Ra, Mas capek, besok saja kita ngobrol lagi," aku sengaja menghindar. Kalau dekat, takutnya kecelakaan. Maklum, aku tipe suami yang idaman. Enggak tega membiarkan istri kepikiran.Kiara pun diam. Hanya a
Jasmin yang dikatai gendut oleh Mama menunjukkan wajah marah. Tentu saja dua tidak menerima.Aku sudah bertahun-tahun mengenalnya, seorang Jasmin bukanlah hal yang kita bisa mengerti."Kenapa? Ada masalah?" Mama memasang wajah tidak bersalah dan menanyai Jasmin dengan beberapa pertanyaan."Jadi istri Raka itu jangan baperan, Jas. Dia gak bakal suka. Mama juga sama. Lebih suka menantu yang kuat dan bisa melakukan apapun. Tidak manja," jelas Mama lagi."Iya, Jasmin minta maaf, Ma," lirihnya sambil sesekali melihat ke arahku dan Kiara yang saling berpandangan.Ngiri kali dia. Siapa suruh dulu kabur, tapi ada untungnya buatku. Jadi tidak punya istri yang bermuka dua. Wkwkkk."Mama juga lebih suka menantu yang bisa mengelola keuangan. Meskipun uang itu sedikit, tapi dia bisa membeli seluruh kebutuhan rumah selama satu bulan.""Itu justru penting, Ma," balas Jasmin, tapi matanya masih menatap kita."Apa kamu bisa?""Tentu saja Jasmin bisa!" serunya. Tentu dengan nada kesombongan.Tapi Kiara