POV BastianPonselku berbunyi saat aku dan Bang Rozi berjalan menuju keluar gang dari lokasi bar milik mantan guru privatnya Elena.Aku mendesah berat saat melihat nama Jessica yang mengirim pesan. Dia bilang, ingin mengajakku bertemu."Urusan kalian masih belum selesai juga? Hadeehh..." tanya Bang Rozi setelah mengintip pesan yang kubaca, lalu meninggalkanku seorang diri. Dia pulang naik taksi, sementara aku dengan mobilku langsung menuju lokasi yang dikirim oleh Jessica.Sampai di sebuah kafe, Jessica sudah menungguku. Dia sedang meminum secangkir kopi dingin, tersenyum manis lalu melambaikan tangan kearahku.Aku sedikit gugup. Kenapa tiba-tiba dia mengajakku bertemu. Apa jangan-jangan dia tahu kalau uang itu ada padaku? Aku harus tetap bersikap biasa.Wanita berbaju coklat itu menggeser kursi disebelahnya, sedangkan aku duduk di depannya saja. Membuat wajah cantik Jessica seketika merengut.Aku duduk menyamping, tidak menatapnya."Ada urusan apa mencariku?" tanyaku langsung dengan
Malam itu, Jessica menyuruhku untuk diam-diam masuk ke dalam rumah mengambil sesuatu barang yang bisa dijadikan bukti. Sementara Elena masih berada di luar."Gak peduli barang apa pun, ambil satu barang dari rumah itu!" Jessica menyeru."Kamu.. mau aku ambil barang apa dari sana?" tanyaku bingung."Barang apa saja yang bisa dijadikan bukti perselingkuhan kita, kamu adalah pasangan yang bertanggung jawab, ini sangat merugikan dalam proses perceraian. Wanita itu, berencana memberimu 10 miliar terlebih dahulu, lalu merebutnya lagi dari tanganmu." Aku terngiang ucapannya.Saat aku sibuk mencari sesuatu barang, foto pernikahanku dengan Elena yang terletak diatas nakas tak sengaja tersenggol olehku hingga pecah.Namun saat aku hendak membereskan pecahan itu, dibalik foto pernikahan kami, ternyata ada foto Elena bersama guru privat-nya itu. Sama persis seperti yang kami temukan di bar.Tiba-tiba ada seseorang datang, aku segera bersembunyi dibalik sofa. Kupikir itu Elena, ternyata Jessica."
Saat aku keluar dari rumah hendak pergi dari sana, dua pasangan tetangga sedang berada di depan pagar rumahku. Si istri seperti ketakutan, sedangkan suami mudanya terlihat panik.Tak lama kemudian, Jessica datang sambil menyeret tongkat golf sedangkan tangan kanannya memegang lengan kirinya sambil meringis kesakitan.Dengan wajah begitu marah, tanpa ragu Jessica melayangkan tongkat golf itu kearah Melisa."Jess.. apa yang kamu lakukan!" teriakku seraya mencegahnya.Lalu dengan cepat aku merebut tongkat itu dari tangannya."Hey, kamu ini kenapa?" Aku bertanya saat Jessica terus meringis memegang lengannya."Bibi tua ini tiba-tiba menyerangku," ucap Jessica dengan tatapan tajamnya pada Melisa."Apa?" Aku melayangkan tatapan penuh tanya pada wanita yang sejak tadi dipeluk oleh suami mudanya."Wanita itu memukul lenganku dengan benda ini.." ucap Jessica, wajahnya terangkat menunjuk pada tongkat golf yang kupegang."Apa?" Aku kembali kaget, mataku melotot pada Melisa."Benar begitu?" tanya
POV Elena.Kusambut pagi dengan perasaan tenang. Tak sabar menunggu nanti malam, dimana aku dan Bastian akan melakukan makan malam bersama sebelum kami bercerai.Kuraih benda pipih nan canggih diatas nakas, lalu ku tekan nomor Bang Rozi. Aku mendapat informasi bahwa pria itu mencari tahu tentang Kak Raffi bersama suamiku ke bar miliknya.“Halo, Ada masalah apa?” ucapnya menyambut teleponku dari seberang sana. Suaranya terdengar ramah.“Begini, aku mau tanya. Abang kan yang menyelidiki kak Raffi dan memberitahukan semua informasinya kepada suamiku, Bastian?”Pria itu diam sejenak lalu tertawa, “ah, gue gak paham maksud lo apa,” ujarnya cengengesan.“Ternyata benar kamu.. hahaha,” aku bersorak senang.Tak ada jawaban dari sana, mungkin Bang Rozi sedang bingung kenapa aku malah senang.“Jadi, A31 adalah nama toko lama, kalian pasti juga sudah tau bukan?”Masih tak ada jawaban, Bang Rozi mendadak diam.“Halooo..” aku mencoba memastikan bahwa Bang Rozi masih berada dalam sambungan telepon.
POV BastianJessica kembali ke kosan saat sore hari. Dia pulang lebih cepat hanya untuk memberikanku informasi. Wanita itu kembali memperdengarkan rekaman percakapan antara dirinya dengan Elena.Tanganku gemetar dengan sendirinya, mendengar rencana Elena, bagaimana cara dia nantinya membubuhkan racun itu pada makananku. Bagaimana cara dia berbicara dengan sangat bersemangat. Dia berniat memasak kari iga kesukaanku dan menambahkan ADTX di dalamnya. Kenapa aku harus menghadapi monster ini? apa tidak sebaiknya aku kabur saja?“Ah.. aku benar-benar hampir gila…” gumamku saat rekaman percakapan itu berakhir.“Wanita itu mengira aku sekomplotan dengannya. Aku rasa, dia yang kurang waspada, sekarang adalah waktu yang paling tepat dan bermanfaat bagi kita..” desis Jessica dengan seringaian licik di wajahnya.Wanita yang duduk menyilangkan kaki di depanku itu menyerahkan racun ADTX dalam botol kecil berukuran sebesar jari kelingkingku.“Lalu, bagaimana caraku agar membuatnya memakan ini? dia p
Aku tahu, kamu akan mengatakan jawaban yang aku harapkan. Bagaimana pun ini adalah hidangan yang akan aku masak setiap Hari Jadi kita.Saat memilih bahan-bahan lain, Elena terus menatapku, membuat aku terus merasa gugup.“Bagaimana kalau kita masak udang goreng bawang putih juga?” tawarku.“Boleh..” sahutnya sambil tersenyum, namun matanya terus menatapku dengan tatapan yang tak biasa, entah apa yang saat ini dia pikirkan.Ya, bertindak lebih dulu. Aku memang harus bergerak cepat. Saat ini, seharusnya Jessica sudah beraksi, masuk ke rumah dan mencampurkan racun itu ke dalam tempat garam. Garam itu khusus milikku, selalu aku pakai untuk memasak semua masakanku. Di dalam garam itu, ada bumbu khusus untuk membuat setiap masakanku menjadi lebih enak. Semuanya akan selesai kalau aku menaruhnya ke dalam sup ikan buatanku nanti.Bagus, aku hanya perlu menaruh garam itu seperti biasa ke dalam masakanku, pasti tidak akan ketahuan. Seketika aku berhayal, Elena memakan sup ikan buatanku. Lalu un
POV Elena.“Oh, apa kalian belum makan? Bagaimana kalau kita makan bersama?” ajakku menawarkan.Kedua detektif itu terdiam dan saling pandang.“Sup ikan buatan chef Bastian sangat enak, lho. Benar kan, sayang?” ujarku sambil menoleh pada Bastian.“Gak perlu! Kami sudah makan, kalian gak usah pedulikan kami..” jawab Pak Toni.“Lalu, apakah ada masalah?” tanya Bastian dengan suara tegas.Lalu kami duduk di sofa ruang tamu, meninggalkan sejenak kegiatan memasak tadi. Detektif Rian memperlihatkan rekaman CCTV di laptop.“Saat kami memeriksa kematian Denis, orang yang melarikan diri di TKP tampak seperti wanita, bukan?” pria muda bernama Rian itu mulai menjelaskan.“Ya, memang tampak seperti seorang wanita,” jawabku tenang.“Apakah kalian tidak merasa wanita dalam video itu terlihat familier?” imbuh Pak Toni.“Tidak! Aku tidak kenal sama sekali!” tegasku.Lalu pak Toni menggeser foto selanjutnya. Menampilkan foto sebuah sepatu bermerek ternama edisi terbatas.“Sepatu ini termasuk barang ya
POV Bastian.Setelah nyerocos panjang lebar dan sengaja tidak memakan sup ikan itu, Elena tiba-tiba menangis sesenggukan. Aku berpikir dia memang sedang akting saat ini.“Kamu kenapa? Ada apa? Kamu baik-baik saja?” aku pura-pura khawatir.Beberapa detik kami terdiam dan saling menatap.“Apakah kamu tahu apa alasanku mau menikah denganmu?” lirih suara Elena terdengar menyayat hati.Mulai ada yang tidak beres darinya, namun aku masih tetap menunggunya berbicara. Ya, aku memutuskan untuk mengikuti sandiwaranya, asalkan tidak memakan masakannya, itu sudah aman bagiku.“Kebahagiaan yang sederhana, hanya itu.. tapi akhirnya gagal,” ucap Elena.‘Apakah sudah ketahuan?’ batinku. Keningku terus mengerut menatapnya heran.“Melihat masa lalu kita, aku tidak memiliki berkah untuk mendapat kebahagiaan ini. Tapi, aku tidak tau mengapa bisa sampai seperti sekarang ini. Sebenarnya aku…. Aku berpikir untuk meracunimu, Mas.Ada racun ADTX dalam iga kari ini, aku sangat marah dan benci padamu, lalu memu