Aku sudah memberi perintah kepada orang-orangku untuk bersiap, tapi wanita tua itu kembali menyembunyikan benda itu dan duduk dengan tenang. Tentu saja bersama dengan istri dan anakku.Sepertinya aku sudah menyepelekan mereka, ternyata orang yang datang dengan mereka sangat banyak. Tentunya dengan membawa senjata api."Kita di sini tidak akan berlama-lama. Tidak masalah jika wanita itu tidak mau menemui kita, asal kau sebagai suami yang rela berkorban untuk istrimu mau berganti posisi dengannya," ucapnya panjang, tanpa kuminta sama sekali. Sumpah, bahkan jika aku punya pilihan, lebih baik tidak membiarkan wanita ini bicara."Apa yang kalian inginkan?” "Kau masih bertanya apa yang kuinginkan? Ternyata kau bukan laki-laki yang cerdas, sungguh membuatku kecewa.""Katakan saja, mungkin aku bisa melakukannya, daripada berbicara panjang lebar tapi intinya belum masuk," ucapku menahan geram.Bisa-bisanya wanita ini mengajak diskusi seorang Raksa, dia pikir dia siapa. Mau orangtua sekalipun,
Hari ini aku sengaja mengambil cuti untuk istirahat di rumah menemani Kiara dan Mama. Sekaligus mencari tahu bagaimana cara yang dilakukan Mama hingga membuat Kiara berubah drastis."Sebelah sini masih kotor, lho," Mama menunjuk beberapa sudut yang menurutnya kurang kinclong. Ya, begitulah Mama, semuanya harus terlihat sempurna. Kini sedang berperan sebagai mertua yang jahat, padahal kalau sama Kiara sikapnya halus banget, bagikan kapas."Iya, Ma."Entah berapa jam Jasmin bekerja, tapi semangatnya masih sangat tinggi. Baguslah, jadi Kiara tidak perlu melakukan banyak hal."Di atas sana kurang mengkilap," lagi-lagi Mama memberikan komentar.Segera Jasmin melakukannya.Nyapu sudah dia lakukan, dilanjut pel lantai. Keringat ditubuhnya sudah mulai bercucuran. Bahkan baunya sampai tercium. Jorok."Kamu kenapa tutup hidung, Mas?" tanya Kiara ketika melihatku memakai masker. Tentu saja karena bau. Apa dia tidak menciumnya? "Bau banget," beberapa kali aku terbatuk."Masa, sih?""Emang kamu g
Jasmin yang dikatai gendut oleh Mama menunjukkan wajah marah. Tentu saja dua tidak menerima.Aku sudah bertahun-tahun mengenalnya, seorang Jasmin bukanlah hal yang kita bisa mengerti."Kenapa? Ada masalah?" Mama memasang wajah tidak bersalah dan menanyai Jasmin dengan beberapa pertanyaan."Jadi istri Raka itu jangan baperan, Jas. Dia gak bakal suka. Mama juga sama. Lebih suka menantu yang kuat dan bisa melakukan apapun. Tidak manja," jelas Mama lagi."Iya, Jasmin minta maaf, Ma," lirihnya sambil sesekali melihat ke arahku dan Kiara yang saling berpandangan.Ngiri kali dia. Siapa suruh dulu kabur, tapi ada untungnya buatku. Jadi tidak punya istri yang bermuka dua. Wkwkkk."Mama juga lebih suka menantu yang bisa mengelola keuangan. Meskipun uang itu sedikit, tapi dia bisa membeli seluruh kebutuhan rumah selama satu bulan.""Itu justru penting, Ma," balas Jasmin, tapi matanya masih menatap kita."Apa kamu bisa?""Tentu saja Jasmin bisa!" serunya. Tentu dengan nada kesombongan.Tapi Kiara
Aku masih menimbang untuk memberitahukan kepada Raya kalau papanya masih hidup. Takut nanti dia akan terus kepikiran, terlebih lagi masalah Jasmin juga masih belum selesai."Kamu kenapa Mas, kok wajahnya kusut gitu?" Kiara mendekat dengan wajah penasaran. "Kayak pakaian yang baru diangkat dari jemuran tapi enggak langsung ditindak."Apa? Jemuran? Emang wajahku sekusut itu?Untuk membuktikan, aku menjauh dari Kiara dan mendekat ke arah cermin."Kusutnya sebelah mana? Orang tampan gini juga."Kiara ada-ada saja, mana ada kusut dalam wajah Raksa yang tampan enggak ketulungan ini."Beneran, Mas."Seperti biasa Kiara mulai cengar-cengir. Dasar.Kembali aku teringat tentang papanya Kiara, mertuaku. Kembali aku mendadak diam."Kamu kenapa, sih, Mas? Kok semenjak pulang berubah banget.""Maaf Ra, Mas capek, besok saja kita ngobrol lagi," aku sengaja menghindar. Kalau dekat, takutnya kecelakaan. Maklum, aku tipe suami yang idaman. Enggak tega membiarkan istri kepikiran.Kiara pun diam. Hanya a
Aku berjalan di sekitar koridor yang panjang di sebuah rumah sakit. Hening dan sepi. Bukan karena aku penakut, tapi aku sangat menyayangkan ini. Bagaimana mungkin pasien bisa sembuh jika begini."Kalian harus segera urus masalah koridor ini!” "Sudah kami urus, Pak. Tapi kami masih membutuhkan waktu," kedua orang di belakangku berbicara bersamaan."Bagus. Kalian pantas untuk mendapatkan bonus bulan ini.""Terimakasih BOSSA.""Hentikan panggilan gila itu! Apa kalian tidak ingat dokter itu menertawakan?""Mungkin saja dia hanya iri, Bos.""Benarkah?""Tentu.""Kalian jangan menilai negatif, dosa!"Tapi bisa saja itu memang benar, karena dia tidak berhasil mendapatkan Kiaraku dan akulah yang beruntung bisa bersamanya."Apa itu?" tanyaku menunjuk seorang wanita yang sedang duduk di taman. Wajahnya memancarkan cahaya, meksipun tertutupi dengan penampilannya yang berantakan. Tapi cahaya di wajahnya tetap saja terlihat."Iya, Bos.""Kalian tunggu di sini, aku akan masuk sendiri," pintaku pad
Tapi aku sama sekali tidak takut dengan wanita berumur. Sekali dorong saja, dia akan mengalami sakit yang amat.[Kata-kata itu, aku kembalikan padamu. Jangan lupa ingat umur!!!]Aku tersenyum sendiri setelah mengirimkan balasan, bisa kupastikan setelah ini dia akan semakin marah. Tapi aku tidak peduli.Mungkin dia baru sadar kalau tawanannya sudah berada di tanganku, eh, maksudnya ibu mertua.Wanita yang sudah berjuang antara hidup dan mati demi untuk membiarkan anaknya selamat dan melihat, betapa indahnya dunia ini.Tapi, sayangnya dia belum pernah melihat seperti apa rupa anak yang dilahirkannya. Apakah berjenis kelamin laki-laki atau perempuan dan bagaimana wajah dan tubuhnya. Bahkan sampai puluhan tahun lamanya.Sungguh keji orang-orang itu, dengan entengnya mereka melakukan hal seperti ini kepada manusia, yang bahkan hewan pun tidak layak diperlakukan seperti ini."Anakku!!" Ibu langsung berlari ke arahku, memelukku erat. Seolah kita sudah lama tidak bertemu dan saling melepas ri
Badanku mendadak gemetar, lidah pun terasa kelu untuk bicara. Apa yang harus aku lakukan, padahal masalah Jasmin saja masih belum selesai. Bapak mertuaku juga masih menunggu kami jemput, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?Jasmin menyadari kedatanganku, dia menatapku dari bawah sampai atas. Semoga saja dia tidak sadar dengan perubahan pada diriku."Bukankah kalau pulang biasanya mengucap salam?" ucapnya tiba-tiba, kupikir dia tidak akan bicara.Mendengar suara Jasmin, Mama dan Kiara langsung membalikkan tubuhnya dan menghampiriku."Kok kamu enggak bilang-bilang kalau sudah pulang, Mas?" tanya Kiara sambil mencium takzim tanganku."Em, iya, banyak pekerjaan," jawabku singkat dengan seulas senyum. Agar mereka tidak curiga kalau aku menyimpan sesuatu."Apa di kantor ada masalah?" ucap Mama menimpali."Tidak ada kok, Ma. Semuanya baik-baik saja."Aku berharap Mama dan Kiara tidak tahu kalau aku baru saja bertemu dengannya. Bisa bahaya kalau mereka sampai tahu."Yakin kamu, Mas?" Ja
Aku terdiam ketika membaca pesan dari Hana, seorang resepsionis yang baru saja menjadi temanku beberapa hari yang lalu. Dia mengatakan kalau Mas Raksa, suamiku sedang ditunggu wanita cantik.Sebetulnya dia juga tidak berani mengatakannya, tapi sudah terlanjur janji padaku akan memberitahuku semua gerak-gerik Mas Raksa, terutama tentang masalah wanita.Mata ini menyipit ketika melihat foto seorang wanita cantik yang dikirimkan Hana, katanya dia baru saja mencari, suamiku.Kupikir wanita itu hanya sekedar teman atau rekan bisnis. Tapi ternyata tidak sesederhana itu.Ketika aku menunjukan foto tersebut pada Jasmin, dia langsung membungkam mulutnya dengan tangan."Aku akan menyerah untuk mengejar Raksa jika wanita itu masih mencoba untuk mengejarnya," ucapnya waktu itu."Kenapa?""Karena di hati Raksa, wanita itu sangat istimewa.""Apa aku tidak?" "Ayolah, Kiara. Kita sedang mengatakan kenyataannya, bukan hal-hal yang tidak penting."Setelah itu, aku tidak berani berkata apapun. Kupikir
Mama menatapku dengan tajam setelah beberapa hari kepergiannya. Kini kita duduk berhadapan, benar-benar membuat diri ini canggung. Sekaligus merasa bersalah, takut kalau Mama akan segera mengetahuinya."Jelaskan apa ini!" ucap Mama tegas, sama sekali tidak ada tanda-tanda marah. Namun, jantungku malah berdetak tidak menentu."Apa, Ma?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.Mama mengerahkan ponselnya yang berisikan deretan pesan di aplikasi chatting berwarna hijau.'Asslamu'alaikum, Ma. Maaf kalau Kiara baru bisa menghubungi Mama. Kejadian baru-baru ini sangat membuat Kiara terpukul, Ma. Kiara minta maaf kalau selama ini tidak bisa menjadi menantu Mama yang baik dan terima kasih atas segala yang sudah Mama berikan untuk Kiara. Termasuk segenap kasih sayang dan cinta Mama.''Ma, ternyata Kiara tidak bisa menjaga cucu Mama dengan baik. Karena Della sudah meninggalkan kita semua tepat ketika Mama pergi dari rumah karena urusan pekerjaan, tapi Mama tidak perlu khawatir, ya. Karena Della di mak
"Assalamu'alaikum."Suara salam kembali terdengar setelah Kiara dan Jasmin pergi. Kali ini tubuhku langsung bercucuran keringat.Tentu saja karena aku tahu siapa yang baru saja mengucapkan salam itu.Mama.Bagaimana jika dia bertanya tentang Kiara Della? Apa yang harus aku katakan? Kupikir semuanya akan berjalan dengan mudah. Tapi ternyata tidak seperti jalan tol."Bukannya jawab salam, kamu malah nyelonong begitu saja. Enggak sopan!" kesalnya ketika aku malah berjalan semakin cepat ketika mendengar koper Mama memasuki rumah."Em, enggak, Mah.""Kamu kenapa, sakit?" tanyanya sambil mengeluarkan beberapa paper bag dari dalam koper."Ini semua hadiah untuk anak perempuan Mama tercinta dan yang besar ini untuk cucu Mama yang paling cantik!" serunya sambil bernyanyi-nyanyi kecil.Baru saja beberapa detik, Mama pun langsung berjalan ke arah tangga. Sudah kupastikan kalau Mama pasti bermaksud untuk bertemu dengan dua orang yang baru saja disebutnya.Bagaimana jika Mama tahu Kiara, gadis yan
Perkataan yang keluar dari mulut Kiara sudah sangat keterlaluan. Tubuhku mendadak gemetar, takut jika harus berpisah dengannya."Kamu tidak boleh begitu, Kiara. Della masih membutuhkan kasih sayang orang tua yang utuh," ucapku mencoba untuk menenangkannya.Melihat penampilannya yang berantakan, aku bisa mengambil kesimpulan kalau dia sedang tidak baik-baik saja."Membutuhkan kamu bilang, Mas? Terus selama ini dimana kamu dimana, Mas?" teriaknya."Kamu bahkan sudah tidak pulang berhari-hari. Jangankan hanya sekedar menanyakan kabar, melihat Della saja kamu tidak pernah!" lanjutnya memaki.Ya, itu benar. Aku memang salah. Tapi bukan ini yang kuinginkan."Maafkan Mas, Kiara, maaf," lirihku memohon. Aku hanya berharap dia akan memaafkan aku dan kita kembali menjalani kehidupan seperti dulu lagi.Meksipun sekarang sudah ada kehadiran Sukma, tapi kau tetap istriku Kiara."Kau nikahi wanita yang bernama Sukma itu saja, Mas. Aku tidak berhak ada di Antara kalian. Ya, aku memang tidak seharusn
Aku terdiam ketika membaca pesan dari Hana, seorang resepsionis yang baru saja menjadi temanku beberapa hari yang lalu. Dia mengatakan kalau Mas Raksa, suamiku sedang ditunggu wanita cantik.Sebetulnya dia juga tidak berani mengatakannya, tapi sudah terlanjur janji padaku akan memberitahuku semua gerak-gerik Mas Raksa, terutama tentang masalah wanita.Mata ini menyipit ketika melihat foto seorang wanita cantik yang dikirimkan Hana, katanya dia baru saja mencari, suamiku.Kupikir wanita itu hanya sekedar teman atau rekan bisnis. Tapi ternyata tidak sesederhana itu.Ketika aku menunjukan foto tersebut pada Jasmin, dia langsung membungkam mulutnya dengan tangan."Aku akan menyerah untuk mengejar Raksa jika wanita itu masih mencoba untuk mengejarnya," ucapnya waktu itu."Kenapa?""Karena di hati Raksa, wanita itu sangat istimewa.""Apa aku tidak?" "Ayolah, Kiara. Kita sedang mengatakan kenyataannya, bukan hal-hal yang tidak penting."Setelah itu, aku tidak berani berkata apapun. Kupikir
Badanku mendadak gemetar, lidah pun terasa kelu untuk bicara. Apa yang harus aku lakukan, padahal masalah Jasmin saja masih belum selesai. Bapak mertuaku juga masih menunggu kami jemput, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?Jasmin menyadari kedatanganku, dia menatapku dari bawah sampai atas. Semoga saja dia tidak sadar dengan perubahan pada diriku."Bukankah kalau pulang biasanya mengucap salam?" ucapnya tiba-tiba, kupikir dia tidak akan bicara.Mendengar suara Jasmin, Mama dan Kiara langsung membalikkan tubuhnya dan menghampiriku."Kok kamu enggak bilang-bilang kalau sudah pulang, Mas?" tanya Kiara sambil mencium takzim tanganku."Em, iya, banyak pekerjaan," jawabku singkat dengan seulas senyum. Agar mereka tidak curiga kalau aku menyimpan sesuatu."Apa di kantor ada masalah?" ucap Mama menimpali."Tidak ada kok, Ma. Semuanya baik-baik saja."Aku berharap Mama dan Kiara tidak tahu kalau aku baru saja bertemu dengannya. Bisa bahaya kalau mereka sampai tahu."Yakin kamu, Mas?" Ja
Tapi aku sama sekali tidak takut dengan wanita berumur. Sekali dorong saja, dia akan mengalami sakit yang amat.[Kata-kata itu, aku kembalikan padamu. Jangan lupa ingat umur!!!]Aku tersenyum sendiri setelah mengirimkan balasan, bisa kupastikan setelah ini dia akan semakin marah. Tapi aku tidak peduli.Mungkin dia baru sadar kalau tawanannya sudah berada di tanganku, eh, maksudnya ibu mertua.Wanita yang sudah berjuang antara hidup dan mati demi untuk membiarkan anaknya selamat dan melihat, betapa indahnya dunia ini.Tapi, sayangnya dia belum pernah melihat seperti apa rupa anak yang dilahirkannya. Apakah berjenis kelamin laki-laki atau perempuan dan bagaimana wajah dan tubuhnya. Bahkan sampai puluhan tahun lamanya.Sungguh keji orang-orang itu, dengan entengnya mereka melakukan hal seperti ini kepada manusia, yang bahkan hewan pun tidak layak diperlakukan seperti ini."Anakku!!" Ibu langsung berlari ke arahku, memelukku erat. Seolah kita sudah lama tidak bertemu dan saling melepas ri
Aku berjalan di sekitar koridor yang panjang di sebuah rumah sakit. Hening dan sepi. Bukan karena aku penakut, tapi aku sangat menyayangkan ini. Bagaimana mungkin pasien bisa sembuh jika begini."Kalian harus segera urus masalah koridor ini!” "Sudah kami urus, Pak. Tapi kami masih membutuhkan waktu," kedua orang di belakangku berbicara bersamaan."Bagus. Kalian pantas untuk mendapatkan bonus bulan ini.""Terimakasih BOSSA.""Hentikan panggilan gila itu! Apa kalian tidak ingat dokter itu menertawakan?""Mungkin saja dia hanya iri, Bos.""Benarkah?""Tentu.""Kalian jangan menilai negatif, dosa!"Tapi bisa saja itu memang benar, karena dia tidak berhasil mendapatkan Kiaraku dan akulah yang beruntung bisa bersamanya."Apa itu?" tanyaku menunjuk seorang wanita yang sedang duduk di taman. Wajahnya memancarkan cahaya, meksipun tertutupi dengan penampilannya yang berantakan. Tapi cahaya di wajahnya tetap saja terlihat."Iya, Bos.""Kalian tunggu di sini, aku akan masuk sendiri," pintaku pad
Aku masih menimbang untuk memberitahukan kepada Raya kalau papanya masih hidup. Takut nanti dia akan terus kepikiran, terlebih lagi masalah Jasmin juga masih belum selesai."Kamu kenapa Mas, kok wajahnya kusut gitu?" Kiara mendekat dengan wajah penasaran. "Kayak pakaian yang baru diangkat dari jemuran tapi enggak langsung ditindak."Apa? Jemuran? Emang wajahku sekusut itu?Untuk membuktikan, aku menjauh dari Kiara dan mendekat ke arah cermin."Kusutnya sebelah mana? Orang tampan gini juga."Kiara ada-ada saja, mana ada kusut dalam wajah Raksa yang tampan enggak ketulungan ini."Beneran, Mas."Seperti biasa Kiara mulai cengar-cengir. Dasar.Kembali aku teringat tentang papanya Kiara, mertuaku. Kembali aku mendadak diam."Kamu kenapa, sih, Mas? Kok semenjak pulang berubah banget.""Maaf Ra, Mas capek, besok saja kita ngobrol lagi," aku sengaja menghindar. Kalau dekat, takutnya kecelakaan. Maklum, aku tipe suami yang idaman. Enggak tega membiarkan istri kepikiran.Kiara pun diam. Hanya a
Jasmin yang dikatai gendut oleh Mama menunjukkan wajah marah. Tentu saja dua tidak menerima.Aku sudah bertahun-tahun mengenalnya, seorang Jasmin bukanlah hal yang kita bisa mengerti."Kenapa? Ada masalah?" Mama memasang wajah tidak bersalah dan menanyai Jasmin dengan beberapa pertanyaan."Jadi istri Raka itu jangan baperan, Jas. Dia gak bakal suka. Mama juga sama. Lebih suka menantu yang kuat dan bisa melakukan apapun. Tidak manja," jelas Mama lagi."Iya, Jasmin minta maaf, Ma," lirihnya sambil sesekali melihat ke arahku dan Kiara yang saling berpandangan.Ngiri kali dia. Siapa suruh dulu kabur, tapi ada untungnya buatku. Jadi tidak punya istri yang bermuka dua. Wkwkkk."Mama juga lebih suka menantu yang bisa mengelola keuangan. Meskipun uang itu sedikit, tapi dia bisa membeli seluruh kebutuhan rumah selama satu bulan.""Itu justru penting, Ma," balas Jasmin, tapi matanya masih menatap kita."Apa kamu bisa?""Tentu saja Jasmin bisa!" serunya. Tentu dengan nada kesombongan.Tapi Kiara