POV AuthorLima jam sebelum acara peringatan ulang tahun Bastian dan Elena yang diadakan di rumah mereka, Andre diam-diam memberi pesan kepada Raffi. Dia mencoba menipu mantan guru privat Elena itu dengan cara menaruh kotak termos es besar di depan pintu bar-nya. Di dalam kotak termos itu, Andre menuliskan bahwa dia harus membawa uang 10 miliar itu ke rumah Elena tepat pukul sepuluh malam. Andre dan Jessica yang sudah bersekongkol mengira uang itu berada di tangan Raffi.Merasa janggal, Raffi pun menghubungi Elena. Tentu saja Elena tidak merasa memberi pesan itu. Betapa bodohnya Andre tidak menyadari bahwa Raffi akan mengkonfirmasi kepada yang bersangkutan.Namun, tepat pukul sepuluh malam, Raffi tetap datang membawakan termos es besarnya. Pria berpakaian serba hitam itu memencet bel. Jessica mencoba mencegah Elena saat hendak membukakan pintu, karena dia mengira bahwa yang datang itu adalah uang, dan saat itu, Andre sudah bersiap mengambil kotak termos es besar itu dari depan pagar r
“Apa? Seorang pria?” sambung Rian.***Setelah mencari tahu siapa pria yang melaporkan kejadian perampokan itu, kedua detektif itu langsung menuju restoran milik Bastian. Mereka segera menemui Arman, sang pelapor pertama, dan menginterogasinya, didampingi oleh Bastian selaku pemilik Bos.Arman mengaku bahwa datang ke rumah Elena atas perintah Nyonya Bos-nya itu, yang katanya ingin membicarakan sesuatu. Namun saat Arman tiba di rumah Elena, keadaan sudah sangat kacau dan dia menemukan Nyonya Bos-nya itu sedang tergeletak pingsan. Begitulah penjelasan dari Arman yang sebenarnya bertolak belakang dengan kenyataannya.Detektif Toni juga bertanya, kenapa tidak menyebutkan identitas saat melapor, Arman menjawab bahwa dia panik dan terburu-buru, setelah itu dia segera pergi.Selesai menginterogasi Arman dan mendapat banyak petunjuk juga dari Bastian, kedua detektif itu segera pergi untuk investigasi selanjutnya.Beberapa saat setelah kedua detektif itu pergi, Elena datang ke restoran. Wanita
Setelah berdebat dengan Mita, Toni memutuskan untuk kembali ke kantor. Tidak ada gunakanya terus berseteru, karena bagaimana pun juga, pria itu memang salah. Dia menyadari bahwa dirinya terlalu fokus bekerja sehingga kurang memperhatikan anak dan istrinya.Namun saat di kantor, Toni tidak pernah bisa fokus untuk bekerja. Selalu terngiang kata-kata istrinya. Hingga sebelum pukul sepuluh malam, dia memutuskan untuk pulang ke rumah.“Senior mau kemana?” tanya Rian, heran melihat seniornya itu pergi tergesa-gesa.Toni tidak bisa tenang, dia terus terpikirkan dengan kotak termos es besar itu. Istrinya sengaja membawanya belanja dan mengisinya dengan bahan makanan. Lalu kemana uang 10 miliar itu?“Aku mau pulang!” jawab Toni.“Waahh.. benar-benar matahari terbit dari barat!” sindir Rian, meskipun Toni sudah tak terlihat.***Sampai di rumah, Toni tidak menemukan istrinya. Si kembar di tinggal berdua saja di rumah, karena memang mereka sudah besar dan sudah sering ditinggal di rumah.“Ayah..
Mita sangat gelisah. Dia tidak bisa berpikir untuk membuat bab baru di novelnya. Berkali-kali dia mengacak rambutnya sendiri hingga berantakan. Meski pun sudah di rumah sendirian, dia mereasa tidak tenang. Suaminya sudah pergi ke kantor, sedangkan anak-anaknya sudah pergi sekolah. Kini, dia bisa menghadap laptop dengan leluasa.“Arrgghh.. ini alasan kenapa sebagai penulis novel membutuhkan kasus dan konflik.” Dia bergumam seorang diri, lalu perlahan mulai menuliskan kata demi kata pada lembar bab novelnya.Kasus itu kita temui…. Tab tab tab… ia menghapusnya kembali. Mita mendesah berat. Sepertinya alur cerita yang dia buat semakin rumit padahal dia mengikuti alur aslinya dari kasus Elena.“Aku sangat ingin menghapus kehidupanku juga..” dia membingkai kepalanya yang terasa bedenyut.Mita teringat pada hari itu. Hari dimana dia menyaksikan Elena menyeret kotak termos lalu menukar uang tebusan yang berada di tong sampah stadion baseball.Wanita itu memberanikan diri untuk mencegat Elena,
Andre hanya tersenyum, "lalu bagaimana dengan dirimu?" Pria itu bukannya menjawab, malah bertanya kembali.Sejenak Jessica bergeming, menatap Andre si pria yang tak bisa ditebak, ia pun enggan menjawab."Manager restoran, selingkuhan, atau partnerku dalam mengincar uang 10 miliar, yang mana dirimu sebenarnya?" Andre mencibir dalam pertanyaannya."Mengenai ini, aku juga sedang menelitinya," jawab Jessica dengan seringaian licik di wajah cantiknya.Andre menyodorkan gelas anggur pada Jessica, lalu mereka bersulang.Pria berjas putih itu menenggak habis anggurnya, sedangkan Jessica tidak meminumnya setetes pun. Andre menatap heran pada wanita itu. Alisnya nyaris tertaut."Aku cuma takut hilang kendali lagi," ucap Jessica saat mengetahui wajah Andre yang tampak bingung."Aku sudah mengatakan, kali ini bukan hilang kendali, tapi kerja sama tim," sahut Andre menimpali."Hey.. kamu yang seperti ini, apakah istrimu mengetahuinya?" Jessica bertanya karena melihat perbedaan sikap Andre saat ber
POV BastianPonselku berbunyi saat aku dan Bang Rozi berjalan menuju keluar gang dari lokasi bar milik mantan guru privatnya Elena.Aku mendesah berat saat melihat nama Jessica yang mengirim pesan. Dia bilang, ingin mengajakku bertemu."Urusan kalian masih belum selesai juga? Hadeehh..." tanya Bang Rozi setelah mengintip pesan yang kubaca, lalu meninggalkanku seorang diri. Dia pulang naik taksi, sementara aku dengan mobilku langsung menuju lokasi yang dikirim oleh Jessica.Sampai di sebuah kafe, Jessica sudah menungguku. Dia sedang meminum secangkir kopi dingin, tersenyum manis lalu melambaikan tangan kearahku.Aku sedikit gugup. Kenapa tiba-tiba dia mengajakku bertemu. Apa jangan-jangan dia tahu kalau uang itu ada padaku? Aku harus tetap bersikap biasa.Wanita berbaju coklat itu menggeser kursi disebelahnya, sedangkan aku duduk di depannya saja. Membuat wajah cantik Jessica seketika merengut.Aku duduk menyamping, tidak menatapnya."Ada urusan apa mencariku?" tanyaku langsung dengan
Malam itu, Jessica menyuruhku untuk diam-diam masuk ke dalam rumah mengambil sesuatu barang yang bisa dijadikan bukti. Sementara Elena masih berada di luar."Gak peduli barang apa pun, ambil satu barang dari rumah itu!" Jessica menyeru."Kamu.. mau aku ambil barang apa dari sana?" tanyaku bingung."Barang apa saja yang bisa dijadikan bukti perselingkuhan kita, kamu adalah pasangan yang bertanggung jawab, ini sangat merugikan dalam proses perceraian. Wanita itu, berencana memberimu 10 miliar terlebih dahulu, lalu merebutnya lagi dari tanganmu." Aku terngiang ucapannya.Saat aku sibuk mencari sesuatu barang, foto pernikahanku dengan Elena yang terletak diatas nakas tak sengaja tersenggol olehku hingga pecah.Namun saat aku hendak membereskan pecahan itu, dibalik foto pernikahan kami, ternyata ada foto Elena bersama guru privat-nya itu. Sama persis seperti yang kami temukan di bar.Tiba-tiba ada seseorang datang, aku segera bersembunyi dibalik sofa. Kupikir itu Elena, ternyata Jessica."
Saat aku keluar dari rumah hendak pergi dari sana, dua pasangan tetangga sedang berada di depan pagar rumahku. Si istri seperti ketakutan, sedangkan suami mudanya terlihat panik.Tak lama kemudian, Jessica datang sambil menyeret tongkat golf sedangkan tangan kanannya memegang lengan kirinya sambil meringis kesakitan.Dengan wajah begitu marah, tanpa ragu Jessica melayangkan tongkat golf itu kearah Melisa."Jess.. apa yang kamu lakukan!" teriakku seraya mencegahnya.Lalu dengan cepat aku merebut tongkat itu dari tangannya."Hey, kamu ini kenapa?" Aku bertanya saat Jessica terus meringis memegang lengannya."Bibi tua ini tiba-tiba menyerangku," ucap Jessica dengan tatapan tajamnya pada Melisa."Apa?" Aku melayangkan tatapan penuh tanya pada wanita yang sejak tadi dipeluk oleh suami mudanya."Wanita itu memukul lenganku dengan benda ini.." ucap Jessica, wajahnya terangkat menunjuk pada tongkat golf yang kupegang."Apa?" Aku kembali kaget, mataku melotot pada Melisa."Benar begitu?" tanya